Usai berhadapan dengan anak muda yang pagi-pagi begini sudah menyulut emosinya hingga sampai puncak tertinggi, Sarah memilih untuk pergi ke toilet dan menyibakkan air ke wajahnya. Tak peduli jika make-up di wajahnya akan luntur. Sekarang, yang ia butuhkan hanya air untuk menyegarkan diri dari sisa emosi dalam dirinya.“Untung saja aku bisa menunjukkan sikap berani di hadapan anak muda itu. Semoga saja setelah ini anak muda itu tidak akan berani menghampiri dan menggangguku lagi,” gumam Sarah kembali mengaplikasikan make up yang telah luntur akibat air yang ia sapukan ke wajahnya tadi.Syukurlah tadi ia bisa menghadapi mahasiswanya yang bernama Rafka itu. Kalau tidak, ia tak yakin bisa pergi dari hadapan Rafka sebelum keinginan anak muda itu dikabulkan olehnya. Tentu saja, Sarah yang selama ini selalu berpegangan pada moralitas, tidak bisa menerima negosiasi Rafka untuk menjadi pacar lelaki muda itu.Meskipun, Rafka mengancamnya dengan bersikukuh akan menyebarkan rahasia yang ia miliki
Ide untuk menggunakan cara lain demi bisa menaklukkan hati Sarah telah Rafka temukan. Kini, saatnya ia merealisasikan ide yang telah ia dapatkan dengan berpikir susah payah di tengah-tengah kebuntuan yang sempat dialami oleh otaknya. Untung saja, mata-mata yang ia suruh untuk menyelidiki tentang Sarah memiliki keterangan dan biodata mengenai anak Sarah. Rencananya, hari ini ia akan menjemput anak Sarah di sekolah anak itu yang alamatnya ia dapatkan dari biodata yang diterima dari mata-mata suruhannya Bermodalkan alamat sekolah di tangannya, Rafka melajukan mobil sportnya ke arena sekolah elite yang ternyata adalah almamaternya sewaktu menempuh pendidikan SMA dulu. Ternyata di bekas sekolahnya ini anak Sarah bersekolah. Ia rasa tak akan susah untuk bisa masuk ke dalam sekolah ini mengingat dulu orang tuanya adalah donatur tertinggi di sekolah ini. “Den, Rafka. Sudah lama saya tidak melihat Den Rafka datang kemari semenjak Den Rafka lulus,” sapa seorang satpam yang sudah bekerja sewak
“Mau ke mana lagi lo?!” tanya Rafka menahan geram setengah mati karena dari tadi Leo memintanya untuk mampir ketiga tempat yang berbeda-beda. Tak hanya sekedar mampir, tetapi anak remaja itu juga mengajak dirinya untuk singgah di 3 tempat yang membosankan baginya. Bagaimana bisa anak muda yang baru beranjak remaja itu mencari hiburan di tempat seperti perpustakaan, toko buku, dan kedai makanan pedas? Sungguh cupu sekali selera Leo sebagai seorang remaja lelaki yang mungkin dalam 5 tahun ke depan akan tumbuh dalam usai lelaki dewasa.“Sudah enggak ada tempat lagi yang mau gue kunjungi. Sekarang lo bisa antar gue pulang. Sekitar 2 jam lagi Mama pulang, gue harus sudah di rumah sebelum Mama pulang karena gue enggak mau kena omel” jawab Leo dengan wajah datar, tetapi dalam hati ia tersenyum puas karena berhasil mengerjai lelaki pembohong yang duduk di sebelahnya ini.Melihat wajah kesal bercampur bosan yang tertahan di wajah Rafka, sewaktu Leo mengajak Rafka ke perpustakaan dan toko bu
“Kamu kenal anak ini di mana, Leo?” tanya Sarah membawakan obat dan segelas air putih ke kamar Leo.Tentu saja obat dan segelas air ini ia bawakan bukan untuk anaknya. Melainkan, untuk anak muda yang berbaring di ranjang anaknya saat ini dalam keadaan masih tak sadarkan diri.“Tanyanya nanti aja, ya, Ma. Waktu dia sudah sadar,” pinta Leo sambil memegang dan mendekatkan minyak angin di tangannya ke hidung Rafka.Kalau tidak ada Mamanya yang memberikan sebotol minyak angin padanya, Leo akan lebih memilih menyadarkan Rafka menggunakan kaus kaki busuk miliknya. Lagi pula untuk apa ia bersikap baik hati kepada Rafka yang telah terbukti berbohong. Buktinya Mamanya saja bingung mengapa Rafka bisa berada di rumah ini, jadi bisa ia ambil kesimpulan bahwa Rafka memang benar-benar berbohong kalau pemuda itu disuruh Mamanya untuk menjemput dirinya di sekolah.Memang dari awal, Leo telah tahu bahwa Rafka berbohong. Sehingga dengan sengaja Leo mengajak bahkan memaksa Rafka untuk memakan makanan de
