Jadi ... apakah ini maksud semua teman-temannya kemarin? Bahwa Pak Jona tidak seperti kelihatannya karena dia memang ... bukan manusia?
Dan teman-temannya terus menerus berkata soal perubahan ...
Jadi ... apakah mereka sekarang berubah menjadi ... vampir juga?
Rissa tersentak ketika dia menyadari satu persatu perubahan temannya. Kulit yang pucat, menyukai daging mentah ... hingga ... gigi taring Gita! Ya, dia ingat apa yang aneh dari mulut Gita, gigi taringnya berubah memanjang!
Astaga ... Rissa gemetar bukan main membayangkan semua itu.
Jadi semua penampilan elegan rekan-rekannya di kantor ini bukan sebuah kebetulan karena mereka bekerja di kantor elit? Tapi karena mereka ... diubah menjadi vampir? Dia berada di kantor penuh vampir!
“Tapi ... kenapa ... kenapa ...” Dia menatap Pak Jona, matanya membelalak lebar.
Pak Jona menyeringai.
“Aku membutuhkan sesuatu dari kalian. Sesuatu yang hanya bisa kudapatkan dari mengubah kalian semua menjadi sepertiku,” katanya dengan nada berbahaya.
“Dan ... apa itu?” tanya Rissa dengan suara mencicit karena ketakutan. Dia pikir dengan mengulur waktu sebanyak mungkin dia akan bisa mengubah nasibnya. Begitu karyawan lainnya muncul mungkin dia akan selamat.
Dia telah melihat bahwa pintu kantor Pak Jona tidak ditutup. Dia sudah punya rencana untuk melarikan diri dari sana, naik lift, kemudian pergi dari tempat terkutuk ini.
“Buat apa kau tahu? Pokoknya aku membutuhkanmu!”
Pak Jona menerjangnya dan Rissa memekik ketakutan. Dia lalu berbalik dan membuka pintu. Buru-buru dia lalu berlari dan ketika sampai di lift, buru-buru memencet tombolnya. Dia melihat Miss Marissa sebelum pintu lift menutup. Wanita itu menatapnya dengan dingin.
Saat lift pintu membuka dia memandang sekeliling kantor yang sepi. Semua karyawan rupanya sedang istirahat makan malam selama setengah jam.
Pintu lift tiba-tiba membuka dan Pak Jona muncul. Rissa kembali memekik ketakutan.
"Tidak... Tidak ..."
Dia berjalan mundur. Matanya membelalak penuh ketakutan. Tubuhnya gemetar. Badannya, yang dibalut setelan indah dan elegan dipenuhi keringat dingin. Ruangan tempatnya berada, sebuah ruang kantor besar dengan banyak meja dan kursi berjajar menjadi seolah lebih dingin dan lebih sempit. Semua orang sedang istirahat makan malam selama satu setengah jam saat ini, kecuali dirinya yang tiba-tiba dipanggil. Oleh lelaki ini ...
Sebenarnya sejak pagi firasatnya tidak enak. Apalagi tadi malam dia mendapat mimpi yang sangat buruk. Dia ada di sebuah kotak kecil, terkurung, tidak bisa melarikan diri. Napasnya begitu sesak karena kotak kecil itu tidak memiliki lubang udara. Bahkan sela-sela kotak itu begitu rapat. Sekeras apapun dia mencoba, dia tidak bisa melepaskan diri dari kotak itu. Kotak itu benar-benar mencekiknya. Dia akan mati ...
Dan begitu mengucapkan kalimat itu dia tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Badannya dipenuhi keringat dan napasnya terengah-engah. Betapa suatu mimpi yang sangat mengerikan ... Dia jarang memimpikan sesuatu yang mengerikan seperti itu dan mimpi itu sempat mempengaruhinya sedikit semalam. Dia langsung pergi ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Dia mengganti bajunya yang penuh dengan keringat dan mencoba pergi tidur lagi, walaupun sangat sulit awalnya.
Tidak! Ini tidak seperti yang dibayangkannya! Kenapa jadi begini? Dia masuk ke sini bukan untuk menghadapi maut!
