“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
Di tengah dentuman musik yang keras, 3 orang lelaki sedang menyesap segelas minuman berwarna hitam dengan rasa yang begitu pekat. Mereka tampak mengobrol sembari sesekali menyulangkan gelas masing-masing. “Benar-benar hebat lo, Bro. Memang pantas lo dapat julukan sang penakluk wanita andal. Hanya dalam waktu 7 hari saja, lo sudah berhasil mendapatkan Vania, Siska, dan Leoli.” Pemuda yang bernama Kevin itu sangat salut dengan kemampuan Rafka. Padahal, sudah jelas-jelas Rafka terkenal sebagai playboy yang suka memainkan hati wanita, tetapi masih saja ada wanita yang mau dijadikan pacar oleh temannya itu. “Kayaknya pesona lo memang enggak bisa terbantahkan, Raf. Sejauh ini, gue sama Kevin jadi enggak ada kesempatan untuk menang taruhan yang kita buat sama lo.” Tyo mendesah pasrah, ketika ia harus kehilangan jam tangan seharga 1000 dolarnya, yang ia jadikan jaminan jika Rafka menang taruhan yang mereka sepakati bersama. Sebenarnya, tak masalah jika ia harus memberikan segala hartany
“Saya kira waktu yang saya berikan kepada kalian sudah cukup lama untuk mengerjakan tugas yang saya berikan. Tetapi mengapa masih ada saja mahasiswa yang mengirim tugas terlambat kepada Saya?!” sungut Sarah mendenguskan nafasnya berkali-kali, dengan kilatan matanya yang sekaan dipenuhi oleh kobaran api.Meskipun, baru 2 bulan ia mengajar di kampus ini, tetapi sudah ada saja tingkah mahasiswanya yang membuatnya naik darah. Dari mulai mengumpulkan tugas terlambat, memakai pakaian yang melanggar kode disiplin berpakaian, menitipkan absensi pada teman yang lain padahal tidak masuk, sampai tak mengumpulkan tugas sama sekali. Beberapa hal itu, seolah menjadi pemandangan biasa yang sering Sarah dapati selama mengajar 2 bulan di sini.Padahal, apa susahnya para mahasiswanya itu mengikuti semua hal yang sudah ditetapkan oleh dosen dan kampus. Toh, kalau mereka semua berusaha untuk menjadi mahasiswa yang terbaik, tentunya yang mendapatkan untungnya juga diri mereka sendiri. Sebenarnya, bisa sa
“Tugas Bu Sarah kali ini, serahkan aja ke gue. Biar gue yang antar ke ruangannya,” lontar Rafka ketika ia mengumpulkan tugas miliknya ke penanggung jawab mata kuliah yang diampu oleh Sarah. “Enggak usah, Raf. Sudah tugas gue buat kasih tugas kita ke Bu Sarah. Nanti yang ada aku kena marah Bu Sarah, kalau bukan gue yang antar tugasnya,” tolak Nera–teman sekelas Rafka—bergidik ngeri sendiri membayangkan ia akan terkena dampratan dari Bu dosennya yang terkenal berhati dingin itu. Rafka yang memang ingin segera memulai rencana pertamanya dalam misi memenangkan taruhan, ingin segera bertemu dengan Sarah dan melancarkan aksinya. Menurutnya, hanya cara ini yang terlihat alami untuk memulai melakukan pendekatan dengan Bu Sarah, Oleh karena itu, bagaimanapun caranya, ia harus bisa mendapatkan tumpukan tugas ini dan mengantarkannya ke ruangan Sarah. “Lo enggak usah takut. Entar gue bilang sama Bu Sarah kalau lo tiba-tiba sakit perut, jadi lo enggak bisa kasih tugas ini ke dia,” dalih Rafka b
“Mau apa kamu?! Berhenti di sini, karena saya tidak akan mengizinkan kamu untuk ikut masuk ke dalam kelas yang akan saya ajar!” sungut Sarah memberhentikan langkahnya di depan pintu kelas yang akan ia masuki. “Sekarang, tolong kembalikan tas saya karena saya sudah sampai di tempat yang ingin saya tuju!”“Saya bakal kembalikan tas Ibu, tapi dengan satu syarat. Asal Ibu mau memenuhi syarat dari saya, saya bakal langsung kasih tas di tangan saya ini ke Ibu,” lontar Rafka sengaja berjinjit dan mengangkat tinggi-tinggi tas di tangannya supaya Sarah tidak bisa merebut tas milik wanita itu yang ada di tangannya.Sarah hanya bisa menghela nafas lelah menghadapi tingkah mahasiswa di depannya yang bertingkah layaknya kanak-kanak usia dini. Meski begitu, tetap ia berikan tatapan nyalang ke arah Rafka.“Katakan saja apa maumu! Kalau memang syaratmu tidak sulit dan tidak menyusahkan saya, mungkin saya bisa mengusahakan untuk menerimanya,” jawab Sarah yang langsung menanyakan syarat yang akan diaj
Seperti pagi biasanya, setibanya di kampus, Sarah langsung melajukan kakinya ke ruangan dosen. Ia akan meletakan tas yang ia bawa ke meja kerjanya sebelum memasuki kelas yang akan ia ajar hari ini. Tapi begitu tiba di mejanya, Sarah merasa ada yang aneh. Biasanya di atas meja kerjanya hanya ada tumpukan lembar tugas dan beberapa buku, tetapi mengapa kali ini terdapat 5 tangkai bunga mawar dan juga 10 buah cokelat dengan berbagai bentuk juga tergeletak di mejanya? Ulah siapakah yang berani-beraninya merusak tatanan meja kerjanya? Jangan bilang kalau semua ini diberikan oleh salah satu mahasiswanya yang sedari kemari terus muncul dan mengganggu dirinya. Tapi, sudahlah ia tak ingin mengambil pusing. Toh, ia tinggal menyingkirkan saja benda-benda yang terlihat seperti sampah yang mengotori mejanya tersebut. “Selamat pagi, Bu. Permisi saya mau mengumpulkan tugas yang minggu lalu Ibu berikan,” ujar Rini yang merupakan mahasiswa penanggung jawab di salah satu kelas yang ia ampu. Beruntung
“Sudah sore, saya yakin Ibu tidak punya kegiatan lagi di kampus. Bersediakah Ibu untuk saya antarkan pulang?” Rafka sedari tadi memang sengaja diam-diam mengikuti kegiatan Sarah selama di kampus. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Tentu saja, jauh dalam hatinya Rafka tak ingin bersikap seolah-olah menjadi penguntit seperti ini. Tetapi, ia terpaksa melakukan hal ini karena ia ingin memiliki kesempatan untuk mengantar Sarah pulang.Untuk ke-sekian kalinya ketika berhadapan dengan Rafka, Sarah mengembuskan nafas berat. Sungguh lelah rasanya, terus-menerus berurusan dengan anak muda yang sudah selama seminggu ini tiada henti-hentinya mengusik dirinya dengan kemunculan mahasiswanya itu.“Ada apa lagi kamu menemui saya setiap saya selesai melakukan kegiatan di kampus ini, Rafka Mahendra. Apakah kamu tidak mempunyai kegiatan lain selain mengganggu saya dengan kehadiranmu? Sudah berapa kali saya ingatkan padamu untuk tidak mengganggu saya lagi, tetapi berani sekali kamu tak mengindahkan per