Eve masih berada di kamar. Dia sempat tertidur karena merasa sangat sakit, lalu terbangun lagi ketika merasakan tubuhnya panas karena demam, bahkan wajahnya semakin pucat.
Meski sudah beristirahat, ternyata itu tak bisa membuat kondisi tubuhnya membaik. Eve akhirnya bangun, apalagi dia merasa sangat haus, bahkan tenggorokannya terasa sangat kering sedangkan di kamar tidak ada air minum.
Saat Eve berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Dia sangat terkejut ketika melihat siapa yang ada di hadapannya saat baru saja membuka pintu.
"Si-siang, Pak." Eve gelagapan ketika melihat Kaivan. Bahkan kejadian tadi pagi kembali membayangi kepalanya lagi.
Kaivan menatap datar ke Eve, membuat gadis itu menelan ludah karena panik. Eve takut Kaivan ingat kalau dialah yang semalam tidur bersama Kaivan.
"Kenapa kamu tidak ikut jelajah alam?" tanya Kaivan menatap datar ke Eve.
"It-itu, saya kurang enak badan," jawab Eve sambil menunduk tak berani menatap ke Kaivan. Tubuhnya sudah gemetar karena sakit dan panik.
Kaivan mengamati Eve yang terus menunduk, lalu melontarkan pertanyaan.
"Semalam, apakah kamu melihat seseorang masuk kamarku?" tanya Kaivan dengan suara bernada penekanan hingga terdengar begitu tegas. Dia juga menunjuk ke kamarnya.
"Ti-tidak, Pak." Eve tergagap karena benar-benar gemetar hingga suaranya terdengar agak bergetar.
Kaivan melihat sikap aneh Eve, apalagi Eve terus menunduk hingga dia akhirnya menyadari jika wajah Eve sangat pucat.
Eve merasa kepalanya pusing, tubuhnya mendadak lemas sampai akhirnya dia jatuh ke lantai.
"Hei!" Kaivan terkejut melihat Eve jatuh.
Di saat bersamaan, Grisel baru saja sampai di villa. Dia melihat Kaivan yang sedang bicara dengan Eve di depan kamar. Grisel menatap tak senang, sampai tiba-tiba Eve jatuh ke lantai dan Grisel terkejut melihat Kaivan berjongkok ingin menolong.
Grisel buru-buru berlari menghampiri.
“Eve kenapa, Pak?” tanya Grisel berpura-pura perhatian.
“Dia sakit, akan aku bawa di ke rumah sakit terdekat,” ucap Kaivan lalu membopong tubuh Eve.
Grisel terkejut karena seorang Kaivan peduli dan mau menggendong Eve. Tanpa pikir panjang Grisel ikut karena tak ingin Eve hanya berdua dengan Kaivan.
“Biar saya temani, Pak.” Grisel membantu Kaivan membuka pintu.
Kaivan tak membalas ucapan Grisel. Dia membiarkan wanita itu membuka pintu, kemudian dia memasukkan Eve ke mobil.
Grisel ikut masuk ke mobil belakang untuk memangku Eve meski sebenarnya dia malas sekali menolong mantan temannya itu.
Kaivan mengemudikan mobil menuju rumah sakit, sedangkan Grisel terus mengamati Eve.
Saat melihat Eve yang seperti kesulitan bernapas, Grisel membuka resleting jaket yang dipakai Eve, lalu membuka beberapa kancing kemeja bagian atas temannya itu. Hingga Grisel terkejut saat melihat beberapa tanda merah di bagian dada hingga leher Eve.
“Kenapa banyak sekali tanda merah? Apa dia mendapatkan ini dari pacarnya?” Grisel bertanya-tanya dalam hati karena sangat penasaran.
Grisel tidak tahu apakah Eve sekarang punya kekasih atau tidak, tidak menutup kemungkinan kalau Eve melakukan hal yang itu bersama kekasihnya sampai ada tanda merah tertinggal di tubuh Eve.
