“Halo Ma!” Pak Malik menjawab telepon masuk.
“Kok gelap?”
Suara itu…, tidak mungkin beliau, kan?
“Dasar anak nakal! Mama mau ngobrol sama mantu. Cepat kasih teleponnya!” pekik Ibu Susan melalui sambungan video.
Hal ini terjadi secara tiba-tiba dan aku belum siap. Aku pun melambai-lambaikan tangan pada anak Ibu Susan tersebut sebagai isyarat bahwa bahwa diriku tidak ingin menerimanya.
Pak Malik memberi tanda setuju melalui gerakan tangannya. “Ma, Alba lagi di kamar mandi jadi enggak bisa ngobrol.”
“Mama tungguin sampai selesai. Kangen banget pengen ngobrol sama dia,” ucap wanita itu dengan kukuh.
“Coba kamu ke depan kamar mandi. Kita kasih dia kejutan,” lanjutnya.
Ternyata Ibu Susan pantang menyerah. Kalau seperti ini cara mainnya, mau tak mau harus mengikuti permainan wanita itu.
Aku berjalan ke kamar mandi secara diam-diam tanpa mengeluarkan
“Apa Bapak marah karena saya memanggil nama Anda sembarangan?”Aku ingin memutar badan untuk melihat ekspresi Pak Malik, namun tubuh ini masih terkunci dalam kungkungan beliau.“Kamu mulai lagi memanggilku bapak.” Dia menjatuhkan kepalanya di pundakku yang kanan.“Maaf, Pak.”“Tidak ada kata maaf. Kamu harus dihukum!” Lelaki itu menggigit telingaku, rasanya tidak sakit namun gigitan itu berhasil membuat bulu kuduk meremang.“Ngomong-ngomong, apa kamu nyaman pakai baju ini?” tanya Pak Malik.Oh iya. Aku lupa akan satu hal. Saat ini baju Pak Malik masih menempel di badanku. Meskipun sudah mendapat izin dari beliau sebelum memakainya, namun atas nama kesopanan harusnya aku mengatakan sesuatu setelah selesai berbicara dengan Ibu Susan.“Hmm, ini… biar saya cuci dulu,” ucapku.“Bukan begitu maksudku. Kalau kamu nyaman, kamu boleh memakainya kapan pu
Kami menghadiri pesta yang diadakan oleh Onenabe dalam rangka merayakan peresmian pabrik baru mereka. Acara ini diselenggarakan di hotel mewah bintang lima yang berlokasi di daerah Puncak.“Selamat Pak atas berdirinya pabrik baru Anda.” Pak Malik menyalami tuan rumah pesta, Pak Wirawan.Meskipun saat ini lelaki itu masih menjabat sebagai direktur di Onenabe, namun orang-orang percaya bahwa yang akan duduk di kursi presiden direktur kelak adalah beliau, bukan saudaranya yang lain.“Terima kasih Pak Rasendriya,”-Pak Wirawan melihat ke arahku-“kalau boleh tahu, siapa wanita cantik yang menemani Bapak?“Pak Malik meraih pinggangku dan menariknya pelan agar jarak kami berdua makin dekat. “Ini….”“Perkenalkan, saya Alba. Sekretarisnya Pak Malik.” Aku langsung menjabat tangan Pak Wirawan.“Sebelumnya, saya kira dia ini pasangan Anda, Pak. Soalnya kalian berdua tampak serasi,&r
“Kamu masih ingat aku?” Indra tersenyum lembut padaku, seperti teman lama yang baru saja bertemu.Wajah lelaki ini tampak tak asing, namun aku tidak memiliki ingatan mengenai dia sedikit pun. Sepertinya aku harus mulai mengonsumsi ginkgo biloba agar kesehatan otakku menjadi lebih baik.“Kita dulu pernah duduk bersama di kelas filsafat Universitas Pelita Harapan Jaya.” Mimik wajah Indra seakan mengatakan ‘sekarang kamu sudah ingat, kan?’ namun, aku sama sekali tak mengingat apa pun tentang lelaki ini.Sebaiknya, dia tidak memaksaku untuk membelah kepala ini demi menemukan sisa-sisa ingatan tentang kisah silam karena selama sepuluh tahun ke belakang, diriku sudah tidak berhubungan dengan lingkaran sosial, kecuali yang berhubungan dengan pekerjaan.“Ya ampun, sudah lama tidak ketemu. Gimana kabar?”Daripada mengingat-ingat masa lalu yang sudah terlupakan, lebih baik jika aku pura-pura saja sok kenal. Dem
Dalam kegelapan mata yang terpejam, sebuah kain mendarat di atas kepalaku diiringi dengan aroma maskulin yang tak asing. Perpaduan aroma citrus, rempah, dan kayu-kayuan yang energik dan memikat, menguasai untuk indra penciumanku. Rasanya seperti sedang dipeluk oleh Pak Malik.BUG!! “Akh.”BUG! “Akh…, akh…, Hueekk.”Suara jelek itu sungguh mengganggu, terutama yang terakhir. Terdengar seperti orang muntah.“Pak Rasendriya, berhenti Pak! Kasihan dia,” ucap seorang lelaki, aku tak tahu siapa dia.“Ada apa ini?” tanya seorang wanita, aku yakin dia baru datang.“Ya ampun, mereka kenapa sih?” Dari cara bicaranya, sepertinya dia biang gosip.“Ada apa sih ribut-ribut?” Aku tak bisa menilai siapa dia, diriku lelah.Entah apa yang dilakukan oleh Pak Malik sehingga membuat orang-orang ini berkumpul. Aku mendengar perkataan mereka dengan jelas meskipun ya
“Pak Rasendriya, cepat ikuti mereka,” ucap Rosiana dengan lantang, dadanya membusung membentuk dua perisai kesombongan dengan posisi sejajar kiri dan kanan.Dia melakukannya untuk membuktikan jika perkataan Pak Malik saat mereka kencan buta dahulu adalah salah. Pada malam itu, Pak Bos mengatai Rosiana akan menjadi bungkuk karena melakukan implan, tentu saja wanita tersebut tidak terima.Sejak saat itu dia selalu membusungkan dada jika bertemu dengan hal yang berkaitan dengan Pak Malik, baik secara langsung maupun tidak langsung.“Tunggu aku ya,” Pak Malik memberikan kunci kamarnya padaku, lalu beliau mengikuti dua lelaki itu tanpa protes.“Hei, apa dia baru saja mengabaikanku?” tanya Rosiana sambil menepuk-nepuk pundakku. Dia tidak terima karena dianggap sebagai makhluk transparan oleh Pak Malik.Agar wanita ini tidak berteriak lagi dan mengganggu tamu lain, aku segera membawanya masuk ke kamar Pak Bos. Untung saja ada Rosiana, dia bisa menemaniku sembari menunggu Pak Malik kembali.“
“Iya, Ma. Ini Rara sudah sampai kamar.” Pak Malik memeluk pinggangku, seperti yang biasa dia lakukan saat sedang berkomunikasi dengan Ibu Susan.“Mana mantu Mama?” tanya Bu Susan melalui sambungan video.“Halo, Ma.” Aku melambaikan tangan pada beliau.“Coba putar kameranya, Mama mau lihat kamar kalian,” pinta beliau. Sepertinya Pak Malik sudah memberi tahu ibunya kalau kami sedang menginap di luar kota.Sesuai dengan permintaan Ibu Susan, Pak Malik pun memutar badan kami sehingga kamera dapat menangkap gambar ruangan kamar ini secara keseluruhan, termasuk wanita muda yang bergeming di depan pintu kamar mandi.Memang benar apa kata orang, sepandai-pandainya menyembunyikan durian, baunya tercium juga. Pernikahanku dengan Pak Malik yang kami sembunyikan dari publik, akhirnya ketahuan oleh Rosiana.Aku pun memberi kode pada Pak Malik dengan cara menarik ujung lengan bajunya sebagai tanda agar beliau mengatasi situasi yang krisis ini.“Ma, kita lanjut besok ya,” ucap Pak Malik. Beliau mela
“Kamu gugup?” tanya Pak Malik.Tentu saja iya. Wanita mana yang tidak gugup kalau ada lelaki yang hanya mengenakan jubah tidur naik ke atas ranjang yang sama dengannya.“Hmm. Kalau ngomong jangan asal ucap ya.” Sebagai perempuan, menjaga harga diri adalah wajib hukumnya, terutama yang berhubungan dengan perasaan. Gengsi dong mengakui perasaan kita yang sesungguhnya.Karena pernikahan kami sudah ketahuan oleh Rosiana, aku pun tak jadi menginap di kamarnya maupun mencari penginapan lain. Mau tidak mau aku harus tidur sekamar dengan Pak Malik.“Saya di sebelah sini, Bapak di sana.” Tanganku menunjuk sisi ranjang yang sudah kubuat batas menggunakan bantal.Meskipun ranjang ini memiliki ukuran 200 x 200 cm namun tidak cukup besar untuk ditempati oleh dua manusia laki-laki dan perempuan. Terlebih lagi, lelaki tersebut baru saja menyatakan cintanya pada si perempuan.Benar! Pak Malik sudah mengatakan perasaannya
“Tumben makan siang bareng kita, Al,” celetuk Aulia.Sudah lama aku tidak makan bersama dengan rekan kerja di lantai 17 karena biasanya diriku menemani Pak Malik makan siang di luar bersama rekan bisnis.“Iya, Bapak lagi ada janji dengan calon klien perusahaan,” jawabku.Hari ini Pak Bos makan berdua dengan Ibu Felicia atas inisiatif wanita itu sendiri. Dia datang ke kantor mendekati jam dua belas siang. Dengan alasan tidak ada waktu, beliau meminta agar dapat mengobrol tentang bisnis sambil menikmati makan siang dengannya, tanpa ditemani oleh siapa pun.“Oh perempuan yang pakai baju merah itu ya?” tanya Bunga, wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.“Ternyata kamu lihat juga, Nga?” sambung Aulia sambil membuka bekal makan siang yang dia bawa dari rumah.Lain dengan bunga yang suasana hatinya sedang buruk, Aulia malah menunjukkan sikap yang antusias.“Jelas saya lihat, Bu. Orang dia jalannya geal-geol di depan Bunga.” Perempuan itu mengiris perkedel di atas piring menggunakan tenaga kuda
Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.
“Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka
Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas
“Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend
“Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar
Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.
Setelah menyelesaikan sambungan telepon dengan suami, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir di bawah sana. Awalnya hanya terasa lengket, namun makin lama terasa kian deras.“Bu, silakan dipakai.” Bu Angelic memberikan pembalut padaku. “Di dekat sini ada mol, kita bisa pakai toilet di sana,” sambungnya.Setelah wanita itu berkata demikian, aku pun refleks meraba celanaku dan melihat ke belakang sana. Betapa terkejutnya diriku mendapati rembesan darah yang masih segar.“Ini tidak mungkin,” gumamku.“Sudah Bu, tidak usah malu. Kita kan sama-sama perempuan. Wajar saja kalau bocor saat sedang deras-derasnya,” ujar Ibu Angelic.Selama ini, tak ada yang mengetahui kehamilanku, kecuali suami dan ibu mertua. Oleh karena itu, tak heran jika wanita ini mengira bahwa aku sedang menstruasi. Hal ini ada baiknya juga sebab pendarahanku tak menimbulkan kegaduhan.“Pak Kevin dan Bu Angelic balik duluan
“Surprise, moda faka!” ucapku dengan intonasi yang manis disertai senyuman lebar pada Ayu, wanita yang membuat kekacauan di tubuh Pecitra dalam beberapa minggu belakangan.Perempuan itu terburu-buru menutup kembali pintu masuk begitu dia tahu kalau yang berkunjung ke tempat tinggalnya adalah diriku dan dua pejabat tinggi Pecitra. Berani bertaruh, dia pasti tak menyangka kalau kami akan datang ke rumah yang dia rahasiakan dengan baik.“Tidak mempersilakan kami masuk?” Aku menahan daun pintu dengan sepatu.Ayu tetap bersikeras menutup pintu, namun Pak Kevin berhasil menariknya dan menerobos masuk. Perempuan itu pun berteriak minta tolong. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil karena kami lebih dahulu membungkam mulutnya.“Jangan kamu pikir bisa berbuat seenaknya setelah merusak nama baik Pecitra,” ucapku padanya dengan suara pelan, tepat di telinga perempuan itu.“Kalau kalian berani macam-m
“Bagaimana situasi di Jakarta?” tanya Rasenda padaku yang sedang berada dalam perjalanan menuju Petals Allure.“Semua aman terkendali meskipun ada kayu yang melintang. Kamu tenang saja karena aku sudah membereskannya,” kataku, merujuk pada Rapat Dewan Direksi yang baru saja digelar.Bila teringat tentang rapat tersebut, dadaku jadi bergemuruh. Kalau berbuat kekerasan tak melanggar hukum, mungkin aku sudah menarik rambut para direksi sampai kepala mereka botak.“Aku kesal banget tahu. Bisa-bisanya mereka mau gantiin kamu. Dibilangnya kamu mangkir dari tugas saat perusahaan sedang ada masalah. Padahal kan di sana kamu juga masih mengerjakan urusan kantor,” sambungku.“Lalu apa yang kamu lakukan?” tanya lelaki itu dari balik telepon.“Ya aku lawan. Untung saja kamu kasih aku surat kuasa untuk atur saham yang kamu punya. Aku bilang saja kalau aku memegang saham mayoritas bahkan sampai tujuh puluh persen, jadinya mereka enggak bisa berdebat lagi,” jawabku.Rasenda pun tertawa keras setelah