“Apa yang terjadi padamu, Leo? Kenapa kamu menghajar dia?” tanya Sarah sambil terpaksa mengobati luka Rafka karena putranyalah yang menyebabkan wajah lelaki muda di hadapannya ini dipenuhi luka-luka.“Aku cuma kesal aja sama dia, Ma,” jawab Leo dengan singkat.Dengan tatapan sengit Leo memperhatikan Rafka yang sedang diobati oleh Mamanya. Muak sekali ia melihat wajah Rafka yang tampak kesenangan karena Mamanya mengobati luka lelaki muda itu.Semenjak Leo tahu kalau Rafka sedang berusaha mengincar Ibunya untuk dijadikan pacar, sejak itu pula ia merasa dongkol dan tak suka tiap kali melihat sosok Rafka di depan matanya.“Apa alasan kamu kesal sama dia?” Sarah bertanya lagi. “Memangnya kamu kenal dia di mana? Kenapa dia bisa ada di rumah kita?” “Dia alumni di sekolahku, Ma. Tadi, ada acara reuni di sekolah. Terus dia enggak sengaja hampir menyerempetku. Karena rasa bersalah, dia mengantarku pulang. Aku kesal dengannya karena hampir menyerempetku,” papar Leo sengaja berbohong karena ia t
“Lagi-lagi lo datang ke rumah gue. Enggak punya kerjaan lain?” sungut Leo ketika ia mendapati Rafka sudah seminggu lebih 5 hari ini selalu rutin datang ke rumahnya. “Masih berminat juga buat menjadikan Mama pacar?! Mau gue hajar sampai berapa kali baru lo kapok?!”Entah angin apa yang membuat Rafka masih saja sering datang kemari? Seberapa kuatkah benteng yang dimiliki oleh lelaki itu sampai masih berani menginjakkan kaki di rumahnya ini? Padahal, bukan sekali dua kali, tetapi hampir setiap hari Rafka berkunjung ke rumah Sarah dan tiap kedatangannya selalu disambut oleh pukulan bertubi-tubi dari Leo. Awalnya Leo begitu bersemangat untuk membuat Rafka babak belur. Ia sengaja menghajar Rafka dengan harapan lelaki muda itu berhenti datang ke rumahnya hanya untuk bisa mengambil hatinya dan hati Mamanya.Namun, lama-lama Leo jenuh dan lelah sendiri. Malas juga rasanya untuk terus-menerus membuang tenaga mudanya yang berharga hanya untuk menghajar cecunguk busuk seperti Rafka yang tak kun
“Kembalikan tas saya!” pinta Sarah ketika ia telah berhasil menyusul Rafka hingga sampai di depan kamarnya.Sebelum Sarah sempat mengambil tasnya kembali, Rafka tampak memutar-mutar tas di tangannya agar Sarah tak bisa semudah itu merebut tas milik wanita itu. Merasa dipermainkan, Sarah pun memberikan tatapan sengit kepada Rafka.Tidak ada rasa takut yang menyeruak dalam dirinya ketika Sarah memberikan tatapan tajam. Yang ada Rafka malah tetap saja memasang seutas senyum di bibirnya. “Enggak bisa aku membawakan tas ini sampai di dalam kamarmu?” Sarah menggeleng. “Kamar adalah privasi. Jadi, saya tidak bisa membiarkan sembarangan orang untuk masuk, terutama orang asing seperti kamu! Sudahlah, saya tidak mau main-main lagi! Cepat kembalikan tas saya atau kamu mau saya berikan lampu merah!” Ancaman yang Sarah berikan ternyata cukup berpengaruh juga terhadap Rafka. Buktinya, lelaki itu langsung menyerahkan tas di tangannya kepada Sarah karena tak ingin mendapatkan lampu merah dari wanit
“Akh! Bodohnya! Kenapa gue jadi kikuk kayak begitu cuma karena pegang bibir cewek?! Come on, ini bukan pertama kali gue menyentuh wajah cewek!” gumam Reval gemas pada dirinya sendiri saat ia melihat pantulan dirinya di dalam cermin kamar mandi.Kesal sekali karena untuk pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh yang menyeruak dalam dirinya. Padahal, ia sudah sering menyentuh tubuh banyak wanita, bahkan melakukan lebih dari menyentuh pun merupakan hal biasa untuknya. Tapi, mengapa ia malah merasakan sensasi membatu ketika tangannya bersentuhan dengan sudut bibir Sarah?Ingin menghilangkan kekalutan yang sedang melanda dirinya, Rafka pun menyibakkan air ke wajahnya. Setelah wajahnya basah karena air yang basuhkan ke wajahnya, Rafka menggerakkan tangannya untuk menyapukan tetesan air di wajahnya agar cepat kering.“Lo harus ingat kalau yang lo lakuin selama ini hanya sebatas misi untuk memenangkan taruhan! Misi lo adalah melakukan segala hal untuk bisa menjadikan Sarah pacar lo. Jadi
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju