Setelah menerima info dari Aulia, aku pun meminta izin pada Rasenda untuk turun ke lobi. Saat pintu lift terbuka, ternyata di dalam sana sudah penuh. Yah, diriku harus menunggu lift selanjutnya.Aku menjadi lesu karena lift selanjutnya ternyata dipenuhi oleh orang aneh. Masa saat melihatku, mereka langsung memberi hormat. Demi menghargai mereka, aku pun mengangguk. Setelah itu, semua orang di sana meninggalkan lift, tanpa terkecuali.Tindakan mereka sontak membuatku menengok ke belakang dan menemukan Rasenda di balik punggungku. Sekarang aku mengerti, ternyata mereka mengosongkan lift karena ada sang CEO.“Ngapain sih ngikut?” tanyaku dengan ketus pada Rasenda. Berkat orang ini, aku harus menanggung malu karena sempat mengira kalau orang-orang tadi memberi hormat padaku.“Idih, sewot banget sih? Aku cuma mau ke bawah kok,” jawabnya.“Mau ngapain ke bawah? Sebentar lagi kan kamu ada meeting sama Pak Kevin,” ucapku mengingatkan.“Mau beli kopi dulu. Lagian masih ada waktu setengah jam,
“Sudah jangan tengok kanan-kiri, tidak ada pohon cemara. Jalan saja lurus ke depan,” ucap Rasenda saat membawaku keluar dari tangga darurat.Aku yakin semua mata pasti sedang tertuju padaku. Bagaimana tidak? Saat ini diriku menggunakan kacamata super besar dengan warna hitam yang pekat.“Kenapa mukamu kayak gitu? Apa yang kamu pikirkan?” tanya lelaki yang sedang menuntunku.“Aku hanya lagi mikir kalau rumput sintetis yang ada di Pelisia Quarter Keeps bisa ngomong, mereka pasti akan bergosip tentangku sepanjang masa,” jawabku.“Kalau memang benar begitu, biar kubuang saja semua rumput yang ada dan ganti pakai yang baru,” ucapnya. Dasar tukang buang barang! Mentang-mentang dia kaya dan punya kuasa.“Masih lama apa enggak sih?” tanyaku yang mulai bosan dengan kegelapan ini. Kalau bukan karena mataku yang bengkak, aku juga tidak mau menutupnya.Beberapa waktu yang lalu, Rasenda menghubungiku melalui panggilan telepon karena diriku tak kunjung kembali ke kantor. Pada saat itu, tak ada suar
“Kamu yakin mau pakai ini?” tanyaku pada Rasenda saat menyisir rambutnya.“Iya. Ada masalah?” balas lelaki ini seraya menarik pinggangku ke dalam pelukan kemudian mencicip bibirku dengan lembut. Aish, bisa saja dia mengambil kesempatan. Dasar nakal!Hari ini merupakan Hari Ulang Tahun ke-12 Pelisia Citra Ayu tbk. Kami merayakannya dengan mengadakan berbagai kegiatan seperti potong tumpeng, pertunjukan dari berbagai departemen, olahraga, dan lainnya.Aku mengecek lagi penampilan suamiku tercinta. Rambut, rapi. Celana dan sepatu juga tak ada masalah. Tetapi, pakaian yang dia gunakan….“Emangnya ini enggak terlalu ketat ya?” ucapku padanya.“Enggak kok. Pas malah di badan,”ujar lelaki yang kini ada di depanku.Rasenda memakai kaus putih polos dengan corak warna hitam di setiap jahitan. Biar dilihat dari sisi mana pun, kaus yang menggunakan model kerah Shanghai ini terlalu ketat untuk suamiku. Akan lebih baik jika dia menggunakan ukuran yang lebih besar.Sang CEO Pecitra melihat ke arah
Wanita itu masuk ke dalam ruangan. Tindakan tersebut sukses membuat semua orang yang ada di sini langsung memusatkan perhatian mereka padanya, wanita yang bernama Rosiana.Kedatangan Rosiana merupakan petaka dan juga keberuntungan bagi kami. Dikatakan petaka karena dia memegang rahasia besar antara aku dan Rasenda. Takutnya dia lupa akan janjinya dan memberi tahu semua orang tentang hubungan kami berdua.Di sisi lain dia juga menjadi keberuntungan karena kedatangannya membuat dua pesaing Rasenda gugur akibat terlalu terkejut. Sementara Rasenda, dia masih menggendongku tanpa goyah sedikit pun.“Sampai kapan kalian akan main gendong-gendongan?” tanya Rosiana. Tangannya menunjuk kami berdua.Dasar Rasenda, bukannya menurunkanku setelah disindir oleh Rosiana, dia malah menghampiri wanita itu tanpa melepasku.“Ikut ke ruanganku!” ucapnya pada Rosiana, di depan semua orang.***“Bagaimana kamu bisa masuk?&rdquo
