CTASSS!!!
Kapak itu berhasil mengenai leher Angeline! Melvin berhasil membunuh Angeline!
Melvin memperhatikan dengan jantung seolah akan keluar dari dadanya ketika serangannya berhasil mengenai leher Angeline. Dan kali ini Angeline tidak berhasil lolos kembali dari serangannya!
“Akhirnyaaa!!!” seru Trevis dengan lega. Dia lalu bangkit dari tubuh Angeline yang sudah tidak bergerak. Dia lalu terkapar di lantai, seperti kelelahan. Padahal yang letih adalah batinnya. Dia sudah muak bertarung tiada henti dengan Angeline yang sangat sulit untuk dikalahkan. Dia sudah sudah kesal dengan wanita itu yang tidak hentinya menyerang, berteriak, dan memaki.
“Kau hebat, Melvin,” katanya.
Melvin menggeleng, dia lalu ikut terduduk di sebelah Trevis.
“Kita yang hebat,” katanya.
“Dia bener-bener ... ampun deh nggak tahu lagi gimana ngomongnya,” kata Trevis sambil menggelengkan kepalanya. Dia membay
“Hai, Trevis!” Melvin memanggil sahabatnya yang baru keluar dari kantor ayahnya. Dia sendiri memang sedang berencana untuk menemui ayahnya saat dia bertemu Trevis. “Habis dari kantor ayah?” tanyanya. Dia melihat bahwa Trevis tampak habis melalukan pembicaraan yang cukup serius, dilihat dari raut wajahnya. Trevis mengangguk. “Yoi. Aku ke sini buat kasih abu si Angeline,” jelasnya. Melvin bersiul. “Ah! Ayah bilang kalo abunya bakal dilarung atau dibuang ke langit. Ide yang bagus,” katanya. Trevis mengangguk. Dia lalu bergidik membayangkan akan menemui abu Angeline yang jatuh dari langit. Dia bahkan tidak akan mau memegang abu Angeline. Itu seperti membayangkan dia masih ada, hanya saja dalam genggaman tangannya. “Semoga saja ayahmu tidak menyimpan abu itu. Hiiiy itu akan terlalu menakutkan.” Dia lalu memeluk dirinya sendiri, merasa ngeri. Melvin tergelak. “Bahkan dalam kematian pun dia masih bisa
Tiga hari sebelumnyaRissa tampak tidak tenang. Dia sudah mendengar bahwa anaknya telah selamat. Bahwa salah satu pelayan Mr. Johann telah membawa bayinya kembali ke Indonesia, jauh dari Angeline Johann yang telah menculiknya. Pelayan itu membawa anaknya dalam kondisi yang baik-baik saja. Ethan tidak kekurangan apa-apa satupun juga.Jika itu benar, maka itu adalah hal yang paling ditunggunya! Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya! Hatinya sangat sakit menahan kerinduan pada Ethan! Sudah berapa hari dan malam dilaluinya tanpa bersama Ethan ... Sudah berapa hari dilaluinya tanpa bisa mencium bayinya ... Dia sangat merindukan semua momen bersama bayinya!Maka siang itu ketika Mr. Jona kembali dari kantor, dia membawa pula Amelia yang sedang menggendong Ethan.“Rissa, Rissa! Lihat, ini Ethan!”Dia mendengar suara Mrs. Claudia memanggilnya. Dan hatinya langsung terasa terloncat dar
It's a beautiful night, we're looking for something dumb to doHey baby, I think I wanna marry youIs it the look in your eyes or is it this dancing juice?Who cares, baby, I think I wanna marry youWell, I know this little chapel on the boulevard we can goNo one will know, oh, come on girlWho cares if we're trashed, got a pocket full of cash we can blowShots of patron and it's on, girlDon't say no, no, no, no, noJust say yeah, yeah, yeah, yeah, yeahAnd we'll go, go, go, go, goIf you're ready, like I'm readySuara band mulai berkumandang di pesta pernikahan antara Daniela dan Trevis. Lagu-lagu yang dimainkan mereka rupanya adalah semua lagu-lagu pilihan Daniela dan Trevis! Semua tamu sangat menikmati lagu-lagu itu. Bahkan beberapa bergoyang sambil tertawa-tawa. Suasana pesta yang sangat meriah!Di atas panggung tampak Daniela dan Trevis duduk menghadap pa
"Tidak ... tidak..." "Jangan mendekat!" Rissa tercekat. Dia menatap sosok di depannya dengan penuh kengerian. “Kau melakukan hal yang sia-sia, Miss,” kata sosok itu sambil menyeringai. Dia seolah siap menyerang kapan saja. “Tidak! Anda tidak akan bisa melakukan sesuatu padaku atau mencelakanku!” seru Rissa dengan suara bergetar. Dia berusaha mencari jalan keluar tapi dia tak tahu harus ke mana. Dia seolah berada di tempat yang sangat asing padahal tempatnya berada adalah tempat yang dikenalnya. “Masa?” tanya sosok itu. Dia lalu tertawa. Rissa langsung merinding hebat mendengarkan tawanya. Tawa itu dingin dan kejam, juga tak berperasaan. Rissa berjalan mundur. Matanya membelalak penuh ketakutan. Tubuhnya gemetar. Badannya, yang dibalut setelan indah dan elegan dipenuhi keringat dingin. Ruangan tempatnya berada, sebuah ruang kantor besar dengan banyak meja dan kursi berjajar menjadi seolah lebih dingin dan lebih sempit. Semua orang sedan
