Eve terbangun di pagi hari dengan kondisi lebih segar. Dia menoleh ke meja kecil di samping ranjang, hingga terkejut saat melihat ada kantong plastik di sana.
Dahi Eve berkerut halus. Dia mencoba bangun lalu melihat apa isi kantong plastik itu.
“Makanan?”
Eve keheranan, lalu membuka pembungkus makanan yang sudah dingin.
“Siapa yang mengirimnya?”
Eve bertanya-tanya karena semalam merasa tak ada yang datang, tapi kenapa ada makanan di sana. Jika sang kakak yang datang, kenapa tidak membangunkannya.
Eve tentunya merasa aneh, apalagi sayang karena makanan itu sudah tidak enak dimakan.
_
_
Setelah dirawat dua hari, akhirnya Eve diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Eve merasa lega, setidaknya dia takkan menjadi beban dan menambah kecemasan sang kakak jika terus dirawat.
Eve keluar dari rumah sakit sendiri karena Bram bekerja hari itu. Dia sengaja meminta Bram tidak menjemputnya karena tak ingin mengganggu pekerjaan sang kakak.
Eve ingin pergi ke halte bus terdekat, tapi saat akan keluar dari halaman rumah sakit, dia tanpa sengaja bertemu dengan Kaivan yang membuatnya sempat terkejut.
“Siang, Pak.” Eve menyapa formal sama seperti saat mereka di kantor, tatapan mata Eve tertunduk karena takut memandang ke Kaivan.
Namun, siapa sangka Kaivan langsung menarik pergelangan tangan Eve yang membuatnya panik dan terkejut.
“Ada apa, Pak? Kenapa Anda menarik saya?” tanya Eve benar-benar panik. Tiada hari tanpa kepanikan saat bertemu dengan Kaivan.
Kaivan tak banyak bicara, ternyata pria itu mengajak Eve menuju mobilnya.
Eve sendiri sampai menelan ludah susah payah, bingung dan panik kenapa Kaivan mengajaknya tanpa kata.
“Masuk!” perintah Kaivan lalu berjalan memutar menuju pintu kemudi.
Eve membeku di tempatnya, panik dan bingung yang dirasakan.
Kaivan melihat Eve yang masih diam, lalu kembali memberi perintah, “Masuk, aku antar pulang!”
Eve mengangguk tapi dengan ekspresi terkejut. Dia bergeser ke pintu belakang mobil, berniat duduk di belakang saja selagi Kaivan menyetir.
Namun, dia juga merasa jika tak sopan, bagaimana kalau Kaivan tersinggung karena dirinya seperti menjadikan Kaivan sopirnya.
Di saat Eve bingung harus masuk ke bagian mana. Kaivan mendekat lagi karena menunggu Eve tak kunjung masuk mobil.
Saat Eve akan membuka pintu mobil bagian belakang, Kaivan langsung menahan pintu itu hingga membuat Eve terkejut.
“Duduk depan!” perintah Kaivan lalu membuka pintu depan untuk Eve.
Eve hanya bisa mengikuti perintah Kaivan, meski canggung tapi akhirnya dia masuk juga.
Setelah memastikan Eve masuk, Kaivan lantas masuk ke belakang kemudi dan mulai melajukan mobil menuju asrama.
Sepanjang perjalanan menuju asrama. Baik Kaivan atau Eve sama-sama diam.
Eve meremas jemarinya kuat-kuat karena takut, bahkan keringat dingin terasa di telapak tangannya meski mobil itu ber-AC.
Saat Eve masih mencoba melawan kecemasannya. Dia mencium aroma parfum Kaivan yang begitu kuat menusuk hidung.
Kantong plastik tadi juga samar-samar tercium aroma parfum maskulin seperti milik Kaivan meski ada aroma manis bercampur jadi satu.
Eve berpikir, mungkinkah Kaivan yang membawakan makanan itu semalam. Dia memberanikan diri menoleh ke Kaivan dan melihat pria itu masih fokus menyetir.
“Apa saya boleh tanya sesuatu?” tanya Eve mencoba melawan rasa takutnya saat bicara dengan Kaivan.
Kaivan hanya menoleh sekilas ke Eve tanpa membalas pertanyaan Eve.