Akan tetapi Grisel bersikap tak acuh, yang terpenting dirinya memastikan Eve tak dekat dengan Kaivan, ada rasa tak senang ketika tadi melihat Kaivan tampak akrab dengan Eve.
Saat sampai di rumah sakit. Kaivan mengurus semuanya sebelum pergi. Dia tak banyak bicara, hanya meminta dokter merawat Eve agar tidak terjadi sesuatu atau perusahaan akan terkena masalah karena itu. Dia lalu pergi begitu saja.
Grisel masih di rumah sakit menunggu Eve meski agak malas. Ada untungnya juga untuk dia, karena dia tak perlu pusing mengurus kegiatan di villa.
Setelah beberapa saat, Eve mulai sadar. Dia memegangi kepalanya yang sangat pusing, hingga menyadari kalau lengannya terpasang selang infus.
“Jangan banyak gerak, atau selang infusnya tidak akan bekerja dengan baik,” ucap Grisel dengan ekspresi datar.
Eve terkejut mendengar suara Grisel hingga baru menyadari kalau ada wanita itu di sana.
“Kenapa kamu di sini? Kamu yang membawaku ke sini?” tanya Eve dengan tatapan curiga.
Grisel memutar bola mata, lalu membalas, “Bukan, Pak Kaivan yang membawamu.”
Grisel menjawab dengan nada kesal karena tak senang Kaivan tampak perhatian ke Eve, padahal itu hanya perasaannya saja.
Jantung Eve kembali berdegup cepat saat mendengar nama Kaivan. Bayang-bayang akan kejadian bersama pria itu kembali muncul terus menerus membuat tubuhnya seketika meremang.
Grisel melihat sikap Eve yang aneh ketika dia menyebut nama Kaivan, membuat Grisel penasaran.
“Apa Pak Kaivan menyukaimu?”
Eve sangat terkejut mendengar pertanyaan Grisel.
“Apa maksudmu?” tanya Eve.
“Ya, dia tadi terlihat cemas sampai menggendong dan membawamu sendiri ke sini. Kamu menyukainya juga, kan?” Grisel menatap penuh curiga ke Eve setelah bicara.
Suka? Membayangkan kejadian semalam lalu Kaivan murka karena dia sudah lancang masuk kamar pria itu saja sudah membuat Eve merinding. Bagaimana bisa dia berpikir Kaivan perhatian kepadanya. Itu hanya kebetulan.“Jangan berpikir macam-macam atau menuduhku yang tidak-tidak. Pak Kaivan mungkin menolongku karena hanya ada dia di sana saat itu.” Eve berusaha bicara dengan tegas meski tubuhnya masih sangat lemah.Lagi pula, mana mungkin seorang Kaivan menyukai dan tertarik dengan wanita sepertinya. Bahkan Eve membayangkan suka dengan Kaivan saja tidak.Grisel langsung bernapas lega mendengar jawaban Eve yang sangat meyakinkan. Setidaknya dia tak perlu cemas, karena apa yang dikatakan Eve sepertinya benar. Mana mungkin Pak Kaivan menyukai gadis seperti Eve.Setelah seharian dirawat di rumah sakit, akhirnya kondisi Eve mulai membaik dan demamnya mulai turun. Namun, meski begitu Eve masih belum diperbolehkan pulang karena kondisinya yang belum pulih sempurna.Grisel sendiri pergi keluar, Eve b
Eve tak menyangka bertemu dengan Grisel saat akan masuk lift. Dia benar-benar sakit hati ke Grisel karena perbuatan sahabat baiknya itu padanya dulu. Eve masih ingat akan kejadian di mana Grisel tega berselingkuh dengan kekasihnya. Eve sendiri tidak pernah menyangka jika kejadian itu akan menimpa dirinya.Eve selalu berpikir jika perselingkuhan antara kekasih dan sahabat sendiri adalah kejadian klise yang ditulis oleh seorang penulis film atau drama, tapi siapa sangka kejadian itu benar nyata menimpa dirinya. Dan, yang melakukan itu adalah sahabat yang sangat dipercayainya.Masih terbayang begitu nyata di ingatan Eve saat dia begitu terkejut melihat kekasihnya sendiri berselingkuh dengan sahabat baiknya. Perasaannya hancur dan terkhianati saat membuka pintu asrama kampus hari itu lalu melihat Grisel dan Sam sedang memadu kasih.Hati siapa yang tidak hancur melihat semua itu, terlebih keduanya lalu berkata jika khilaf? Sungguh Eve begitu muak saat itu. Pembelaan keduanya membuat Eve jij
Eve membuka mata dengan cepat. Terlihat kepanikan di wajahnya saat baru saja terbangun, keringat bahkan bermanik di kening dan pelipis. Dia baru saja bangun dari mimpi buruk hingga membuatnya begitu ketakutan.Eve memandang langit-langit kamar yang ditempatinya sekarang. Ini bukan kamar asrama, hingga Eve baru menyadari jika berada di rumah sakit saat mencium bau disinfektan yang begitu kuat, apalagi tangannya juga terpasang selang infus.“Kenapa aku di rumah sakit lagi?” Eve merasa kepalanya pusing, sampai dia agak menekannya kuat-kuat.Eve mencoba mengingat yang terjadi, hingga dia baru ingat kalau tadi pingsan saat melihat Kaivan ada di hadapannya. Sejak kejadian di villa, entah kenapa Eve langsung lemas saat berjumpa dengan CEO perusahaannya itu.Eve menghela napas kasar, sepertinya selain panik, dia juga kelelahan dan stres sehingga berakhir di sana. Dan, Eve bertanya-tanya, apakah Kaivan yang membawanya ke rumah sakit?Eve akhirnya bangun dari tempat tidur. Dia turun dari ranjan
"Bu!" Kaivan bicara dengan nada tinggi karena pertanyaan Maria.Eve terkejut mendengar pertanyaan Maria, hingga tanpa sengaja melirik ke Kaivan yang hanya diam."Tidak," jawab Eve lirih.Tanpa Eve sadari, setelah dia menjawab itu, Kaivan yang kini menoleh ke arahnya.**Eve masih dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang belum membaik. Siang itu dia baru saja keluar dari kamar mandi sendirian membawa botol infus di tangan kiri. Saat keluar dari kamar mandi, Eve terkejut melihat Kaivan ada di ruang inapnya.Apa pria itu salah masuk kamar? Mana mungkin salah masuk? Padahal bangsal tempatnya dan Maria dirawat jelas berbeda.Kaivan menatap Eve yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sekali lagi Kaivan menyadari kalau Eve sangat takut kepadanya."Kenapa Anda ada di sini?" tanya Eve memberanikan diri meski begitu gugup melihat tatapan Kaivan.Eve mencoba berjalan ke arah ranjangnya karena semakin lama berdiri berhadapan dengan Kaivan, membuat kedua kakinya semakin lemas.Namun, dia terla
“Kenapa dia tiba-tiba menghubungiku?” Eve tentunya penasaran, apalagi mereka tak pernah berinteraksi lebih selain membahas pekerjaan. Ini membuat Eve merasa aneh.Eve masih menatap panggilan dari Grisel. Dia bingung harus bagaimana, sampai akhirnya dia menjawab panggilan Grisel karena berpikir jika Grisel menghubungi untuk menanyakan sesuatu tentang pekerjaan.“Halo.” Eve menjawab dengan ragu.“Kamu benar-benar sudah baik-baik saja? Apa kamu butuh sesuatu? Aku bisa membawakan apa yang kamu butuhkan.”Eve mengerutkan alis, apa maksudnya itu? Kenapa Grisel tiba-tiba sangat perhatian? Ini berlebihan baginya, apalagi mereka tidak sedekat itu.“Tidak usah, aku tidak membutuhkan apa pun. Perawat di sini sudah menyediakan segalanya untukku,” tolak Eve karena tak ingin berhutang budi pada Grisel.“Kamu yakin?” tanya Grisel terdengar memaksa.“Ya,” balas Eve, “Aku mau istirahat, aku tutup teleponnya.” Setelah itu Eve mengakhiri panggilan. Dia tak ingin terlibat banyak percakapan dengan Grisel.
Eve terbangun di pagi hari dengan kondisi lebih segar. Dia menoleh ke meja kecil di samping ranjang, hingga terkejut saat melihat ada kantong plastik di sana.Dahi Eve berkerut halus. Dia mencoba bangun lalu melihat apa isi kantong plastik itu.“Makanan?”Eve keheranan, lalu membuka pembungkus makanan yang sudah dingin.“Siapa yang mengirimnya?”Eve bertanya-tanya karena semalam merasa tak ada yang datang, tapi kenapa ada makanan di sana. Jika sang kakak yang datang, kenapa tidak membangunkannya.Eve tentunya merasa aneh, apalagi sayang karena makanan itu sudah tidak enak dimakan.__Setelah dirawat dua hari, akhirnya Eve diperbolehkan pulang dari rumah sakit.Eve merasa lega, setidaknya dia takkan menjadi beban dan menambah kecemasan sang kakak jika terus dirawat.Eve keluar dari rumah sakit sendiri karena Bram bekerja hari itu. Dia sengaja meminta Bram tidak menjemputnya karena tak ingin mengganggu pekerjaan sang kakak.Eve ingin pergi ke halte bus terdekat, tapi saat akan keluar d
“Apa Anda ada perlu dengan saya?” tanya Eve tak bisa lari meski ingin, kedua kakinya terasa kaku dan seperti membatu di tempatnya berdiri sekarang. Kaivan sudah berada di depan pintu kamar asrama Eve, tentu saja hal itu membuat Eve sangat terkejut. Setelah bersyukur karena seharian tidak bertemu dengan pria itu, kenapa harus bertemu di depan kamarnya.Eve memeluk kedua lengan karena tubuhnya basah dan pakaiannya sedikit menerawang. Dia ingin maju dan mengabaikan tapi siapa sangka pria berbadan tegap dan tinggi itu mendekatinya lebih dulu.Kaivan mendekat lalu berdiri tepat di hadapan. Dia datang karena memang ada yang ingin dipastikan. Hingga tatapan Kaivan tertuju ke kemeja putih Eve yang sedikit menerawang karena tidak tertutup blazer, dia melihat ada bekas kemerahan sedikit ungu di balik kemeja itu tepat di atas bagian tulang selangka Eve.Dahi Kaivan berkerut halus melihat bekas itu, lalu tatapannya kembali tertuju ke wajah Eve.Melihat tatapan Kaivan mengarah kepada bajunya yang
“Damian? Kenapa dia keluar dari sana?” Eve benar-benar terkejut dengan kemunculan Damian di sana.Eve terlihat bingung harus bagaimana, tapi karena sudah terlanjur di sana, membuat Eve tetap berjalan ke arah kamar Maria.Saat Eve berjalan ke sana, Damian menoleh ke arah Eve, hingga pria itu terlihat terkejut tapi juga senang melihat Eve di sana.“Eve, lama tak berjumpa denganmu?” tanya Damian saat Eve sudah dekat dengannya.Eve ingin menjawab, tapi entah kenapa bibirnya terasa kelu dan kaku. Bahkan ekspresi wajahnya tampak datar.“Kamu sakit? Atau kakakmu sakit?” tanya Damian mencoba mengajak bicara Eve yang hanya diam.Bagaimana Eve tidak diam, dia harus bertemu dengan pria yang sudah menorehkan luka dalam di hatinya. Pria yang sangat dipercayai tapi menghancurkan kepercayaan itu hingga runtuh tak bersisa.“Aku datang untuk menjenguk seseorang,” jawab Eve datar agar Damian juga sadar diri kalau dirinya takkan bersikap sama seperti dulu.Damian melihat tatapan tak senang di mata Eve,