Keesokan paginya, Eve sudah berangkat bekerja meski sebelumnya izin cuti beberapa hari. Saat baru saja masuk lobby, Eve bertemu dengan Grisel.Eve berjalan untuk mengabaikan Grisel, tapi Grisel langsung mensejajari langkahnya ketika menuju lift.“Bagaimana kondisimu? Kamu sudah sembuh?” tanya Grisel seolah begitu peduli dengan Eve.“Ya,” jawab Eve singkat karena tak bisa mengabaikan Grisel begitu saja.“Syukurlah,” ucap Grisel.Mereka berdua menunggu di depan lift. Eve memilih diam sampai pintu lift terbuka. Dia masuk begitu juga dengan Grisel.“Kamu sakit apa?” tanya Grisel saat mereka berada di lift.Eve ingin sekali menghela napas kasar, tapi dia menahan diri untuk tak terlalu mencolok jika terganggu dengan keberadaan Grisel di sampingnya.“Hanya demam karena kelelahan banyak pekerjaan,” jawab Eve tanpa menoleh Grisel.Sikap sok peduli Grisel kepadanya benar-benar membuat Eve risih, tapi Eve tak bisa menghindari itu.“Kamu benar-benar akan ikut makan malam nanti, kan?” tanya Grisel
Setelah jam makan siang. Eve dan Dania kembali ke lantai atas untuk bekerja lagi.“Apa kamu diundang Grisel makan malam? Bukankah kalian satu divisi?” tanya Dania ketika berjalan bersama Eve menuju lift.“Ah, ya.” Eve hanya mengangguk.“Aku juga diundang, entah kenapa. Ya sudah, datang saja sekalian berkumpul dengan yang lain,” ujar Dania.Eve tak banyak bicara dan hanya menanggapi perkataan Dania dengan senyum.“Kamu berangkat dengan siapa?” tanya Dania yang memang bisa dibilang cerewet, meski begitu Dania juga perhatian.“Entah, mungkin sendiri,” jawab Eve sambil tersenyum tipis.“Bagaimana kalau kita pergi bersama? Aku juga tidak tahu mau berangkat dengan siapa,” ajak Dania penuh semangat, bahkan menggenggam tangan Eve seolah berharap ajakannya diterima.Eve memandang ke lengannya yang dipegang Dania, lalu tanpa bisa menolak Eve mengangguk mengiyakan saja.“Oke, nanti malam aku akan menghubungimu sebelum menjemput,” ujar Dania penuh semangat.Dania keluar di divisi yang berada satu
Evelyn mulai terbangun dengan kepala pusing. Dia mencoba membuka mata, lalu meringis ketika merasakan bagian bawah tubuhnya terasa sakit.“Argh!” Evelyn merintih dan berusaha membuka mata dengan sempurna, lalu dia terkejut bukan main saat mendapati tubuhnya polos dan hanya berbalut selimut tebal.“Ini ....” Evelyn syok saat menyadari ranjang yang ditempati lebih besar dan nyaman.Saat menoleh ke kiri, Evelyn hampir pingsan ketika melihat siapa yang tidur di sebelahnya dan berbagi ranjang dengannya. Evelyn menyadari kamar siapa itu.“Apa yang sudah kamu lakukan, Eve.” Evelyn menggerutu dalam hati ketika melihat Kaivan Bramanty—CEO perusahaannya, ada bersamanya di kamar itu.Evelyn sangat bingung karena kedapatan berada di kamar atasannya di perusahaan Bramanty Group yaitu perusahaan tempatnya bekerja selama dua tahun ini. Di sana Evelyn bekerja sebagai staff akuntan.Evelyn mencoba mengingat. Semalam dia minum sesuatu yang disodorkan salah satu rekan kerjanya, Evelyn tidak tahu minuman
Eve masih berada di kamar. Dia sempat tertidur karena merasa sangat sakit, lalu terbangun lagi ketika merasakan tubuhnya panas karena demam, bahkan wajahnya semakin pucat. Meski sudah beristirahat, ternyata itu tak bisa membuat kondisi tubuhnya membaik. Eve akhirnya bangun, apalagi dia merasa sangat haus, bahkan tenggorokannya terasa sangat kering sedangkan di kamar tidak ada air minum.Saat Eve berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Dia sangat terkejut ketika melihat siapa yang ada di hadapannya saat baru saja membuka pintu."Si-siang, Pak." Eve gelagapan ketika melihat Kaivan. Bahkan kejadian tadi pagi kembali membayangi kepalanya lagi.Kaivan menatap datar ke Eve, membuat gadis itu menelan ludah karena panik. Eve takut Kaivan ingat kalau dialah yang semalam tidur bersama Kaivan."Kenapa kamu tidak ikut jelajah alam?" tanya Kaivan menatap datar ke Eve."It-itu, saya kurang enak badan," jawab Eve sambil menunduk tak berani menatap ke Kaivan. Tubuhnya sudah gemetar karena sakit
Suka? Membayangkan kejadian semalam lalu Kaivan murka karena dia sudah lancang masuk kamar pria itu saja sudah membuat Eve merinding. Bagaimana bisa dia berpikir Kaivan perhatian kepadanya. Itu hanya kebetulan.“Jangan berpikir macam-macam atau menuduhku yang tidak-tidak. Pak Kaivan mungkin menolongku karena hanya ada dia di sana saat itu.” Eve berusaha bicara dengan tegas meski tubuhnya masih sangat lemah.Lagi pula, mana mungkin seorang Kaivan menyukai dan tertarik dengan wanita sepertinya. Bahkan Eve membayangkan suka dengan Kaivan saja tidak.Grisel langsung bernapas lega mendengar jawaban Eve yang sangat meyakinkan. Setidaknya dia tak perlu cemas, karena apa yang dikatakan Eve sepertinya benar. Mana mungkin Pak Kaivan menyukai gadis seperti Eve.Setelah seharian dirawat di rumah sakit, akhirnya kondisi Eve mulai membaik dan demamnya mulai turun. Namun, meski begitu Eve masih belum diperbolehkan pulang karena kondisinya yang belum pulih sempurna.Grisel sendiri pergi keluar, Eve b
Eve tak menyangka bertemu dengan Grisel saat akan masuk lift. Dia benar-benar sakit hati ke Grisel karena perbuatan sahabat baiknya itu padanya dulu. Eve masih ingat akan kejadian di mana Grisel tega berselingkuh dengan kekasihnya. Eve sendiri tidak pernah menyangka jika kejadian itu akan menimpa dirinya.Eve selalu berpikir jika perselingkuhan antara kekasih dan sahabat sendiri adalah kejadian klise yang ditulis oleh seorang penulis film atau drama, tapi siapa sangka kejadian itu benar nyata menimpa dirinya. Dan, yang melakukan itu adalah sahabat yang sangat dipercayainya.Masih terbayang begitu nyata di ingatan Eve saat dia begitu terkejut melihat kekasihnya sendiri berselingkuh dengan sahabat baiknya. Perasaannya hancur dan terkhianati saat membuka pintu asrama kampus hari itu lalu melihat Grisel dan Sam sedang memadu kasih.Hati siapa yang tidak hancur melihat semua itu, terlebih keduanya lalu berkata jika khilaf? Sungguh Eve begitu muak saat itu. Pembelaan keduanya membuat Eve jij
Eve membuka mata dengan cepat. Terlihat kepanikan di wajahnya saat baru saja terbangun, keringat bahkan bermanik di kening dan pelipis. Dia baru saja bangun dari mimpi buruk hingga membuatnya begitu ketakutan.Eve memandang langit-langit kamar yang ditempatinya sekarang. Ini bukan kamar asrama, hingga Eve baru menyadari jika berada di rumah sakit saat mencium bau disinfektan yang begitu kuat, apalagi tangannya juga terpasang selang infus.“Kenapa aku di rumah sakit lagi?” Eve merasa kepalanya pusing, sampai dia agak menekannya kuat-kuat.Eve mencoba mengingat yang terjadi, hingga dia baru ingat kalau tadi pingsan saat melihat Kaivan ada di hadapannya. Sejak kejadian di villa, entah kenapa Eve langsung lemas saat berjumpa dengan CEO perusahaannya itu.Eve menghela napas kasar, sepertinya selain panik, dia juga kelelahan dan stres sehingga berakhir di sana. Dan, Eve bertanya-tanya, apakah Kaivan yang membawanya ke rumah sakit?Eve akhirnya bangun dari tempat tidur. Dia turun dari ranjan
"Bu!" Kaivan bicara dengan nada tinggi karena pertanyaan Maria.Eve terkejut mendengar pertanyaan Maria, hingga tanpa sengaja melirik ke Kaivan yang hanya diam."Tidak," jawab Eve lirih.Tanpa Eve sadari, setelah dia menjawab itu, Kaivan yang kini menoleh ke arahnya.**Eve masih dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang belum membaik. Siang itu dia baru saja keluar dari kamar mandi sendirian membawa botol infus di tangan kiri. Saat keluar dari kamar mandi, Eve terkejut melihat Kaivan ada di ruang inapnya.Apa pria itu salah masuk kamar? Mana mungkin salah masuk? Padahal bangsal tempatnya dan Maria dirawat jelas berbeda.Kaivan menatap Eve yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sekali lagi Kaivan menyadari kalau Eve sangat takut kepadanya."Kenapa Anda ada di sini?" tanya Eve memberanikan diri meski begitu gugup melihat tatapan Kaivan.Eve mencoba berjalan ke arah ranjangnya karena semakin lama berdiri berhadapan dengan Kaivan, membuat kedua kakinya semakin lemas.Namun, dia terla