Mulut sang gadis terbungkam sejenak. Ia termenung, namun sebentar kemudian terdengar suaranya lagi,
“Atau... Mungkin ayahku takut menolak lamaran orang itu. Aku sendiri juga takut kalau menolaknya secara langsung, bisa-bisa aku ditelanjangi di depan umum. Dia...licik dan jahat menurut pandanganku.”
“Bangsawankah dia?”
“Ngakunya sih bangsawan. Entah kenyataannya, mungkin saja bangkotan! yang jelas ia orang kesohor dari Negeri Seberang.”
Jejaka mulai terperanjat. “Siapa namanya?!” sergahnya bersemangat.
“Gelarnya saja Pendekar Pedang Tanpa Tanding. Nama aslinya Kozoki Oden!”
“Kau...kau akan melawannya? Maksudmu tarung pakai senjata, gitu?” Layla menjadi tegang. Ia mulai sadar apa sebenarnya yang dimaksudkan dalam kata-kata Jejaka itu. Rasa takut mencekam jiwa, tercermin lewat sorot mata dan ekspresi wajahnya.
“Kau ini kok masih bego aja sih? Sekarang beg
“Jauh-jauh aku datang untuk melamar Layla, tahu-tahu kau sudah lebih dulu membawanya lari. Tak tahukah kau siapa diriku ini?”“Aku tahu siapa kamu, Sobat. Karena itulah aku datang menantangmu!”“Jangan banyak mulut! Pergi tinggalkan Layla, atau mati di ujung pedangku?”“Aku memilih mati di ujung hati Layla!” jawab Jejaka seenaknya. Jawaban itu membuat Pendekar Pedang Tanpa Tanding menggeram penuh luapan amarah. Matanya melirik sebentar ke sekeliling. Ternyata kabar kedatangannya mau melamar Layla sempat juga didengar para tokoh dunia persilatan, sehingga banyak juga dari para tokoh yang datang dan diam mengelilinginya, seakan menyaksikan pertarungannya dengan Jejaka. Sang pendekar semakin bernafsu ingin menampakkan kehebatan ilmunya.“Sebutkan namamu supaya bisa kucatat dalam buku daftar para korban pedangku!” kata Pendekar Pedang Tanpa Tanding.“Namaku Jejaka! Akan kukalahkan kau, d
Plak…! Mereka berdiri di tempat, saling melepaskan kekuatan teanga dalam melalui telapak tangan yang diadukan. Tapi keduanya sama-sama tak ada ang terdorong mundur. Bahkan kedua telapak tangan yang saling beradu itu mengepulkan asap putih samar-samar. Tubuh mereka sama-sama mengeras hingga bergetar dari kaki sampai kepala.Tiba-tiba, gerakan Pendekar Pedang Tanpa Tanding sangat tak diduga-duga. Kakinya berkelebat menendang lutut Jejaka.Wuuttt…! Dees…!“Uuhg…!” Jejaka mengaduh tertahan, ia jatuh berlutut, kekuatannya berkurang, dan tubuhnya terpental karena dorongan tenaga dalam lawan.Wuuss…!Bruusss…! Jejaka jatuh terpelanting dengan menyeringai. Jauhnya enam langkah dari tempatnya berdiri semula. Pendekar Pedang Tanpa Tanding melangkah cepat menghampirinya. Tapi Jejaka cepat bangkitkan badan dan siap menghadapi lawan. Di sisi lain, Layla baru saja membuka kedua tangannya yang tadi menutup waj
“Biadab!” geramnya dengan gigi menggeletuk dan tulang-tulang mengeras. “Hiaaat…!” Pedang di punggung tahu-tahu sudah tercabut. Gerakan mencabutnya tak sempat dilihat orang. Kini pedang itu digenggam dengan dua tangan. Teracung ke depan. Ia melangkah ke kiri, memutari Jejaka.“Hiaaahhh…!” teriaknya sambil berkelebat cepat sekali. Pedangnya ditebaskan ke sana-sini dan tak bisa dilihat gerakannya. Tapi Jejaka cepat-cepat jatuhkan diri dengan menggunakan gereakan jurus ‘Gerak Kilat Dewata’. Dalam sekejap saja ia sudah berada di tanah, sementara Kozoki Oden menebaskan pedangnya ke tempat berdirinya Jejaka tadi.Kaki Jejaka bergerak melebihi kecepatan angin. Ketika tubuhnya berguling masuk ke sela-sela kedua kaki lawan. Jejakapun segera menendang ke atas.Buuhg…! Tendangan itu tepat mengenai ‘jimat lelaki’ lawannya.“Oohg…!” Pendekar Pedang Tanpa Tanding mendelik
Para tokoh silat yang ada di situ tertegun bengong. Mereka terheran-heran melihat seorang pendekar muda tampan mampu kalahkan Kozoki Oden tanpa senjata. Maka berita itupun cepat menyebar ke mana-mana. Gelar pendekar sebagai Jejaka Emas telah berhasil direbut Jejaka. Rasa girangnya membuat Jejaka lupa pada Layla yang tertegun bengong memandangi kepergiannya dengan air mata keharuan berlinang di pipi. Entah haru atas kemenangan Jejaka, entah sedih karena Jejaka pergi meninggalkannya tanpa sepatah katapun.-o0o-Ayah...," Suara pelan mengandung isak terdengar memecah kesunyian pagi. Suara itu berasal dari sebuah mulut mungil berpakaian serba putih yang duduk bersimpuh di depan sebuah gundukan tanah merah. Wajah sosok tubuh ramping ini tidak terlihat karena kepalanya tertunduk "Aku menyesal sekali, Ayah...,"Kembali suara mengandung isak itu terdengar. Menilik suaranya yang begitu menyayat, dapat diperkirakan kalau sosok tubuh ramping ini adalah seoran
