Nova terpaku mendengar penjelasan itu, tak menyangka bahwa dunia ini menyimpan rahasia sebesar itu.“Chandra, ayah mendirikan Negara Januar bukan demi ambisi pribadi. Dia tahu, begitu segel-segel itu terbuka, Bumi akan mengalami perubahan besar. Tumbuhan akan bermutasi, begitu pula hewan,” ujar Jamal. “Selain itu, segel-segel tersebut tidak hanya ada di satu tempat, melainkan banyak. Di dalamnya terkunci makhluk-makhluk buas. Begitu segel-segel itu menyatu sepenuhnya dengan Bumi, ini akan menjadi bencana bagi umat manusia. Hanya dengan bersatu, manusia akan mampu menghadapi malapetaka di masa depan.”“Keinginan ayah sebenarnya adalah menciptakan sebuah tempat yang aman dan damai untuk menghadapi akhir zaman. Itulah mengapa tiga tahun lalu, dia membantu membunuh Naga Yu tanpa merebut wilayahnya. Ayah ingin agar kekuatan para pesilat Someria meningkat secara keseluruhan,” lanjutnya.“Aku akui, ayah memang ingin menjadi kaisar. Tapi dia bukan orang jahat,” tambah Jamal. “Kamu dulu Raja
Chandra sudah tahu harus mencari siapa. Ia tak banyak bicara selama perjalanan. Pesawat melaju menembus langit biru dan awan putih, dan tak lama kemudian, mereka tiba di Rivera. Setibanya di sana, Chandra langsung mengantar Nova ke keluarga Kurniawan.“Nova, aku akan pergi menemui Arya. Kalau ada apa-apa, hubungi aku,” katanya singkat sebelum bergegas pergi.Chandra lalu memesan taksi menuju markas militer dan menemui Arya di sana. Selama tiga tahun terakhir, keadaan di Someria relatif tenang. Sebagai panglima militer, Arya pun tak terlalu sibuk. Begitu Chandra tiba, Arya menyambutnya dengan ramah di kantornya. Ia bahkan menyuguhkan teh dan makanan ringan.“Kak Chandra, apa yang membawamu kemari hari ini?” tanya Arya dengan hangat.Namun, Chandra menampilkan ekspresi serius. “Aku datang untuk membahas sesuatu yang sangat penting.”Arya tertarik. “Oh? Apa itu?”“Aku ingin menjadi Raja Someria,” kata Chandra tanpa basa-basi.Arya terkejut dan langsung berdiri, menatap Chandra dengan tata
Jika situasi ini tidak ditangani dengan baik, Someria bisa terperosok dalam kekacauan besar. Chandra menghela napas berat dan berkata, “Banyak hal hanya bisa dicapai dengan kekuasaan. Aku tahu jika aku melangkah maju sekarang, mungkin aku akan dianggap sebagai pengkhianat dan dibenci oleh rakyat Someria. Tapi sepuluh tahun dari sekarang, mereka akan berterima kasih padaku.”Arya memandang Chandra dengan ragu. Ia mempercayai Chandra, terutama karena ia tahu bahwa Chandra tak pernah memiliki ambisi untuk merebut kekuasaan. Jika Chandra memang menginginkan takhta, ia sudah bisa menjadi Raja Someria empat tahun lalu tanpa perlu menunggu sampai sekarang.Chandra berdiri dan berkata, “Aku akan memberimu waktu untuk mempertimbangkannya. Tapi sebelum itu, aku akan pergi ke ibu kota. Bagaimanapun juga, aku harus berbicara dengan Raja yang lama dan Raja yang baru untuk melihat apakah ada jalan lain.”Setelah mengatakan itu, Chandra melangkah keluar. Setelah ia pergi, Arya berdiri dengan wajah se
Apa pun yang dilakukan Chandra, Nova akan selalu mendukungnya. Dulu, dia hanya ingin hidup tenang bersama Chandra, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Chandra pun telah setuju, dan mereka berdua menjalani kehidupan sederhana selama tiga tahun. Tiga tahun itu cukup untuk memenuhi keinginannya. Sekarang, dia tidak ingin lagi menghalangi Chandra.Sebenarnya, sekarang Chandra berencana pergi ke kota Diwangsa. Namun, Nova sudah mendekati waktu melahirkan, dan dia tidak tahu kapan akan bisa kembali jika pergi ke sana. Maka dari itu, dia memutuskan untuk tetap tinggal di Rivera, menemani Nova, dan menunggu hingga anak mereka lahir sebelum membuat keputusan lebih lanjut. Setelah itu, dia tidak pergi ke luar kota lagi, hanya menghabiskan waktunya di kediaman keluarga Kurniawan.Di waktu senggang, Chandra menemani Nova berjalan-jalan, membeli perlengkapan untuk ibu dan bayi. Tak terasa, waktu berlalu lebih dari setengah bulan.Suatu malam setelah setengah bulan berlalu, Chandra sedang berjalan-jalan di
