Share

Terjerat Gairah Paman Suamiku
Terjerat Gairah Paman Suamiku
Автор: Kareniavorg

1. Jebakan

Автор: Kareniavorg
last update Последнее обновление: 2024-10-29 19:42:56

"Paman Oliver, apa yang kau lakukan!" jerit Lena panik sekaligus marah. Dengan susah payah ia berusaha mendorong tubuh Oliver menjauh, tapi perbedaan tenaga yang terlalu jauh, membuat Lena kalah.

Oliver kembali melumat bibirnya dengan sangat kasar dan menuntut. Berulang kali Lena memukul bahu pria itu keras-keras, sembari terus memalingkan wajahnya untuk menolak ciuman itu, tapi pria itu tak memperdulikan pukulan di bahunya, Oliver tetap tak berkutik. Oliver justru mencengkram kedua tangan Lena dan mengunci pergelangan tangan perempuan itu di atas kepalanya, sehingga ia bisa begitu leluasa memperdalam ciuman itu dan semakin membuat Lena merapat ke dinding.

Dengan hilangnya jarak antara dirinya dan Oliver, wanita itu tersadar, bahwa pria yang saat ini sedang mencumbunya mengeluarkan aroma alkohol yang sangat kuat. 

“Oliver! H-Hentikan!” lirih Lena, masih terus berusaha memalingkan wajahnya demi menolak ciuman dari Oliver. 

Bukan ini yang Lena inginkan. Ia datang  ke kamar hotel ini untuk menemui Vincent, calon suaminya, yang mengirim pesan beberapa menit yang lalu demi meminta bertemu. Vincent bilang dia sakit, tapi kenapa justru Oliver yang ada di ruangan ini.

Ciuman kasar itu baru Oliver hentikan saat Lena menggigit bibirnya kuat-kuat, rasa anyir dari darah pun seketika mulai menjalar dan memenuhi mulut Lena. 

“Kau mabuk, Oliver!”

"Aku merindukanmu, dan menginginkanmu, Lena." Oliver mendesis tajam dan semakin menghimpit tubuh Lena dengan sangat rapat. Ia menekan pahanyanya di antara kedua kaki bagian dalam milik Lena.

Sekejap, Lena merasa terganggu dengan apa yang diucapkan Oliver. Rindu? Apa maksud pria itu? Jelas-jelas, keduanya terikat hanya karena Oliver adalah paman dari Vincent, calon suaminya. Tak ada kepentingan apapun diantara mereka berdua sehingga Oliver punya hak untuk mengatakan rindu padanya.

"Aku datang untuk menemui Vincent, bukan dirimu!" 

Ucapan Lena membuat Oliver menyeringai dan tertawa kecil. Jemari dari tangannya yang kekar itu kini menyentuh pipi Lena dengan halus, berbanding terbalik dengan ciuman kasar sebelumnya. 

“Kau sendiri yang masuk ke kamarku, Lena.” 

Darah segar terlihat di permukaan bibirnya yang bengkak. Akan tetapi hal itu tak sekalipun menyurutkan hasrat Oliver untuk kembali melumat bibir Lena, dan mendaratkan jutaan kecupan di wajah cantik itu sekalipun ia selalu mendapatkan penolakan.

"Kumohon, berhenti, Oliver. Kau adalah paman dari calon suamiku. Kau tidak seharusnya berbuat hal seperti ini!” 

Lena menggelinjang. Ia terus berusaha berontak dari segala ciuman dan sentuhan tak bermoral yang Oliver lakukan padanya. Namun, bukan berhenti dan menyudahi segala hal ini, Oliver justru terus memberikan kecupan di leher Lena.

Entah karena Lena yang sudah tak kuasa untuk membalas perbuatan Oliver, atau sisa-sisa alkohol dari mulut Oliver yang masuk ke mulutnya, kecupan di leher sensitif miliknya justru membuat Lena melengkungkan pinggangnya. 

Tiba-tiba, wanita itu mulai merasakan air mata yang mulai berkumpul di pelupuk matanya. Lena frustasi, terlebih ketika tubuhnya membeku dan tak lagi mempunyai tenaga untuk melawan Oliver yang menatapnya dengan buas.