Kalimat-kalimat itu terus berkecamuk dalam benaknya. Pikirannya kacau, tidak bisa memikirkan bagaimana caranya keluar dari situasi ini. Dia memandang pintu, yang sudah tertutup rapat dan tadi didengarnya dikunci. Oh, kenapa dia tadi tidak curiga saat mendengar bunyi pintu yang terkunci? Alangkah bodohnya dia! Dia menjadi lengah karena lelaki itu! Dia pastilah ... pastilah punya kekuatan yang tersembunyi sampai bisa membuatnya lengah seperti itu ...
Sekarang, mungkinkah mimpi itu pertanda akan apa yang sedang terjadi sekarang? Ya, dia merasa demikian ... Dia kini benar-benar merasa dikurung di ruangan ini bersama lelaki itu dan tidak bisa melarikan diri. Dia benar-benar dikurung di dalam kotak, seperti mimpinya semalam.
Tidak! Aku tidak mau seperti ini! Aku tidak ingin bernasib sama seperti mimpiku semalam! Oh astaga, bagaimana caranya melarikan diri?
Bagaimana dengan pintu samping?
Ya, dia bisa kabur ke ruangan lain lewat pintu samping tak jauh darinya. Pintu itu berada di sebelah dispenser, menuju ke ruangan divisi lain. Divisi lain tentunya sedang istirahat makan siang juga jadi ruangan lainnya pastilah juga sedang kosong. Setelah sampai di ruangan itu dia akan pergi ke pintu keluar dan bisa segera bebas! Dia akan bisa lari dari laki-laki mengerikan ini, selama-lamanya!
Sayangnya dia harus berlari dengan cukup cepat untuk mencapainya dan dia punya firasat lelaki itu akan menangkapnya bahkan sebelum dia sempat memegang gagang pintu.
Tidak! Aku tidak boleh tertangkap oleh lelaki itu! pikirnya histeris. Tapi diam di sini juga tidak akan menyelamatkannya. Lelaki itu sangat berhasrat untuk menangkapnya. Matanya terpancang padanya.
“Ah ... Sini cantik. Kau akan kuubah menjadi lebih cantik lagi. Kamu nggak mau?” tanya lelaki itu sambil berjalan pelan mendekatinya. Lelaki yang dikaguminya, yang dianggapnya seperti malaikat.
Rissa tahu banyak orang menganggapnya cantik walaupun dia selalu merasa rendah diri dengan penampilan karyawan lainnya yang jauh lebih cantik dan elegan jika dibandingkan dengan dirinya. Tapi dia tak ingin menjadi seperti mereka! Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri! Dia tak ingin perusahaan ini mengubahnya menjadi seseorang yang bukan dirinya!
Nggak! Begitu jeritnya. Tapi hanya dalam hati, karena dia tak mampu menjeritkannya lewat mulutnya. Bibirnya terkatup begitu rapat saking takutnya dia.
“Kau punya kecantikan yang tidak biasa, tak maukah kau kupoles sedikit saja hingga menjadi sempurna? Kalau tidak ... mendekati sempurna!” rayu laki-laki itu kembali.
Rissa menggeleng-geleng cepat. Saat lelaki itu berkata akan memoles dirinya, dia gemetar setengah mati. Bagaimana bisa lelaki itu berkata seperti itu dengan mudahnya? Dengan entengnya? Mengapa dia berkata seolah itu adalah hal yang wajar? Ah tapi tentu saja hal itu wajar bagi dirinya ... Dia sudah melakukannya ratusan kali ...
“Kenapa kamu menghindar? Kamu yang mau masuk ke perusahaan ini, jadi kamu harus mengikuti semua peraturan perusahaan, tanpa kecuali!” seru lelaki itu.
“Tidak yang satu ini!” serunya keras. Selama ini dia sudah mengikuti semua peraturan perusahaan, mulai dari yang wajar seperti memakai baju tertentu di hari Jumat, sampai yang aneh dari tidak boleh membuka jendela di waktu-waktu tertentu.
