“Apa yang terjadi padamu, Leo? Kenapa kamu menghajar dia?” tanya Sarah sambil terpaksa mengobati luka Rafka karena putranyalah yang menyebabkan wajah lelaki muda di hadapannya ini dipenuhi luka-luka.“Aku cuma kesal aja sama dia, Ma,” jawab Leo dengan singkat.Dengan tatapan sengit Leo memperhatikan Rafka yang sedang diobati oleh Mamanya. Muak sekali ia melihat wajah Rafka yang tampak kesenangan karena Mamanya mengobati luka lelaki muda itu.Semenjak Leo tahu kalau Rafka sedang berusaha mengincar Ibunya untuk dijadikan pacar, sejak itu pula ia merasa dongkol dan tak suka tiap kali melihat sosok Rafka di depan matanya.“Apa alasan kamu kesal sama dia?” Sarah bertanya lagi. “Memangnya kamu kenal dia di mana? Kenapa dia bisa ada di rumah kita?” “Dia alumni di sekolahku, Ma. Tadi, ada acara reuni di sekolah. Terus dia enggak sengaja hampir menyerempetku. Karena rasa bersalah, dia mengantarku pulang. Aku kesal dengannya karena hampir menyerempetku,” papar Leo sengaja berbohong karena ia t
“Lagi-lagi lo datang ke rumah gue. Enggak punya kerjaan lain?” sungut Leo ketika ia mendapati Rafka sudah seminggu lebih 5 hari ini selalu rutin datang ke rumahnya. “Masih berminat juga buat menjadikan Mama pacar?! Mau gue hajar sampai berapa kali baru lo kapok?!”Entah angin apa yang membuat Rafka masih saja sering datang kemari? Seberapa kuatkah benteng yang dimiliki oleh lelaki itu sampai masih berani menginjakkan kaki di rumahnya ini? Padahal, bukan sekali dua kali, tetapi hampir setiap hari Rafka berkunjung ke rumah Sarah dan tiap kedatangannya selalu disambut oleh pukulan bertubi-tubi dari Leo. Awalnya Leo begitu bersemangat untuk membuat Rafka babak belur. Ia sengaja menghajar Rafka dengan harapan lelaki muda itu berhenti datang ke rumahnya hanya untuk bisa mengambil hatinya dan hati Mamanya.Namun, lama-lama Leo jenuh dan lelah sendiri. Malas juga rasanya untuk terus-menerus membuang tenaga mudanya yang berharga hanya untuk menghajar cecunguk busuk seperti Rafka yang tak kun
“Kembalikan tas saya!” pinta Sarah ketika ia telah berhasil menyusul Rafka hingga sampai di depan kamarnya.Sebelum Sarah sempat mengambil tasnya kembali, Rafka tampak memutar-mutar tas di tangannya agar Sarah tak bisa semudah itu merebut tas milik wanita itu. Merasa dipermainkan, Sarah pun memberikan tatapan sengit kepada Rafka.Tidak ada rasa takut yang menyeruak dalam dirinya ketika Sarah memberikan tatapan tajam. Yang ada Rafka malah tetap saja memasang seutas senyum di bibirnya. “Enggak bisa aku membawakan tas ini sampai di dalam kamarmu?” Sarah menggeleng. “Kamar adalah privasi. Jadi, saya tidak bisa membiarkan sembarangan orang untuk masuk, terutama orang asing seperti kamu! Sudahlah, saya tidak mau main-main lagi! Cepat kembalikan tas saya atau kamu mau saya berikan lampu merah!” Ancaman yang Sarah berikan ternyata cukup berpengaruh juga terhadap Rafka. Buktinya, lelaki itu langsung menyerahkan tas di tangannya kepada Sarah karena tak ingin mendapatkan lampu merah dari wanit
“Akh! Bodohnya! Kenapa gue jadi kikuk kayak begitu cuma karena pegang bibir cewek?! Come on, ini bukan pertama kali gue menyentuh wajah cewek!” gumam Reval gemas pada dirinya sendiri saat ia melihat pantulan dirinya di dalam cermin kamar mandi.Kesal sekali karena untuk pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh yang menyeruak dalam dirinya. Padahal, ia sudah sering menyentuh tubuh banyak wanita, bahkan melakukan lebih dari menyentuh pun merupakan hal biasa untuknya. Tapi, mengapa ia malah merasakan sensasi membatu ketika tangannya bersentuhan dengan sudut bibir Sarah?Ingin menghilangkan kekalutan yang sedang melanda dirinya, Rafka pun menyibakkan air ke wajahnya. Setelah wajahnya basah karena air yang basuhkan ke wajahnya, Rafka menggerakkan tangannya untuk menyapukan tetesan air di wajahnya agar cepat kering.“Lo harus ingat kalau yang lo lakuin selama ini hanya sebatas misi untuk memenangkan taruhan! Misi lo adalah melakukan segala hal untuk bisa menjadikan Sarah pacar lo. Jadi
