Eve sangat terkejut saat melihat ada telapak tangan berada di bawah dagunya. Dia mengangkat pandangan, hingga terkejut saat melihat Kaivan menyodorkan tangan padanya.Tidak cuma Eve, tapi semua orang termasuk Grisel kini menatap ke Kaivan dan Eve, tentu saja mereka keheranan dengan sikap Kaivan.Grisel langsung memasang wajah tak senang ke Eve. Dia sampai mengepalkan telapak tangan.“E-Eve … apa yang terjadi? Apa yang kalian lakukan?” tanya Grisel mencoba bersikap biasa meski hatinya begitu panas.Eve terkejut mendengar pertanyaan Grisel lantas memundurkan kepala untuk menjauh dari tangan Kaivan. Dia tidak jadi muntah karena hanya merasa mual saja.Kaivan sendiri tak mendengar apa yang dikatakan Grisel. Tatapannya masih tertuju ke Eve, tapi perlahan tangannya ditarik kembali. Sepertinya Kaivan tidak menyadari apa yang dilakukannya sudah menarik perhatian banyak orang.“Kamu baik-baik saja?” tanya Dania sambil mengusap punggung Eve.Eve menoleh pada Dania lalu menjawab dengan sebuah ang
“Kenapa Pak Kaivan tiba-tiba pergi, bahkan tidak memberitahuku lebih dulu?” Grisel kesal hingga meninggalkan ruang tempat makan dan teman-temannya, karena malas sudah tidak ada Kaivan di sana.Grisel menghentikan langkah, hingga berpikir apa mungkin Kaivan pergi mengantar Eve? Apalagi Kaivan menghilang bersamaan Eve yang sudah lebih dulu pamit pulang.“Lihat saja, kalau sampai Eve menggoda bahkan merebut Pak Kaivan dariku, aku akan memberinya pelajaran!” Grisel takkan pernah rela jika Eve sampai melampauinya, dia harus selalu berada di atas lebih dari Eve. Dia berjalan menuju pintu keluar restoran untuk meninggalkan restoran itu.Di sisi lain, Damian masih berdiri memandang mobil sedan hitam yang melaju meninggalkan area restoran. Damian datang ke restoran itu karena mendengar kabar soal makan malam yang diadakan Grisel, tapi siapa sangka dia malah lebih dulu melihat Eve bersama Kaivan. Damian bertanya-tanya, sejak kapan Eve mengenal Kaivan dan kenapa keduanya tampak begitu dekat? Bah
'Apa yang harus kukatakan?' batin Eve bingung saat mendengar ucapan Kaivan.Meski tatapan Kaivan datar padanya, tapi entah kenapa jantungnya berdegup cepat. Ada apa dengannya? Bahkan kini, bayangan saat malam di mana peristiwa waktu itu terjadi, kembali membayang di kepalanya.Eve gelagapan mendengar pertanyaan Kaivan. Eve bingung karena tidak mungkin mengatakan kalau sedang hamil, itu sama saja membuka rahasia yang disimpannya agar tak berurusan dengan Kaivan. Apalagi sekarang Kaivan bersama Grisel, dia tidak mau dianggap sebagai perebut kekasih orang. Kaivan masih menunggu Eve menjawab. Dia sangat yakin sebenarnya Eve tidak punya alasan kuat, dengan begini Kaivan bisa menahan Eve agar tidak resign. Selain hasil pekerjaan Eve yang rapi dan bagus, Kaivan juga seperti tidak bisa melepas Eve begitu saja. Di saat kepanikan melanda karena tak memiliki jawaban yang diharapkan Kaivan. Eve mendadak mual lagi sampai menutup mulut dengan satu tangan. Kaivan melihat Eve yang ingin muntah sepe
Sesampainya di kamar asrama. Eve duduk di tepian ranjang sambil memegangi perutnya. Dia bahkan tidak menyalakan lampu utama dan hanya menyalakan lampu tidur. Memperlihatkan kamar yang begitu suram, sesuram hati dan hidupnya sekarang.Eve menyentuh perutnya, kenapa rasa sakit begitu menekan dada. Apa dia hanya terlalu sensitif saja karena hamil? Atau apa yang membuatnya seperti tak bisa mengendalikan dirinya sendiri?Apalagi saat tadi hampir ketahuan Kaivan jika dirinya hamil karena berulang kali mual, hal itu benar-benar membuat tubuh Eve gemetar. Dia juga bersyukur karena Kaivan tidak memaksanya ke rumah sakit.“Kamu harus lebih tenang saat berhadapan dengan Pak Kaivan, Eve. Jika tidak, kamu bisa membuat kesalahan yang bisa membuatnya tahu kalau kamulah wanita yang berani masuk kamarnya malam itu,” gumam Eve mencoba mensugesti dirinya sendiri agar tidak panik lagi saat berhadapan dengan Kaivan.Saat Eve masih diam karena larut dalam kepanikan dan kecemasan, ponselnya berdering dan ad
Eve menatap tak percaya ke Grisel. Tak menyangka kalau Grisel akan berterus terang hingga memperlihatkan jika selama ini Grisel memang sangat membencinya.Eve sendiri bingung, kenapa Grisel begitu membencinya? Salah apa dia, sedangkan selama ini yang menyakiti malah Grisel bukan sebaliknya.“Tenang saja, kamu tidak usah cemas apalagi sampai mengancamku,” ucap Eve dengan dagu sedikit naik ke atas sebagai tanda melawan Grisel.Grisel menaikkan satu sudut alis saat mendengar ucapan Eve.“Setelah hari ini, silakan kamu melakukan apa pun yang kamu mau,” ujar Eve lagi.Setelah mengatakan itu, Eve memilih meninggalkan Grisel karena urusannya ke sana hanya untuk menemui Kaivan.Grisel bingung mendengar ucapan Eve, bahkan merasa sikap Eve tak biasanya yang mudah ditindas dan ditipu.Ya, itu sebenarnya pikiran Grisel saja. Selama ini Eve tahu Grisel tak pernah baik ke Eve bahkan ucapan maafnya dulu juga bohong, tetapi Eve hanya memainkan perannya saja dalam kehidupan Grisel karena bekerja satu
Grisel ternyata mendengar pembicaraan antara Eve dan Kaivan karena kebetulan pintu ruangan Kaivan tidak tertutup sempurna. Dia terkejut mendengar Eve ingin mengundurkan diri, tapi hal itu juga membuatnya senang sampai bibirnya langsung tersenyum.“Bagus, akhirnya dia sadar diri juga,” gumam Grisel senang.Grisel semakin yakin jika memang tidak akan ada yang pernah bisa menandingi posisinya. Bagaimanapun caranya dia harus mendapatkan apa pun yang diinginkan. Grisel juga berpikir jika sejak dulu Eve memang hanya wanita lemah yang mudah digertak hingga langsung mengundurkan diri dari pekerjaan.Saat mendengar Eve pamit keluar ruangan. Grisel langsung mundur dari pintu, lalu kembali bersandiwara dengan memasang wajah cemas.Eve baru saja keluar dari ruangan Kaivan dan melihat Grisel yang berdiri menatapnya. Dia melihat tatapan Grisel yang tampak sedih, tapi hal itu tak membuatnya bersimpati.“Eve, aku minta maaf dengan ucapanku tadi. Aku tidak tahu ada apa denganku sampai berkata yang tida
Eve dijemput Brian saat baru saja keluar dari perusahaan. Sebelumnya Brian memang sudah diberitahu Eve soal keputusannya yang akan keluar dari perusahaan dan kebetulan hari itu saat Kaivan menyetujui surat pengunduran dirinya, Brian sudah berada di kota itu sehingga Brian langsung menjemput ketika Eve mengabarinya.“Terima kasih sudah menjemputku,” ucap Eve saat sudah berada di mobil bersama Brian.“Tidak masalah,” balas Brian sambil mengemudikan mobil menuju asrama.“Kamu ke asrama dulu, kan?” tanya Brian.“Iya, aku harus mengemas barang-barangku dari asrama karena sudah tidak akan pernah lagi tinggal di sana,” jawab Eve dengan senyum getir di wajah.Berat memang melepas apa yang sudah digapai, tapi ini keputusan Eve dan dia harus meyakinkan diri jika kelak akan mendapat sesuatu yang lebih baik lagi. Saat ini, dia tak sanggup jika menjadi bahan gunjingan di perusahaan, lebih baik memang pergi dan menjauh dari semua yang dikenalnya demi masa depannya.Brian mengemudikan mobil menuju as
