Aralena Blade hampir memenuhi mimpi bahagianya untuk menikah dengan Vincent Eduardo, senior yang dikaguminya saat masih dibangku kuliah. Namun, mimpi bahagianya itu hancur lebur ketika Oliver Eduardo menghancurkan segala rencana pernikahannya. Pria dingin, kasar, dan hanyalah seorang pengguran tak berguna di mata Aralena itu tiba-tiba saja mengklaim Aralena sebagai pengantinnya. Tentu saja Aralena tak sudi menikahi pria yang adalah paman dari suaminya sendiri! Di satu sisi, Aralena mulai menemukan sisi misterius dari seorang Oliver yang diluar perkiraannya. Oliver terlalu bergelimang harta, berbanding terbalik dengan bayangan Aralena yang menganggapnya sebagai pengangguran tua. Sampai menimbulkan tanya di kepalanya, darimana sebenarnya sumber keuangan Oliver berasal?
Lihat lebih banyakKali pertama dalam hidupnya, Vincent baru merasakan kalau melihat langit biru dengan awan putih yang bergerak ternyata begitu membahagiakan setelah ia bebas dari penjara. Dulu, sebelum hidupnya jungkir balik seperti sekarang, Vincent tidak pernah merasa bersyukur pada hal sekecil apa pun yang ia dapatkan. Fokus Vincent pada hal besar serta hal-hal yang belum ia dapatkan sehingga ia melupakan hal yang sudah ia punya dan raih selama ini. “Udara pagi ini terasa begitu segar. Tidak pernah kudengar kicauan burung semerdu ini.” Vincent berkata pada dirinya sendiri sembari tersenyum kecut. Hari-hari yang ia lewati sebelum hari ini adalah hari penyiksaan. Hidup di penjara bagaikan neraka. Hanya jeruji besi, atap, baju dan selimut tipis yang menemani Vincent selama di penjara. Hidup Vincent di penjara tidak pernah menyenangkan. Ia dipaksa oleh keadaan untuk menyesuaikan diri. Mengerjakan pekerjaan kasar yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Menyapu, mencuci, membersihkan
"Sayang, apa kamu sudah siap?" teriak Esme dari dapur. Wanita itu tampak sibuk menata bekal untuk anak-anaknya dan juga untuk Sebastian tentunya. Karena tidak mendengar jawaban apa pun, Esme menjeda terlebih dahulu kegiatannya dan berjalan untuk masuk ke kamar putrinya. Dia takut kalau ada yang perlu dibutuhkan oleh putrinya. "Kamu perlu bantuan?" tanya Esme saat baru membuka pintu kamar putrinya. Gisel, gadis berusia sembilan tahun itu masih berdiri di depan cermin dengan seragam sekolahnya itu tersenyum manis. "Sebenarnya aku ingin bersiap sendiri tanpa bantuan Mama, tapi sepertinya aku tetap ingin dibantu. Lihat, terlihat masih belum rapi, kan?" tanya Gisel sambil melihat seragamnya yang kusut. Esme tersenyum, lalu mendekati putrinya itu. Dengan cekatan dia membantu merapikan seragam yang sudah dipakai Gisel agar terlihat lebih rapi. "Anak gadis Mama rupanya ingin belajar lebih mandiri, ya. Seragamnya sudah cukup rapi, Mama hanya perlu membenarkan sedikit saja," tuturnya. Gi
"Sayang!" Lena berseru saat keluar kamar menuju ruang tamu, membawa perutnya yang kini sudah sebesar semangka lalu duduk di samping Oliver. "Apa, Sayang?" tanya Oliver tanpa menghentikan gerakan tangannya menggulir tab. Kurang dari lima belas menit lagi dia harus berangkat ke kantor, tetapi sampai sekarang masih sibuk mengurusi materi meeting siang nanti. "Lihat ini dulu sebentar." Lena menyodorkan ponselnya hingga menutupi layar tab. Membuat si empunya menghela napas pasrah dan terpaksa menekan tombol home. Pada layar ponsel Lena, terpampang gambar sebuah taman bunga. Sebagian besar isinya diisi oleh bunga mawar, sedangkan yang lain Oliver tidak paham. Lelaki itu mengangkat sebelah alis sembari bertanya, "kamu mau ke situ? Memang itu di mana? Dalam negeri atau luar negeri? Nanti kita ke situ setelah kamu melahirkan dan anak kita cukup besar." "Aku maunya lihat sekarang!" Lena cemberut dan langsung membelakangi tubuh Oliver. "Iya, tapi ...." Belum sempat Oliver menyelesa
Pagi ini kediaman Oliver lebih ramai daripada biasanya. Banyak orang berlalu lalang untuk mempersiapkan acara tujuh bulanan Lena yang akan dilaksanakan sore nanti. Oliver mempersiapkan acara ini dengan sangat matang. Dia menyewa vendor terbaik untuk membantu terselenggaranya acara. Ruang keluarga yang luas disulap dengan dekorasi cantik yang penuh dengan bunga karena Lena menyukai itu. Oliver sengaja memesan semua bunga segar. Ada mawar, tulip, lili, ester hingga bunga matahari. Semua itu ditata dengan begitu apik. Membuat acara perayaan kehamilan Lena yang sudah memasuki usia tujuh bulan itu semakin terasa meriah. Di sisi kiri dan kanan ruangan juga ditata dengan meja yang sudah dihias. Nantinya meja tersebut akan diisi dengan aneka minuman, dessert serta hidangan utama. Tentu saja Oliver memesan semua hidangan terbaik dan memanjakan lidah. Awalnya Lena menginginkan acara digelar di halaman belakang tetapi Oliver tidak setuju mengingat cuaca sekarang yang tidak menentu.
Mobil Sebastian sudah berhenti di depan rumah Oliver, pria itu turun dari mobil dan menekan bel. Suasana rumah masih terlihat sepi, sepertinya dia datang terlalu pagi, tapi jika dia tidak datang pagi-pagi takutnya Matthew nanti merepotkan.Setelah menekan bel dua kali, akhirnya Oliver sendiri yang membukakan pintu. Dari wajahnya, Oliver baru bangun tidur."Oh, kamu rupanya. Aku kira siapa," ucap Oliver dengan suara serak lhas orang baru bangun tidur."Maaf aku datang pagi sekali. Sebenarnya aku ingin menjemput Matthew kemarin malam, tapi aku pulang terlalu larut. Jadi kupikir lebih baik aku menjemput pagi ini saja agar tidak mengganggu kalian." Sebastian merasa tidak enak.Oliver tersenyum. "Tidak masalah. Ayo masuk."Lena juga baru saja beranjak dari sofa, wanita itu menggulung rambutnya agar lebih rapi. "Kamu datang pagi sekali, Matthew masih di kamar dan sepertinya dia belum bangun," ucapnya."Aku akan menggendongnya saja, tid
Malam ini Matthew tidur di tengah-tengah Oliver dan Lena sebab Sebastian dan Esme mengatakan akan menghabiskan waktu berdua saja di hotel sebagai perayaan. Tentu saja keputusan itu disambut baik dengan mereka berdua karena Oliver sudah menganggap Matthew sebagai putranya sendiri. "Apa kau senang bisa tidur bersama kami?" tanya Oliver. "Tentu saja aku sangat senang sekali!" jawab Matthew antusias. "Baguslah. Kau memang anak pintar," puji Oliver sembari mengusap lembut kepala Matthew. Di sisi lain, Lena senyum-senyum sendiri sambil menatap ke arah suaminya dan Matthew secara bergantian. Sepertinya Lena sangat bahagia dengan situasi sekarang ini. Siapa sangka sikapnya tersebut ternyata disadari oleh Oliver. "Sepertinya ada yang senang juga di sini selain Matthew," celetuk Oliver. Lena sedikit terkejut ketika Oliver menegurnya. Namun, ia tak dapat menyangkal jika ia memang sangat senang.
Puas mengobrol sekaligus menemani istri tuan rumah, Sebastian mengajak Esme pulang. Karena Lena masih belum pulih, Oliverlah yang kebagian mengantar tamunya hingga ke depan pintu.Esme menggandeng tangan Matthew di depan sedangkan Sebastian dan Oliver berjalan di belakang. Kedua lelaki berbeda usia itu kembali membahas mengenai rencana Sebastian melamar."Apa kamu sudah melamar Esme secara resmi? Atau baru sebatas obrolan biasa?" tanya Oliver."Aku belum melamarnya secara resmi. Baru mengutarakan niat kemarin saat kami berbaikan," sahut Sebastian. it"Ah, seperti itu. Tidak apa-apa, itu pun sudah menjadi langkah awal yang bagus. Setidaknya, Esme jadi tahu kalau kamu serius dengan hubungan kalian."Oliver menepuk pundak Sebastian. Memuji keberanian lelaki itu."Aku selalu serius dengan Esme. Walaupun kami beberapa kali bertengkar, tetapi aku tidak pernah memiliki niat meninggalkan."Tatapan mata Sebastian fokus pada dua o
Begitu mendengar kabar bahwa Lena telah diperbolehkan pulang oleh dokter, Esme langsung berinisiatif untuk pergi ke rumah wanita itu dan menolongnya beberes. Esme yakin walaupun di rumah nanti Lena akan banyak dibantu oleh pembantunya, tapi tetap saja dia pasti membutuhkan support system dari sahabatnya. Esme ke sana tentu saja tidak seorang diri. Matthew dan Sebastian juga ikut menemani. Sejak meminta maaf kepada Sebastian atas kesalahannya tempo hari, dada dan pundak Esme terasa lebih ringan, seolah beban berat yang ia pikul selama ini menghilang dalam sekejap. Apalagi setelah Sebastian mengutarakan niatnya kepada Esme untuk mengikat hubungan mereka ke jenjang pernikahan, hidup Esme terasa berubah. Ia jauh lebih bahagia, tenang dan selalu tersenyum. Yang paling bahagia tentu saja Matthew. Meskipun mereka belum bilang secara langsung kepada bocah tujuh tahun itu, tapi dengan kehadiran Sebastian yang lebih sering dari sebel
Setelah lama di rumah sakit, Lena akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Oliver sengaja menyewa banyak pengawal tambahan untuk mengawal kepulangannya dan Lena. Istrinya itu sampai terheran melihat semua pengawalnya."Kenapa kamu sampai menyewa banyak sekali pengawal?" tanya Lena saat sudah berada di dalam mobil dan melihat mobilnya dikelilingi.Oliver menggenggam tangan Lena dengan lembut. "Aku melakukan itu untuk keselamatanmu, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi.""Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?""Tidak, ini semua normal."Lena tidak bisa membantah lagi, jika Oliver sudah melakukan sesuatu tidak ada gunanya berdebat lagi. Toh juga ini semua juga untuk keselamatannya dan juga calon bayinya.Setelah perjalanan beberapa menit dari rumah sakit, akhirnya rombongan mobil sampai juga di kediaman Oliver, saking banyaknya seperti ada iring-iringan.Tidak kalah banyak pengawal saat perjalanan, di rumah pun Oliver me
"Paman Oliver, apa yang kau lakukan!" jerit Lena panik sekaligus marah. Dengan susah payah ia berusaha mendorong tubuh Oliver menjauh, tapi perbedaan tenaga yang terlalu jauh, membuat Lena kalah.Oliver kembali melumat bibirnya dengan sangat kasar dan menuntut. Berulang kali Lena memukul bahu pria itu keras-keras, sembari terus memalingkan wajahnya untuk menolak ciuman itu, tapi pria itu tak memperdulikan pukulan di bahunya, Oliver tetap tak berkutik. Oliver justru mencengkram kedua tangan Lena dan mengunci pergelangan tangan perempuan itu di atas kepalanya, sehingga ia bisa begitu leluasa memperdalam ciuman itu dan semakin membuat Lena merapat ke dinding.Dengan hilangnya jarak antara dirinya dan Oliver, wanita itu tersadar, bahwa pria yang saat ini sedang mencumbunya mengeluarkan aroma alkohol yang sangat kuat. “Oliver! H-Hentikan!” lirih Lena, masih terus berusaha memalingkan wajahnya demi menolak ciuman dari Oliver. Bukan ini yang Lena inginkan. Ia datang ke kamar hotel ini unt...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen