Evelyn mulai terbangun dengan kepala pusing. Dia mencoba membuka mata, lalu meringis ketika merasakan bagian bawah tubuhnya terasa sakit.
“Argh!”
Evelyn merintih dan berusaha membuka mata dengan sempurna, lalu dia terkejut bukan main saat mendapati tubuhnya polos dan hanya berbalut selimut tebal.
“Ini ....” Evelyn syok saat menyadari ranjang yang ditempati lebih besar dan nyaman.
Saat menoleh ke kiri, Evelyn hampir pingsan ketika melihat siapa yang tidur di sebelahnya dan berbagi ranjang dengannya. Evelyn menyadari kamar siapa itu.
“Apa yang sudah kamu lakukan, Eve.” Evelyn menggerutu dalam hati ketika melihat Kaivan Bramanty—CEO perusahaannya, ada bersamanya di kamar itu.
Evelyn sangat bingung karena kedapatan berada di kamar atasannya di perusahaan Bramanty Group yaitu perusahaan tempatnya bekerja selama dua tahun ini. Di sana Evelyn bekerja sebagai staff akuntan.
Evelyn mencoba mengingat. Semalam dia minum sesuatu yang disodorkan salah satu rekan kerjanya, Evelyn tidak tahu minuman apa itu tapi rasanya asam sedikit pahit. Lalu yang dia ingat lagi setelah meminum minuman itu kepalanya sangat pusing, hingga dia memutuskan untuk kembali ke kamar lebih awal.
Saat sudah masuk dan berbaring di ranjang empuk dan nyaman, Evelyn merasakan dekapan hangat seseorang yang membuatnya terlena. Lalu mereka akhirnya melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Evelyn membungkam mulut saat mengingat kejadian semalam. Dia menoleh ke arah atasannya, Kaivan, dengan wajah panik. Ya benar, dia semalam tak sengaja tidur dengan atasannya itu.
"Bagaimana ini?"
Evelyn benar-benar syok dan takut. Kenapa dia bisa seceroboh itu tidur dengan atasannya?
Evelyn segera memakai pakaiannya. Dia buru-buru pergi dari sana karena malu, panik, dan takut terkena masalah.
Evelyn keluar dari kamar setelah mengamati sekitar dan tak ada yang terlihat keluar dari kamar di koridor itu, dia berpikir jika semua orang pasti masih tidur karena semalam mengikuti kegiatan yang diadakan perusahaan. Bahkan karena terlalu terburu-buru, Evelyn sampai tidak menyadari jika bros baju miliknya terjatuh di samping ranjang.
Evelyn terus menggerutu dalam hati karena kecerobohannya yang sampai bisa bermalam dengan CEO di perusahaan tempatnya bekerja sambil terus melangkahkan kaki menuju kamarnya yang berada di ujung koridor yang satu lantai dengan kamar Kaivan.
Evelyn tak sadar jika mabuk, sampai tak menyadari jika masuk ke kamar Kaivan, bukan kamarnya di villa itu.
Saat hampir sampai di kamarnya, Evelyn melihat teman-temannya baru keluar kamar untuk menghirup udara pagi juga menyiapkan diri untuk kegiatan selanjutnya.
Evelyn was-was dan cemas jika ada yang menyadari kalau dirinya baru saja keluar dari kamar Kaivan, membuatnya mengamati sekitar tapi untungnya semua orang sibuk sendiri dan belum sepenuhnya sadar dengan keberadaannya sekarang.
Evelyn masuk kamar lalu menghela napas lega.
Grisel teman lama dan teman sekamar Evelyn sudah bangun sejak tadi dan baru saja dari luar, dia melihat Evelyn dari belakang dan mengamati jika Evelyn berjalan dengan cara aneh. Dia ingin mengabaikan apa yang dilakukan Evelyn sepagi itu. Akan tetapi ketika menyadari jika saat bangun tadi tidak melihat Evelyn di kamar, juga tak melihat Evelyn di luar, membuatnya agak aneh.
“Kamu dari mana sejak pagi sudah menghilang?” tanya Grisel sambil menatap curiga ketika masuk kamar dan melihat Evelyn.
Evelyn terkejut sampai kedua pundaknya bergidik karena masih tegang. Dia menoleh Grisel dan melihat temannya itu menatap aneh kepadanya.
“Aku tadi dari luar, jalan-jalan mencari udara segar,” jawab Evelyn berbohong, apalagi dia dan Grisel memiliki hubungan tak baik.
Evelyn berniat takkan menceritakan kejadian yang menimpanya ke siapa pun. Dia hanya seorang staff biasa, meski dirinya tak salah, tapi semua orang pasti menuduhnya merayu Kaivan.
Grisel menatap seperti tak percaya, tapi kemudian memilih mengabaikan dan meninggalkan Evelyn lagi di kamar sendirian karena temannya yang lain berjalan-jalan di luar.
Evelyn menghela napas lega. Dia menatap Grisel yang baru pergi. Dulu Evelyn dan Grisel berteman baik, tapi karena ada masalah membuat hubungan mereka berakhir. Kini mereka masih tetap berhubungan karena pekerjaan saja dan Evelyn berusaha bersikap profesional.
Evelyn hanya duduk diam di ranjang kamarnya, jantungnya masih berdegup sangat cepat karena kecemasan yang melandanya. Bahkan kepalanya sekarang terasa sangat sakit hingga berdenyut ngilu.
Evelyn tak bisa membayangkan, bagaimana jika Kaivan tahu dirinya lancang masuk kamar pria itu lalu tak sengaja tidur bersama. Bagaimana pandangan pria itu kepadanya, Evelyn pasti akan dianggap sengaja merayap ke ranjang Kaivan untuk menaikkan statusnya.
"Tidak, aku tidak seperti itu."
Evelyn sedih kenapa kejadian seperti ini menimpanya. Tidak cukupkah kehidupannya penuh masalah, kenapa dia harus masuk dan terjerumus dalam lubang masalah seperti ini.
Evelyn merasa frustasi sampai-sampai menjambak rambutnya sendiri berulang kali.
Evelyn masih di kamar, sampai Grisel datang dan melihat Evelyn yang membungkus tubuh dengan selimut.
“Eve, kamu tidak gabung dengan yang lain?” tanya Grisel saat masuk dan melihat Evelyn masih berbaring.
Evelyn menatap datar, kepalanya pusing dan malas menanggapi ucapan Grisel.
"Tidak, kepalaku sakit," jawab Evelyn semakin membungkus tubuh dengan selimut.
"Kamu sakit?" Dania menghampiri Evelyn lalu menyentuh kening untuk mengecek kondisi Evelyn.
Evelyn hanya mengangguk menjawab pertanyaan Dania, teman sekantornya juga.
"Kalau begitu aku temani kalau memang tidak baik-baik saja," ucap Grisel.
"Tidak usah, aku ingin tidur sendiri," tolak Evelyn lantas memejamkan mata.
Grisel terdiam sesaat, lalu akhirnya pergi meninggalkan Evelyn, begitu juga dengan Dania agar Evelyn bisa istirahat.
Sementara itu di kamar Kaivan. Kaivan juga pusing dan bingung karena bangun dengan kondisi tidak memakai sehelai benang pun, dia hanya ingat semalam kebanyakan minum sebelum kembali ke kamar.
Semalam dia bermain dengan beberapa manager yang memaksanya ikut permainan truth or dare. Dia kalah beberapa kali, karena tak mau memilih kejujuran dan memilih hukuman, membuat Kaivan minum. Setelah merasa tak sanggup, Kaivan memilih kembali ke kamar.
Setelah dia berpakaian lengkap, Kaivan tanpa sengaja menginjak sesuatu, untungnya tak terlalu keras hingga tidak merusak barang yang diinjaknya. Dia membungkuk dan melihat sebuah bros di lantai.
Kaivan memungut bros itu, lalu mengamatinya dengan seksama. Dia kembali mengingat, saat kembali ke kamar, Kaivan sangat yakin masuk kamar sendiri, tetapi kenapa ada bros milik wanita di sana.
Kaivan keluar dari kamar, lalu pergi menemui kepala tim yang sudah ada di halaman villa.
“Kamu tahu siapa pemilik bros ini?” tanya Kaivan ke kepala tim acara itu.
Kepala tim dan staffnya terkejut mendengar pertanyaan Kaivan. Mereka saling tatap sejenak, lalu menggeleng begitu kompak.
“Saya tidak tahu, Pak.”
Kaivan menatap satu persatu orang yang ada di sana, tapi tidak ada yang mau mengaku atau tahu soal bros itu.
“Bagi siapa pun yang tahu atau bisa mengungkap pemilik bros ini, aku akan memberinya hadiah yang sangat besar,” titah Kaivan sambil memperlihatkan dengan jelas bros itu ke para pengurus yang baru akan menyiapkan kegiatan pagi itu.
Semua orang diam, meski hadiahnya menggiurkan, tapi mereka benar-benar tidak tahu.
Kaivan kembali masuk villa karena tak mendapatkan petunjuk. Dia memandang bros itu lagi, kemudian memilih kembali ke kamarnya.
Kaivan ternyata tidak ikut dalam jelajah alam yang diadakan siang itu dan memilih tetap berada di villa.
Grisel tidak ikut kegiatan yang disusun perusahaan. Dia ada di luar villa karena masih penasaran dengan yang terjadi dengan Evelyn. Hingga tiba-tiba saja dia memandang ke dalam, lalu berniat masuk untuk melihat keadaan Evelyn lagi.
Saat naik ke lantai dua, langkah Grisel terhenti saat melihat dari jauh Evelyn sedang bicara dengan Kaivan. Tiba-tiba saja kedua telapak tangannya mengepal erat.
Eve masih berada di kamar. Dia sempat tertidur karena merasa sangat sakit, lalu terbangun lagi ketika merasakan tubuhnya panas karena demam, bahkan wajahnya semakin pucat. Meski sudah beristirahat, ternyata itu tak bisa membuat kondisi tubuhnya membaik. Eve akhirnya bangun, apalagi dia merasa sangat haus, bahkan tenggorokannya terasa sangat kering sedangkan di kamar tidak ada air minum.Saat Eve berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Dia sangat terkejut ketika melihat siapa yang ada di hadapannya saat baru saja membuka pintu."Si-siang, Pak." Eve gelagapan ketika melihat Kaivan. Bahkan kejadian tadi pagi kembali membayangi kepalanya lagi.Kaivan menatap datar ke Eve, membuat gadis itu menelan ludah karena panik. Eve takut Kaivan ingat kalau dialah yang semalam tidur bersama Kaivan."Kenapa kamu tidak ikut jelajah alam?" tanya Kaivan menatap datar ke Eve."It-itu, saya kurang enak badan," jawab Eve sambil menunduk tak berani menatap ke Kaivan. Tubuhnya sudah gemetar karena sakit
Suka? Membayangkan kejadian semalam lalu Kaivan murka karena dia sudah lancang masuk kamar pria itu saja sudah membuat Eve merinding. Bagaimana bisa dia berpikir Kaivan perhatian kepadanya. Itu hanya kebetulan.“Jangan berpikir macam-macam atau menuduhku yang tidak-tidak. Pak Kaivan mungkin menolongku karena hanya ada dia di sana saat itu.” Eve berusaha bicara dengan tegas meski tubuhnya masih sangat lemah.Lagi pula, mana mungkin seorang Kaivan menyukai dan tertarik dengan wanita sepertinya. Bahkan Eve membayangkan suka dengan Kaivan saja tidak.Grisel langsung bernapas lega mendengar jawaban Eve yang sangat meyakinkan. Setidaknya dia tak perlu cemas, karena apa yang dikatakan Eve sepertinya benar. Mana mungkin Pak Kaivan menyukai gadis seperti Eve.Setelah seharian dirawat di rumah sakit, akhirnya kondisi Eve mulai membaik dan demamnya mulai turun. Namun, meski begitu Eve masih belum diperbolehkan pulang karena kondisinya yang belum pulih sempurna.Grisel sendiri pergi keluar, Eve b
Eve tak menyangka bertemu dengan Grisel saat akan masuk lift. Dia benar-benar sakit hati ke Grisel karena perbuatan sahabat baiknya itu padanya dulu. Eve masih ingat akan kejadian di mana Grisel tega berselingkuh dengan kekasihnya. Eve sendiri tidak pernah menyangka jika kejadian itu akan menimpa dirinya.Eve selalu berpikir jika perselingkuhan antara kekasih dan sahabat sendiri adalah kejadian klise yang ditulis oleh seorang penulis film atau drama, tapi siapa sangka kejadian itu benar nyata menimpa dirinya. Dan, yang melakukan itu adalah sahabat yang sangat dipercayainya.Masih terbayang begitu nyata di ingatan Eve saat dia begitu terkejut melihat kekasihnya sendiri berselingkuh dengan sahabat baiknya. Perasaannya hancur dan terkhianati saat membuka pintu asrama kampus hari itu lalu melihat Grisel dan Sam sedang memadu kasih.Hati siapa yang tidak hancur melihat semua itu, terlebih keduanya lalu berkata jika khilaf? Sungguh Eve begitu muak saat itu. Pembelaan keduanya membuat Eve jij
Eve membuka mata dengan cepat. Terlihat kepanikan di wajahnya saat baru saja terbangun, keringat bahkan bermanik di kening dan pelipis. Dia baru saja bangun dari mimpi buruk hingga membuatnya begitu ketakutan.Eve memandang langit-langit kamar yang ditempatinya sekarang. Ini bukan kamar asrama, hingga Eve baru menyadari jika berada di rumah sakit saat mencium bau disinfektan yang begitu kuat, apalagi tangannya juga terpasang selang infus.“Kenapa aku di rumah sakit lagi?” Eve merasa kepalanya pusing, sampai dia agak menekannya kuat-kuat.Eve mencoba mengingat yang terjadi, hingga dia baru ingat kalau tadi pingsan saat melihat Kaivan ada di hadapannya. Sejak kejadian di villa, entah kenapa Eve langsung lemas saat berjumpa dengan CEO perusahaannya itu.Eve menghela napas kasar, sepertinya selain panik, dia juga kelelahan dan stres sehingga berakhir di sana. Dan, Eve bertanya-tanya, apakah Kaivan yang membawanya ke rumah sakit?Eve akhirnya bangun dari tempat tidur. Dia turun dari ranjan
"Bu!" Kaivan bicara dengan nada tinggi karena pertanyaan Maria.Eve terkejut mendengar pertanyaan Maria, hingga tanpa sengaja melirik ke Kaivan yang hanya diam."Tidak," jawab Eve lirih.Tanpa Eve sadari, setelah dia menjawab itu, Kaivan yang kini menoleh ke arahnya.**Eve masih dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang belum membaik. Siang itu dia baru saja keluar dari kamar mandi sendirian membawa botol infus di tangan kiri. Saat keluar dari kamar mandi, Eve terkejut melihat Kaivan ada di ruang inapnya.Apa pria itu salah masuk kamar? Mana mungkin salah masuk? Padahal bangsal tempatnya dan Maria dirawat jelas berbeda.Kaivan menatap Eve yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sekali lagi Kaivan menyadari kalau Eve sangat takut kepadanya."Kenapa Anda ada di sini?" tanya Eve memberanikan diri meski begitu gugup melihat tatapan Kaivan.Eve mencoba berjalan ke arah ranjangnya karena semakin lama berdiri berhadapan dengan Kaivan, membuat kedua kakinya semakin lemas.Namun, dia terla