Ada apa dengan lelaki ini dan perusahaannya? Kenapa dia dan semuanya begitu aneh?
Rissa terhuyung-huyung ke belakang. Dia sampai menabrak beberapa berkas yang ada di meja-meja di dekatnya saking berusahanya menghindari lelaki itu.
“Ayolah, kau sudah lihat buktinya. Semuanya yang ada di sini sempurna. Kamu juga akan aku buat menjadi sempurna!” Si lelaki masih berusaha merayu.
Rissa mengutuk dirinya sendiri. Setelah ini dia akan mengajukan resign. Bodo amat bahwa perusahaan yang sudah berhasil dimasukinya ini adalah perusahaan yang diinginkan banyak orang untuk dimasuki. Bodo amat dengan tidak akan didapatkannya gaji penuh karena dia belum sebulan kerja di kantor ini. Bodo amat walaupun dia adalah karyawan kontrak yang bisa diminta ganti rugi jika berhenti bekerja sebelum kontrak selesai. Bodo amat dengan pekerjaan dan jabatan mentereng yang akan menunggunya jika nanti dia tetap di perusahaan itu. Yang penting dia harus segera keluar dari perusahaan ini! Dan tidak akan kembali lagi kemari, apa pun alasannya!
“Nggak!!!” Akhirnya dia bisa menyuarakan penolakannya dengan keras dan lantang. Lelaki itu harus tahu bahwa dia tidak mudah untuk diintimidasi dan diperlakukan seperti ini! Walaupun dia wanita dia tidak lemah! Dia akan berusaha untuk bertahan hidup di depan lelaki ini dan tidak akan menyerah tanpa berjuang! Dia menguatkan tekad itu dalam dirinya dan memandang lelaki di depannya dengan tajam dan tanpa gentar. Dikepalkannya tangannya, berusaha mengusir rasa takut yang masih tersisa.
Lelaki itu akhirnya berhenti. Dia mematung mendengar teriakan Rissa, seolah kaget dan tidak menyangka akan reaksi yang diterimanya. Mungkin dia pikir aku memang benar-benar lemah dan akan menyerah padanya! seru Rissa geram dalam hatinya. Melihat lelaki itu mematung, Rissa berpikir bahwa pada akhirnya ada kesempatan baginya untuk kabur selagi lelaki itu terkejut karena reaksinya.
Tapi belum sempat dia menggerakkan satu kaki pun, dilihatnya bibir lelaki itu membuka, dan kalimat yang mengejutkan keluar dari mulutnya. Kalimat itu langsung menghentikan niatnya untuk melarikan diri. Kalimat yang begitu keji dan menakutkan.
“Kalau begitu kau harus ... mati.”
***
Belum sempat Rissa merespon kalimat menyeramkan itu, Pak Jona menyergapnya dan ... menancapkan taringnya di lehernya.
Rasa sakit yang amat sangat menyengatnya. Tidak! Dia tidak ingin berubah menjadi seperti Pak Jona juga! Dan teman-temannya ... dia tak ingin menjadi seperti mereka juga!
Pak Jona terus dan terus menyedot darahnya. Dan ketika sedotan terakhir, dia mengeluarkan sebuah botol dari bajunya dan memuntahkan darah Rissa ke dalamnya.
“Terima kasih,” katanya sambil mengusap mulutnya.
Rissa tergeletak di lantai, matanya membelalak ketakutan saat kematian perlahan mendekatinya ...
Rissa bermimpi berada di awang-awang. Tubuhnya terasa begitu ringan dan terayun-ayun. Pandangannya berkabut dan tidak jelas. Dia merasa seakan pikiran dan tubuhnya tak terhubung satu sama lain. Apakah seperti ini kematian? Membuat dirinya seolah terayun-ayun seperti bayi dalam dekapan ibunya? pikirnya. Rasanya sangat nyaman, membuatnya tak ingin terbangun. Tiba-tiba dia ingat bagaimana dia mati, bagaimana proses kematiannya, dan dia rasanya ingin menjerit. “Ssst ... ssst! Tidak apa-apa ...” Suara siapa itu tadi? pikirnya. Dia seperti mendengar suara seseorang. Suara asing itu menenangkannya. Nadanya sangat indah, seperti suara musik. Dia jadi ingin tertidur lagi ... Tapi tidak. Sesuatu seperti menyengat tubuhnya dengan sangat kuat dan menyakitkan. Ketika dia berkonsentrasi untuk menemukan inti rasa sakitnya, dia kembali teringat momen sebelum kematiannya ... “Tidak!” jeritnya lagi. “Kenapa dia? Apa racunnya ma
Tapi rupanya bukan hanya dia yang terkejut, tapi juga Aidan. “Apa? Apa maksud ayah?” seru Aidan dengan segera. “Kenapa ayah membuat keputusan mendadak seperti itu?” lanjutnya dengan kaget. Pak Jona memandang anaknya. “Ibumu dan aku sudah setuju. Kami merasa sangat berterima kasih pada Rissa dan ...” “Keterlaluan!” seru Aidan segera. Dia lalu berjalan marah keluar meninggalkan ruangan. Dia melewati begitu saja Rissa yang sedang terenyak. Pak Jona tak mempedulikannya. Dia menoleh pada Rissa yang masih terlalu kaget untuk meresponnya. “Nah, bagaimana menurut Anda?” tanyanya dengan penuh harap. Rissa memandang Pak Jona dengan tatapan “Apakah Anda bercanda?” “Tidak! Saya tidak mau!” serunya segera. Dijodohkan dengan orang yang tidak dikenalnya? Setampan apa pun dia? Dia jelas tidak mau! Tapi Pak Jona tidak menggubrisnya. Sepertinya dia sedang larut dalam euforia karena istrinya sudah pulih. “Kami akan
Grup media sosial divisi Rissa malam itu ramai dengan berita. Jovanka : Istri Pak CEO udah pulih gaes! Jovanka : Udah sembuh! Jovanka : Kalian tahu kan, beliau sakit udah setahunan ini! Miss Dewinta : Astaga Miss Jova, padahal berita ini baru sampai ke telinga saya beberapa jam lalu. Jovanka : Hehe Jovanka : Maaf Miss. Saya denger dari anak media sosial tadi. Miss Dewinta : Iya gapapa kok. Santai aja Miss Gita : Katanya berobat di Singapur? Kanker? Jovanka&nb
Aidan lalu memintanya untuk masuk ke ruang meeting yang sedang kosong. Hati Rissa semakin berdebar. Apa yang akan Aidan katakan padanya? Mengapa harus memilih tempat yang berbeda dan tidak berbicara di depan teman-temannya saja?“Tolong jangan salah paham,” kata Aidan langsung ke intinya.Rissa kembali melongo. Sebagian karena ketampanan Aidan dari dekat, dan sebagian karena perkatannya yang membingungkan. Nada suaranya tegas dan terkesan “tidak perlu dibalas, iyakan saja”.Aidan memang sangat tampan dari dekat. Tubuhnya tinggi atletis, bahunya bidang. Wajahnya proporsional, campuran manis dan tampan, dengan kulit pucat khas vampir. Matanya indah dan terlihat cerdas. Dia mewarisi ketampanan dari ayahnya dan wajah manis dari ibunya. Rissa sangat mengagumi Aidan ...Tapi perkataannya sungguh membingungkan. Kenapa dia berkata agar Rissa tidak salah paham?“Anda memang telah menyelamatkan ibu saya, tapi perkataan
