“Permisi, Tuan muda. Saya sudah mendapatkan yang Tuan muda minta untuk diselidiki,” lontar mata-mata yang Rafka suruh untuk menyelidiki mengenai Sarah.Sebenarnya, Rafka tak ingin bertindak sampai sejauh ini. Hanya saja, sewaktu mengikuti Sarah sampai ke rumah wanita itu 2 hari lalu, tanpa sengaja Rafka mendapati seorang anak lelaki memanggil Sarah dengan sebutan Mama. Didorong oleh rasa penasaran yang tinggi, Rafka pun meminta tolong pada mata-mata Papanya untuk menyelidiki mengenai siapa anak lelaki yang memanggil Sarah dengan sebutan “Mama”? Apakah selama ini Sarah sudah menikah? Kalau ternyata Sarah sudah menikah, haruskah ia membatalkan pertaruhannya bersama teman-temannya. Karena sepanjang sepak terjangnya dalam mendapatkan seorang wanita, ia dan belum pernah terlibat dengan seorang wanita yang sudah menikah. Dari pada terus disibukkan dengan pemikirannya sendiri, lebih baik Rafka segera menanyakan detail yang berhasil didapatkan oleh mata-mata yang ia tugaskan untuk menyelid
Sarah yang merasa bergidik dan hampir marah karena melihat tingkah Rafka yang tiba-tiba mendekatkan mulut lelaki muda itu ke telinganya, sesaat merasa dingin menjalari tubuhnya kala mendengar hal yang dibisikkan oleh lelaki muda itu.Dalam hatinya, Sarah bertanya-tanya, bagaimana mungkin anak muda di sampingnya ini mengetahui rahasianya? Padahal, Sarah sengaja mencari kampus yang jauh dari rumahnya, supaya tak ada orang di kampus tempatnya mengajar ini mengetahui mengenai rahasia yang sengaja ia sembunyikan selama ini.Memandangi wajah Sarah yang tampak tercengang, menimbulkan seutas senyum miring samar di bibir Rafka. Ia yakin sekali setelah membisikkan kepada Sarah bahwa ia mengetahui rahasia wanita itu, pasti Sarah tak akan bersikap mengabaikan dan tak mau berbicara lagi padanya.Sekilas senyum miring Rafka terlihat di sudut mata Sarah. Melihat hal itu, membuat Sarah menormalkan kembali wajahnya yang sempat tertegun sejenak. “Ikut saya! Kita bicara di luar!” pungkas Sarah bangkit
Usai berhadapan dengan anak muda yang pagi-pagi begini sudah menyulut emosinya hingga sampai puncak tertinggi, Sarah memilih untuk pergi ke toilet dan menyibakkan air ke wajahnya. Tak peduli jika make-up di wajahnya akan luntur. Sekarang, yang ia butuhkan hanya air untuk menyegarkan diri dari sisa emosi dalam dirinya.“Untung saja aku bisa menunjukkan sikap berani di hadapan anak muda itu. Semoga saja setelah ini anak muda itu tidak akan berani menghampiri dan menggangguku lagi,” gumam Sarah kembali mengaplikasikan make up yang telah luntur akibat air yang ia sapukan ke wajahnya tadi.Syukurlah tadi ia bisa menghadapi mahasiswanya yang bernama Rafka itu. Kalau tidak, ia tak yakin bisa pergi dari hadapan Rafka sebelum keinginan anak muda itu dikabulkan olehnya. Tentu saja, Sarah yang selama ini selalu berpegangan pada moralitas, tidak bisa menerima negosiasi Rafka untuk menjadi pacar lelaki muda itu.Meskipun, Rafka mengancamnya dengan bersikukuh akan menyebarkan rahasia yang ia miliki
Ide untuk menggunakan cara lain demi bisa menaklukkan hati Sarah telah Rafka temukan. Kini, saatnya ia merealisasikan ide yang telah ia dapatkan dengan berpikir susah payah di tengah-tengah kebuntuan yang sempat dialami oleh otaknya. Untung saja, mata-mata yang ia suruh untuk menyelidiki tentang Sarah memiliki keterangan dan biodata mengenai anak Sarah. Rencananya, hari ini ia akan menjemput anak Sarah di sekolah anak itu yang alamatnya ia dapatkan dari biodata yang diterima dari mata-mata suruhannya Bermodalkan alamat sekolah di tangannya, Rafka melajukan mobil sportnya ke arena sekolah elite yang ternyata adalah almamaternya sewaktu menempuh pendidikan SMA dulu. Ternyata di bekas sekolahnya ini anak Sarah bersekolah. Ia rasa tak akan susah untuk bisa masuk ke dalam sekolah ini mengingat dulu orang tuanya adalah donatur tertinggi di sekolah ini. “Den, Rafka. Sudah lama saya tidak melihat Den Rafka datang kemari semenjak Den Rafka lulus,” sapa seorang satpam yang sudah bekerja sewak