"Nisanak...," Ucap salah seorang di antara mereka yang berkulit hitam dan berwajah penuh bercak-bercak putih. Lagaknya membuat Larasati merasa perutnya mual."Makan sendirian tidak enak. Lebih baik pindah ke meja kami, dan kita makan bersama-sama.""Benar, Nisanak," Sambut seorang lagi, yang bermulut lebar."Lalat-lalat kotor menyebalkan!" Ucap Larasati tak acuh. Tanpa mempedullkan mereka, gadis itu terus saja melanjutkan makannya. "Aku heran, kenapa di kedai sebersih ini masih ada dua ekor lalat busuk yang menjemukan?!""Keparat!" Teriak si muka hitam berang."Perempuan tak tahu diuntung! Berani benar kau menghina Sepasang Iblis Hitam?! Kau harus dihukum atas kekurangajaranmu itu! Kecuali kalau kau mau meminta maaf dan mencium kami masing-masing sepuluh kali.""Ya, betul," Sambut si mulut lebar.Sudah terbayang di benaknya betapa nikmat dicium gadis secantik wanita berpakaian serba putih ini. Sepasang mata Larasati mencorong mendenga
Si mulut lebar mengeluh tertahan. Pergelangan tangannya terasa lumpuh, sulit digerakkan lagi. Dan sebelum ia berbuat sesuatu, kapak itu kini sudah berpindah ke tangan Larasati.Begitu tangan gadis yang kini telah menggenggam kapak itu bergerak, si mulut lebar menjerit ngeri.Dadanya tertembus kapaknya sendiri.Beberapa saat lamanya tubuh salah satu dari Sepasang Iblis Hitam itu menggelepar-gelepar sebelum akhirnya tidak bergerak-gerak untuk selama-lamanya.Setelah menewaskan si mulut lebar, Larasati kembali duduk menghadapi mejanya. Sikapnya tak acuh, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Para pengunjung yang melihat keganasan gadis itu menjadi ngeri. Beberapa di antara mereka secara diam-diam meninggalkan kedai itu setelah membayar makanannya.Tentu saja Larasati mengetahuinya. Tapi, gadis itu tidak mempedulikan. Terus saja dilanjutkan makannya yang tertunda.Tak lama kemudian, Larasati menyelesaikan makannya. Diletakkan pembayar
"Begitu mudah dan enaknya ia menyebar maut di sini!""Tindakannya seperti Malaikat Pencabut Nyawa saja!" Orang pertama menyahuti lagi."Ah, tidak cocok dong!" Sergah yang lain."Mana ada malaikat wanita! Kalau menurutku, julukan yang pantas baginya adalah Bidadari Penyebar Maut!""Benar...!" Sahut salah seorang."Akur...!"Sejak peristiwa di kedai itu, tanpa sepengetahuan Larasati sendiri, ia telah dijuluki orang Bidadari Penyebar Maut. Dalam waktu sebentar saja, julukan itu telah menyebar ke seluruh pelosok desa. Bahkan sampai ke desa-desa sekitar. Bidadari Penyebar Maut, sebuah julukan bagi seorang gadis cantik yang berpakaian serba putih, tapi berhati kejam.-o0o-PERGURUAN HARIMAU SAKTI” Gumam Larasati sinis, membaca tulisan pada sebuah papan besar dan tebal yang tergantung di depan pintu gerbang sebuah bangunan besar yang dikelilingi tembok tinggi."Hup!"
Larasati menoleh ke arah asal suara itu. Nampak di depannya berdiri seorang pemuda gagah dengan kedua tangan bersedekap. Tatapan matanya penuh selidik. Tetapi, sepasang mata yang semula tajam itu mendadak lunak begitu melihat wajah Larasati."Eh! Nggg..., siapa Nini? Mengapa masuk secara gelap-gelapan?" Tanya pemuda itu gagap."Siapa pun aku, tidak perlu kau tahu. Yang jelas, kedatanganku ke sini adalah karena mempunyai keperluan yang sangat penting dengan gurumu!" Sahut Larasati sambil tersenyum sinis."Ahhh.... Ada keperluan apakah, sehingga Nini ingin bertemu guruku?""Aku ingin mengirimnya ke akherat!" Lantang dan tegas kata-kata Larasati."Apa?!" Sepasang mata pemuda itu terbelalak. Kini sikapnya seketika berubah kembali."Jangan harap mampu melakukannya sebelum melangkahi mayatku!""Hi hi hi...! Berapa sih, susahnya melangkahi mayatmu?!" Ejek Larasati tajam, setelah tawa mengikiknya selesai."Boleh kau coba!" Tantang pemu