“Kenapa dia tiba-tiba menghubungiku?” Eve tentunya penasaran, apalagi mereka tak pernah berinteraksi lebih selain membahas pekerjaan. Ini membuat Eve merasa aneh.
Eve masih menatap panggilan dari Grisel. Dia bingung harus bagaimana, sampai akhirnya dia menjawab panggilan Grisel karena berpikir jika Grisel menghubungi untuk menanyakan sesuatu tentang pekerjaan.
“Halo.” Eve menjawab dengan ragu.
“Kamu benar-benar sudah baik-baik saja? Apa kamu butuh sesuatu? Aku bisa membawakan apa yang kamu butuhkan.”
Eve mengerutkan alis, apa maksudnya itu? Kenapa Grisel tiba-tiba sangat perhatian? Ini berlebihan baginya, apalagi mereka tidak sedekat itu.
“Tidak usah, aku tidak membutuhkan apa pun. Perawat di sini sudah menyediakan segalanya untukku,” tolak Eve karena tak ingin berhutang budi pada Grisel.
“Kamu yakin?” tanya Grisel terdengar memaksa.
“Ya,” balas Eve, “Aku mau istirahat, aku tutup teleponnya.” Setelah itu Eve mengakhiri panggilan. Dia tak ingin terlibat banyak percakapan dengan Grisel.
“Apa sebenarnya yang dia mau? Haruskah dia sepeduli itu, seolah dia tidak pernah membuat kesalahan? Munafik kalau dia berpikir bisa memperbaiki hubungan kami dengan cara bersikap baik,” gerutu Eve mencoba berpikir positif akan niat Grisel meski itu sulit.
Di kantor, Grisel memandang layar ponsel setelah panggilannya diakhiri Eve. Dia berpikir dengan ekspresi wajah cemas.
“Untuk apa Pak Kaivan di sana? Eve bukan staff penting, apa harus dijenguk seperti itu? Ini terlalu aneh.”
Tentu saja Grisel penasaran. Dia akhirnya memutuskan ingin menjenguk Eve untuk melihat situasi yang sebenarnya terjadi di sana sepulang bekerja nanti.
Di rumah sakit, Eve baru saja akan membuka termos sup yang tadi diberikan Kaivan lalu tiba-tiba ada suara pintu terbuka, membuat Eve langsung menoleh. Dia berpikir Kaivan balik ke kamarnya lagi, tapi ternyata sang kakak datang.
Bram menatap sedih ke Eve yang kembali masuk rumah sakit. Meski begitu Bram mencoba tersenyum.
"Kamu baru mau makan?" tanya Bram lalu meletakkan makanan yang dibawa di atas meja kecil samping ranjang.
"Iya," jawab Eve agak tertunduk.
Bram menatap wajah Eve yang pucat, lalu menghela napas kasar.
"Kamu yakin tidak mau kembali ke apartemen lagi? Apa yang dikatakan kakak iparmu sampai kamu pergi tanpa pamit? Lihat sekarang, kamu sakit lagi," ucap Bram berpikir jika Eve pasti banyak tekanan dan beban.
Eve menatap sang kakak, lalu menggeleng pelan.
"Jangan menyalahkan Kak Alana. Dia baik kok, hanya saja aku memang tidak enak saja karena selama ini hanya bisa merepotkan saja," ucap Eve menjelaskan.
"Apanya merepotkan, kamu adikku dan seharusnya sebagai kakak, aku melindungimu," balas Bram sambil menatap Eve yang diam.
"Iya, tapi aku sudah dewasa, Kak. Kakak juga punya kehidupan sendiri nantinya aku juga begitu. Jadi lebih baik aku belajar mandiri, biar aku juga merasakan, bagaimana bertanggung jawab pada diriku sendiri," ucap Eve menjelaskan agar Bram tak memaksanya pulang.
Eve hanya tak ingin sang kakak tidak bahagia karena terus bertengkar dengan Alana.
Bram menghela napas kasar, dia duduk di tepian ranjang lalu mengusap rambut Eve dengan lembut
"Sejak Ayah dan Ibu meninggal, kamu jadi tanggung jawabku. Melihatmu begini, aku juga sedih, Eve." Bram menatap nanar ke Eve.
Eve memandang Bram, lalu mencoba tersenyum lebar.
"Kalau Kakak membiarkanku mandiri, aku janji. Aku akan selalu bahagia dan Kakak takkan pernah melihatku sedih apalagi melihat air mataku," ucap Eve mencoba meyakinkan.
**
Saat malam hari. Grisel dan Kaivan baru saja selesai lembur hari itu, keduanya keluar dari ruang divisi secara bersamaan, hingga Grisel memanfaatkan itu untuk mengajak bicara Kaivan.
“Saya dengar Anda yang membawa Eve ke rumah sakit. Bagaimana kondisinya? Saya baru mau menjenguknya sekarang,” kata Grisel lemah lembut untuk menunjukkan betapa perhatiannya dia ke Eve.
Kaivan berhenti melangkah sejenak karena Grisel menyebut nama Eve, lalu dia menoleh ke Grisel.
“Dia baik,” jawab Kaivan lalu kembali melanjutkan langkah.
Grisel tersenyum karena Kaivan menjawab pertanyaannya, lalu dia bertanya lagi sambil berjalan menyusul Kaivan.
“Anda mau ke rumah sakit menjenguknya lagi? Boleh saya ikut bersama Anda?” tanya Grisel antusias.
Kaivan diam sejenak lalu kemudian mengizinkan Grisel pergi bersama.
Mereka sudah sampai di rumah sakit, saat akan masuk, Kaivan mencegah Grisel masuk.
“Kamu tunggu di sini, aku akan melihat apakah Eve masih bangun atau tidak,” ucap Kaivan.
Grisel sangat terkejut, bukankah bisa masuk bersama-sama, tapi kenapa malah mencegahnya masuk. Namun, karena Kaivan atasannya, membuat Grisel memilih tak membantah daripada terkena masalah.
Kaivan masuk untuk melihat Eve, sampai dia melihat Eve yang sudah tidur. Kaivan kembali keluar, lalu mengambil makanan yang tadi dibelinya di jalan untuk Eve dari tangan Grisel.
“Lebih baik kamu pulang saja. Eve sudah istirahat, makanan ini biar aku yang memberikannya,” kata Kaivan lalu masuk lagi ke kamar inap.
Grisel gelagapan bingung dengan sikap Kaivan. Atasannya itu terkenal dingin, tapi kenapa sangat perhatian ke Eve.
“Apa dia tahu rahasia hubunganku dengan Eve, makanya dia tidak mengizinkanku masuk untuk menemuinya?”
Terima kasih yang sudah mampir baca buku terbaru saya. Saya harap kalian bisa tinggalkan komentar dan ulasan jika menyukai buku ini.Terima Kasih.
Eve terbangun di pagi hari dengan kondisi lebih segar. Dia menoleh ke meja kecil di samping ranjang, hingga terkejut saat melihat ada kantong plastik di sana.Dahi Eve berkerut halus. Dia mencoba bangun lalu melihat apa isi kantong plastik itu.“Makanan?”Eve keheranan, lalu membuka pembungkus makanan yang sudah dingin.“Siapa yang mengirimnya?”Eve bertanya-tanya karena semalam merasa tak ada yang datang, tapi kenapa ada makanan di sana. Jika sang kakak yang datang, kenapa tidak membangunkannya.Eve tentunya merasa aneh, apalagi sayang karena makanan itu sudah tidak enak dimakan.__Setelah dirawat dua hari, akhirnya Eve diperbolehkan pulang dari rumah sakit.Eve merasa lega, setidaknya dia takkan menjadi beban dan menambah kecemasan sang kakak jika terus dirawat.Eve keluar dari rumah sakit sendiri karena Bram bekerja hari itu. Dia sengaja meminta Bram tidak menjemputnya karena tak ingin mengganggu pekerjaan sang kakak.Eve ingin pergi ke halte bus terdekat, tapi saat akan keluar d