“Kenapa dia tiba-tiba menghubungiku?” Eve tentunya penasaran, apalagi mereka tak pernah berinteraksi lebih selain membahas pekerjaan. Ini membuat Eve merasa aneh.Eve masih menatap panggilan dari Grisel. Dia bingung harus bagaimana, sampai akhirnya dia menjawab panggilan Grisel karena berpikir jika Grisel menghubungi untuk menanyakan sesuatu tentang pekerjaan.“Halo.” Eve menjawab dengan ragu.“Kamu benar-benar sudah baik-baik saja? Apa kamu butuh sesuatu? Aku bisa membawakan apa yang kamu butuhkan.”Eve mengerutkan alis, apa maksudnya itu? Kenapa Grisel tiba-tiba sangat perhatian? Ini berlebihan baginya, apalagi mereka tidak sedekat itu.“Tidak usah, aku tidak membutuhkan apa pun. Perawat di sini sudah menyediakan segalanya untukku,” tolak Eve karena tak ingin berhutang budi pada Grisel.“Kamu yakin?” tanya Grisel terdengar memaksa.“Ya,” balas Eve, “Aku mau istirahat, aku tutup teleponnya.” Setelah itu Eve mengakhiri panggilan. Dia tak ingin terlibat banyak percakapan dengan Grisel.
Eve terbangun di pagi hari dengan kondisi lebih segar. Dia menoleh ke meja kecil di samping ranjang, hingga terkejut saat melihat ada kantong plastik di sana.Dahi Eve berkerut halus. Dia mencoba bangun lalu melihat apa isi kantong plastik itu.“Makanan?”Eve keheranan, lalu membuka pembungkus makanan yang sudah dingin.“Siapa yang mengirimnya?”Eve bertanya-tanya karena semalam merasa tak ada yang datang, tapi kenapa ada makanan di sana. Jika sang kakak yang datang, kenapa tidak membangunkannya.Eve tentunya merasa aneh, apalagi sayang karena makanan itu sudah tidak enak dimakan.__Setelah dirawat dua hari, akhirnya Eve diperbolehkan pulang dari rumah sakit.Eve merasa lega, setidaknya dia takkan menjadi beban dan menambah kecemasan sang kakak jika terus dirawat.Eve keluar dari rumah sakit sendiri karena Bram bekerja hari itu. Dia sengaja meminta Bram tidak menjemputnya karena tak ingin mengganggu pekerjaan sang kakak.Eve ingin pergi ke halte bus terdekat, tapi saat akan keluar d
“Apa Anda ada perlu dengan saya?” tanya Eve tak bisa lari meski ingin, kedua kakinya terasa kaku dan seperti membatu di tempatnya berdiri sekarang. Kaivan sudah berada di depan pintu kamar asrama Eve, tentu saja hal itu membuat Eve sangat terkejut. Setelah bersyukur karena seharian tidak bertemu dengan pria itu, kenapa harus bertemu di depan kamarnya.Eve memeluk kedua lengan karena tubuhnya basah dan pakaiannya sedikit menerawang. Dia ingin maju dan mengabaikan tapi siapa sangka pria berbadan tegap dan tinggi itu mendekatinya lebih dulu.Kaivan mendekat lalu berdiri tepat di hadapan. Dia datang karena memang ada yang ingin dipastikan. Hingga tatapan Kaivan tertuju ke kemeja putih Eve yang sedikit menerawang karena tidak tertutup blazer, dia melihat ada bekas kemerahan sedikit ungu di balik kemeja itu tepat di atas bagian tulang selangka Eve.Dahi Kaivan berkerut halus melihat bekas itu, lalu tatapannya kembali tertuju ke wajah Eve.Melihat tatapan Kaivan mengarah kepada bajunya yang