“Sialan! Kenapa mata kuliahnya Pak Andi harus diganti sekarang sih!” keluh Rafka kesal karena sore ini rencananya ia ingin membelikan bunga untuk Sarah.Bunga yang ia beli nanti akan ia berikan kepada Sarah sambil menyatakan permintaan maafnya kepada wanita itu. Meskipun kemarin ia menyentuh bagian bibir Sarah tidak sengaja dan hanya untuk menyingkirkan sisa nasi yang menempel di sana. Tetapi, tetap saja ia merasa karena telah melanggar janjinya yang mengatakan persetujuan untuk tidak menyentuh Sarah.Sebenarnya, bukan rasa bersalah yang mendominasi Rafka untuk meminta maaf, tetapi justru karena ketakutannya akan Sarah yang tak akan memberikan izin lagi untuknya bisa menemui wanita itulah yang mendorong Rafka sangat ingin meminta maaf kepada Sarah.“Mau kemana sih lo, Raf? Kelihatan kaya orang yang mau buru-buru pergi ke suatu tempat. Biasanya juga mau mata kuliah dosen siapa pun diganti tetap lo jabanin aja,” celetuk Tyo.Tyo tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak berbicara saat me
“Minggir lo, gue mau tidur!” usir Leo menggeser tubuh Rafka untuk menyingkir dari kasurnya. Heran juga ia melihat tekad Rafka yang begitu gigih untuk menunggui Mamanya pulang. Bisa-bisa lelaki muda itu benar-benar akan menginap di rumahnya, karena ketiduran, kalau seandainya Mamanya pulang sampai larut malam. “Woi, jangan tidur dulu. Telepon dulu nyokap lo sana. Lo enggak khawatir apa dia pulang malam kayak gini?” desak Rafka mengoyak-oyak tubuh Leo yang sudah berbaring di ranjangnya. “Berisik amat! Sudah biasa gue kalau lihat Mama kadang pulang malam. Enggak perlu gue telepon karena gue yakin Mama bisa jaga dirinya dengan baik,” jawab Leo dengan suaranya yang terdengar sudah sangat mengantuk.”Jangan ganggu gue lagi karena gue sudah ngantuk berat!” “
Selama bibirnya memagut bibir Sarah, Rafka sengaja memejamkan matanya. Sial, ia tidak mau mengakui, tapi mengapa bibir Sarah begitu manis untuk disesap? Sampai tanpa sadar ia tak mau membuka matanya saking menikmati pagutannya di bibir Sarah.Apa yang salah dengan reaksi tubuhnya kali ini? Rafka memang beberapa kali melakukan hubungan badan dengan sebagian kekasihnya, tetapi mengapa rasanya dengan Sarah ia begitu bergairah untuk membuat wanita di bawahnya ini tunduk atas dirinya?Rafka terus memagut bibir Sarah sedari ia rasakan pemberontakan wanita itu, hingga wanita di bawahnya ini seperti tak lagi berdaya untuk melawannya. Namun, saat merasakan air yang terasa asin di bibirnya, Rafka seolah merasa kesadarannya ditarik kembali. Gelora gairah yang sempat menguasai dirinya pun perlahan padam, saat ia membuka mata dan melihat Sarah untuk pertama kali menangis di depan matanya.Menyaksikan tangisan itu, Rafka melepaskan tautannya di bibir Sarah dan menarik dirinya yang menindih tubuh S
Usai Sarapan, Rafka melajukan mobilnya ke kampus karena hari ini ada jadwal perkuliahan pagi yang harus ia hadiri. Sialnya, ia seperti tidak bisa fokus menyetir karena masih terbayang-bayang ciuman yang ia layangkan di bibir Sarah.Ada sebersit rasa bersalah dalam hatinya karena hampir saja ia menodai Sarah kalau saja wanita itu tidak menangis. Ia merasa kesal juga dengan dirinya karena bukannya memperbaiki masalah, tetapi malah memperkeruhnya dengan mencium Sarah. Tindakannya yang tidak sengaja menyentuh ujung bibir Sarah saja tidak mendapatkan maaf dan tak diperbolehkan lagi untuk menemui wanita itu. Apalagi sekarang ia malah menambah urusan yang belum selesai dengan mencium paksa bibir Sarah. Masih adakah kesempatan baginya untuk bisa menjadikan Sarah pacarnya atau setidaknya bisa mendekati dosennya itu lagi?Masih bisakah ia datang ke rumah Sarah setelah kelakuan kurang ajarnya yang sudah melewati batas? Walaupun, ia sudah memiliki alibi untuk bisa terus mendatangi rumah Sarah
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju