Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
Di tengah dentuman musik yang keras, 3 orang lelaki sedang menyesap segelas minuman berwarna hitam dengan rasa yang begitu pekat. Mereka tampak mengobrol sembari sesekali menyulangkan gelas masing-masing. “Benar-benar hebat lo, Bro. Memang pantas lo dapat julukan sang penakluk wanita andal. Hanya dalam waktu 7 hari saja, lo sudah berhasil mendapatkan Vania, Siska, dan Leoli.” Pemuda yang bernama Kevin itu sangat salut dengan kemampuan Rafka. Padahal, sudah jelas-jelas Rafka terkenal sebagai playboy yang suka memainkan hati wanita, tetapi masih saja ada wanita yang mau dijadikan pacar oleh temannya itu. “Kayaknya pesona lo memang enggak bisa terbantahkan, Raf. Sejauh ini, gue sama Kevin jadi enggak ada kesempatan untuk menang taruhan yang kita buat sama lo.” Tyo mendesah pasrah, ketika ia harus kehilangan jam tangan seharga 1000 dolarnya, yang ia jadikan jaminan jika Rafka menang taruhan yang mereka sepakati bersama. Sebenarnya, tak masalah jika ia harus memberikan segala hartany
“Saya kira waktu yang saya berikan kepada kalian sudah cukup lama untuk mengerjakan tugas yang saya berikan. Tetapi mengapa masih ada saja mahasiswa yang mengirim tugas terlambat kepada Saya?!” sungut Sarah mendenguskan nafasnya berkali-kali, dengan kilatan matanya yang sekaan dipenuhi oleh kobaran api.Meskipun, baru 2 bulan ia mengajar di kampus ini, tetapi sudah ada saja tingkah mahasiswanya yang membuatnya naik darah. Dari mulai mengumpulkan tugas terlambat, memakai pakaian yang melanggar kode disiplin berpakaian, menitipkan absensi pada teman yang lain padahal tidak masuk, sampai tak mengumpulkan tugas sama sekali. Beberapa hal itu, seolah menjadi pemandangan biasa yang sering Sarah dapati selama mengajar 2 bulan di sini.Padahal, apa susahnya para mahasiswanya itu mengikuti semua hal yang sudah ditetapkan oleh dosen dan kampus. Toh, kalau mereka semua berusaha untuk menjadi mahasiswa yang terbaik, tentunya yang mendapatkan untungnya juga diri mereka sendiri. Sebenarnya, bisa sa
“Tugas Bu Sarah kali ini, serahkan aja ke gue. Biar gue yang antar ke ruangannya,” lontar Rafka ketika ia mengumpulkan tugas miliknya ke penanggung jawab mata kuliah yang diampu oleh Sarah. “Enggak usah, Raf. Sudah tugas gue buat kasih tugas kita ke Bu Sarah. Nanti yang ada aku kena marah Bu Sarah, kalau bukan gue yang antar tugasnya,” tolak Nera–teman sekelas Rafka—bergidik ngeri sendiri membayangkan ia akan terkena dampratan dari Bu dosennya yang terkenal berhati dingin itu. Rafka yang memang ingin segera memulai rencana pertamanya dalam misi memenangkan taruhan, ingin segera bertemu dengan Sarah dan melancarkan aksinya. Menurutnya, hanya cara ini yang terlihat alami untuk memulai melakukan pendekatan dengan Bu Sarah, Oleh karena itu, bagaimanapun caranya, ia harus bisa mendapatkan tumpukan tugas ini dan mengantarkannya ke ruangan Sarah. “Lo enggak usah takut. Entar gue bilang sama Bu Sarah kalau lo tiba-tiba sakit perut, jadi lo enggak bisa kasih tugas ini ke dia,” dalih Rafka b
“Mau apa kamu?! Berhenti di sini, karena saya tidak akan mengizinkan kamu untuk ikut masuk ke dalam kelas yang akan saya ajar!” sungut Sarah memberhentikan langkahnya di depan pintu kelas yang akan ia masuki. “Sekarang, tolong kembalikan tas saya karena saya sudah sampai di tempat yang ingin saya tuju!”“Saya bakal kembalikan tas Ibu, tapi dengan satu syarat. Asal Ibu mau memenuhi syarat dari saya, saya bakal langsung kasih tas di tangan saya ini ke Ibu,” lontar Rafka sengaja berjinjit dan mengangkat tinggi-tinggi tas di tangannya supaya Sarah tidak bisa merebut tas milik wanita itu yang ada di tangannya.Sarah hanya bisa menghela nafas lelah menghadapi tingkah mahasiswa di depannya yang bertingkah layaknya kanak-kanak usia dini. Meski begitu, tetap ia berikan tatapan nyalang ke arah Rafka.“Katakan saja apa maumu! Kalau memang syaratmu tidak sulit dan tidak menyusahkan saya, mungkin saya bisa mengusahakan untuk menerimanya,” jawab Sarah yang langsung menanyakan syarat yang akan diaj