Eve melipat bibir melihat tatapan sekilas dari Kaivan. Dia urung bertanya karena takut jika menyinggung pria itu.
“Tanya saja.”
Eve terkejut mendengar ucapan Kaivan, sampai menoleh ke pria itu lagi.
“Saya hanya mau bertanya, apa semalam Anda datang dan membawakan makanan? Apa Bibi yang meminta Anda membawakannya?” tanya Eve memberanikan diri dan menebak jika Kaivan disuruh Maria.
Kaivan tak langsung menjawab dan memilih diam karena tak berniat menjelaskan.
Eve kembali menunduk karena Kaivan tidak menjawab. Ya, dia anggap saja jika tebakannya benar. Lagi pula mana mungkin Kaivan begitu baik datang membawa makanan untuknya secara sukarela meski sekilas dia berharap Kaivan membawanya tanpa diminta.
Mobil Kaivan sampai di asrama. Eve bergegas membawa tasnya untuk keluar dari mobil.
“Terima kasih sudah diantar,” ucap Eve lalu keluar dari mobil. Eve berjalan terburu-buru meninggalkan mobil kaivan.
Kaivan tak langsung pergi dari sana. Dia memandang Eve yang berjalan sampai setengah berlari masuk asrama, lalu Kaivan mengeluarkan bros yang ada di saku celana.
Kaivan memandang bros itu, lalu membaliknya dan melihat ukiran nama di sana.
_
_
Eve mulai bekerja di hari berikutnya meski kondisinya belum terlalu baik. Dia tak enak jika teman-temannya beranggapan dia lari dari tanggung jawab dan menjadikan alasan sakit agar tidak bekerja.
Eve bekerja dengan baik hari itu. Dia pulang agak terlambat karena harus menyelesaikan beberapa dokumen yang menjadi tanggung jawabnya.
“Akhirnya,” gumam Eve lega karena bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Tidak bertemu Kaivan di perusahaan saja sudah membuatnya begitu tenang dan menjalani harinya dengan damai.
Eve pergi dari perusahaan kembali ke asrama yang tak jauh dari area perusahaan. Saat sedang berjalan menuju pintu masuk asrama, tiba-tiba ada air mengguyur tubuh Eve.
Eve sangat terkejut karena dari kepala hingga ujung kakinya basah. Dia mendongak dan melihat salah satu staff di perusahaan di divisi lain yang ada di balkon kamar asrama juga terkejut karena membuang air bekas cucian dan terkena Eve.
“Maaf, aku tidak sengaja!” teriak staff itu.
Eve tak bisa marah akhirnya mengangguk sebagai tanda tak masalah.
Eve memandang bajunya yang basah, bahkan kemeja bagian dalam tampak sedikit menerawang dan akan memperlihatkan pakaian dalamnya jika tidak tertutup blazer.
Eve akhirnya buru-buru masuk asrama agar bisa segera membersihkan diri. Namun, langkahnya terhenti saat melihat siapa yang sekarang berdiri di depan kamar asramanya.
“Apa Anda ada perlu dengan saya?” tanya Eve tak bisa lari meski ingin, kedua kakinya terasa kaku dan seperti membatu di tempatnya berdiri sekarang. Kaivan sudah berada di depan pintu kamar asrama Eve, tentu saja hal itu membuat Eve sangat terkejut. Setelah bersyukur karena seharian tidak bertemu dengan pria itu, kenapa harus bertemu di depan kamarnya.Eve memeluk kedua lengan karena tubuhnya basah dan pakaiannya sedikit menerawang. Dia ingin maju dan mengabaikan tapi siapa sangka pria berbadan tegap dan tinggi itu mendekatinya lebih dulu.Kaivan mendekat lalu berdiri tepat di hadapan. Dia datang karena memang ada yang ingin dipastikan. Hingga tatapan Kaivan tertuju ke kemeja putih Eve yang sedikit menerawang karena tidak tertutup blazer, dia melihat ada bekas kemerahan sedikit ungu di balik kemeja itu tepat di atas bagian tulang selangka Eve.Dahi Kaivan berkerut halus melihat bekas itu, lalu tatapannya kembali tertuju ke wajah Eve.Melihat tatapan Kaivan mengarah kepada bajunya yang
“Damian? Kenapa dia keluar dari sana?” Eve benar-benar terkejut dengan kemunculan Damian di sana.Eve terlihat bingung harus bagaimana, tapi karena sudah terlanjur di sana, membuat Eve tetap berjalan ke arah kamar Maria.Saat Eve berjalan ke sana, Damian menoleh ke arah Eve, hingga pria itu terlihat terkejut tapi juga senang melihat Eve di sana.“Eve, lama tak berjumpa denganmu?” tanya Damian saat Eve sudah dekat dengannya.Eve ingin menjawab, tapi entah kenapa bibirnya terasa kelu dan kaku. Bahkan ekspresi wajahnya tampak datar.“Kamu sakit? Atau kakakmu sakit?” tanya Damian mencoba mengajak bicara Eve yang hanya diam.Bagaimana Eve tidak diam, dia harus bertemu dengan pria yang sudah menorehkan luka dalam di hatinya. Pria yang sangat dipercayai tapi menghancurkan kepercayaan itu hingga runtuh tak bersisa.“Aku datang untuk menjenguk seseorang,” jawab Eve datar agar Damian juga sadar diri kalau dirinya takkan bersikap sama seperti dulu.Damian melihat tatapan tak senang di mata Eve,
Siang harinya. Eve dan Grisel menghadiri rapat perusahaan. Keduanya duduk tak berdekatan..“Apa kamu tahu, aku dengar Pak Kaivan mencari pemilik bros yang tertinggal di villa,” bisik salah satu staff lainnya.Grisel mendengar suara staff yang sedang bergosip sebelum rapat dimulai karena dia duduk di dekat staff itu. Dia menajamkan pendengaran ingin mendengar jelas apa yang dibicarakan keduanya.“Betul, tapi sepertinya sampai sekarang belum ada yang mengaku bros siapa itu.”“Iya, apalagi katanya pemilik bros itu masuk kamar Pak Kaivan saat malam hari, karena itu Pak Kaivan mencarinya.”“Masuk? Masuk bagaimana maksudmu? Masuk saja atau mereka ….”Staff satunya langsung memberi isyarat agar tidak dilanjutkan atau akan membuat mereka mendapat masalah jika ada yang mendengar. Mereka pun akhirnya diam setelah bergosip tentang atasan mereka.“Bros?” Dahi Grisel berkerut halus, apalagi saat mendengar kalau pemilik bros masuk kamar Kaivan saat di villa. Dia diam sesaat lalu menoleh ke Eve dan t
Dahi Kaivan berkerut halus mendengar jawaban Grisel, lalu memandang ke bros yang dipegangnya. Dia tidak percaya kalau Grisel adalah pemilik bros itu, tapi mengingat nama tengah Grisel berinisial E juga tanda merah di bagian atas tubuh Kaivan, membuat pikiran Kaivan goyah. “Jadi, malam itu kamu yang masuk ke kamarku?” tanya Kaivan dengan kedua alis saling bertautan saat menatap Grisel.Grisel masih menundukkan kepala, sikapnya seperti menunjukkan sebuah keraguan tapi itu hanya sebuah sandiwara.“Sa-saya ….” Grisel bersandiwara seperti takut, tapi sebenarnya hal itu hanya untuk meyakinkan Kaivan saja.“Katakan saja, apa benar kamu yang masuk ke kamarku malam itu?” tanya Kaivan lagi dengan sedikit nada penekanan.Grisel langsung berlutut saat mendengar kedua kalinya Kaivan menanyakan hal itu.Kaivan terkejut karena Grisel sampai berlutut, tapi dia tetap memasang wajah datar.“Saya minta maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya mabuk dan tidak tahu itu kamar Anda, saya ingin bilan
“Ini Grisel, dia salah satu staff di perusahaan. Dia bekerja menjadi salah satu tim asistenku,” ujar Kaivan menjelaskan siapa Grisel.Kaivan mengajak Grisel duduk di ruang keluarga setelah ketegangan yang terjadi karena Maria tak menyukai Grisel.Maria tetap memandang dengan rasa tak suka, tapi dia berusaha mengabaikan itu.“Berarti dia kenal dengan Eve juga?” tanya Maria setelah mendengar penjelasan Kaivan. "Iya, saya kenal Eve, Bibi. Bahkan kenal baik dari kami masih sekolah," jawab Grisel mencoba masuk ke pembicaraan agar dilihat Maria.Maria tak menanggapi berlebih, hanya melirik sekilas ke Grisel, lalu menatap ke Kaivan lagi.“Oh ya, bagaimana kabar Eve?” tanya Maria lagi begitu antusias jika membahas tentang Eve.Grisel merasa kesal karena Maria mengabaikannya dan lebih fokus ke Eve, bahkan dia sampai meremas ujung pakaian yang dipakai karena geram.“Dia baik dan sehat,” jawab Kaivan karena sekilas itulah yang dilihatnya dari Eve saat di kantor.“Baguslah,” balas Maria bernapas
Grisel benar-benar sangat terkejut melihat Maria sudah ada di sana, sampai buru-buru merapikan pakaiannya yang agak terbuka.Maria benar-benar emosi, sampai dadanya naik turun tak beraturan karena napas yang terasa sesak melihat Grisel keluar dari kamar putranya dalam kondisi pakaian berantakan, belum lagi Kaivan juga bertelanjang dada. Dia menatap ke Kaivan dan melihat putranya itu sedang memakai kaus hitam polos, sebelum kemudian berjalan menuju pintu.“Kamu ini memang tidak punya sopan-santun, hah? Apa baik masuk ke kamar pria begitu saja? Kamu ini hanya seorang tamu, jadi jangan bertindak sembarangan!” amuk Maria begitu geram.Kaivan sudah berada di hadapan Maria. Dia melihat Grisel yang hanya diam dengan ekspresi wajah takut.“Bu, tidak terjadi sesuatu di antara kami. Aku baru saja selesai mandi dan Grisel di sini karena ingin memanggilku untuk makan malam,” ujar Kaivan menjelaskan.“Kamu pikir ibu percaya?!” Maria tetap tak terima dengan penjelasan Kaivan.Maria melirik Grisel ya
Setelah makan malam, Kaivan mengantar Grisel pulang. Grisel tinggal di apartemen yang sama dengan kakak Eve, tapi beda lantai."Terima kasih sudah mengantar pulang," ucap Grisel terlihat begitu senang.Kaivan hanya mengangguk, menunggu Grisel turun."Jam berapa kamu biasanya berangkat?" tanya Kaivan saat Grisel sudah di luar mobil.Grisel terkejut, tapi langsung menjawab, "Biasanya jam setengah delapan."Kaivan tidak bicara lagi, lalu pergi meninggalkan Grisel.Grisel tersenyum, dia berharap Kaivan menjemputnya besok agar bisa menunjukkan ke semua orang jika mereka menjalin hubungan.**Keesokan harinya, Grisel menerima pesan jika Kaivan akan menjemput, membuat Grisel terlihat begitu sangat senang.Pagi itu Grisel sudah menunggu di depan lobi, hingga beberapa saat kemudian tampak mobil Kaivan datang. Grisel melebarkan senyum, lantas buru-buru masuk mobil.“Harusnya Anda tidak perlu menjemput saya,” ucap Grisel saat baru saja masuk mobil Kaivan.Kaivan hanya mengangguk tanpa membalas u
Eve menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar sebelum masuk ruangan Kaivan. Dia mengetuk pintu ruangan Kaivan lebih dulu, lalu masuk setelahnya.“Apa proposal yang akan kamu presentasikan nanti sudah siap?” tanya Kaivan sambil menatap datar ke Eve yang berdiri di depan mejanya.Eve memang diberi tanggung jawab membuat proposal untuk calon investor perusahaan. Dia juga nantinya yang akan dipresentasikan saat rapat.“Sudah, Pak,” jawab Eve tenang dan bersikap profesional. “Saya juga sebenarnya ingin mendiskusikan dengan Anda,” ucapnya lagi.Kaivan mempersilakan Eve menjelaskan isi proposal yang akan dipresentasikan siang nanti. Dia memastikan semuanya tersusun rapi sesuai keinginan sebelum diperlihatkan ke investor.Eve menjelaskan dengan profesional, hingga tiba-tiba saja kepalanya sangat sakit, membuat pandangan Eve agak buram, sampai-sampai dia hampir jatuh jika tidak berpegangan di tepian meja.“Kamu kenapa?” tanya Kaivan langsung berdiri saat melihat Eve seperti kurang baik.