Saat aku dan Rasenda turun ke lobi, kami berdua disambut oleh tamu tak diundang. Untuk apa dia ke sini? Apakah air mata yang kemarin membanjiri pipiku tidak cukup?“Sayang, tempo hari kamu kan tanya, bagaimana dia bisa ada di sini,” ucapku pada Rasenda dengan suara pelan.Rasenda, lelaki yang sekarang berdiri di sampingku ini hanya memberi respons dengan anggukan.“Ada yang kasih tahu di mana tempat kerjaku sama orang itu. Dia adalah perempuan yang jadi pasangan Pak Yanto saat lomba angkat beban. Namanya Ayu Larasati dari Departemen Public Relations,” imbuhku.Karena jarak antara kami dengan Marcel cukup jauh sekitar dua puluh meter, aku yakin Marcel tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan pada Rasenda.“Alba, tolong luangin waktu kamu sebentar saja,” pinta Marcel. Sekarang dia ada di depanku. Lelaki ini menggenggam tanganku dengan ekspresi seperti anak kecil yang sedang meminta permen.“Ngapa
“Kamu masuk dulu ya,” ucap Rasenda saat dirinya membuka pintu mobil sisi belakang untukku.Setelah menutup pintu, lelaki ini meminta Pak Budi keluar dari kursi pengemudi. Dia juga memberikan sejumlah uang berwarna merah. Pak Budi pun mengangguk-angguk dan segera pergi dari tempat ini.“Kamu suruh beliau ke mana?” tanyaku pada Rasenda saat dia masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingku.“Suruh balik,” ucapnya.Lelaki yang saat ini duduk di sebelah kananku mengambil segepok tisu di dasbor, lalu memberikan benda tersebut padaku.“Untuk apa?” tanyaku kebingungan. Aku kan tidak terserang influenza.Lelaki ini bukan langsung memberi jawaban, malah menarik tubuh ini ke dalam dekapannya. Kenapa sih dia suka sekali main peluk-pelukan? Sudah begitu, dia tidak memberi aba-aba sebelum menarik badanku. Aku kan jadi kaget.“Buat lap saat kamu nangis,” ujarnya.Nangis?Ah, aku tahu. Dia pasti berpikir kalau aku sedang bersedih k
“Eeuuh….” Suara lenguhan mencelos begitu saja dari bibirku karena badan ini terasa begitu berat. Sejak diriku menerima perasaan Rasenda beberapa bulan yang lalu, tak ada lagi tubuh yang bugar.Saat malam menjelang, lelaki ini selalu merapatkan tubuhnya padaku. Dia mengaduk raga ini seakan sedang mengolah adonan roti. Alhasil, badan ini menjadi letih saat pagi menyapa.“Bisa geser tidak?” keluhku pada pria yang sedang menempelkan badannya dari belakang. Kedua lengan milik lelaki ini mengungkung tubuhku hingga tak bisa bergerak sedikit pun.“Sebentar lagi, sayang,” ucapnya seraya menggosok-gosok rahangnya pada rambutku yang panjang dan tergerai bebas. Untung saja aku sudah terbiasa, jadi tidak kaget lagi seperti dahulu, saat pertama kali dia melakukannya.“Sebentar laginya sampai kapan?” protesku.Rasenda selalu menggunakan kalimat andalan ‘sebentar lagi’ untuk mengurung dan menahanku
“Al maksi sama si Bos enggak?” tanya Aulia saat datang ke mejaku setelah menyerahkan laporan keuangan bulan yang lalu pada Rasenda.“Enggak,” jawabku singkat karena sambil mengetik.Siang ini, Rasenda tidak memiliki agenda makan siang di luar dengan rekan bisnis sehingga aku pun tak perlu ikut bersamanya. Dia hanya makan malam bersama Direktur Pecitra yang lain. Jadi, aku boleh tidak ikut.“Makan di bawah yuk, ada tenant baru katanya,” ajak wanita ini.Tanganku masih fokus memijat papan ketik, namun mataku terfokus padanya. “Apaan?” tanyaku.“Masakan padang,” jawabnya.Aku meringis. “Bukannya dari dulu sudah ada ya? Bahkan sampai ada tiga tenant yang menyediakan masakan padang. Ada Mewah, Senja Menyala, Pagi-Pagi, sekarang apa lagi mereknya?” tanyaku.Wanita ini membuka ponselnya, lalu berkata, “Eh bagus deh namanya, Rembulan Cetar.” Aulia menunjukkan layar ponselnya.Ternyata wanita ini membuka profil sosial media dari Rembulan Cetar. Menurut informasi dari akun tersebut, tempat maka
Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.
“Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka
Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas
“Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend
“Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar
Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.
Setelah menyelesaikan sambungan telepon dengan suami, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir di bawah sana. Awalnya hanya terasa lengket, namun makin lama terasa kian deras.“Bu, silakan dipakai.” Bu Angelic memberikan pembalut padaku. “Di dekat sini ada mol, kita bisa pakai toilet di sana,” sambungnya.Setelah wanita itu berkata demikian, aku pun refleks meraba celanaku dan melihat ke belakang sana. Betapa terkejutnya diriku mendapati rembesan darah yang masih segar.“Ini tidak mungkin,” gumamku.“Sudah Bu, tidak usah malu. Kita kan sama-sama perempuan. Wajar saja kalau bocor saat sedang deras-derasnya,” ujar Ibu Angelic.Selama ini, tak ada yang mengetahui kehamilanku, kecuali suami dan ibu mertua. Oleh karena itu, tak heran jika wanita ini mengira bahwa aku sedang menstruasi. Hal ini ada baiknya juga sebab pendarahanku tak menimbulkan kegaduhan.“Pak Kevin dan Bu Angelic balik duluan
“Surprise, moda faka!” ucapku dengan intonasi yang manis disertai senyuman lebar pada Ayu, wanita yang membuat kekacauan di tubuh Pecitra dalam beberapa minggu belakangan.Perempuan itu terburu-buru menutup kembali pintu masuk begitu dia tahu kalau yang berkunjung ke tempat tinggalnya adalah diriku dan dua pejabat tinggi Pecitra. Berani bertaruh, dia pasti tak menyangka kalau kami akan datang ke rumah yang dia rahasiakan dengan baik.“Tidak mempersilakan kami masuk?” Aku menahan daun pintu dengan sepatu.Ayu tetap bersikeras menutup pintu, namun Pak Kevin berhasil menariknya dan menerobos masuk. Perempuan itu pun berteriak minta tolong. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil karena kami lebih dahulu membungkam mulutnya.“Jangan kamu pikir bisa berbuat seenaknya setelah merusak nama baik Pecitra,” ucapku padanya dengan suara pelan, tepat di telinga perempuan itu.“Kalau kalian berani macam-m
“Bagaimana situasi di Jakarta?” tanya Rasenda padaku yang sedang berada dalam perjalanan menuju Petals Allure.“Semua aman terkendali meskipun ada kayu yang melintang. Kamu tenang saja karena aku sudah membereskannya,” kataku, merujuk pada Rapat Dewan Direksi yang baru saja digelar.Bila teringat tentang rapat tersebut, dadaku jadi bergemuruh. Kalau berbuat kekerasan tak melanggar hukum, mungkin aku sudah menarik rambut para direksi sampai kepala mereka botak.“Aku kesal banget tahu. Bisa-bisanya mereka mau gantiin kamu. Dibilangnya kamu mangkir dari tugas saat perusahaan sedang ada masalah. Padahal kan di sana kamu juga masih mengerjakan urusan kantor,” sambungku.“Lalu apa yang kamu lakukan?” tanya lelaki itu dari balik telepon.“Ya aku lawan. Untung saja kamu kasih aku surat kuasa untuk atur saham yang kamu punya. Aku bilang saja kalau aku memegang saham mayoritas bahkan sampai tujuh puluh persen, jadinya mereka enggak bisa berdebat lagi,” jawabku.Rasenda pun tertawa keras setelah