Share

Berpura-pura Perhatian

"Bu!" Kaivan bicara dengan nada tinggi karena pertanyaan Maria.

Eve terkejut mendengar pertanyaan Maria, hingga tanpa sengaja melirik ke Kaivan yang hanya diam.

"Tidak," jawab Eve lirih.

Tanpa Eve sadari, setelah dia menjawab itu, Kaivan yang kini menoleh ke arahnya.

**

Eve masih dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang belum membaik. Siang itu dia baru saja keluar dari kamar mandi sendirian membawa botol infus di tangan kiri. Saat keluar dari kamar mandi, Eve terkejut melihat Kaivan ada di ruang inapnya.

Apa pria itu salah masuk kamar? Mana mungkin salah masuk? Padahal bangsal tempatnya dan Maria dirawat jelas berbeda.

Kaivan menatap Eve yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sekali lagi Kaivan menyadari kalau Eve sangat takut kepadanya.

"Kenapa Anda ada di sini?" tanya Eve memberanikan diri meski begitu gugup melihat tatapan Kaivan.

Eve mencoba berjalan ke arah ranjangnya karena semakin lama berdiri berhadapan dengan Kaivan, membuat kedua kakinya semakin lemas.

Namun, dia terlalu gugup karena Kaivan menatapnya, membuat Eve kesulitan saat akan memasang botol infus di tiang karena tinggi badannya yang bisa dibilang standar.

“Kenapa tiangnya harus setinggi ini?” gerutu Eve karena tak bisa menggantung padahal tangannya sudah pegal.

Eve berusaha menggantung botol itu, tapi tak berhasil meski sudah agak berjinjit hingga tiba-tiba Kaivan mengambil botol itu sampai membuat Eve terkejut.

Eve menoleh Kaivan, melihat pria itu dengan sigap menggantung botol infusnya, lalu kembali menatap dirinya. Eve buru-buru mengalihkan pandangan lagi dari Kaivan.

“Terima kasih,” ucap Eve menunduk untuk menghindari tatapan dengan Kaivan.

Eve tak mendengar balasan apa pun dari Kaivan. Dia segera naik ke ranjang lagi, sampai pria itu memberikan termos kepadanya.

“Apa ini?” tanya Eve bingung dan terkejut, tapi juga terharu karena merasa Kaivan sangat perhatian kepadanya.

“Termos berisi sup. Ibuku yang menyuruhku memberikannya padamu,” ucap Kaivan.

Eve menerima termos itu tapi tak langsung membukanya. Dia masih gugup jika berada di dekat Kaivan.

“Bagaimana kondisimu?” tanya Kaivan dengan suara khasnya yang tegas.

“Sudah lebih baik, terima kasih,” jawab Eve mengakhiri kalimat yang diucap dengan kata terima kasih agar sopan.

Kaivan menatap Eve yang terus diam, lalu dia menunjukkan bros yang ditemukannya saat di villa.

“Kamu tahu ini bros milik siapa?” tanya Kaivan memastikan.

Eve melihat bros di tangan Kaivan, dia sangat terkejut brosnya ada di tangan atasannya itu. Pantas saja saat berkemas waktu ingin pergi dari rumah sang kakak dan mencari bros itu, Eve tak menemukannya di mana pun. Dia menebak jika bros itu jatuh saat dia terlibat kejadian satu malam dengan Kaivan.

Namun, Eve tak mengakuinya. Dia menggeleng karena takut menerima konsekuensi dari amukan Kaivan nantinya. Eva juga belum tahu alasan Kaivan mencari pemilik bros itu.

“Tidak, Pak.” Eve berpura-pura tak mengenali bros itu.

Eve mendadak cemas lagi karena brosnya ada di tangan Kaivan. Bros itu sangat berarti baginya karena benda itu adalah satu-satunya peninggalan yang dimilikinya dari sang ibu.

Eve berpikir sejenak, bagaimana caranya dia mendapatkan kembali bros itu dari Kaivan, apalagi di balik bros itu terukir namanya.

Kaivan mengangguk pelan karena Eve berkata tidak mengenali bros itu. Dia akhirnya pergi meninggalkan Eve lagi.

Eve bernapas lega karena Kaivan pergi. Dia memandang termos sup yang diberikan Kaivan, tapi pikirannya memikirkan bros miliknya.

“Jika aku mengaku, Pak Kaivan pasti tahu kalau malam itu aku yang ada di tendanya. Lalu setelah itu, maka tamatlah riwayatku.”

Eve menghela napas frustasi. Dia tak bisa kehilangan bros itu, tapi juga tak bisa mengakui karena takut.

Saat Eve sedang bingung, Grisel mengirim pesan kepadanya.

[Bagaimana kabarmu? Kamu masih sakit?]

Eve menatap lama pesan itu, tapi atas dasar sopan santun, membuatnya membalas pesan dari Grisel.

[Masih.]

Eve membalas dengan singkat.

Eve dan Grisel memang sudah tidak akrab, tapi karena mereka bekerja di perusahaan yang sama, membuat Eve mau tak mau berinteraksi dengan Grisel. Dia hanya bicara sepatah dua patah kata ketika di kantor, itupun jika membahas soal pekerjaan, tidak dengan yang lain.

[Apa Pak Kaivan di rumah sakit?]

Eve mengerutkan alis membaca pesan dari Grisel.

“Kenapa dia tanya keberadaan Pak Kaivan?”

Eve penasaran, tapi sadar jika Grisel salah satu anggota tim asisten Kaivan, membuat Eve berpikir jika mungkin Grisel ingin membahas soal pekerjaan.

[Ya, Pak Kaivan datang menjengukku.]

Akhirnya Eve menjawab jujur ke Grisel.

Tanpa diduga, Grisel tiba-tiba menghubungi sampai membuat Eve terkejut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Adeena
si Grisel ada rasa ke Kaivan hmmmmm tp jangan harap Kaivan mau nglirik kamu Gris.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status