Eve menggeleng menjawab pertanyaan Brian.“Sepertinya dia akan menikah dengan Grisel, jadi kurasa tidak perlu memberitahunya soal keberadaan ….” Eve menyentuh perutnya lagi setelah bicara.“Tunggu? Grisel? Maksudmu Grisel teman kita dulu?” tanya Brian sangat terkejut.Eve mengangguk-angguk dengan tatapan sedih.Brian mengembuskan napas kasar. Dia tahu kalau sejak dulu Grisel selalu menyukai apa pun yang dimiliki Eve, tetapi Eve terlalu baik sehingga sering sekali memberikan apa pun miliknya yang diinginkan Grisel.“Tidak heran, jangan-jangan dia merebut pria itu juga darimu,” gumam Brian benar-benar kesal jika ingat kelakuan Grisel.Eve terkejut mendengar ucapan Brian.“Tidak, dia tidak merebutnya. Aku dan dia tidak ada hubungan, hanya kebetulan saja Grisel memang disukai oleh Pak Kaivan. Dan, aku tidak mau dianggap ingin merebut milik Grisel jika aku memberitahu kalau hamil anak Pak Kaivan,” ujar Eve menjelaskan.Brian menoleh sekilas ke Eve dan tak berkata-kata lagi.Mereka akhirnya
Hari pernikahan Eve dan Kaivan tiba. Malam sebelum acara pernikahan, Eve berada di kamar sedang istirahat setelah makan malam.“Eve, boleh aku masuk?” tanya Alana setelah sebelumnya mengetuk pintu.“Masuklah, Kak.”Alana membuka pintu kamar Eve. Dia melihat adik iparnya itu sedang duduk memegang ponsel.“Ada apa, Kak?” tanya Eve sambil menggeser posisi duduknya di ranjang untuk memberi tempat agar Alana bisa duduk.Alana duduk di dekat Eve. Dia menatap pada adik iparnya itu.“Besok kamu akan menikah. Aku dan kakakmu selama ini menyadari, belum pernah memberikan yang terbaik, terutama aku yang sering sekali bersikap tak baik karena rasa iri padamu. Tapi, semua sudah berlalu. Aku tidak bisa memberi apa pun selain mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu,” ucap Alana sambil menggenggam erat telapak tangan Eve.Bola mata Eve berkaca-kaca. Dia mengulum bibir untuk menahan tangisnya.“Tidak memberi apa-apa bagaimana, Kak? Aku bisa kuliah dan tumbuh juga karena usaha kalian. Ya, meski Kak
Siang itu Eve pergi ke perusahaan Kaivan. Dia mengantar makanan karena Kaivan berkata jika sangat sibuk.“Kamu masih sibuk?” tanya Eve saat masuk ruangan Kaivan.Kaivan menatap pada Eve. Melihat calon istrinya itu datang, Kaivan langsung menutup tirai dinding kaca agar para staff tak melihat apa yang dilakukannya.“Kenapa tirainya ditutup?” tanya Eve keheranan.Kaivan mendekat pada Eve, lalu mengecup pipi wanita itu.“Biar mereka tidak melihat ini,” jawab Kaivan.Eve terkejut sampai memukul lengan Kaivan karena gemas.Eve mengajak Kaivan duduk. Dia membuka pembungkus makanan agar Kaivan bisa segera menyantap makan siang.“Aku sebenarnya masih harus memilah berkas, sepertinya tidak bisa makan siang dulu,” kata Kaivan.Eve menatap pada Kaivan, lalu membalas, “Kamu tetap harus makan meski sedang sibuk. Kamu memilah berkas, biar aku yang menyuapi.”Senyum mengembang di wajah Kaivan saat mendengar ide Eve. Dia mengajak Eve ke meja kerja, memosisikan kursi lain di samping kursi kerjanya agar
Eve dan Kaivan masih duduk berdua di samping rumah setelah semua orang pulang. Kaivan menggenggam erat telapak tangan Eve seperti tak berniat melepas.“Kamu dan Damian benar-benar sudah berbaikan?” tanya Eve memastikan.“Ya, anggap saja begitu. Tapi aku akan tetap memantaunya, meski bisa dibilang kalau dia sudah berumur, tapi Damian itu masih labil.”Eve terkekeh pelan mendengar ucapan Kaivan.“Kenapa malah tertawa?” tanya Kaivan dengan dahi berkerut halus.“Ya, labil sepertimu tampaknya,” balas Eve sambil melirik Kaivan.“Siapa bilang aku labil?” Kaivan tidak terima Eve mengatainya seperti itu.Eve menahan tawa. Dia menggeser posisi hingga menatap pada Kaivan lalu menjelaskan, “Jika kamu tidak labil, kamu pasti akan segera menikahi Grisel waktu itu.”Kaivan terkesiap, lalu mengelak, “Itu bukan labil, tapi hanya belum yakin.”“Aku memang berjanji akan menikahi, tapi itu untuk wanita yang aku tiduri. Dan saat Grisel mengakuinya, entah kenapa ada yang janggal, karena itu aku tidak seger
Malam itu. Kaivan dan yang lain makan malam bersama di rumah Maria. Ada Bram dan Alana juga yang diundang ke rumah.“Kalian jangan sungkan, ya. Makan saja apa yang kalian suka, kalau mau memilih menu lain yang tidak ada di meja, bilang saja. Tidak usah malu-malu, anggap rumah sendiri,” ucap Maria pada Bram dan Alana.Bram dan Alana mengangguk. Mereka benar-benar canggung diajak makan malam di rumah Maria.Saat mereka sedang makan malam, pelayan datang menemui Maria.“Itu, Bu. Pak Damian dan Mbak Dania datang,” kata pelayan.“Oh, suruh masuk saja. Aku yang mengundang mereka untuk makan malam bersama,” balas Maria.Pelayan itu mengangguk lalu segera pergi ke depan untuk mempersilakan Damian dan Dania masuk.Eve menoleh pada Kaivan. Dia melihat pria itu memasang wajah datar dan tak senang. Eve memilih diam dan tak berkomentar sama sekali.Damian dan Dania masuk. Dania langsung menyapa Maria dan yang lain, sedangkan Damian menatap pada Kaivan yang tak memandang ke arahnya sama sekali.“Ay
Bram buru-buru turun dari mobil saat sampai di rumah Kaivan. Dia dijemput sopir Kaivan karena sangat mencemaskan Eve ketika tadi menghubungi.“Bagaimana keadaanmu? Kenapa kamu tidak segera menghubungiku?” tanya Bram langsung mengecek apakah Eve terluka atau tidak.“Aku baik-baik saja, Kak. Kak Bram tidak perlu mencemaskanku seperti ini,” ucap Eve mencoba menenangkan.Bram menatap sendu, lalu menghela napas pelan.Eve mengajak Bram duduk lebih dulu, kemudian menceritakan yang terjadi dan kondisi Grisel saat ini.Bram menghela napas kasar, baru kemudian berkomentar.“Dia punya pilihan agar hidupnya lebih baik, tapi dia malah memilih cara yang salah dan memaksakan sesuatu yang seharusnya tak dia miliki,” ujar Bram, “ya sudahlah, terpenting kamu baik-baik saja.”Bram menatap Eve penuh kelegaan.Eve mengangguk-angguk sambil memulas senyum agar Bram lega.**Setelah Eve merasa lebih baik, dia dan Kaivan pergi mengunjungi Grisel ke rumah sakit untuk melihat perkembangan dan laporan medis dar
Eve mengajak Kaivan menemui ibu Grisel. Bagaimanapun mereka harus memberitahu kondisi Grisel pada wanita itu. Eve sendiri juga tidak bisa merasa tenang begitu saja karena secara langsung atau tidak, Eve juga memperburuk depresi Grisel.“Pak.” Wanita tua itu langsung sedikit membungkuk saat melihat Kaivan di belakang dan menemuinya.Eve langsung merangkul pundak wanita tua itu, kemudian berkata, “Bibi ada yang mau aku bicarakan.”Wanita itu terkejut, bahkan terlihat takut.“Apa saya membuat kesalahan?” tanya wanita tua itu.“Tidak, Bi. Bibi tidak berbuat salah, hanya saja ada yang memang harus kami bicarakan dengan Bibi,” ucap Eve mencoba tenang meski takut dengan reaksi ibu Grisel.“Duduklah, Bi.” Kaivan bicara dengan tegas agar wanita itu tidak kebingungan.Eve mengajak ibu Grisel duduk, begitu juga dengan Eve dan Kaivan yang duduk berhadapan dengan wanita itu.Wanita itu terlihat gemetar, bahkan jemarinya saling meremas sambil menatap pada Eve dan Kaivan secara bergantian.Eve ingin
Kaivan pergi ke rumah sakit setelah Eve agak tenang. Dia juga sudah berpesan pada Maria untuk menjaga Eve.Sesampainya di rumah sakit, Kaivan menemui Hendry yang ada di depan ruang inap bersama pengacara yang ditunjuk untuk menangani kasus itu, hanya berjaga-jaga jika Grisel tiba-tiba menuntut Eve.“Bagaimana?” tanya Kaivan begitu sudah berada di hadapan Hendry dan pengacara.Hendry dan pengacara itu menatap aneh pada Kaivan, membuat Kaivan mengerutkan alis.“Ada apa? Grisel ingin menuntut Eve, atau dia membuat onar lagi?” tanya Kaivan menaruh curiga.“Bukan,” jawab Hendry sambil menggeleng.“Lalu?” tanya Kaivan dengan satu sudut alis tertarik ke atas.“Lebih baik Anda lihat sendiri, dokter juga ada di dalam,” kata Hendry.Kaivan tentunya semakin penasaran, ada apa sebenarnya sampai Hendry tak menjelaskan langsung padanya. Dia akhirnya masuk ke ruang inap, lalu melihat sendiri apa yang terjadi pada Grisel.Dokter masih mengecek kondisi Grisel bersama dua perawat, bahkan kini Grisel ha
Eve dan Kaivan masih menunggu sampai Grisel selesai CT-Scan, saat itu Hendry datang setelah mengecek kamera Cctv di apartemen.“Bagaimana?” tanya Kaivan.“Saya mendapat salinannya, Pak. Sebentar saya kirim ke Anda,” kata Hendry.Hendry mengirimkan video rekaman Cctv ke ponsel Kaivan, lalu menjelaskan, “Semua murni karena kesalahan Grisel yang menyerang Eve dulu, Pak. Bahkan jatuhnya Grisel sebenarnya tidak sepenuhnya salah Eve karena seperti yang terlihat di rekaman itu, kaki Grisel tersandung kakinya sendiri yang membuatnya jatuh ke belakang dan kepalanya langsung menghantam cermin.”Eve dan Kaivan mengamati rekaman itu, ternyata benar jika kejadian yang menimpa Grisel sepenuhnya bukan salah Eve.“Tapi tetap saja, dia terluka karena aku mendorongnya lebih dulu,” ucap Eve tetap cemas. Dia bisa terlibat dengan hukum karena masalah ini.Kaivan menggenggam erat tangan Eve, lalu berkata, “Kamu tenang saja. Biar pengacaraku yang mengurus semuanya. Ada bukti yang kita pegang juga ada saksi,
Eve terus mempertahankan cincinnya. Dia takkan mengalah lagi dari Grisel setelah apa yang Grisel lakukan padanya selama ini.“Kamu tidak layak memakai cincin ini. Ini seharusnya menjadi milikku!” teriak Grisel terus mencoba melepas cincin dari jari Eve.Eve terus mempertahankan cincin itu, begitu tangannya bisa lepas dari genggaman Grisel, Eve langsung mendorong Grisel agar menjauh darinya.Namun nahas, Grisel terdorong cukup kuat, hingga mundur sebelum akhirnya menabrak cermin yang terpajang di dinding dekat lift. Kaca itu pecah seiring Grisel yang terjatuh berlumuran darah karena luka akibat benturan cukup keras.Eve sangat syok. Dia tak berniat mencelakai Grisel, tapi ternyata Grisel malah terluka karena perbuatannya.Semua yang di sana juga terkejut, apalagi Grisel langsung tak sadarkan diri.Eve gemetar karena panik.Grisel dibawa ke rumah sakit. Eve juga ikut karena merasa harus bertanggung jawab. Dia sudah menghubungi Kaivan karena ketakutan, Eve juga tidak mungkin menghubungi