Sudah seminggu Clarissa bekerja di kantor itu. Suasana kantor itu cukup menyenangkannya walaupun dia belum memiliki teman yang benar-benar akrab. Atmosfer kantor itu sangat mendukung pekerjaanya, dengan fasilitas kantor yang sangat beragam. Kantor itu juga menyediakan kafe sendiri sehingga para karyawan tidak perlu keluar jika ingin makan. Selain itu juga ada bonus insentif jika mereka lembur dan pekerjaan mereka melampaui ekspektasi. Plus, gajinya sangat bagus!
Kantor itu sendiri dimiliki oleh Jonathan Wirawan, sang CEO. Keluarganya juga masuk di bisnis itu. Jabatan Direktur dipegang oleh anak tertuanya, Aidan Wirawan. Anak keduanya, Melvin Wirawan menjabat sebagai Wakil Direktur. Kepala Supervisornya adalah Daniela Wirawan, anak ketiga Jonathan Wirawan. Bahkan istri sang CEO juga memiliki peran di sana, sebagai salah satu pemegang saham. Dengan demikian, dinasti Wirawan-lah pemilik perusahaan itu sepenuhnya.
Dia belum pernah bertemu dengan sang CEO, Direktur maupun Wakil Direktur. Namun setiap minggunya dia bertemu dengan sang kepala supervisor, Daniela. Dia juga rapat bersama supervisornya dan teman-teman satu divisinya yang berjumlah 4 orang saja. Divisi Mode memang hanya berisi dia dan empat orang temannya, yang lolos tes. Mereka bertugas merancang desain pakaian baru untuk JW Style.
Minggu ini diadakan rapat bersama dengan supervisor dan kepala supervisornya untuk mendiskusikan 5 mode baru untuk diluncurkan ke pasar.
“Miss Gita, saya suka desain kamu. Garis-garis luarnya tajam, tapi lembut di dalam. Warna yang dipilih juga bagus, sesuai dengan selera pasar. Desain kamu saya terima,” kata Daniela.
Daniela Wirawan adalah seorang wanita yang super cantik. Dia tinggi bak model, dengan rambut disanggul ala Prancis dan dandanan modis. Kabarnya dia adalah salah satu lulusan terbaik di sekolah mode terkenal. Garis-garis wajahnya lembut, tapi matanya tajam dan kelihatan cerdas. Dia memakai makeup simpel yang menonjolkan kecantikannya.
Gita, desainer di sebelah Clarissa langsung menerima tepuk tangan semua orang. Gita terlihat luar biasa senang. Oh ya, prestasi sangat penting di perusahaan. Semakin sering ide diterima, karir akan semakin cemerlang. Para desainer di sana berkesempatan menjadi desainer utama perusahaan, dan membantu supervisor memilih desain-desain terbaik selanjutnya.
“Selanjutnya ada desain Miss Jovanka. Desain kamu bagus, hanya saja agak revolusioner untuk saat ini. Masih bisa diperbaiki. Saya tunggu revisinya ya,” kata Daniela. Dia mengembalikan map milik Jovanka.
Jova, rekan kerja di sebelah Gita terlihat agak kecewa tapi dia berusaha mengontrol kekecewaannya agar tak terlalu terlihat di wajahnya. Dia mengangguk.
“Baik, Miss,” katanya segera. Dia segera menerima mapnya, berusaha terlihat legawa.
“Oke. Yang ketiga adalah desain Miss Clarissa. Atau Rissa saja ya lebih tepatnya?” panggil Miss Daniela.
Clarissa mengangguk.
“Boleh, Miss,” katanya.
“Desain kamu bagus. Tradisional dan sederhana. Banyak pasar untuk desain ini dan bisa menyasar banyak kalangan. Desain kamu saya terima.”
Mendengar kata-kata Daniela itu ekspresi Rissa langsung cerah. Dia segera menerima tepukan tangan kedua. Desainnya diterima! Dia mengerjakan desain itu semalam suntuk, dengan membawa pekerjaan rumah banyak dan hasil kerja kerasnya kini terbayar!
“Oke. Desain keempat punya Ifan,” kata Daniela sambil memegang map selanjutnya.
“Saya mau dipanggil Miss juga, Miss,” kata Ifan segera sambil tersenyum merayu.
Semua orang langsung tertawa. Ifan adalah cowok satu-satunya di divisinya. Cowok flamboyan dan melambai itu terkenal karena kepribadiannya yang ceria dan ramah. Dia juga selalu nyambung mengobrol dengan cowok maupun cewek. Dia cowok berkacamata yang manis, tidak terlalu tinggi tapi bakatnya banyak diakui banyak orang. Sama seperti sekarang.
“Desain apa ini? Saya suka! Sangat memiliki kepribadian di dalamnya. Saya terima!”
Daniela terlihat takjub sambil masih memegang map milik Ifan. Ifan langsung menerima tepuk tangan juga. Dia memegang kacamatanya dan menundukkan kepala pada semua orang sambil tersenyum lebar.
“Thank you, thank you!” serunya gembira. Semua orang langsung tertawa lagi.
“Terakhir milik Miss Fahrani ya. Saya panggil Miss Rani saja?” tanya Miss Daniela.
Fahrani, yang duduk di sebelah Rissa mengangguk.
“Boleh, Miss,” jawab cewek itu segera.
“Sebenarnya saya suka desain kamu. Tapi maaf perpaduan warnanya seolah saling timpang tindih. Nanti tolong direvisi ya, Miss Dewinta minta bantuannya ya,” kata Miss Daniela.
Fahrani terlihat kecewa tapi dia berusaha legawa juga.
“Baik terima kasih Miss,” katanya. Miss Dewinta lalu menepuk pundaknya untuk menguatkan.
Salah satu keunggulan di perusahaan itu adalah semua orang selalu siap membantu. Baik senior maupun junior diminta untuk saling membantu satu sama lain agar tidak ada ketimpangan dalam perusahaan. Sebelum ini saja Miss Dewinta dengan senang hati mengoreksi desainnya dan memberinya masukan.
Setelah selesai rapat, tiba-tiba Miss Daniela berkata.
“Oh iya untuk Jovanka, Mr. Jona mau ketemu ya. Nanti setelah selesai, Mr. Jona juga mau ketemu Fahrani ya.”
Wajah kedua rekan Rissa tersebut langsung kelihatan kaget. Apa ini karena desain mereka?
Daniela sepertinya bisa membaca apa yang mereka pikirkan dan akhirnya berkata.
“Oh bukan, bukan tentang desain. Tentang visi misi kalian di perusahaan lebih jauh. Silakan ikuti saya,” katanya menenangkan.
Jovanka dan Fahrani terlihat lega dan mengikuti Miss Daniela keluar ruangan.
***
Kedua cewek itu kembali dari kantor CEO dalam kondisi pucat seperti habis dimarahi habis-habisan.
“Ah, aku nggak apa-apa kok,” kata Jovanka. Dia lalu menghela napas dan meneruskan pekerjaannya dalam diam.
“Kirain habis dimarahi, Jo,” kata Ifan gemulai.
Jovanka menggeleng, tak tersenyum sedikitpun.
“Ah enggak, kok,” katanya pelan.
Ifan langsung peka dan berbisik pada Rissa yang sedang memperhatikan mereka berdua.
“Lagi badmood, hihi.” Dia lalu terkikik dan membuat Rissa tersenyum lebar.
“Jangan diganggu kalo gitu, Miss,” balasnya.
“Siap, hihi,” kata Ifan segera.
Kabar mengejutkan datang keesokan harinya. Fahrani mengajukan resign. Dia tidak mengatakan apa alasannya dan segera meninggalkan kantor cepat-cepat.
“Aku denger dia dimarahi Pak CEO, nggak tahu kenapa,” kata Gita.
Gita adalah biang gosip baru di kantor. Cewek itu selalu gercep jika menyangkut gosip terbaru dan langsung menyebarkannya sesegera mungkin sebelum gosip itu menguap dan tidak hot lagi.
“Waduh. Sampe dimarahi CEO?” balas Ifan.
Gita mengangguk.
“Iya, kalo soal visi misi katanya Mr. Jona itu tegas, mungkin Rani nggak sejalan dengan itu,” katanya.
Seminggu kemudian, setelah rapat gantian Gita yang dipanggil. Setelahnya dia jadi bukan main pucat dan muram, tapi setelah itu tampak baik-baik saja. Sepertinya pertemuan dengan sang CEO berlangsung cukup baik dan dia bisa melaluinya. Dia tidak mau menjawab ketika ditanya bagaimana kesannya saat bertemu dengan sang CEO. Dia cuma berkata “Semua oke. Aku bisa laluin ini”.
Seminggu kemudian gantian Ifan yang dipanggil. Dia juga awalnya tampak seperti terpukul tapi setelahnya dia tampak baik-baik saja juga. Dia berkata pada Rissa bahwa “Mr. Jona tidak tampak seperti orang luar pikirkan.”
Seminggu setelahnya Rissa harap-harap cemas dan akhirnya ...
“Rissa? Kamu dipanggil Mr. Jona,” kata Miss Dewinta.
Dia langsung merasa keder.
Apa dia melakukan sesuatu yang salah? Kenapa dia dan teman-temannya dipanggil satu-persatu dalam selang waktu seminggu?
Rissa naik lift dengan hati berdebar dan berbagai macam pikiran berseliweran. Kantor Mr. Jona berada di lantai paling atas, lantai 10. Kantor dia sendiri berada di lantai 3. Lantai 1 dan 2 adalah divisi pemasaran, sedangkan lantai 4 dan 5 adalah divisi media sosial. Lantai 7 dan 8 digunakan untuk pemotretan para model pakaian mereka. Sementara lantai 9 dan 10 adalah lantai para eksekutif dan jajarannya. Termasuk para sekretaris yang memiliki kantor tersendiri. Untuk pembuatan baju, perusahaan memiliki perusahaan lain tersendiri yang terpisah. Biasanya hanya orang-orang dari divisi pemasaran yang mengunjunginya, untuk mengecek produksi dan semacamnya untuk kemudian dipasarkan ke pasar. Tim divisi pemasaran bekerja sama dengan tim dari divisi media sosial yang khusus memasarkan pakaian di media sosial. Mereka kuat dalam keduanya, dan hasil penjualan JW Style cukup memuaskan. Setiap tahun perusahaan juga ikut peragaan busana. Biasanya yang memimpin peragaan busana adalah desain
Hari itu tanpa ada peringatan sebelumnya, Rissa batal bertemu sang CEO. Pesan itu disampaikan Marissa selepas Pak CEO selesai bertemu Direktur. “Maaf, Miss Rissa. Sepertinya Pak CEO sedang tidak berkenan untuk ditemui,” katanya. Ekspresi wajahnya saat itu terlihat agak khawatir. Dia tidak memberi tahu alasannya lebih jauh pada Rissa karena itu bukan urusannya. Dia juga tidak tahu lebih jauh alasan Pak Jona tidak mau bertemu dengan Rissa. Rissa mengangguk. “Oh, baik Miss. Lalu kapan saya akan bertemu dengan Pak Jona? Sepertinya semua karyawan baru harus bertemu dengan beliau,” katanya. Dia takut bahwa bertemu dengan Pak Jona adalah suatu keharusan bagi karyawan baru dan bisa berabe jika dia tak kunjung juga bertemu dengan sang CEO. Dia takut akan disuruh resign atau semacamnya. Padahal dia masih karyawan kontrak selama tiga bulan. Pertamanya Marissa mengangguk, lalu tiba-tiba dia menggeleng. “Ya, memang begitu peraturannya, Miss. Tapi
Setelah itu anehnya Rissa tak pernah lagi mendapatkan perintah dari atasannya untuk bertemu Pak Jona lagi dan dia merasa aneh soal itu. Jujur, dia jadi merasa agak berbeda dengan teman-teman yang sudah bertemu dengannya. Teman-temannya sendiri tak mau membahas pertemuan mereka dengan sang CEO. Kata mereka hal itu rahasia dan mereka sudah diperintahkan untuk tidak memberitahu siapa pun yang belum pernah bertemu dengan Pak Jona. “Nanti kamu juga bakalan tahu kok,” kata Gita segera sambil memperhatikan riasannya ketika Rissa bertanya padanya dengan murung. Kulitnya padahal sudah putih pucat sempurna tapi setiap beberapa menit sekali dia pasti akan mengambil cermin dan memeriksa wajahnya. Dia juga memulas kembali lipstik merah marunnya. “Kamu pake perawatan apa sih kulitmu jadi mulus gitu?” tanya Rissa iri. Dia melihat bahwa kulit Gita benar-benar mulus seolah tanpa cela. Bahkan dia tak bisa melihat pori-pori wajah temannya itu saking terlihat sempurnanya.
Pak Jona memperhatikan daftar karyawan yang ada di depannya. “Ini semua karyawan baru yang belum bertemu dengan saya?” tanyanya serius. Dia melihat daftar teratas sampai dengan yang paling bawah. Total ada lima belas orang yang berasal dari divisi yang berbeda. Miss Marissa mengangguk. “Iya, Pak,” katanya segera. Dia memperhatikan raut wajah bosnya dengan saksama, menunggu reaksi selanjutnya dari Bosnya. Pak Jona menghela napas. “Baik. Panggil mereka satu persatu hari ini,” katanya. Dia lalu menaruh daftar karyawan itu lalu mnyandarkan tubuhnya di kursinya dan menutup matanya. Tangannya memegang pelipis. Marissa lalu memandangnya, keningnya tiba-tiba berkerut. Dia memperhatikan Pak Jona. “Maaf Pak, bagaimana keadaan Bu Claudia?” tanyanya dengan penuh perhatian. Pak Jona membuka matanya dan memandangnya. “Masih sama seperti sebelumnya. Kita dikejar waktu, Marissa,” katanya. Tatapannya, yang begitu sedih dan men
Jadi ... apakah ini maksud semua teman-temannya kemarin? Bahwa Pak Jona tidak seperti kelihatannya karena dia memang ... bukan manusia? Dan teman-temannya terus menerus berkata soal perubahan ... Jadi ... apakah mereka sekarang berubah menjadi ... vampir juga? Rissa tersentak ketika dia menyadari satu persatu perubahan temannya. Kulit yang pucat, menyukai daging mentah ... hingga ... gigi taring Gita! Ya, dia ingat apa yang aneh dari mulut Gita, gigi taringnya berubah memanjang! Astaga ... Rissa gemetar bukan main membayangkan semua itu. Jadi semua penampilan elegan rekan-rekannya di kantor ini bukan sebuah kebetulan karena mereka bekerja di kantor elit? Tapi karena mereka ... diubah menjadi vampir? Dia berada di kantor penuh vampir! “Tapi ... kenapa ... kenapa ...” Dia menatap Pak Jona, matanya membelalak lebar. Pak Jona menyeringai. “Aku membutuhkan sesuatu dari kalian. Sesuatu yang hanya bisa kudapatkan dari mengubah
Rissa bermimpi berada di awang-awang. Tubuhnya terasa begitu ringan dan terayun-ayun. Pandangannya berkabut dan tidak jelas. Dia merasa seakan pikiran dan tubuhnya tak terhubung satu sama lain. Apakah seperti ini kematian? Membuat dirinya seolah terayun-ayun seperti bayi dalam dekapan ibunya? pikirnya. Rasanya sangat nyaman, membuatnya tak ingin terbangun. Tiba-tiba dia ingat bagaimana dia mati, bagaimana proses kematiannya, dan dia rasanya ingin menjerit. “Ssst ... ssst! Tidak apa-apa ...” Suara siapa itu tadi? pikirnya. Dia seperti mendengar suara seseorang. Suara asing itu menenangkannya. Nadanya sangat indah, seperti suara musik. Dia jadi ingin tertidur lagi ... Tapi tidak. Sesuatu seperti menyengat tubuhnya dengan sangat kuat dan menyakitkan. Ketika dia berkonsentrasi untuk menemukan inti rasa sakitnya, dia kembali teringat momen sebelum kematiannya ... “Tidak!” jeritnya lagi. “Kenapa dia? Apa racunnya ma
Tapi rupanya bukan hanya dia yang terkejut, tapi juga Aidan. “Apa? Apa maksud ayah?” seru Aidan dengan segera. “Kenapa ayah membuat keputusan mendadak seperti itu?” lanjutnya dengan kaget. Pak Jona memandang anaknya. “Ibumu dan aku sudah setuju. Kami merasa sangat berterima kasih pada Rissa dan ...” “Keterlaluan!” seru Aidan segera. Dia lalu berjalan marah keluar meninggalkan ruangan. Dia melewati begitu saja Rissa yang sedang terenyak. Pak Jona tak mempedulikannya. Dia menoleh pada Rissa yang masih terlalu kaget untuk meresponnya. “Nah, bagaimana menurut Anda?” tanyanya dengan penuh harap. Rissa memandang Pak Jona dengan tatapan “Apakah Anda bercanda?” “Tidak! Saya tidak mau!” serunya segera. Dijodohkan dengan orang yang tidak dikenalnya? Setampan apa pun dia? Dia jelas tidak mau! Tapi Pak Jona tidak menggubrisnya. Sepertinya dia sedang larut dalam euforia karena istrinya sudah pulih. “Kami akan
Grup media sosial divisi Rissa malam itu ramai dengan berita. Jovanka : Istri Pak CEO udah pulih gaes! Jovanka : Udah sembuh! Jovanka : Kalian tahu kan, beliau sakit udah setahunan ini! Miss Dewinta : Astaga Miss Jova, padahal berita ini baru sampai ke telinga saya beberapa jam lalu. Jovanka : Hehe Jovanka : Maaf Miss. Saya denger dari anak media sosial tadi. Miss Dewinta : Iya gapapa kok. Santai aja Miss Gita : Katanya berobat di Singapur? Kanker? Jovanka&nb