Lena hanya bisa merasakkan hatinya seolah pecah berkeping-keping. Kesucian yang seharusnya diberikan pada Vincent yang dia amat cintai, justru diambil oleh Oliver, paman dari calon suaminya sendiri. Di tengah-tengah batas sadar, wanita itu hanya bisa mendengar bisikan dari Oliver. 

“Sudah seharusnya kau menjadi milikku, bukan dia, Lena.”

***

“Lena, maafkan aku, tapi kita harus bertemu.”

Dering telepon membuat Lena terbangun dari tidurnya. Suara serak dari calon suaminya, beserta ucapan tersebut, seketika membangunkan amarah di sekujur tubuhnya. Vincent tak sadar, bahwa kalimat yang baru saja dia ucapkan, kini membuat Lena menjadi trauma? 

Tak ingin membuat masalah tepat sehari sebelum pernikahannya dengan Vincent, Lena hanya mengiyakan permintaan Vincent, dan dengan langkah yang sedikit tertatih dia segera bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di dalam bilik kamar mandi, memori-memori aktivitas panas semalam tiba-tiba terlintas di pikirannya datang seperti sebuah anak panah yang melesat dan langsung menancap di dada untuk mengoyak jantungnya. Sembari menitikkan air mata, dengan nelangsa Lena terus menggosok seluruh tubuhnya cukup keras, berharap dengan itu, sisa-sisa yang ditinggalkan Oliver bisa seluruhnya hilang dari tubuhnya. Tak mungkin dia menemui calon suaminya dengan tubuh yang dipenuhi oleh aroma pria lain.

“Brengsek,aku membencimu seumur hidupku, Oliver!” Lena hanya bisa mengutuk Oliver dalam hati dengan amarah yang dipenuhi perasaan putus asa. 

Wanita itu menatap wajah tak bersalah Oliver yang masih terlelap di dalam tidurnya saat dia krluar dari kamar mandi. Karena posisi pria itu yang bertelungkup, dengan tangan yang memeluk bantal, Lena bisa melihat otot kekar Oliver yang bisa menggugah wanita mana pun yang pria itu inginkan. 

Namun, Lena bukanlah wanita murahan yang menginginkan Oliver. Wanita itu justru mengutuk Oliver atas apa yang pria itu lakukan padanya semalam. Tak ingin berlama-lama berada di ruangan yang sama dengan pria yang membuatnya muak, Lena pun bergegas. 

“Mau ke mana?”

Suara bariton dari Oliver, serta tangan sang pria yang menggenggam erat pergelangan tangan Lena, membuat napas Lena seketika tercekat.

"Lepaskan aku!" ucap Lena, berusaha menepis tangan Oliver. Namun apa daya, perbuatannya itu justru membuat Oliver meraih tangan yang lain, sehingga wanita itu tak bisa bergerak. 

“Dengarkan aku dulu, Lena.”

Lena berpikir bahwa pria itu akan menjatuhkannya lagi ke atas ranjang. Namun, di luar ekspektasinya, Oliver meminta Lena untuk duduk. 

"Kau menangis? Maafkan aku. Tadi malam aku benar-benar tak bisa mengendalikan diriku," ucap Oliver menambahkan.

Pria itu hanya bisa menertawakan dirinya dalam hati, merasakan dirinya bagaikan hipokrit. Dia sudah berjanji akan merelakan Lena, namun yang dia lakukan justru mabuk berat, dan berujung melakukan sebuah kesalahan fatal.

Manik Lena seketika membulat, kala menyaksikan Oliver berlutut di hadapannya, dan menatapnya nanar.  

Tak ingin terbuai dengan sikap manipulatif dari Oliver, Lena kembali menepis tangan Oliver yang berusaha menyentuh kelopak matanya yang sembab.

 "Sialan, Oliver! Lepaskan aku! Kau tak bisa dengan lancangnya menahanku seperti ini. Besok adalah hari pernikahanku, dan Vincent tak akan membiarkanmu memperlakukanku seperti ini!"

Seketika, ruangan menjadi hening. Hanya terdengar deru napas dari kedua orang di ruangan hotel itu. Tiba-tiba, tawa kecil yang lebih terdengar seperti ejekan, mengejutkan Lena yang masih terduduk di ujung ranjang.

Tatapan Oliver yang sebelumnya lembut, berubah menjadi dingin. Manik pria itu menggelap, sembari memberikan seringai mencemooh kepada Lena.

"Tak akan ada pernikahan di hari esok, Lena. Pernikahan kalian sudah dibatalkan." 

Ucapan Oliver membuat Lena hanya bisa tertawa kecil. Wanita itu berpikir bahwa pria di hadapannya memang sudah gila. Apakah obsesi kepadanya membuat Oliver mengada-ngada hal yang tidak mungkin?

"Apa maksudmu!? Apa kamu ingin mengatakan Vincent akan meninggalkanku hanya karena dirimu!? Dia mencintaiku! Dia akan--"

"Dia sudah menjualmu!"

Seketika, Lena membeku. Napas wanita itu tercekat, seolah kata-kata yang ingin dikeluarkan sebelumnya tertahan di ujung tenggorokannya.

Tersadar wanita di hadapannya masih menatapnya dengan penuh benci, Oliver mengeluarkan sebuah kertas yang terlipat rapi, dan mengangkatnya, "Tadi malam, dia menjualmu padaku untuk 1 juta dolar!"

Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
mama farel
aku mampir Thor...
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   2. Mimpi Buruk Yang Tak Terduga

    "Dia bahkan sudah menandatangani kontrak penyerahanmu di kertas ini!"Tak ingin melihat isi kertas, serta tak ingin mendengar bualan dari pria yang telah mengambil kesuciannya itu, Lena pun terdiam. Wanita itu hanya bergegas untuk bisa keluar dari ruangan memuakkan ini secepatnya.Di saat yang sama, kala dirinya sudah berusaha untuk tidak menitikkan air mata, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah pesan dari Vincent masuk, memintanya untuk segera bertemu.Betapa terkejutnya Lena, saat bertemu dengan pria yang sangat dicintainya, dia justru harus mendengar konfirmasi dari apa yang sudah dia dengar dari Oliver. "Kenapa begitu? Hari ini hari pernikahan kita, Vincent... kau sudah berjanji padaku." Suara Lena tercekat di batang lehernya ketika mengatakan kalimat itu karena dia yang berusaha menahan diri untuk tak menangis.Seumur hidupnya, yang Lena anggap pusat dunianya adalah Vincent, pria yang ia sukai dari sejak mereka masih sama-sama remaja. Lena tak pernah memikirkan hal apapun sel

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   3. Malam Pengantin

    "Apa yang ingin kau lakukan!?" pekik Lena mengumpat pada Oliver yang menggendongnya masuk ke dalam kamar lalu kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur."Aku? Suamimu ini ingin memberimu pelajaran, karena kamu terus mengutukku, Lena.” Tatapan intensnya yang dipenuhi api gairah itu benar-benar membuat Lena merasa sangat terintimidasi. Dia merasa seperti kelinci yang terpojok dalam terkaman singa.Dalam kepanikan itu, Lena tak tinggal diam. Dia berjingkat bangun dan segera berlari menuju pintu kamar untuk kabur dari terkaman Oliver yang mengerikan. Namun, secepat kilat pula Oliver meraih pinggang Lena dan dengan ringannya pria itu menggendong Lena di bahunya, sementara dirinya mengunci pintu kamar ini rapat-rapat."Lepaskan aku!" pekik Lena seraya terus menerus memberontak dan berulang kali melayangkan pukulan keras pada punggung Oliver.Tubuh Oliver yang mejulang tinggi dengan otot-otot bisep yang terlatih itu terasa begitu keras ketika Lena memukulnya, dan hal itu pula lah

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   4. Tak Bahagia

    Setelah pertengkaran mereka di malam pengantin dan berakhir dengan Oliver yang marah dan pergi begitu saja. Sampai hari ini, sudah 1 minggu lamanya, Lena tak pernah melihat batang hidung Oliver lagi."Apa peduliku. Syukurlah dia tak pernah pulang, aku bisa bernapas dengan baik sekarang. Aku harap dia tak pernah kembali," ucap Lena seraya menaikan kedua bahunya ringan lalu kemudian menghembuskan napas lega.Sesekali sering terbersit tanya dalam kepalanya tentang ke mana kiranya Oliver pergi setelah pertengkaran mereka itu, tapi buru-buru Lena menepis pikiran itu."Tidak, kau tak semestinya memikirkan hal tak penting seperti itu, Aralena. Jangan jadi perempuan gila yang ingin tahu ke mana kiranya musuhmu pergi, bukankah hal bagus kalau dia tak pernah pulang lagi? Itu artinya kau bebas," gumam Lena lagi berbicara pada dirinya sendiri.Namun, ternyata sekalipun Lena berusaha menampiknya, tapi tetap saja ada secuil rasa penasaran di hatinya tentang ke mana perginya Oliver sampai selama ini

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   5. Keputusan Egois

    "Kau membeli wanita seharga 1 juta dollar dan kau menikahinya? Kau pasti sudah gila!" cerca wanita berambut pirang itu. Matanya terbelalak sempurna memandang Oliver yang dengan santainya justru mengangkat bahunya ringan."Ini tak segila seperti yang jau bayangkan, Esme.""Kalau begitu jelaskan seperti apa situasi yang menurutmu tak segila bayanganku itu." Helaan napas berat pun terdengar dari Oliver seiring dengan dia yang menolehkan wajah untuk sekadar melayangkan tatapan lelahnya pada Esme."Perempuan itu adalah istri dari keponakanku, atau lebih tepatnya hampir jadi istri karena bajingan itu tiba-tiba membatalkan pendaftaran penikahan mereka lalu meminta uang satu juta dolar padaku dengan iming-iming perempuan itu. Aku-""Lalu kau membeli istri keponakanmu hanya karena keponakanmu menjualnya? Damn!""Dengarkan dulu ucapanku sampai selesai, Esme... jangan menyela," tegur Oliver pada Esme yang sedari tadi terus saja menggebu-gebu untuk sekadar mengatakan makian 'gila' untuknya."Kal

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   6. Belenggu Oliver

    "Kau akan pergi ke mana? Apa kau merindukanku?" sapa suara bariton itu tiba-tiba.Lena yang baru saja keluar dari unit apartemennya itu seketika terperanjat dan menatap ke arah sumber suara itu dengan panik. Dan rasa paniknya kian menjadi ketika mendapati Oliver di sana. Oliver pulang.Sial. Maki Lena di dalam hatinya.Pria itu tampak santai menyesap sebatang rokoknya sembari bersandar pada dinding disamping unit apartemen mereka. Dia dengan tenangnya menyunggingkan senyuman manis pada Lena."K-Kau... sejak kapan kau di sana?" ujar Lena balik bertanya dengan sedikit tergagap. Ditatapnya Oliver dengan tatapan tak suka.Oliver mendengus geli lalu mematikan rokoknya. "Sejak kau mengendap-endap keluar seperti seorang maling. Kau akan pergi ke mana, tidakkah kau butuh izinku?""Sejak kapan aku butuh hal remeh temeh seperti itu denganmu? Kau orang asing Oliver. Kau tak berhak tahu tentang apapun yang aku lakukan."Sudut bibir Oliver berkedut mendengar ucapan sinis dari istrinya sendiri. Se

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   7. Tempatmu Pulang

    Satu hal yang mengejutkan Lena ketika dia tiba di bandara dan menuruni tangga untuk keluar dari pesawat jet yang ternyata super mewah ketika dia melihatnya secara langsung dari luar.Lena memilih bungkam dan menyembunyikan segala ekspresi terkejutnya, walaupun segala tanya di kepala terus saja berkecamuk meminta penjelasan tentang 'dari mana Oliver punya akses untuk menaiki pesawat pribadi dengan harga fantastis ini?'"Apa kau baik-baik saja? Apa kau merasakan mual?" tanya Oliver penuh perhatian. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Lena, tapi detik itu pula Lena menghalaunya dan melayangkan tatapan sinis padanya."Aku baik-baik saja. Jangan coba-coba menyentuhku," ucapnya sinis. Mendengar itu, Oliver pun menarik kembali tangannya dan menyimpannya kembali di samping tubuhnya. Dia tampak cukup tenang untuk seseorang yang sedang merasakan hatinya berubah getir karena berulang-ulang kali mendapatkan penolakan, kata-kata sinis juga kasar dari perempuan yang dicintai dan yang be

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   8. Tak Ingin Satu Ranjang

    "Tempatku pulang? Rumah ini?" Lena tertawa mencemooh Oliver. "Kau pasti sedang berbohong padaku. Kau pembohong besar."Oliver tersenyum simpul, lalu kemudian meminta sopir yang mengemudikan mobil audi itu untuk membawakan koper miliknya ke dalam terlebih dahulu, sebelum akhirnya dia pun kembali menoleh menatap Lena."Ayo masuk. Tidakkah kau ingin melihat-lihat seisi rumah dan menikmati pemandangannya?" ujar Oliver tenag.Dia memilih untuk tak mengindahkan ejekan Lena terhadapnya. Kali ini, Oliver tak mengulurkan tangannya pada Lena. Dia langsung melangkah masuk ke dalam mansion tanpa menunggu Lena terlebih dahulu karena dia tahu betul kalau perempuan itu pasti tak akan sudi berjalan beriringan dengannya.Sepeninggalnya Oliver, Lena hanya melihat punggung pria itu yang menjauh dari pandangannya. Sedangkan dirinya masih terus terpaku di tempatnya untuk kembali mengamati setiap sisi dari bangunan rumah bergaya klasik yang dipadukan dengan gaya arsite

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   9. Gadis Kecil Yang Pernah Kutemui

    Malam itu, Oliver habiskan dengan melamun menatap lampu tidur yang membuat ruangan kamarnya ini jadi temaram. Sesekali dia bergerak tak nyaman karena harus berbaring di sofa yang bahkan tak bisa menampung tubuhnya. Kakinya hanya bisa menggantung ke lantai karena sofa yang sempit, dan hal itu membuatnya tak bisa tidur.Suara dengkuran halus pun kemudian terdengar memecah keheningan di kamar itu, membuat Oliver menoleh dan tersenyum hangat ketika melihat kalau Lena sudah tertidur lelap di atas ranjangnya."Dia bilang sangat membenciku. Aku rasa hanya dia yang tidur di ruangan yang sama dengan orang yang dibencinya. Benar-benar perempuan aneh," gumam Oliver seraya terkekeh kecil.Cukup lama dia memandang ke arah Lena, sampai ketika dirasa Lena sudah benar-benar terlelap dalam tidurnya, Oliver pun memberanikan dirinya untuk bangun dari pembaringannya dan melangkah menuju ranjangnya. Di sana, dia dengan penuh kehati-hatian, Oliver beringsut naik ke atas ranjang dan berbaring tepat di sampi

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   140. Nestapa Vincent (Extra part)

    Kali pertama dalam hidupnya, Vincent baru merasakan kalau melihat langit biru dengan awan putih yang bergerak ternyata begitu membahagiakan setelah ia bebas dari penjara. Dulu, sebelum hidupnya jungkir balik seperti sekarang, Vincent tidak pernah merasa bersyukur pada hal sekecil apa pun yang ia dapatkan. Fokus Vincent pada hal besar serta hal-hal yang belum ia dapatkan sehingga ia melupakan hal yang sudah ia punya dan raih selama ini. “Udara pagi ini terasa begitu segar. Tidak pernah kudengar kicauan burung semerdu ini.” Vincent berkata pada dirinya sendiri sembari tersenyum kecut. Hari-hari yang ia lewati sebelum hari ini adalah hari penyiksaan. Hidup di penjara bagaikan neraka. Hanya jeruji besi, atap, baju dan selimut tipis yang menemani Vincent selama di penjara. Hidup Vincent di penjara tidak pernah menyenangkan. Ia dipaksa oleh keadaan untuk menyesuaikan diri. Mengerjakan pekerjaan kasar yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Menyapu, mencuci, membersihkan

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   139. Kebahagiaan (Extra part)

    "Sayang, apa kamu sudah siap?" teriak Esme dari dapur. Wanita itu tampak sibuk menata bekal untuk anak-anaknya dan juga untuk Sebastian tentunya. Karena tidak mendengar jawaban apa pun, Esme menjeda terlebih dahulu kegiatannya dan berjalan untuk masuk ke kamar putrinya. Dia takut kalau ada yang perlu dibutuhkan oleh putrinya. "Kamu perlu bantuan?" tanya Esme saat baru membuka pintu kamar putrinya. Gisel, gadis berusia sembilan tahun itu masih berdiri di depan cermin dengan seragam sekolahnya itu tersenyum manis. "Sebenarnya aku ingin bersiap sendiri tanpa bantuan Mama, tapi sepertinya aku tetap ingin dibantu. Lihat, terlihat masih belum rapi, kan?" tanya Gisel sambil melihat seragamnya yang kusut. Esme tersenyum, lalu mendekati putrinya itu. Dengan cekatan dia membantu merapikan seragam yang sudah dipakai Gisel agar terlihat lebih rapi. "Anak gadis Mama rupanya ingin belajar lebih mandiri, ya. Seragamnya sudah cukup rapi, Mama hanya perlu membenarkan sedikit saja," tuturnya. Gi

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   138. Adik Mathias (ENDING)

    "Sayang!" Lena berseru saat keluar kamar menuju ruang tamu, membawa perutnya yang kini sudah sebesar semangka lalu duduk di samping Oliver. "Apa, Sayang?" tanya Oliver tanpa menghentikan gerakan tangannya menggulir tab. Kurang dari lima belas menit lagi dia harus berangkat ke kantor, tetapi sampai sekarang masih sibuk mengurusi materi meeting siang nanti. "Lihat ini dulu sebentar." Lena menyodorkan ponselnya hingga menutupi layar tab. Membuat si empunya menghela napas pasrah dan terpaksa menekan tombol home. Pada layar ponsel Lena, terpampang gambar sebuah taman bunga. Sebagian besar isinya diisi oleh bunga mawar, sedangkan yang lain Oliver tidak paham. Lelaki itu mengangkat sebelah alis sembari bertanya, "kamu mau ke situ? Memang itu di mana? Dalam negeri atau luar negeri? Nanti kita ke situ setelah kamu melahirkan dan anak kita cukup besar." "Aku maunya lihat sekarang!" Lena cemberut dan langsung membelakangi tubuh Oliver. "Iya, tapi ...." Belum sempat Oliver menyelesa

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   137. Perayaan Kehamilan

    Pagi ini kediaman Oliver lebih ramai daripada biasanya. Banyak orang berlalu lalang untuk mempersiapkan acara tujuh bulanan Lena yang akan dilaksanakan sore nanti. Oliver mempersiapkan acara ini dengan sangat matang. Dia menyewa vendor terbaik untuk membantu terselenggaranya acara. Ruang keluarga yang luas disulap dengan dekorasi cantik yang penuh dengan bunga karena Lena menyukai itu. Oliver sengaja memesan semua bunga segar. Ada mawar, tulip, lili, ester hingga bunga matahari. Semua itu ditata dengan begitu apik. Membuat acara perayaan kehamilan Lena yang sudah memasuki usia tujuh bulan itu semakin terasa meriah. Di sisi kiri dan kanan ruangan juga ditata dengan meja yang sudah dihias. Nantinya meja tersebut akan diisi dengan aneka minuman, dessert serta hidangan utama. Tentu saja Oliver memesan semua hidangan terbaik dan memanjakan lidah. Awalnya Lena menginginkan acara digelar di halaman belakang tetapi Oliver tidak setuju mengingat cuaca sekarang yang tidak menentu.

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   136. Sate Kelinci

    Mobil Sebastian sudah berhenti di depan rumah Oliver, pria itu turun dari mobil dan menekan bel. Suasana rumah masih terlihat sepi, sepertinya dia datang terlalu pagi, tapi jika dia tidak datang pagi-pagi takutnya Matthew nanti merepotkan.Setelah menekan bel dua kali, akhirnya Oliver sendiri yang membukakan pintu. Dari wajahnya, Oliver baru bangun tidur."Oh, kamu rupanya. Aku kira siapa," ucap Oliver dengan suara serak lhas orang baru bangun tidur."Maaf aku datang pagi sekali. Sebenarnya aku ingin menjemput Matthew kemarin malam, tapi aku pulang terlalu larut. Jadi kupikir lebih baik aku menjemput pagi ini saja agar tidak mengganggu kalian." Sebastian merasa tidak enak.Oliver tersenyum. "Tidak masalah. Ayo masuk."Lena juga baru saja beranjak dari sofa, wanita itu menggulung rambutnya agar lebih rapi. "Kamu datang pagi sekali, Matthew masih di kamar dan sepertinya dia belum bangun," ucapnya."Aku akan menggendongnya saja, tid

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   135. Kembali merasakan ngidam

    Malam ini Matthew tidur di tengah-tengah Oliver dan Lena sebab Sebastian dan Esme mengatakan akan menghabiskan waktu berdua saja di hotel sebagai perayaan. Tentu saja keputusan itu disambut baik dengan mereka berdua karena Oliver sudah menganggap Matthew sebagai putranya sendiri. "Apa kau senang bisa tidur bersama kami?" tanya Oliver. "Tentu saja aku sangat senang sekali!" jawab Matthew antusias. "Baguslah. Kau memang anak pintar," puji Oliver sembari mengusap lembut kepala Matthew. Di sisi lain, Lena senyum-senyum sendiri sambil menatap ke arah suaminya dan Matthew secara bergantian. Sepertinya Lena sangat bahagia dengan situasi sekarang ini. Siapa sangka sikapnya tersebut ternyata disadari oleh Oliver. "Sepertinya ada yang senang juga di sini selain Matthew," celetuk Oliver. Lena sedikit terkejut ketika Oliver menegurnya. Namun, ia tak dapat menyangkal jika ia memang sangat senang. 

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   134. Melamar

    Puas mengobrol sekaligus menemani istri tuan rumah, Sebastian mengajak Esme pulang. Karena Lena masih belum pulih, Oliverlah yang kebagian mengantar tamunya hingga ke depan pintu.Esme menggandeng tangan Matthew di depan sedangkan Sebastian dan Oliver berjalan di belakang. Kedua lelaki berbeda usia itu kembali membahas mengenai rencana Sebastian melamar."Apa kamu sudah melamar Esme secara resmi? Atau baru sebatas obrolan biasa?" tanya Oliver."Aku belum melamarnya secara resmi. Baru mengutarakan niat kemarin saat kami berbaikan," sahut Sebastian. it"Ah, seperti itu. Tidak apa-apa, itu pun sudah menjadi langkah awal yang bagus. Setidaknya, Esme jadi tahu kalau kamu serius dengan hubungan kalian."Oliver menepuk pundak Sebastian. Memuji keberanian lelaki itu."Aku selalu serius dengan Esme. Walaupun kami beberapa kali bertengkar, tetapi aku tidak pernah memiliki niat meninggalkan."Tatapan mata Sebastian fokus pada dua o

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   133. Para wanita

    Begitu mendengar kabar bahwa Lena telah diperbolehkan pulang oleh dokter, Esme langsung berinisiatif untuk pergi ke rumah wanita itu dan menolongnya beberes. Esme yakin walaupun di rumah nanti Lena akan banyak dibantu oleh pembantunya, tapi tetap saja dia pasti membutuhkan support system dari sahabatnya. Esme ke sana tentu saja tidak seorang diri. Matthew dan Sebastian juga ikut menemani. Sejak meminta maaf kepada Sebastian atas kesalahannya tempo hari, dada dan pundak Esme terasa lebih ringan, seolah beban berat yang ia pikul selama ini menghilang dalam sekejap. Apalagi setelah Sebastian mengutarakan niatnya kepada Esme untuk mengikat hubungan mereka ke jenjang pernikahan, hidup Esme terasa berubah. Ia jauh lebih bahagia, tenang dan selalu tersenyum. Yang paling bahagia tentu saja Matthew. Meskipun mereka belum bilang secara langsung kepada bocah tujuh tahun itu, tapi dengan kehadiran Sebastian yang lebih sering dari sebel

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   132. Pulang ke rumah

    Setelah lama di rumah sakit, Lena akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Oliver sengaja menyewa banyak pengawal tambahan untuk mengawal kepulangannya dan Lena. Istrinya itu sampai terheran melihat semua pengawalnya."Kenapa kamu sampai menyewa banyak sekali pengawal?" tanya Lena saat sudah berada di dalam mobil dan melihat mobilnya dikelilingi.Oliver menggenggam tangan Lena dengan lembut. "Aku melakukan itu untuk keselamatanmu, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi.""Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?""Tidak, ini semua normal."Lena tidak bisa membantah lagi, jika Oliver sudah melakukan sesuatu tidak ada gunanya berdebat lagi. Toh juga ini semua juga untuk keselamatannya dan juga calon bayinya.Setelah perjalanan beberapa menit dari rumah sakit, akhirnya rombongan mobil sampai juga di kediaman Oliver, saking banyaknya seperti ada iring-iringan.Tidak kalah banyak pengawal saat perjalanan, di rumah pun Oliver me

DMCA.com Protection Status