“Apa Anda ada perlu dengan saya?” tanya Eve tak bisa lari meski ingin, kedua kakinya terasa kaku dan seperti membatu di tempatnya berdiri sekarang. Kaivan sudah berada di depan pintu kamar asrama Eve, tentu saja hal itu membuat Eve sangat terkejut. Setelah bersyukur karena seharian tidak bertemu dengan pria itu, kenapa harus bertemu di depan kamarnya.Eve memeluk kedua lengan karena tubuhnya basah dan pakaiannya sedikit menerawang. Dia ingin maju dan mengabaikan tapi siapa sangka pria berbadan tegap dan tinggi itu mendekatinya lebih dulu.Kaivan mendekat lalu berdiri tepat di hadapan. Dia datang karena memang ada yang ingin dipastikan. Hingga tatapan Kaivan tertuju ke kemeja putih Eve yang sedikit menerawang karena tidak tertutup blazer, dia melihat ada bekas kemerahan sedikit ungu di balik kemeja itu tepat di atas bagian tulang selangka Eve.Dahi Kaivan berkerut halus melihat bekas itu, lalu tatapannya kembali tertuju ke wajah Eve.Melihat tatapan Kaivan mengarah kepada bajunya yang
“Damian? Kenapa dia keluar dari sana?” Eve benar-benar terkejut dengan kemunculan Damian di sana.Eve terlihat bingung harus bagaimana, tapi karena sudah terlanjur di sana, membuat Eve tetap berjalan ke arah kamar Maria.Saat Eve berjalan ke sana, Damian menoleh ke arah Eve, hingga pria itu terlihat terkejut tapi juga senang melihat Eve di sana.“Eve, lama tak berjumpa denganmu?” tanya Damian saat Eve sudah dekat dengannya.Eve ingin menjawab, tapi entah kenapa bibirnya terasa kelu dan kaku. Bahkan ekspresi wajahnya tampak datar.“Kamu sakit? Atau kakakmu sakit?” tanya Damian mencoba mengajak bicara Eve yang hanya diam.Bagaimana Eve tidak diam, dia harus bertemu dengan pria yang sudah menorehkan luka dalam di hatinya. Pria yang sangat dipercayai tapi menghancurkan kepercayaan itu hingga runtuh tak bersisa.“Aku datang untuk menjenguk seseorang,” jawab Eve datar agar Damian juga sadar diri kalau dirinya takkan bersikap sama seperti dulu.Damian melihat tatapan tak senang di mata Eve,
Siang harinya. Eve dan Grisel menghadiri rapat perusahaan. Keduanya duduk tak berdekatan..“Apa kamu tahu, aku dengar Pak Kaivan mencari pemilik bros yang tertinggal di villa,” bisik salah satu staff lainnya.Grisel mendengar suara staff yang sedang bergosip sebelum rapat dimulai karena dia duduk di dekat staff itu. Dia menajamkan pendengaran ingin mendengar jelas apa yang dibicarakan keduanya.“Betul, tapi sepertinya sampai sekarang belum ada yang mengaku bros siapa itu.”“Iya, apalagi katanya pemilik bros itu masuk kamar Pak Kaivan saat malam hari, karena itu Pak Kaivan mencarinya.”“Masuk? Masuk bagaimana maksudmu? Masuk saja atau mereka ….”Staff satunya langsung memberi isyarat agar tidak dilanjutkan atau akan membuat mereka mendapat masalah jika ada yang mendengar. Mereka pun akhirnya diam setelah bergosip tentang atasan mereka.“Bros?” Dahi Grisel berkerut halus, apalagi saat mendengar kalau pemilik bros masuk kamar Kaivan saat di villa. Dia diam sesaat lalu menoleh ke Eve dan t
Dahi Kaivan berkerut halus mendengar jawaban Grisel, lalu memandang ke bros yang dipegangnya. Dia tidak percaya kalau Grisel adalah pemilik bros itu, tapi mengingat nama tengah Grisel berinisial E juga tanda merah di bagian atas tubuh Kaivan, membuat pikiran Kaivan goyah. “Jadi, malam itu kamu yang masuk ke kamarku?” tanya Kaivan dengan kedua alis saling bertautan saat menatap Grisel.Grisel masih menundukkan kepala, sikapnya seperti menunjukkan sebuah keraguan tapi itu hanya sebuah sandiwara.“Sa-saya ….” Grisel bersandiwara seperti takut, tapi sebenarnya hal itu hanya untuk meyakinkan Kaivan saja.“Katakan saja, apa benar kamu yang masuk ke kamarku malam itu?” tanya Kaivan lagi dengan sedikit nada penekanan.Grisel langsung berlutut saat mendengar kedua kalinya Kaivan menanyakan hal itu.Kaivan terkejut karena Grisel sampai berlutut, tapi dia tetap memasang wajah datar.“Saya minta maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya mabuk dan tidak tahu itu kamar Anda, saya ingin bilan
“Ini Grisel, dia salah satu staff di perusahaan. Dia bekerja menjadi salah satu tim asistenku,” ujar Kaivan menjelaskan siapa Grisel.Kaivan mengajak Grisel duduk di ruang keluarga setelah ketegangan yang terjadi karena Maria tak menyukai Grisel.Maria tetap memandang dengan rasa tak suka, tapi dia berusaha mengabaikan itu.“Berarti dia kenal dengan Eve juga?” tanya Maria setelah mendengar penjelasan Kaivan. "Iya, saya kenal Eve, Bibi. Bahkan kenal baik dari kami masih sekolah," jawab Grisel mencoba masuk ke pembicaraan agar dilihat Maria.Maria tak menanggapi berlebih, hanya melirik sekilas ke Grisel, lalu menatap ke Kaivan lagi.“Oh ya, bagaimana kabar Eve?” tanya Maria lagi begitu antusias jika membahas tentang Eve.Grisel merasa kesal karena Maria mengabaikannya dan lebih fokus ke Eve, bahkan dia sampai meremas ujung pakaian yang dipakai karena geram.“Dia baik dan sehat,” jawab Kaivan karena sekilas itulah yang dilihatnya dari Eve saat di kantor.“Baguslah,” balas Maria bernapas
Grisel benar-benar sangat terkejut melihat Maria sudah ada di sana, sampai buru-buru merapikan pakaiannya yang agak terbuka.Maria benar-benar emosi, sampai dadanya naik turun tak beraturan karena napas yang terasa sesak melihat Grisel keluar dari kamar putranya dalam kondisi pakaian berantakan, belum lagi Kaivan juga bertelanjang dada. Dia menatap ke Kaivan dan melihat putranya itu sedang memakai kaus hitam polos, sebelum kemudian berjalan menuju pintu.“Kamu ini memang tidak punya sopan-santun, hah? Apa baik masuk ke kamar pria begitu saja? Kamu ini hanya seorang tamu, jadi jangan bertindak sembarangan!” amuk Maria begitu geram.Kaivan sudah berada di hadapan Maria. Dia melihat Grisel yang hanya diam dengan ekspresi wajah takut.“Bu, tidak terjadi sesuatu di antara kami. Aku baru saja selesai mandi dan Grisel di sini karena ingin memanggilku untuk makan malam,” ujar Kaivan menjelaskan.“Kamu pikir ibu percaya?!” Maria tetap tak terima dengan penjelasan Kaivan.Maria melirik Grisel ya
Setelah makan malam, Kaivan mengantar Grisel pulang. Grisel tinggal di apartemen yang sama dengan kakak Eve, tapi beda lantai."Terima kasih sudah mengantar pulang," ucap Grisel terlihat begitu senang.Kaivan hanya mengangguk, menunggu Grisel turun."Jam berapa kamu biasanya berangkat?" tanya Kaivan saat Grisel sudah di luar mobil.Grisel terkejut, tapi langsung menjawab, "Biasanya jam setengah delapan."Kaivan tidak bicara lagi, lalu pergi meninggalkan Grisel.Grisel tersenyum, dia berharap Kaivan menjemputnya besok agar bisa menunjukkan ke semua orang jika mereka menjalin hubungan.**Keesokan harinya, Grisel menerima pesan jika Kaivan akan menjemput, membuat Grisel terlihat begitu sangat senang.Pagi itu Grisel sudah menunggu di depan lobi, hingga beberapa saat kemudian tampak mobil Kaivan datang. Grisel melebarkan senyum, lantas buru-buru masuk mobil.“Harusnya Anda tidak perlu menjemput saya,” ucap Grisel saat baru saja masuk mobil Kaivan.Kaivan hanya mengangguk tanpa membalas u