Grisel benar-benar sangat terkejut melihat Maria sudah ada di sana, sampai buru-buru merapikan pakaiannya yang agak terbuka.Maria benar-benar emosi, sampai dadanya naik turun tak beraturan karena napas yang terasa sesak melihat Grisel keluar dari kamar putranya dalam kondisi pakaian berantakan, belum lagi Kaivan juga bertelanjang dada. Dia menatap ke Kaivan dan melihat putranya itu sedang memakai kaus hitam polos, sebelum kemudian berjalan menuju pintu.“Kamu ini memang tidak punya sopan-santun, hah? Apa baik masuk ke kamar pria begitu saja? Kamu ini hanya seorang tamu, jadi jangan bertindak sembarangan!” amuk Maria begitu geram.Kaivan sudah berada di hadapan Maria. Dia melihat Grisel yang hanya diam dengan ekspresi wajah takut.“Bu, tidak terjadi sesuatu di antara kami. Aku baru saja selesai mandi dan Grisel di sini karena ingin memanggilku untuk makan malam,” ujar Kaivan menjelaskan.“Kamu pikir ibu percaya?!” Maria tetap tak terima dengan penjelasan Kaivan.Maria melirik Grisel ya
Setelah makan malam, Kaivan mengantar Grisel pulang. Grisel tinggal di apartemen yang sama dengan kakak Eve, tapi beda lantai."Terima kasih sudah mengantar pulang," ucap Grisel terlihat begitu senang.Kaivan hanya mengangguk, menunggu Grisel turun."Jam berapa kamu biasanya berangkat?" tanya Kaivan saat Grisel sudah di luar mobil.Grisel terkejut, tapi langsung menjawab, "Biasanya jam setengah delapan."Kaivan tidak bicara lagi, lalu pergi meninggalkan Grisel.Grisel tersenyum, dia berharap Kaivan menjemputnya besok agar bisa menunjukkan ke semua orang jika mereka menjalin hubungan.**Keesokan harinya, Grisel menerima pesan jika Kaivan akan menjemput, membuat Grisel terlihat begitu sangat senang.Pagi itu Grisel sudah menunggu di depan lobi, hingga beberapa saat kemudian tampak mobil Kaivan datang. Grisel melebarkan senyum, lantas buru-buru masuk mobil.“Harusnya Anda tidak perlu menjemput saya,” ucap Grisel saat baru saja masuk mobil Kaivan.Kaivan hanya mengangguk tanpa membalas u
Eve menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar sebelum masuk ruangan Kaivan. Dia mengetuk pintu ruangan Kaivan lebih dulu, lalu masuk setelahnya.“Apa proposal yang akan kamu presentasikan nanti sudah siap?” tanya Kaivan sambil menatap datar ke Eve yang berdiri di depan mejanya.Eve memang diberi tanggung jawab membuat proposal untuk calon investor perusahaan. Dia juga nantinya yang akan dipresentasikan saat rapat.“Sudah, Pak,” jawab Eve tenang dan bersikap profesional. “Saya juga sebenarnya ingin mendiskusikan dengan Anda,” ucapnya lagi.Kaivan mempersilakan Eve menjelaskan isi proposal yang akan dipresentasikan siang nanti. Dia memastikan semuanya tersusun rapi sesuai keinginan sebelum diperlihatkan ke investor.Eve menjelaskan dengan profesional, hingga tiba-tiba saja kepalanya sangat sakit, membuat pandangan Eve agak buram, sampai-sampai dia hampir jatuh jika tidak berpegangan di tepian meja.“Kamu kenapa?” tanya Kaivan langsung berdiri saat melihat Eve seperti kurang baik.
Eve sangat terkejut mendengar ucapan dokter, tentu saja dia tak percaya jika dibilang hamil.“Dok, jangan bercanda,” kata Eve dengan ekspresi wajah sangat panik.Dokter menatap ke Eve yang terlihat cemas, lalu menjelaskan, “Jika Anda tidak percaya, mungkin bisa langsung periksa ke bagian poli kandungan untuk memastikan. Sesuai dengan keluhan dan hasil pemeriksaan yang saya lakukan, Anda memang hamil dan usia kandungannya mungkin baru berapa minggu sehingga belum benar-benar terlihat jika tidak melakukan USG.”Tubuh Eve membeku mendengar penjelasan dokter. Dia merasa seluruh tubuhnya lemas seperti tak bertulang mendengar fakta jika dirinya hamil.Karena Eve tidak percaya, akhirnya dokter membuat rujukan ke Poli kandungan agar Eve bisa memastikan kalau diagnosa dokter itu tidak salah.Eve benar-benar menemui dokter kandungan dan hasilnya sama. Eve hamil 6 minggu sehingga belum begitu terlihat. Eve baru ingat jika harusnya dia datang bulan minggu ini, tapi tamu bulannya itu tidak datang d
Rapat yang dihadiri Kaivan akhirnya selesai. Dia langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di meja, kemudian meninggalkan ruangan itu begitu saja menuju ruang kerjanya. Bahkan Kaivan seperti tak melihat keberadaan Grisel di sana, sampai tidak menyadari kalau Grisel berusaha terlihat tapi nyatanya sama sekali tidak.Grisel melihat Kaivan yang pergi seperti terburu-buru. Dia pun dilanda kekesalan yang mendalam, apalagi tadi sempat melihat pesan yang dikirimkan asisten Kaivan.“Kenapa Pak Kaivan menunggu kabar tentang Eve, mereka tidak ada hubungan khusus, tapi kenapa Pak Kaivan sangat peduli pada Eve?” Grisel bertanya-tanya dalam hati.Bagaimana tidak Grisel merasa seperti itu? Kaivan sampai meminta asistennya untuk melaporkan apa yang sedang Eve lakukan, hal itu membuat Grisel resah.Grisel masih melamun karena pikirannya sendiri, bahkan sesampainya di meja kerjanya pun Grisel masih memikirkan perhatian Kaivan ke Eve, tentu saja dia terganggu karena merasa Eve akan selalu menjadi sai
Keesokan paginya, Eve sudah berangkat bekerja meski sebelumnya izin cuti beberapa hari. Saat baru saja masuk lobby, Eve bertemu dengan Grisel.Eve berjalan untuk mengabaikan Grisel, tapi Grisel langsung mensejajari langkahnya ketika menuju lift.“Bagaimana kondisimu? Kamu sudah sembuh?” tanya Grisel seolah begitu peduli dengan Eve.“Ya,” jawab Eve singkat karena tak bisa mengabaikan Grisel begitu saja.“Syukurlah,” ucap Grisel.Mereka berdua menunggu di depan lift. Eve memilih diam sampai pintu lift terbuka. Dia masuk begitu juga dengan Grisel.“Kamu sakit apa?” tanya Grisel saat mereka berada di lift.Eve ingin sekali menghela napas kasar, tapi dia menahan diri untuk tak terlalu mencolok jika terganggu dengan keberadaan Grisel di sampingnya.“Hanya demam karena kelelahan banyak pekerjaan,” jawab Eve tanpa menoleh Grisel.Sikap sok peduli Grisel kepadanya benar-benar membuat Eve risih, tapi Eve tak bisa menghindari itu.“Kamu benar-benar akan ikut makan malam nanti, kan?” tanya Grisel
Evelyn mulai terbangun dengan kepala pusing. Dia mencoba membuka mata, lalu meringis ketika merasakan bagian bawah tubuhnya terasa sakit.“Argh!” Evelyn merintih dan berusaha membuka mata dengan sempurna, lalu dia terkejut bukan main saat mendapati tubuhnya polos dan hanya berbalut selimut tebal.“Ini ....” Evelyn syok saat menyadari ranjang yang ditempati lebih besar dan nyaman.Saat menoleh ke kiri, Evelyn hampir pingsan ketika melihat siapa yang tidur di sebelahnya dan berbagi ranjang dengannya. Evelyn menyadari kamar siapa itu.“Apa yang sudah kamu lakukan, Eve.” Evelyn menggerutu dalam hati ketika melihat Kaivan Bramanty—CEO perusahaannya, ada bersamanya di kamar itu.Evelyn sangat bingung karena kedapatan berada di kamar atasannya di perusahaan Bramanty Group yaitu perusahaan tempatnya bekerja selama dua tahun ini. Di sana Evelyn bekerja sebagai staff akuntan.Evelyn mencoba mengingat. Semalam dia minum sesuatu yang disodorkan salah satu rekan kerjanya, Evelyn tidak tahu minuman
Eve masih berada di kamar. Dia sempat tertidur karena merasa sangat sakit, lalu terbangun lagi ketika merasakan tubuhnya panas karena demam, bahkan wajahnya semakin pucat. Meski sudah beristirahat, ternyata itu tak bisa membuat kondisi tubuhnya membaik. Eve akhirnya bangun, apalagi dia merasa sangat haus, bahkan tenggorokannya terasa sangat kering sedangkan di kamar tidak ada air minum.Saat Eve berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Dia sangat terkejut ketika melihat siapa yang ada di hadapannya saat baru saja membuka pintu."Si-siang, Pak." Eve gelagapan ketika melihat Kaivan. Bahkan kejadian tadi pagi kembali membayangi kepalanya lagi.Kaivan menatap datar ke Eve, membuat gadis itu menelan ludah karena panik. Eve takut Kaivan ingat kalau dialah yang semalam tidur bersama Kaivan."Kenapa kamu tidak ikut jelajah alam?" tanya Kaivan menatap datar ke Eve."It-itu, saya kurang enak badan," jawab Eve sambil menunduk tak berani menatap ke Kaivan. Tubuhnya sudah gemetar karena sakit