"Astaga. Aku nggak bisa percaya ini." "Akhirnya aku bisa berada di sini! Clarissa Chandra memandang gedung di depannya dengan penuh kemenangan. Akhirnya! Dia bersorak dalam hati. Dia berhasil diterima di JW Company! Perusahaan itu bukan perusahaan kaleng-kaleng. Perusahaan bonafid dengan karyawan lebih dari 500 itu adalah salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Bergerak di bidang utama mode dan busana, perusahaan itu menawarkan hal utama yang para pencari kerja inginkan: gengsi. Selain itu perusahaan juga mulai merambah bidang lain seperti bidang kuliner dan bidang jasa iklan. JW Company benar-benar bukan perusahaan main-main. Reputasinya sendiri sangat bagus. Jika diterima di sana, otomatis orang akan menganggap serius dirimu. Bebeerapa waktu lalu, perusahaan itu sedang berusaha mengeluarkan merk mereka sendiri, yang akan diberi nama JW Style dan sedang merekrut beberapa desainer. Merk itu rencananya akan mereka luncurkan di awal tahun
Sudah seminggu Clarissa bekerja di kantor itu. Suasana kantor itu cukup menyenangkannya walaupun dia belum memiliki teman yang benar-benar akrab. Atmosfer kantor itu sangat mendukung pekerjaanya, dengan fasilitas kantor yang sangat beragam. Kantor itu juga menyediakan kafe sendiri sehingga para karyawan tidak perlu keluar jika ingin makan. Selain itu juga ada bonus insentif jika mereka lembur dan pekerjaan mereka melampaui ekspektasi. Plus, gajinya sangat bagus! Kantor itu sendiri dimiliki oleh Jonathan Wirawan, sang CEO. Keluarganya juga masuk di bisnis itu. Jabatan Direktur dipegang oleh anak tertuanya, Aidan Wirawan. Anak keduanya, Melvin Wirawan menjabat sebagai Wakil Direktur. Kepala Supervisornya adalah Daniela Wirawan, anak ketiga Jonathan Wirawan. Bahkan istri sang CEO juga memiliki peran di sana, sebagai salah satu pemegang saham. Dengan demikian, dinasti Wirawan-lah pemilik perusahaan itu sepenuhnya. Dia belum pernah bertemu dengan sang CEO, Direktur maupu
Rissa naik lift dengan hati berdebar dan berbagai macam pikiran berseliweran. Kantor Mr. Jona berada di lantai paling atas, lantai 10. Kantor dia sendiri berada di lantai 3. Lantai 1 dan 2 adalah divisi pemasaran, sedangkan lantai 4 dan 5 adalah divisi media sosial. Lantai 7 dan 8 digunakan untuk pemotretan para model pakaian mereka. Sementara lantai 9 dan 10 adalah lantai para eksekutif dan jajarannya. Termasuk para sekretaris yang memiliki kantor tersendiri. Untuk pembuatan baju, perusahaan memiliki perusahaan lain tersendiri yang terpisah. Biasanya hanya orang-orang dari divisi pemasaran yang mengunjunginya, untuk mengecek produksi dan semacamnya untuk kemudian dipasarkan ke pasar. Tim divisi pemasaran bekerja sama dengan tim dari divisi media sosial yang khusus memasarkan pakaian di media sosial. Mereka kuat dalam keduanya, dan hasil penjualan JW Style cukup memuaskan. Setiap tahun perusahaan juga ikut peragaan busana. Biasanya yang memimpin peragaan busana adalah desain
Hari itu tanpa ada peringatan sebelumnya, Rissa batal bertemu sang CEO. Pesan itu disampaikan Marissa selepas Pak CEO selesai bertemu Direktur. “Maaf, Miss Rissa. Sepertinya Pak CEO sedang tidak berkenan untuk ditemui,” katanya. Ekspresi wajahnya saat itu terlihat agak khawatir. Dia tidak memberi tahu alasannya lebih jauh pada Rissa karena itu bukan urusannya. Dia juga tidak tahu lebih jauh alasan Pak Jona tidak mau bertemu dengan Rissa. Rissa mengangguk. “Oh, baik Miss. Lalu kapan saya akan bertemu dengan Pak Jona? Sepertinya semua karyawan baru harus bertemu dengan beliau,” katanya. Dia takut bahwa bertemu dengan Pak Jona adalah suatu keharusan bagi karyawan baru dan bisa berabe jika dia tak kunjung juga bertemu dengan sang CEO. Dia takut akan disuruh resign atau semacamnya. Padahal dia masih karyawan kontrak selama tiga bulan. Pertamanya Marissa mengangguk, lalu tiba-tiba dia menggeleng. “Ya, memang begitu peraturannya, Miss. Tapi