Lelaki itu tak langsung duduk setelah memasuki ruang kerjanya. Dia hanya berdiri di sana, tak jauh dari pintu masuk. Dirinya juga tidak memberiku perintah apa pun.Karena situasi jadi canggung seperti ini, mau tak mau diriku harus mengambil inisiatif. Jika tidak melakukannya, mungkin saja kami akan jadi maneken sampai jam kerja berakhir.“Apa yang harus saya lakukan, Pak?” tanyaku yang sekarang berada di belakang tubuh orang itu persis.“Pak?” Dia tak menjawab.Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya seperti kesurupan atau apa. Maka dari itu, aku tarik lengan bajunya secara pelan-pelan untuk memastikan apakah dia masih sadar atau tidak.“Ah.” Diriku tersentak karena Pak Malik langsung mengunci tubuhku ke dalam pelukannya saat aku menarik lengan baju beliau.Lelaki itu menggosok rambutku dengan lembut dan berkata, “Jangan bergerak, biarkan seperti ini sebentar saja.” Pak Malik mencium puncak kepalaku.Sebenarnya apa yang baru saja terjadi dengan pria ini? Sebelum pergi makan sia
“Dalam beberapa bulan terakhir, kita mendapat keluhan pelanggan dari beberapa brand perawatan kulit. Mereka mengatakan bahwa konsumennya mengeluh tentang cairan toner yang sering tumpah,” ucap Bunga dalam ruang rapat.Pecitra memang bukan perusahaan yang menjual produk kecantikan menggunakan merek sendiri. Kami hanya memproduksi produk tersebut untuk klien dan mereka yang menjualnya menggunakan merek masing-masing.Mengenai kandungan bahan, manfaat dan tujuan penggunaan produk, sepenuhnya diputuskan oleh klien. Posisi Pecitra hanya memberi saran dan rekomendasi pada mereka dalam menentukan pilihan. Meskipun begitu, kami memberikan kualitas yang terbaik agar para klien kami dan konsumennya puas.“Sebagai jawaban atas keresahan mereka, kami memutuskan untuk mengubah packaging dari kemasan lama yang berbentuk tube menjadi kemasan botol,” imbuh Bunga.Ratna pun segera membagikan contoh kemasan baru yang direkomendasikan oleh tim marketing kepada seluruh peserta rapat.Sambil memegang boto
“Pak, saya bisa jalan sendiri. Tolong turunkan saya,” pintaku pada Pak Malik, namun beliau menolaknya. Lelaki itu mengemban diriku dari ruang rapat hingga masuk ke mobil, bahkan sampai di rumah sakit.Aku malu setengah mati karena tatapan khalayak. Lebih malu lagi karena siapa pun yang melihat kami pasti akan merekamnya.Momen memalukan yang seharusnya dapat mereka lupakan dalam sehari berubah menjadi kenangan abadi yang tersimpan di galeri ponsel mereka. Semoga saja mereka tidak mengunggahnya ke dunia maya.“Nona Alba!” seru perawat di rumah sakit.Pak Malik sungguh berlebihan. Hanya karena kepalaku terbentur meja, beliau membawaku bertemu dengan dokter spesialis neurologi.“Silakan masuk, Kak,” ucap perawat tersebut.“Dengan Nona Alba Ayuningtyas?” tanya Pak Dokter.Aku meringis. “Benar Dok.”“Ehm….” Pak Malik mengoreksi, “Nyonya Alba, Dok.”Aish, Pak Malik kenapa sih? Antara nona dan nyonya saja dikomentari.“Baik Nyonya Alba, silakan katakan keluhannya,” ucap dokter spesialis neuro
Hampir setengah jam diriku berada di sini, di ruang pakaian Pak Malik. Sejak selesai mandi hingga sekarang, aku hanya melihat-lihat pakaian saja, tak dapat menentukan akan memakai baju yang mana.“Alba, makan malamnya sudah siap!” teriak Pak Malik dari ruang makan.“Iya Pak, tunggu! Saya pakai baju dulu,” jawabku.Meski banyak pakaian wanita tersedia, namun mereka tak pantas untuk dikenakan di depan orang lain, apalagi di depan lawan jenis karena sebagian dari pakaian yang ada di sini menggunakan kain yang tipis. Ukuran bajunya juga tak panjang, hampir semuanya di atas lutut, sedangkan bagian dada terlalu ke bawah.“Kamu ngapain aja sih di dalam, kenapa lama sekali?” tanya Pak Malik. Lelaki itu masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Aaahh…!” Tanganku refleks menutupi dada saat lelaki itu datang. Bagaimana ini? Sekarang aku masih memakai handuk mandi dan tak memakai apa pun selain itu.Aku terkejut, Pak Malik juga demikian. Lelaki itu langsung menutup matanya dan berba
“Aku tampan, mapan, kaya, dan sehat,” ucap Pak Malik.Dahulu apabila dia mengatakan empat kelebihannya, aku akan menganggap bahwa dia merupakan lelaki yang angkuh. Namun, malam ini entah mengapa aku merasa bahwa dia hanya sedang menjual nilai diri agar aku menerima hatinya.CUP!!Mata Pak Malik membulat saat aku mengecup bibirnya. Dia pun langsung menjatuhkan tubuhku di sofa dan mengungkungnya.Lelaki ini menindih tubuhku. Dia membuat kami berbagi napas kehidupan bersama dengan cara menempelkan hidung miliknya dengan milikku, seperti suku Maori yang melakukan hongi.“Berani sekali gadis kecil membangunkan naga yang sedang tidur,” ucap Pak Malik, suaranya berat namun terdengar menggemaskan di telinga.Pak Malik mengikat pergelangan tanganku menggunakan jari-jemarinya hingga diriku tak dapat melakukan apa pun selain pasrah.Dia mengecup ringan bibirku lalu perlahan-lahan kecupan itu berubah menjadi ciuman panas. Bibir kami berpagutan dalam keheningan malam, menciptakan suara yang beririn
“Pelan-pelan dong! Jangan sampai lecet! Ucapku pada Rasenda yang sedang bekerja keras memainkan jemarinya di kulit leherku.“Iya, sayang. Ini juga sudah pelan kok. Kamu tenang saja.” Lelaki ini masih mengerjakan tugas yang aku berikan untuknya sebagai pertanggungjawaban karena sudah membuat tubuhku dipenuhi tanda memar.Ada begitu banyak jejak yang ditinggalkan oleh Rasenda di sekujur tubuh. Mulai dari leher, dada hingga kaki, pasti ada kissmark, begitu juga di area lengan. Kalau tanda ini tidak ditangani dengan benar, orang lain pasti mengira bahwa diriku baru saja dihajar massa.“Kamu yakin metode ini efektif? Kok ini tidak hilang?” tanya Rasenda.Baru beberapa menit saja menggosok nanas di area yang dia singgahi, dirinya sudah protes. Siapa suruh tadi siang dia berubah menjadi macan kumbang?Sebelumnya, aku meminta lelaki ini untuk makan siang bersama Ibu Felicia. Jika beliau tidak bersedia, aku memberi ancaman kalau dia tidak dapat memelukku malam ini. Bukannya menjadi anjing pe
Rosiana!Mengapa wanita itu datang di saat yang tidak tepat seperti sekarang?Selain keluarga Rasenda, Rosiana adalah satu-satunya orang yang mengetahui tentang pernikahan kami. Untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, aku pun segera membawa orang ini pergi dari pantri.“Coba sekarang katakan, kenapa cara jalanmu tertatih-tatih seperti pengantin sunat?” tanya Rosiana. Dia seperti ibu yang sedang mengomel pada anak gadisnya.Saat Rosiana datang, aku langsung mengirim pesan singkat kepada Rasenda agar beliau memperbolehkan kami menggunakan ruangannya, untung saja suamiku mengizinkan.“Pasti perbuatan si mulut kaktus, kan?” lanjutnya.Aku mengangguk, membenarkan dugaan wanita ini. Lebih baik aku jujur saja padanya, lagi pula dia sudah mengetahui semua, jadi berbohong pun tidak ada gunanya.Rosiana mengepalkan tangannya. “Bedebah itu benar-benar!”“Terus apa maksud mereka nyuruh kamu supaya laporin Rasendriya ke polisi?” tanya wanita ini.Ternyata anak dari Pak Wirawan ini mendengar
“Siang, Pak Malik,” sapa mereka, karyawan Pecitra yang berpapasan dengan kami.“Siang, kalian tidak keluar?” tanya Rasenda pada mereka.“Tidak Pak. Kami bawa bekal dari rumah,” jawab Ibu Adelia. Wanita itu tersenyum manis pada Rasenda seolah tak pernah terjadi apa-apa. Mungkin kesan Ibu Adelia pada Rasenda sudah berubah.Baru saja beberapa detik diriku berpikir positif, wanita ini sudah menunjukkan gelagat yang aneh.“Kemeja Bapak hmmpp….” Dia menutup mulutnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menunjuk baju atasan Rasenda. Sontak, perhatian kami pun tertuju pada baju yang dipakai oleh suamiku.Betapa terkejutnya kami semua saat melihat kemeja yang dikenakan oleh Rasenda karena ada noda merah yang sangat jelas. Noda ini berbentuk bibir dengan warna lipstik yang sama denganku. Tentu saja sama karena akulah sang pelaku.Saat kami sedang berbicara dengan Rosiana di ruangan CEO, R
Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.
“Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka
Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas
“Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend
“Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar
Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.
Setelah menyelesaikan sambungan telepon dengan suami, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir di bawah sana. Awalnya hanya terasa lengket, namun makin lama terasa kian deras.“Bu, silakan dipakai.” Bu Angelic memberikan pembalut padaku. “Di dekat sini ada mol, kita bisa pakai toilet di sana,” sambungnya.Setelah wanita itu berkata demikian, aku pun refleks meraba celanaku dan melihat ke belakang sana. Betapa terkejutnya diriku mendapati rembesan darah yang masih segar.“Ini tidak mungkin,” gumamku.“Sudah Bu, tidak usah malu. Kita kan sama-sama perempuan. Wajar saja kalau bocor saat sedang deras-derasnya,” ujar Ibu Angelic.Selama ini, tak ada yang mengetahui kehamilanku, kecuali suami dan ibu mertua. Oleh karena itu, tak heran jika wanita ini mengira bahwa aku sedang menstruasi. Hal ini ada baiknya juga sebab pendarahanku tak menimbulkan kegaduhan.“Pak Kevin dan Bu Angelic balik duluan
“Surprise, moda faka!” ucapku dengan intonasi yang manis disertai senyuman lebar pada Ayu, wanita yang membuat kekacauan di tubuh Pecitra dalam beberapa minggu belakangan.Perempuan itu terburu-buru menutup kembali pintu masuk begitu dia tahu kalau yang berkunjung ke tempat tinggalnya adalah diriku dan dua pejabat tinggi Pecitra. Berani bertaruh, dia pasti tak menyangka kalau kami akan datang ke rumah yang dia rahasiakan dengan baik.“Tidak mempersilakan kami masuk?” Aku menahan daun pintu dengan sepatu.Ayu tetap bersikeras menutup pintu, namun Pak Kevin berhasil menariknya dan menerobos masuk. Perempuan itu pun berteriak minta tolong. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil karena kami lebih dahulu membungkam mulutnya.“Jangan kamu pikir bisa berbuat seenaknya setelah merusak nama baik Pecitra,” ucapku padanya dengan suara pelan, tepat di telinga perempuan itu.“Kalau kalian berani macam-m
“Bagaimana situasi di Jakarta?” tanya Rasenda padaku yang sedang berada dalam perjalanan menuju Petals Allure.“Semua aman terkendali meskipun ada kayu yang melintang. Kamu tenang saja karena aku sudah membereskannya,” kataku, merujuk pada Rapat Dewan Direksi yang baru saja digelar.Bila teringat tentang rapat tersebut, dadaku jadi bergemuruh. Kalau berbuat kekerasan tak melanggar hukum, mungkin aku sudah menarik rambut para direksi sampai kepala mereka botak.“Aku kesal banget tahu. Bisa-bisanya mereka mau gantiin kamu. Dibilangnya kamu mangkir dari tugas saat perusahaan sedang ada masalah. Padahal kan di sana kamu juga masih mengerjakan urusan kantor,” sambungku.“Lalu apa yang kamu lakukan?” tanya lelaki itu dari balik telepon.“Ya aku lawan. Untung saja kamu kasih aku surat kuasa untuk atur saham yang kamu punya. Aku bilang saja kalau aku memegang saham mayoritas bahkan sampai tujuh puluh persen, jadinya mereka enggak bisa berdebat lagi,” jawabku.Rasenda pun tertawa keras setelah