“Mau ke mana lagi lo?!” tanya Rafka menahan geram setengah mati karena dari tadi Leo memintanya untuk mampir ketiga tempat yang berbeda-beda. Tak hanya sekedar mampir, tetapi anak remaja itu juga mengajak dirinya untuk singgah di 3 tempat yang membosankan baginya. Bagaimana bisa anak muda yang baru beranjak remaja itu mencari hiburan di tempat seperti perpustakaan, toko buku, dan kedai makanan pedas? Sungguh cupu sekali selera Leo sebagai seorang remaja lelaki yang mungkin dalam 5 tahun ke depan akan tumbuh dalam usai lelaki dewasa.“Sudah enggak ada tempat lagi yang mau gue kunjungi. Sekarang lo bisa antar gue pulang. Sekitar 2 jam lagi Mama pulang, gue harus sudah di rumah sebelum Mama pulang karena gue enggak mau kena omel” jawab Leo dengan wajah datar, tetapi dalam hati ia tersenyum puas karena berhasil mengerjai lelaki pembohong yang duduk di sebelahnya ini.Melihat wajah kesal bercampur bosan yang tertahan di wajah Rafka, sewaktu Leo mengajak Rafka ke perpustakaan dan toko bu
“Kamu kenal anak ini di mana, Leo?” tanya Sarah membawakan obat dan segelas air putih ke kamar Leo.Tentu saja obat dan segelas air ini ia bawakan bukan untuk anaknya. Melainkan, untuk anak muda yang berbaring di ranjang anaknya saat ini dalam keadaan masih tak sadarkan diri.“Tanyanya nanti aja, ya, Ma. Waktu dia sudah sadar,” pinta Leo sambil memegang dan mendekatkan minyak angin di tangannya ke hidung Rafka.Kalau tidak ada Mamanya yang memberikan sebotol minyak angin padanya, Leo akan lebih memilih menyadarkan Rafka menggunakan kaus kaki busuk miliknya. Lagi pula untuk apa ia bersikap baik hati kepada Rafka yang telah terbukti berbohong. Buktinya Mamanya saja bingung mengapa Rafka bisa berada di rumah ini, jadi bisa ia ambil kesimpulan bahwa Rafka memang benar-benar berbohong kalau pemuda itu disuruh Mamanya untuk menjemput dirinya di sekolah.Memang dari awal, Leo telah tahu bahwa Rafka berbohong. Sehingga dengan sengaja Leo mengajak bahkan memaksa Rafka untuk memakan makanan de
“Apa yang terjadi padamu, Leo? Kenapa kamu menghajar dia?” tanya Sarah sambil terpaksa mengobati luka Rafka karena putranyalah yang menyebabkan wajah lelaki muda di hadapannya ini dipenuhi luka-luka.“Aku cuma kesal aja sama dia, Ma,” jawab Leo dengan singkat.Dengan tatapan sengit Leo memperhatikan Rafka yang sedang diobati oleh Mamanya. Muak sekali ia melihat wajah Rafka yang tampak kesenangan karena Mamanya mengobati luka lelaki muda itu.Semenjak Leo tahu kalau Rafka sedang berusaha mengincar Ibunya untuk dijadikan pacar, sejak itu pula ia merasa dongkol dan tak suka tiap kali melihat sosok Rafka di depan matanya.“Apa alasan kamu kesal sama dia?” Sarah bertanya lagi. “Memangnya kamu kenal dia di mana? Kenapa dia bisa ada di rumah kita?” “Dia alumni di sekolahku, Ma. Tadi, ada acara reuni di sekolah. Terus dia enggak sengaja hampir menyerempetku. Karena rasa bersalah, dia mengantarku pulang. Aku kesal dengannya karena hampir menyerempetku,” papar Leo sengaja berbohong karena ia t
“Lagi-lagi lo datang ke rumah gue. Enggak punya kerjaan lain?” sungut Leo ketika ia mendapati Rafka sudah seminggu lebih 5 hari ini selalu rutin datang ke rumahnya. “Masih berminat juga buat menjadikan Mama pacar?! Mau gue hajar sampai berapa kali baru lo kapok?!”Entah angin apa yang membuat Rafka masih saja sering datang kemari? Seberapa kuatkah benteng yang dimiliki oleh lelaki itu sampai masih berani menginjakkan kaki di rumahnya ini? Padahal, bukan sekali dua kali, tetapi hampir setiap hari Rafka berkunjung ke rumah Sarah dan tiap kedatangannya selalu disambut oleh pukulan bertubi-tubi dari Leo. Awalnya Leo begitu bersemangat untuk membuat Rafka babak belur. Ia sengaja menghajar Rafka dengan harapan lelaki muda itu berhenti datang ke rumahnya hanya untuk bisa mengambil hatinya dan hati Mamanya.Namun, lama-lama Leo jenuh dan lelah sendiri. Malas juga rasanya untuk terus-menerus membuang tenaga mudanya yang berharga hanya untuk menghajar cecunguk busuk seperti Rafka yang tak kun