Toni memandang sekeliling ruangan dan berkata, “Baiklah, semua bisa pulang dulu. Nova butuh istirahat.”Barulah anggota keluarga Kurniawan perlahan-lahan meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian, di kamar hanya tersisa Chandra dan Nova. Meski Nova seorang pesilat, dia tetap merasa sangat lelah dan tertidur di atas ranjang.Namun, Chandra tak bisa tidur. Dia duduk di samping tempat tidur, memandangi bayi mereka dengan tatapan kosong. Tak lama, bayi itu mulai menangis. Begitu mendengar tangisan itu, Chandra langsung panik."Nova, bayinya menangis," katanya sambil membangunkan Nova.Nova berbalik, bangun, lalu menggendong bayi dari box bayi, mencoba menenangkannya. Namun, bayi itu tetap menangis dengan sangat sedih. Nova tak tahu harus berbuat apa lagi, jadi dia memanggil perawat.Tak lama kemudian, seorang perawat datang ke ruangan. Perawat itu mengatakan bahwa bayi mereka lapar. Kemudian, perawat itu mengajari Nova cara menyusui bayi. Setelah cukup lama, akhirnya bayi itu kenyang dan ter
Chandra masih belum bisa memastikan apakah babi hutan itu mengalami mutasi setelah tanpa sengaja memakan buah yang mengandung energi spiritual dari alam. Untuk saat ini, yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu laporan resmi dari pemerintah.Selama di rumah sakit, Chandra terus menemani Nova. Beberapa hari kemudian, Nova diizinkan untuk pulang. Dalam beberapa hari itu, Chandra tetap memantau perkembangan berita tentang serangan binatang buas di Pegunungan Jiran.Kejadian tersebut telah menarik perhatian negara. Pemerintah mengirimkan pasukan elit menuju Pegunungan Jiran. Dengan bantuan peta satelit, mereka berhasil menemukan babi hutan tersebut. Namun, babi hutan itu kebal terhadap senjata tajam dan bahkan senjata api tidak mampu membunuhnya. Pasukan yang dikirim pun menderita kerugian besar.Hal ini adalah rahasia besar, yang hanya diketahui segelintir orang. Namun, Chandra, dengan posisinya yang sangat tinggi di Someria, dengan mudah mendapat informasi tentang peristiwa tersebut.Kare
Chandra mengangguk dengan penuh hormat, lalu dengan ekspresi serius, dia berkata, "Akhir-akhir ini, pertama ada babi hutan yang menyerang desa, lalu muncul ular raksasa yang menyerbu kota. Kamu pasti tahu tentang ini, ‘kan?"Paul mengangguk, "Bagaimana mungkin aku tidak tahu? Aku heran, bagaimana bisa ada babi hutan dan ular sebesar itu, dan yang lebih aneh, keduanya memiliki energi sejati. Sangat menakutkan."Chandra berkata, "Sebenarnya, itu semua karena mutasi yang dialami oleh hewan-hewan tersebut.""Mutasi?" Paul terkejut.Chandra kemudian menceritakan tentang tempat segel, pelepasan energi spiritual dari alam, dan bagaimana itu mempengaruhi dunia."Apa itu benar?" Wajah Paul tampak serius. Dia berkata, "Jika itu benar, maka dunia ini akan berada dalam kekacauan.""Benar."Chandra mengangguk dan berkata, "Ini benar-benar terjadi. Aku datang menemuimu kali ini juga karena masalah ini. Masih ada sepuluh tahun sebelum segel terbuka sepenuhnya, dan sekarang saja sudah ada binatang bua
Ragasta, dulunya adalah Gubernur Jenderal kota Diwangsa. Beberapa tahun lalu, dalam pemilihan, para perwakilan dari berbagai kekuatan besar berhasil disingkirkan, sehingga dia naik takhta dan menjadi Raja.Dari kinerjanya selama beberapa tahun terakhir, dia memang terbukti menjadi raja yang baik, memimpin negara dengan adil dan untuk kepentingan rakyat. Meskipun dia sekarang adalah Raja, Ragasta tetap sangat menghormati Raja sebelumnya, Dery dan Chandra. Tanpa Dery dan Chandra, Someria tidak akan berada di posisi seperti sekarang.Ragasta berjalan mendekat, duduk di samping, dan dengan senyum ramah menatap Chandra. "Raja Naga, sungguh jarang sekali kau datang berkunjung. Dalam beberapa tahun terakhir, ini pertama kalinya kau datang ke Istana Dewa Naga. Apa yang membawamu kemari?""Aku ingin menjadi Raja," Chandra langsung berbicara dengan tegas.Ragasta terdiam, terpaku dengan jawaban tersebut. Dia melirik ke arah Dery dengan wajah bingung. Dery pun menunjukkan ekspresi serius. Dia tid
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb
Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi
Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere
"Bagaimana mungkin? Kenapa ada aura yang begitu kuat?" Semua orang merasakan kehadiran aura menakutkan dari puncak gunung. Mereka semua diliputi rasa ngeri yang membuat bulu kuduk merinding. Krak... Krak... Krak. Di bawah tekanan aura tersebut, pegunungan tempat Istana Bunga berdiri mulai menunjukkan tanda-tanda keretakan. Orang- orang di kaki gunung berubah wajah seketika. "Celaka! Cepat lari!" Dengan panik dan wajah pucat pasi, mereka bergegas melarikan diri. Di puncak gunung. Chandra sedang menggabungkan dua aliran energi murni di dalam tubuhnya. Kedua energi tersebut menyatu menjadi kekuatan baru yang sangat luar biasa. Dia berusaha keras mengendalikan kekuatan itu, tetapi kekuatan tersebut terlalu besar, terlalu mengerikan. Begitu besar hingga hampir tidak mampu Chandra kendalikan. "Hahaha!" Jayhan tertawa terbahak-bahak, penuh kegilaan. Kekuatan ini luar biasa. Seseorang yang bahkan belum mencapai tingkat Alam Mahasakti mampu menunjukkan teknik sehebat ini. Ini bu
Jayhan sangat cemas. Dia sangat ingin tahu tentang ilmu yang dipelajari Chandra. Dia tahu, nenek moyang Bumi pernah melahirkan banyak pesilat hebat, dan para pesilat itu meninggalkan ilmu-ilmu luar biasa. Jayhan curiga Chandra telah mendapatkan salah satu ilmu tertinggi itu. Sementara itu, Chandra tampak berpikir serius. Dia belum mengambil keputusan. Melihat Chandra ragu-ragu, Jayhan segera berkata, “Tenang saja, aku selalu menepati janji. Setelah kau memberikan ilmu itu kepadaku, aku akan melindungimu. Bahkan setelah segel Bumi terbuka, aku pastikan kau akan hidup dengan baik.” Namun, kekhawatiran Chandra bukan tentang memberikan ilmu itu, melainkan apakah ia bisa menggunakan ilmu pamungkasnya untuk membunuh Jayhan. Jayhan sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Jika Jayhan sedikit saja waspada, rencananya pasti gagal. Untuk membunuh Jayhan, Chandra butuh membuatnya benar-benar lengah. Dia sadar, menggunakan Sangkar Kosmik begitu saja tidak akan berhasil. Jayhan pasti akan bers
"Silakan, katakan."Jayhan benar-benar menginginkan ilmu yang dikuasai oleh Chandra. Bukan hanya satu atau dua pertanyaan—puluhan pun akan ia jawab tanpa ragu.Chandra menatap Jayhan dengan serius, lalu bertanya, “Apakah di Alam Niskala ada celah dalam segel yang memungkinkan makhluk-makhluk dari sana masuk ke Bumi?”Jayhan mengangguk sambil berkata, “Benar. Di Alam Niskala memang ada celah pada segelnya. Siapa pun yang berhasil melewati celah itu, bisa langsung muncul di Bumi.”“Jadi, tidak lama lagi akan ada lebih banyak makhluk dari Alam Niskala yang muncul di Bumi?” Chandra melanjutkan.Jayhan kembali mengangguk. “Ya, benar. Tapi melewati celah itu bukan perkara mudah. Dari seratus orang yang mencoba, mungkin hanya satu yang berhasil. Sisanya akan mati dalam prosesnya.”Mendengar jawaban itu, Chandra menarik napas lega. Namun, ia segera mengajukan pertanyaan lain, “Saat ini, level kekuatanmu ada di tahap apa?”“Mahasakti Sempurna, hanya satu langkah lagi menuju Transenden,” jawab J
Jayhan berdiri di depan Chandra dengan senyum penuh ancaman, matanya menatap tajam ke arah pria yang sedang berjuang untuk tetap hidup.“Chandra, aku sudah membiarkan semua orang pergi. Sekarang, serahkan teknik kultivasi yang kau gunakan,” katanya tegas. “Jangan coba mempermainkanku. Jika aku mau, aku bisa menangkap mereka kembali, dan kali ini, mereka pasti mati.”Chandra perlahan membuka matanya. Wajahnya datar, nyaris tanpa emosi. Dengan suara lemah, dia berkata, “Aku terluka parah dan bisa mati kapan saja. Setidaknya beri aku waktu untuk pulih. Setelah aku sembuh, aku akan memberikannya padamu.”Setelah itu, Chandra kembali terdiam. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, tak ingin berbicara lebih banyak. Jayhan hanya mendengus, tidak terlihat tergesa-gesa. Dalam pikirannya, Chandra hanyalah seekor semut—mudah dihancurkan kapan saja.Di Kaki Gunung Istana BungaSejumlah pesilat berkumpul di kaki gunung, wajah mereka penuh kecemasan. Suasana tegang menyelimuti mereka.“Apa yang harus kita