“Apa kabar, Miss Rissa?” tanya Melvin lalu tersenyum lebar. Dia membawa Rissa ke ruang pertemuan kantor. Ruang itu sangat besar, membuat Rissa merasa kecil karena dia hanya berdua dengan Melvin di sana. Melvin sedang memandangnya dengan penuh arti.
Mau apa dia? Kenapa dia memandangku seperti itu? Kembali perasaan tidak enak langsung menggelayutinya.
Rissa mengernyit.
“Anda tentunya tidak menemui saya hanya untuk menanyakan kabar saya, bukan?” tanyanya curiga.
Melvin Wirawan tak mampu menahan tawa. Rissa segera was-was jika suara tawanya terdengar oleh orang di luar.
“Anda orang yang cerdas dan cepat tanggap, Miss Rissa. Saya suka,” pujinya.
Kernyitan Rissa semakin mendalam. Kenapa sih orang ini? Terlalu banyak basa-basi.
Melvin kembali memandang dirinya dengan penuh arti.
“Miss Rissa,” katanya akhirnya setelah sekian lama terdiam.
“Say
Rissa telat. Dia pulang jam 12 malam karena shift sorenya. Jadwalnya sekarang berubah saat dia sudah menjadi vampir. Saat malam dia sama sekali tidak merasa mengantuk, jadi dia tidur pagi dan bangun sore. Dia pernah berdebat dengan Ifan tentang kebiasaan tidur yang berubah ini. “Kita jadi seperti kelelawar ya Miss,” seloroh Ifan. Rissa tertawa mendengarnya. Ifan ini adalah salah satu orang yang paling dekat dengannya di kantor dan Rissa merasa paling nyaman bergosip dan bercerita apa pun padanya. Apa lagi gaya Ifan yang seenaknya sendiri dan santai sering menghibur hatinya kala dirinya suntuk bekerja. “Bisa aja kamu Miss.” “Tapi emang bener kan? Kita kan identik sama kelelawar. Walaupun kita tipe vampir yang nggak bisa berubah jadi kelelawar,” kata Ifan lalu tertawa. “Untung saja kita nggak jadi kelelawar! Bisa bayangin seorang Ifan berubah jadi kelelawar?” Dia lalu tertawa mendengar kelakarnya sendiri. Ya, meskipun mereka adalah vamp
Rissa mendesah. Dia menatap ponselnya dengan kesal.Melvin W.: Miss Rissa, Anda di rumah?Melvin W.: Sedang apa? Boleh saya tahu?“Orang ini!!!” geramnya.“Apa maksudnya sih gangguin aku terus!”“Dan dia dapat nomor aku dari mana sih?” Dia semakin mendongkol.Dan mendadak dia tahu, dari mana Melvin tahu nomornya ...Miss Dewinta menyimpan semua nomor anak buah di divisinya untuk mengundang mereka dalam grup divisi dan grup inti kantor. Dan ... Melvin pasti mendapatkan nomornya dari grup inti kantor.“Sial,” rutuknya. Dia kesal sekali. Dia yakin dia sudah memberi lelaki itu peringatan tegas agar tak mengganggunya. Dia juga tak mengacuhkan setiap lelaki itu mendekatinya. Bahkan saat lelaki itu tak berhenti menawarinya tumpangan. Untung saja dia tidak menyambangi rumah Rissa lagi. Bayangkan betapa akan menjengkelkannya hal itu!Untung
“Miss? Anda butuh tumpangan?” ulang Gianna ketika Rissa tak juga merespon. “Ah ... eh, tidak Miss, saya tidak apa-apa,” kata Rissa segera setelah dia sadar. Gianna tersenyum. Penampilannya sesempurna yang diingat oleh Rissa. Rambut panjang lurusnya sepunggung dan licin serta rapi. Dia memakai jas putih dan celana berwarna senada. Dia kelihatan begitu mewah, begitu anggun dan begitu menawan ... Dan dia menaiki mobil yang begitu mewah juga. Berwarna putih, mobil itu berkilat memancarkan aura kemewahannya. Gianna duduk di kursi belakang. Kursi depan diisi oleh sopir. Sepertinya supir keluarga atau perusahaan, kata Rissa dalam hati. Rissa menelan ludah. Dia sedang berhadapan dengan putri kedua pemilik Huang Company dan tunangan Aidan ... Atau ... masih pacar? Entahlah, tapi Aidan memperkenalkannya sebagai calon istrinya ... “Saya tadi sedang lewat dan melihat Miss berdiri sendirian. Anda sedang menunggu jemputan?” tanya Gianna dengan angg