“What?” tanya Ifan. “Kenapa kamu disebut, Rissa?” lanjutnya dengan bingung. Dia memandang Rissa dengan tatapan yang mendekati tatapan syok. Mulutnya melongo kaget. Dan bukan dia sendiri yang terkejut. Rissa sendiri juga melongo heran dan berpikir dia salah dengar. Tapi tidak, semua orang memang sedang menatapnya kini. Teman-teman setimnya malah sedang kasak-kusuk. “Apa? Apa dia bilang? Rissa calon keluarga baru?” tanya Gita kaget. “Bukan! Anggota keluarga yang baru!” kata Jovanka sambil terperangah. “Kamu nggak berdiri, Miss?” tanya Miss Dewinta, yang walaupun juga syok tapi tetap ingat untuk mengutamakan sopan santun di mana pun dan di situasi apa pun. “Eh, oke Miss!” Rissa segera berdiri dengan canggung. “Dan telah hadir pula, CEO JW Company dan Keluarga!” si pembaca acara mengumumkan. Perhatian semua orang segera beralih pada kehadiran Pak Jona dan keluarganya. Istri Pak Jona memang sudah hadir, dan dia memang
Selepas makan malam, ada acara santai. Tamu bisa berdiri dan meregangkan kaki mereka sambil ngobrol atau mengambil minuman yang ada di bar mini. Rissa sendiri memilih keluar di balkon yang menghadap ke halaman belakang perusahaan. Dia ingin mencari angin di tengah suasana pesta yang dirasakannya mulai terasa sumpek. Dia juga tak ingin kembali ke tempat teman-temannya karena pasti mereka akan merongrongnya dengan segala macam pertanyaan. Rissa tak ingin kepalanya menjadi pening.Angin terasa dingin, apalagi gaunnya dari bahan yang tipis dan modelnya sedikit terbuka. Tapi lama-kelamaan dia terbiasa dan merasa nyaman. Rissa berdiri di sana sambil membawa cocktailnya. Minuman itu terasa sangat nikmat, walaupun dia heran bahwa vampir ternyata bisa merasakan hal lain kecuali darah manusia.Tiba-tiba dirasakannya hembusan angin dingin di kulitnya yang kini sepucat mayat dan memang dia sekarang adalah mayat hidup. Dia tidak mati tapi juga tidak hidup. Kenyataan itu me
“Apa?!!” “Kenapa kau masih berhubungan dengan gadis itu?!” Sang CEO murka. Istrinya segera menegurnya karena mereka sekarang sedang jadi bahan tontonan semua tamu. “Ssst, sayang, para tamu memperhatikan kita!” Tapi Mr. Jona sedang tak memperhatikan siapa pun saat itu kecuali anak pertamanya dan wanita yang dibawanya. “Sudah ayah bilang jangan berhubungan lagi dengan dia!” tunjuknya pada si wanita. Tangan Aidan bergerak menurunkan tangan ayahnya. “Jangan tunjuk-tunjuk dia seperti itu, ayah!” “Aku ingin berdansa dengannya malam ini. Tolong, musik putar kembali.” Dia segera meraih lengan gadis itu dan mengajaknya ke tengah ruangan. Gadis itu melihat sekeliling dengan gugup tapi tetap terlihat anggun. Dada Mr. Jona bergerak naik turun. Dia mendengus keras lalu pergi meninggalkan ruangan, diikuti dengan istrinya. Rissa menonton adegan itu dalam diam. Siapa wanita itu? pikirnya. Kenapa Pak CEO san
Wajah Rissa memerah seperti kepiting rebus. Melvin Wirawan menatapnya dalam kemeja kasual yang ditarik sampai siku dan celana bahan.“Ayo masuk, Miss Rissa! Atau kau mau berlama-lama di sana dan masuk angin?” katanya jenaka.Ha ha ha. Rissa merasa ingin tertawa sinis. Sebagai vampir, mana mungkin mereka akan masuk angin? Kulit mereka saja lebih dingin daripada malam paling dingin.Dia lalu segera masuk dan mendapati isi rumah itu membuatnya melongo lagi. Menyambut di depannya, ada aula super besar yang bisa menampung seratus orang jika sedang pesta, dengan lantai marmer putih yang berkilauan, serta lampu gantung sangat besar yang menggantung di langit-langit tinggi seperti katedral. Lurus di depannya ada tangga ganda yang terbuat dari kayu yang dipelitur cokelat tua yang sangat anggun, yang besarnya tiga kali rentang badannya. Jendela-jendela besar rumah itu dipasangi gorden besar yang berwarna abu-abu anggun dengan hiasan ukiran yang s