“Hoaaaam ...” Rissa menguap dan memijit keningnya. “Aduh nyut-nyutan,” keluhnya. Dia sebenarnya bingung kenapa ketika berubah menjadi vampir dia masih merasakan keluhan yang harus dirasakan oleh manusia biasa. Tapi tentunya tak ada yang bisa dilakukannya untuk itu. Dia tidak tidur tadi pagi karena ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. JW Company sedang gencar-gencarnya mengeluarkan model pakaian baru, karena pasar semakin memperhatikan mereka. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh perusahaan. Mr. Jona bahkan memberi pengumuman penting akhir minggu ini. Hal itu disiarkan melalui layar televisi yang dipasang di semua divisi. “Bagi setiap desainer yang desainnya terpilih dan diluncurkan menjadi produk JW Company, maka akan mendapatkan bonus besar!” Semua teman divisi Rissa segera ternganga. “Bonus besar?” Jovanka langsung terlihat tergiur. Semua orang bisa melihat dia sedang membayangkan sesuatu yang luar bi
Sepanjang malam itu Melvin bersikap sangat gentleman. Dia berkali-kali menawarkan apakah Rissa ingin tambah minum, atau apakah dia merasa nyaman dengan pelayanan restoran itu. Dia bahkan meminta pelayan untuk memutarkan lagu kesukaan Rissa, Only Hope milik Mandy Moore.“Lagu ini agak mellow, iya kan?” tanya Melvin Wirawan sambil tersenyum.“Tapi tetap sangat indah,” bela Rissa pada lagu favoritnya.“Anda menonton filmnya? Filmnya agak membuat saya mengantuk tapi ...”“Itu film yang sempurna,” balas Rissa dengan dingin. Melihat ekspresinya Melvin buru-buru berkata.“Tidak! Tidak! Saya tidak menghina film itu,” katanya.“Tapi tadi Anda bilang film itu agak membuat Anda merasa mengantuk,” balas Rissa kembali dengan dingin.Melvin tampak salah tingkah dan Rissa senang melihat dia berhasil mengalahkan argumen pria itu.“Ah maaf. Saya
“Ah capeknya,” kata Rissa sambil masuk rumah, melepas sepatunya dan menaruhnya di rak, kemudian menaruh tas kecilnya di samping rak sepatunya. Dia merasa penat di sekeliling leher dan pundaknya. Dia lalu memijit pelan kedua bagian itu, tapi hal itu tidak begitu manjur. Dia lalu membuka jaketnya, yang dibawanya untuk mengusir hawa dingin, meskipun sebagai vampir tentu saja dia tidak merasakan dingin. Hanya saja dia ingin membawa jaket karena kebiasaan saja. Dia masih belum bisa beradaptasi dengan dirinya yang baru dan masih sering melakukan kegiatan semasa dia masih menjadi manusia. Dia masuk ke dalam rumah dengan perasaan senang sekaligus curiga. Senang karena rupanya acara makan malam itu tidak seburuk yang diduganya. Acara itu malah menyenangkan dan dia menikmatinya. Hal itu menjadi selingan yang menyenangkan dari rutinitasnya sehari-hari yang bisa sangat menjemukan di kantor. Apalagi mereka makan sambil ditemani lagu favoritnya! Ya, wal
“Ayah!” seru Melvin terkejut.“Sayang!” seru Claudia.Mr. Jona menggeram.“Jangan kau teruskan permainanmu itu, Melvin!”“Ayah, jangan bercanda. Aku mohon, ayah!”Melvin akhirnya benar-benar panik. Sepertinya ayahnya benar-benar marah! Dia tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Dia harus membujuk ayahnya.“Aku mendekati Miss Rissa tanpa ada rencana apa pun, ayah! Murni karena aku menyukainya!”Ya, berbohong saja, Melvin. Lakukan semua yang bisa kau lakukan demi mengamankan posisimu, pikirnya.Ayahnya kembali menggeram.“Bukankah sudah ayah katakan kalau Ayah menginginkan dia sebagai calon istri Aidan? Tidakkah itu sudah cukup jelas, Melvin?” gertaknya.“Tapi bagaimana jika aku menyukainya, ayah?” kata Melvin dengan nada yang diusahakannya sememelas mungkin. Tapi ayahnya hanya memandanginya dengan keras.“Apa?
“Aduh.”Melvin memegang kepalanya. Dia membuka matanya. Dan ... tak melihat apa-apa.Dia sedang berada di sebuah tempat yang sangat gelap tanpa ada cahaya sedikitpun. Sekelilingnya juga sangat hening. Dia seperti berada di tempat di mana tidak ada cahaya dan tidak ada suara. Hanya kekosongan yang melingkupinya.Ketika dia membuka mulutnya untuk bersuara, dia segera menyadari bahwa suaranya bergaung di tempat aneh itu.“Halo?” katanya.Halo ... lo ... lo ...Suaranya kembali bergaung. Dia mencoba berdiri dan mengulurkan tangan, meraba-raba sekelilingnya, berusaha menemukan tanda apa pun tentang tempat di mana dia berada. Kenapa sangat gelap? Kenapa sangat sepi? Di mana semua orang? Semua pikiran itu berkecamuk dalam benaknya.Dia mencoba berteriak, tapi yang kembali padanya hanyalah suaranya sendiri. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.Apa ini? Di mana dia? Kenapa di
It's a beautiful night, we're looking for something dumb to doHey baby, I think I wanna marry youIs it the look in your eyes or is it this dancing juice?Who cares, baby, I think I wanna marry youWell, I know this little chapel on the boulevard we can goNo one will know, oh, come on girlWho cares if we're trashed, got a pocket full of cash we can blowShots of patron and it's on, girlDon't say no, no, no, no, noJust say yeah, yeah, yeah, yeah, yeahAnd we'll go, go, go, go, goIf you're ready, like I'm readySuara band mulai berkumandang di pesta pernikahan antara Daniela dan Trevis. Lagu-lagu yang dimainkan mereka rupanya adalah semua lagu-lagu pilihan Daniela dan Trevis! Semua tamu sangat menikmati lagu-lagu itu. Bahkan beberapa bergoyang sambil tertawa-tawa. Suasana pesta yang sangat meriah!Di atas panggung tampak Daniela dan Trevis duduk menghadap pa
Tiga hari sebelumnyaRissa tampak tidak tenang. Dia sudah mendengar bahwa anaknya telah selamat. Bahwa salah satu pelayan Mr. Johann telah membawa bayinya kembali ke Indonesia, jauh dari Angeline Johann yang telah menculiknya. Pelayan itu membawa anaknya dalam kondisi yang baik-baik saja. Ethan tidak kekurangan apa-apa satupun juga.Jika itu benar, maka itu adalah hal yang paling ditunggunya! Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya! Hatinya sangat sakit menahan kerinduan pada Ethan! Sudah berapa hari dan malam dilaluinya tanpa bersama Ethan ... Sudah berapa hari dilaluinya tanpa bisa mencium bayinya ... Dia sangat merindukan semua momen bersama bayinya!Maka siang itu ketika Mr. Jona kembali dari kantor, dia membawa pula Amelia yang sedang menggendong Ethan.“Rissa, Rissa! Lihat, ini Ethan!”Dia mendengar suara Mrs. Claudia memanggilnya. Dan hatinya langsung terasa terloncat dar
“Hai, Trevis!” Melvin memanggil sahabatnya yang baru keluar dari kantor ayahnya. Dia sendiri memang sedang berencana untuk menemui ayahnya saat dia bertemu Trevis. “Habis dari kantor ayah?” tanyanya. Dia melihat bahwa Trevis tampak habis melalukan pembicaraan yang cukup serius, dilihat dari raut wajahnya. Trevis mengangguk. “Yoi. Aku ke sini buat kasih abu si Angeline,” jelasnya. Melvin bersiul. “Ah! Ayah bilang kalo abunya bakal dilarung atau dibuang ke langit. Ide yang bagus,” katanya. Trevis mengangguk. Dia lalu bergidik membayangkan akan menemui abu Angeline yang jatuh dari langit. Dia bahkan tidak akan mau memegang abu Angeline. Itu seperti membayangkan dia masih ada, hanya saja dalam genggaman tangannya. “Semoga saja ayahmu tidak menyimpan abu itu. Hiiiy itu akan terlalu menakutkan.” Dia lalu memeluk dirinya sendiri, merasa ngeri. Melvin tergelak. “Bahkan dalam kematian pun dia masih bisa
CTASSS!!!Kapak itu berhasil mengenai leher Angeline! Melvin berhasil membunuh Angeline!Melvin memperhatikan dengan jantung seolah akan keluar dari dadanya ketika serangannya berhasil mengenai leher Angeline. Dan kali ini Angeline tidak berhasil lolos kembali dari serangannya!“Akhirnyaaa!!!” seru Trevis dengan lega. Dia lalu bangkit dari tubuh Angeline yang sudah tidak bergerak. Dia lalu terkapar di lantai, seperti kelelahan. Padahal yang letih adalah batinnya. Dia sudah muak bertarung tiada henti dengan Angeline yang sangat sulit untuk dikalahkan. Dia sudah sudah kesal dengan wanita itu yang tidak hentinya menyerang, berteriak, dan memaki.“Kau hebat, Melvin,” katanya.Melvin menggeleng, dia lalu ikut terduduk di sebelah Trevis.“Kita yang hebat,” katanya.“Dia bener-bener ... ampun deh nggak tahu lagi gimana ngomongnya,” kata Trevis sambil menggelengkan kepalanya. Dia membay
DUAKKK!!!“Aaaargh!!!” seru Melvin segera. Dia memegangi kedua kakinya dengan ekspresi sangat kesakitan. Angeline baru saja memukul area di antara dua kakinya tepat saat dia sedang mengayunkan kapak padanya. Kapak itu lalu terjatuh berkelontang di lantai.“HA HA HA!!!” seru Angeline puas. Dia menatap Melvin dengan pandangan yang membara.“KAU PIKIR KAU AKAN BISA MEMBUNUHKU?!”“Mimpi saja kau!!!”“Tak akan aku biarkan aku mati semudah itu!!!”Trevis segera menghampiri Melvin. Tapi sebelumnya dia menampar Angeline.PLAKKK!!!Tawa Angeline langsung berhenti. Dia menatap Trevis dengan pandangan marah bukan main.“DIAM KAU!!!” seru Trevis hilang kesabaran.Angeline menggerung.“BERANINYA KAU MENAMPARKU!”Trevis meledak marah. Dia sudah tidak sabar lagi dengan pertarungan yang seakan tidak ada habisnya ini
“Mr. Jona! Kami menemukan keberadaan Angeline Johann!” seru salah satu bawahan Mr. Jona.Ada dua orang yang sedang berdiri di hadapan Mr. Jona sekarang. Dua orang itu sedang memberikan laporan pada bos mereka itu.Mr. Jona langsung berdiri. Ekspresi wajahnya tampak terkejut sekaligus senang.“Benarkah?! Di mana?” tanyanya segera.“Di Volkshotel Amsterdam, Pak!” jawab bawahannya segera.“Kami tahu ini dari Frida Gustav! Dia adalah bawahan dari Mr. Johann dan Angeline Johann!” lanjut mereka dengan segera.Ya, sambil menunggu kepulangan Melvin dan Trevis, Mr. Jona telah mengutus para bawahannya untuk mencari keberadaan Angeline. Mereka akhirnya mendapatkan informasi dari Frida, yang memberi informasi kepada mereka dengan senang hati. Ya, Frida telah memutuskan untuk berkhianat dari Angeline! Dia sudah muak menuruti segala perintah dari Angeline.Dia selalu berkomunikasi secara
“Apa!?”“Anda bercanda kan, Dokter?” Mrs. Claudia langsung histeris. Dia segera memandang Rissa yang masih tertidur dengan nyenyaknya. Dia tidak tahu bahwa semua orang sedang membicarakannya.Dokter Andreas menggeleng. Dia memandang Mrs. Claudia, lalu memandang Rissa, dan balik memandang Mrs. Claudia sekali lagi.“Sayangnya saya tidak sedang bercanda dan tidak mungkin saya bercanda soal ini. Miss Rissa kemungkinan besar akan mati jika keadaan dia seperti ini terus. Energi hidupnya sudah habis. Dia tak mungkin bertahan jika seperti ini keadaannya. Dia perlu asupan energi untuk bertahan hidup.”“Dan saya tak mungkin terus-menerus memberikan darah padanya lewat infus. Dia harus makan dan minum,” lanjutnya.Memang, untuk sementara waktu Dokter Andreas memasang infus pada Rissa dengan isi darah. Hal itu cukup menopang hidup Rissa untuk sementara waktu.Wajah Daniela memucat.&ld
“Lama sekali!!”Angeline menggerutu sambil melihat ke arah jam tangannya. Di sebelahnya, Amelia dengan gugup terus melihat dirinya dan sekelilingnya sambil menggendong Ethan yang terus menangis.Angeline menggeram.“Tidak bisakah kau membuat dia berhenti menangis?” tanyanya dengan kesal.Amelia langsung terlihat gugup.“Sa ... saya tidak tahu apa yang membuat dia menangis!” katanya terbata-bata.Orang-orang mulai melihat ke arah mereka. Untung saat itu Angeline memilih untuk menggunakan kacamata hitam sehingga tidak ada yang tahu keanehan matanya.Angeline menggeram. Pastilah saat itu mereka terlihat seperti ibu dan baby sitternya yang sedang ribut di bandara! Dia sama sekali tidak ingin menarik perhatian saat itu. Tapi Ethan justru sudah menarik perhatian pada mereka sekarang! Betapa kesalnya Angeline saat itu!“Jangan terlalu menarik perhatian, Amelia!” serunya kembali,
“Ethan? Ethan?! Di mana kamu, Nak?”Rissa memanggil anaknya berulang kali. Dia merasa gelisah sekali. Dan entah kenapa, ketakutan. Dia ingat bahwa dia tak pernah setakut ini dalam hidupnya. Seolah kejadian buruk sedang terjadi pada dirinya, atau sedang akan terjadi.Siang itu Rissa bermimpi aneh sekali. Dia berada di sebuah ruangan kosong yang tidak dikenalnya. Ruangan itu seluruhnya berwarna putih bersih. Dia tidak menyukai ruangan itu. Ketika dia mengeluarkan suara, gaungnya langsung terdengar ke seluruh ruangan dengan volume dua kali lipat lebih keras. Ruang itu juga menguarkan aura yang meresahkan. Rissa pernah bermimpi seperti ini sebelumnya dan dia tidak menyukai mimpi itu. Mimpi itu selalu merupakan pertanda buruk baginya.Dia tidak tahu bagaimana dia bisa berada di ruangan itu. Seingatnya tadi sebelum tertidur dia masih berada di kamar, bersama Ethan yang sedang menyusu padanya. Satu-satunya yang ada di ruangan itu