Aku menghapus air mataku dan memaksakan diri untuk mengambil nafas dalam. Aku tidak menyerah sekarang. Aku tidak menyerah ketika aku duduk memegang tangan ibuku saat dia menghambuskan nafas terakhirnya. Aku tidak menyerah saat mereka membaringkannya di tanah yang dingin. Aku bisa melaluinya.
Aku tidak punya cukup uang untuk menyewa kamar hotel tapi aku punya truk. Aku bisa tinggal di trukku. Mencari tempat aman untuk memarkirnya di malam hari mungkin satu-satunya masalahku. Kota ini kelihatannya cukup aman tapi aku sangat yakit jika truk tua ini di parkir sembarang tempat akan menarik perhatian. Aku akan melihat polisi mengetuk jendelaku bahkan sebelum aku tidur. Aku akan menggunakan seratus ribu terakhirku untuk mengisi bensin. Kemudian aku bisa mengemudikan trukku ke pusat kota dimana trukku tidak akan ketahuan di tempat parkir.
Mungkin aku bisa memarkirnya di belakang restoran dan mendapat kerja juga di sana.Aku tidak perlu bensin untuk pulang pergi ke tempat kerja. Perut keronconganku mengingatkanku kalau aku belum makan sejak pagi. Aku akan menghabiskan beberapa rupiah untuk makan. Dan berdoa semoga aku akan mendapatkan pekerjaan besok.
Aku akan baik-baik saja. Aku memutar kepalaku untuk memeriksa di belakangku sebelum aku menghidupkan mesin truk dan mundur. Sepasang mata menatapku.
Aku berteriak kecil sebelum aku tahu kalau itu adalah Rudy. Apa yang dia lakukan? Mungkin dia sedang meyakinkan dirinya kalau aku telah meninggalkan rumahnya. Aku benar-benar tidak mau berbicara dengannya. Aku mengalihkan tatapanku untuk keluar dari tempat ini sebelum dia mengengkat alis matanya padaku. Apa maksudnya?
Aku benar-benar tidak peduli. Meskipun dia terlihat sangat seksi saat melakukannya. Aku mulai menghidupkan truk tapi tiba-tiba mesin meraung, aku mendengar bunyi klik dan senyap. Oh, tidak. Jangan sekarang. Tolong jangan sekarang.
Aku menggoncangkan kunci dan berdoa kalau aku salah. Aku seharusnya tidak kehabisan bensin. AKu menghantam telapak tanganku pada setir. Aku terjebak. Apakah Rudy akan menelpon polisi? Dia ingin aku keluar dari rumahnya jadi dia keluar untuk memastikan aku sudah pergi. Sekarang aku tidak bisa pergi, apakah dia akan membuatku ditangkap? Atau yang lebih buruk memanggil mobil derek. Aku tidak punya uang untuk mendapatkan kembali trukku jika dia melakukannya.
Menelan ludah dengan susah payah, aku membuka pintu truk dan berharap yang terbaik.
"Ada masalah?" Tanya Rudy.
Aku ingin berteriak histeris dalam frustasi. Namun, aku memutuskan untuk mengangguk. "Aku kehabisan bensin." Rudy mendesah. Aku tidak bicara.
"Berapa usiamu?"
Apa? Apakah dia benar-benar bertanya usiaku? Aku terjebak di jalan masuk rumahnya, dia ingin aku pergi dan sekarang dia bertanya usiaku. Dasar pria yang aneh.
"Dua puluh." Jawabku.
Rudy mengkat alisnya. "Benarkah?"
"Ya, benar."
"Rudy tersenyum dan mengangkat bahu. "Maaf. Kau terlihat lebih muda." Matanya menelusuri tubuhku dan kembali keatas dengan perlahan. Rasa panas tiba-tiba merayapi pipiku, memalukan. "Aku tarik lagi kata-kataku. Tubuhmu sedikit seperti berusia Dua puluh tahun. Wajahmu kelihatan begitu segar dan muda. Kau tidak memakai make-up?"
Pertanyaan apa itu? Apa yang dia lakukan? Aku kehabisan kesabaranku. "Aku kehabisan bensin. Aku hanya punya seratus ribu. Ayahku kabur dan meninggalkanku setelah mengatakan dia akan membantuku untuk bertahan hidup. Percayalah padaku, dia adalah orang terakhir yang ingin kumintai tolong. Tidak, aku tidak pakai make-up. Aku punya masalah yang lebih besar daripada terlihat cantik. Sekarang, apakah kau akan memanggil polisi atau mobil derek? Aku lebih menyukai polisi jika aku boleh memilih." Aku menutup mulutku. Dia telah mendorongku terlalu jauh dan aku tidak bisa mengontrol mulutku. Sekarang, aku dengan bodohnya memberi dia ide tentang mobil derek.
Rudy mengangkat kepalanya dan mengamatiku. Kesunyian lebih dari yang bisa kuatasi. Aku hanya membagi sedikit informasi pada pria ini. Dia bisa saja membuat hidupku lebih sulit jika dia menginginkannya.
"Aku tidak suka ayahmu dan dari nada bicaramu, begitu juga denganmu," katanya dengan penuh pertimbangan. "Ada satu kamar kosong malam ini. Kosong hingga ibuku pulang dari liburannya. Aku tidak menyuruh asisten rumah tangga untuk tinggal disini sementara dia berlibur. Rita hanya datang untuk bersih-bersih seminggu sekali saat ibuku berlibur. Kau bisa menempati kamarnya yang ada di bawah tangga. kamarnya kecil tapi ada ranjangnya."
Dia menawariku kamar. Aku tidak akan menangis. Aku bisa melakukannya larut malam nanti. Aku tidak di penjara. Terima kasih Tuhan.
"Satu-satunya pilihanku adalah truk ini. Aku bisa menjamin apa yang kau tawarkan jauh lebih baik. Terima kasih."
Rudy mengerutkan dahi beberapa saat, kemudian segera hilang dan ada senyum tipis diwajahnya. "Dimana kopermu?" Tanyanya.
Aku menutup pintu truk dan berjalan ke belakang truk untuk mengeluarkannya. Sebelum aku bisa mengambilnya, sesosok tubuh hangat dengan aroma asng meraihnya duluan. Aku membeku saat Rudy meraih koperku dan menariknya keluar.
Berbalik, aku menatapnya. Dia berkedip padaku. "Aku bisa membawakan tasmu. Aku bukan seorang bajingan."
"Terima kasih." Aku tergagap, tidak bisa jauh dari tatapannya. Matanya begitu mengagumkan. Bulu mata hitam tebal yang membingkai hampir terlihat seperti garis mata. Dia memiliki semua hal yang alami di sekeliling matanya. Itu sangat tidak adil.
"Ah bagus, kau menghentikannya. Aku memberimu lima menit dan kemudian keluar untuk memastikan kau tidak kehilangannya." Suara akrab Jafin mengagetkanku dari kebingungan dan aku berbalik untuk berterima kasih. Aku telah menatap Rudy seperti orang bodoh. Aku terkejut dia tidak melemparku dengan tas.
"Dia akan memakai kamar Rita sampai aku bisa menghubungi ayahnya dan mencari tahu sesuatu." Rudy seolah terganggu. Dia berjalan ke sampingku dan memberikan kopernya pada Jafin. "Ini, tolong antarkan dia ke kamarnya. Aku harus kembali."
Rudy berjalan tanpa menatap ke belakang.
"Dia sangat menyebalkan." kata Jafin menggelengkan kepalanya dan menatap padaku, aku setuju dengannya.
"Kau tidak perlu membawa koperku masuk lagi." Aku berkata sambil meraih koper.
Jafin menjauhkannya dariku. "Aku bersikap seperti kakak yang baik. Aku tidak akan membiarkanmu membawa koper ini, aku dua kali lebih kuat darimu untuk membawanya."
"Kakak?"
Jafin tersenyum tapi senyum itu tidak mencapai matanya. "Kupikir aku lupa bilang kalau aku anak dari suami tante Diva yang kedua. Dia menikah dengan ayahku saat aku berusia tiga tahun. Mereka menikah hingga aku berumur 15 tahun. Sejak saat itu Rudy dan aku bersaudara. hanya karena ayahku bercerai dari ibunya tidak mengubah apa pun antara kami."
Oh. Oke. Aku tidak menduganya. "Berapa banyak suami yang dia miliki?"
Jafin tertawa pendek kemudian berjalan menuju pintu. "Ayahmu suami nomer empat."
Ayahku adalah orang yang bodoh. Wanita seperti dia kelihatannya mudah berganti suami,seperti dia mengganti celana dalam. Bebarapa lama dia melupakan para lelaki itu sebelum dia membuka hatinya lagi?
Jafin berjalan ke belakang dan tidak berkata apa-apa padaku saat kami menuju dapur. Dapur itu besar dengan meja batu hitam dan peralatan rumah tanga yang banyak. Mengingatkanku pada sesuatu dari majalah dekorasi rumah. Kemudian dia membuka pintu. Bingung, aku melihat sekelilingku kemudian mengikutinya masuk ke dalam. Dia berjalan ke belakang ruangan itu dan membuka pintu lain.
Dia punya cukup ruang untuk masuk dan meletakkan koperku di ranjang. Aku mengikutinya dan berputar disekitar ranjang ukuran dobel yang hanya meninggalkan jarak beberapa inci antara ranjang dan pintu.Aku benar-benar ada di bawah tangga. Sebuah meja kecil ada diantara ranjang dan dinding. selain itu tidak ada apa-apa lagi.
"Aku tidak tahu di mana kau akan menyimpan kopermu, kamar ini kecil. Aku sebenarnya tidak pernah kesini." Jafin menggelengkan kepalanya dan kemudian mendesah. "Dengar, kau bisa tinggal di apartemenku, paling tidak aku bisa memberimu kamar yang bisa membuatmu bergerak di dalamnya."
Ucapannya yang manis membuatku tidak ingin menolak tawarannya. Dia tidak membutuhkan tamu tidak diundang untuk menempati salah satu kamarnya. Paling tidak disini aku bisa menyembunyikan diri jadi tidak ada seorang pun yang akan melihatku. Aku bisa membersihkan sekitar rumah dan mendapatkan pekerjaan di suatu tempat. Mungkin Rudy akan membiarkannku tidur dikamar kecil yang tidak terpakai ini sampai aku punya cukup uang untuk pindah. AKu aka mencari tokoh bahan makanan besok dan memakai seratus ribuku untuk membeli makanan. Selai kacang dan roti akan menjadi makananku selama seminggu atau lebih.
"Disini sempurna.Aku akan baik-baik saja disini. Selain itu, Rudy akan menelpon ayaku besok dan mencari tahu kapan dia akan kembali. Terima kasih, aku sangat menghargai tawaranmu."
Jafin melihat sekeliling kamr, dia tidak senang pada kamar ini. Tapi aku menyukainya.Dia sangat perhatian. "Aku tidak suka meninggalkanmu disini." Dia menatapku sekarang dengan suara memohon. Jafin menjalankan tangannya ke rambutnya. "Maukah kau berjanji satu hal?"
Aku bukan orang yang suka berjanji. Yang aku tahu dari janji adalah mereka mudah dilupakan. Aku mengangkat bahu.
"Jika Rudy menyuruhmu pergi, telpon aku."
Aku akan menyetujuinya.
"Dimana ponselmu? Jadi aku bisa memasukkan nomorku." Tanyanya.
Hal ini akan membuatku terdengar semakin menyedihkan. " Aku tidak punya."
Jafin menganga padaku. "Tidak heran kau punya senjata." Jafin meraih ke sakunya dan mengeluarkan sesuatu yang mirip kwitansi. "Kau punya pulpen?"
Aku mengeluarkan pulpen dari dompetku dan memberikannya padanya.
Dia dengan cepat menuliskan nomornya dan memberikan kertas dan pulpen padaku. "Telpon aku. Aku serius."
Aku tidak akan pernah menelponnya tapi dia baik sekali dengan tawarannya. Aku mengangguk. Aku tidak menjanjikan apa-apa.
"Kuharap kau tidur dengan nyenyak disini." Dia melihat kamar kecil itu dengan rasa khawatir di matanya. Aku akan tidur dengan nyenyak.
"Tentu." Aku meyakinkannyaa.
Dia mengangguk dan keluar dari kamar menutup pintu dibelakangnya. Aku menunggu hingga aku mendengar dia menutup pintu dapur sebelum aku duduk diranjang di samping koperku. Ini akan baik-baik saja. Aku bisa menjalaninya.
Meskipun tidak ada jendela di kamar ini yang memberitahukanku bahwa matahari telah terbit, aku tahu aku telah kesiangan. Aku kelelahan karena menyetir ditengah kemacetan kota dan derap kaki ditangga selama berjam-jam setelah aku berbaring hingga tertidur pulas. Aku duduk dan menyalakan saklar lampu di dinding. Bola lampu kecil menerangi kamar dan aku meraih ke bawah ranjang untuk menarik koperku.Aku perlu mandi dan aku perlu memakai kamar kecil. Mungkin semua orang masih tertidur dan aku bisa menyelinap ke kamar mandi tanpa ada seseorang yang mengetahuinya. Jafin tidak menunjukkan padaku dimana kamar mandinya kemarin malam.Aku meraih celana dalam bersih dan sebuah celana pendek hitam dan tank top putih. Jika aku beruntung, Aku bisa segera keluar dari kamar mandi sebelum Rudy turun ke lantai bawah. Aku membuka pintu yang menuju ke dapur kemudian berjalan melewati deretan rak yang menyimpan banyak makanan lebih dari yang dibutuhkan semua orang. Aku perlahan memutar ken
Ada catatan terjepit dibawah wiper kaca depan truk. Aku menariknya keluar dan membaca, *Bensin sudah penuh. Jafin.Jafin sudah mengisi bensinku. Dadaku tiba-tiba terasa hangat. Dia sangat baik.Kata-kata Rudy tentang 'parasit' terngiang di telingaku dan aku menyadari aku perlu mengganti uang Jafin secepat mungkin. Aku tidak mau dianggap sebagai parasit seperti ayahku.Masuk ke truk, aku memutarnya dengan mudah dan mundur dari jalan masuk. Beberapa mobil masih diluar, meskipun tidak sebanyak tadi malam. Aku bertanya-tanya siapa yang menginap semalam. Apakah mereka selalu berada disini? Aku tidak melihat siapapun pagi ini selain Rudy dan gadisnya yang dia buat marah tadi.Rudy bukanlah orang yang baik tapi dia bijaksana. Itu menurutku. Dia juga seksi. Aku hanya harus belajar untuk mengabaikannya. Ini seharusnya cukup mudah. Aku tidak mengharapkan Rudy berada di sekitarku.Aku memutuskan bahwa
Matahari sangat panas. Mbak Cla tidak ingin aku mengikat rambutku. Dia berpikir para pemain golf pria menyukai rambut yang digerai. Tapi tidak bagiku, sangat panas di luar sini. Aku mengambil es batu dalam box pendingin dan menggosokkan ke leherku. Aku hampir berada di lubang 15 untuk ketiga kalinya.Tidak ada yang bangun pagi ini ketika aku keluar dari kamar. Piring-piring kotor masih ada di meja. Aku membereskannya dan membuang makanan yang ada di panci yang dia tinggalkan sepanjang malam. Membuatku sedih melihat makanan itu dibuang. Baunya sangat enak semalam saat aku pulang.Lalu aku membuang botol amggur kosong dan mengambil gelas-gelas diluar disamping meja tempat aku menyaksikan Rudy melakukan hal itu dengan seorang gadis.Kembali ke lapangan yang panas, aku berhenti disamping kelompok pemain golf di lubang ke 15. Mereka masih muda. Aku pernah melihat mereka berada di lubang ke 3. Mereka membeli banyak minuman dan memberi banyak tips."
Menjauh dari Rudy tidaklah mudah apalagi kami tinggal di bawah atap yang sama. Walaupun fia berusaha menjaga jarak, kami tetap bertemu. Dia juga menghindari kontak mata denganku, tapi semua itu makin membuatku terpesona padanya.2 hari setelah percakapan kami di pantai, aku melangkah memasuki dapur setelah memakan roti isi mentega kacangku dan kembali disambut oleh gadis setengah telanjang lain lagi. Rambutnya berantakan, dia adalah gadis yang cantik.Gadis itu berbalik dan melihatku. Ekspresi terkejutnya dengan cepat berubah menjadi tidak suka. Dia berkacak pinggang, "Apakah kau baru saja keluar dari tempat penyimpanan?""Ya. Apakah kau baru saja turun dari tempat tidur Rudy?" Kataku. Itu keluar begitu saja dari mulutku sebelum aku dapat menghentikan diriku. Rudy sendiri sudah menegaskan bahwa kehidupan seksualnya sama sekali bukan urusanku. Aku seharusnya menutup mulutku.Gadis itu menaikkan alisnya yang berbentuk sempurna kemudian senyum terlihat di bi
Aku duduk diatas tempat tidur mendengar tawa dan musik yang berasal dari dalam rumah. Aku ragu mengambil keputusan untuk datang ke pesta seharian. untuk terakhir kalinya aku mengambil keputusan untuk datang dan mengenakan satu-satunya gaun terbagus yang kumiliki. Gaun itu berwarna biru yang ketat pada bagian dada dan pinggangu,dan ujungnya tergantung disekitar pahaku. Aku membeli gaun ini ketika Bobi mengajakku ke pesta perpisahan sekolah.Kemudian dia di nominasikan sebagai raja angkatan itu dan seorang gadis bernama Grace menjadi ratunya. Grace ingin menghadiri acara itu bersama dengan Bobi, yang kemudian Bobi menelponku dan bertanya apakah dia boleh pergi ke acara itu dengan Grace saja. Aku menyrtujuinya lalu menggantung kembali gaun itu. Malam itu aku dan ibuku menonton 2 film sambil makan brownies. Keesokkan harinya semua orang berbicara mereka menang dan mereka terlihat keren karena hadir sebagai pasangan. Itu adalah salah satu kenangan yang kuingat ketika ibuku t
Rumah itu sekali lagi berantakan ketika aku bangun keesokan harinya. Kali ini aku meninggalkan kekacauan itu dan langsung pergi bekerja. Aku tidak ingin terlambat. Aku membutuhkan pekerjaan ini. Ayahku belum menelpon untuk memeriksaku dan aku yakin Rudy tidak bicara dengan ibunya atau dengan ayahku. Aku tidak ingin bertanya padanya karena aku tidak ingin kemarahannya pada ayahku akan dilampiaskan padaku.Mungkin saja suatu haru Rudy akan mengusirku pergi saat aku kembali bekerja. Dia terlihat tidak senang ketika dia keluar dari kamarku tadi malam. Apa lagi setelah kejadian semalam.Oh Tuhan apa yang kupikirkan?Aku tidak bisa berpikir hal lain. Itulah masalahnya! Aku tidak bisa mengendalikan diri. Bisa saja, saat aku pulang nanti aku akan melihat tasku diteras luar. Setidaknya, sekarang ak sudah punya cukup uang untuk tinggal di hotel.Memakai celana pendek dan kaus polo, aku berjalan dari kantor menuju ke pintu depan. Aku perlu mengisi absen agar bi
Beberapa mobil diparkir di luar ketika aku pulang ke rumah Rudy setelah bekerja. Paling tidak aku tidak akan memergokinya sedang berhubungan. Aku membuka pintu dan melangkah masuk. Musik terdengar sangat keras. Aku mulai melangkah ke arah dapur ketika aku mendengar suara seorang perempuan. Perutku terasa tidak nyaman. Aku mencoba untuk mengabaikannya, tapi kakiku rasanya tertanam di lantai. Aku tidak bisa bergerak.Aku melihat mereka di sofa. Aku tidak bisa melihat ini lagi. Aku harus keluar dari sini. Sekarang.Aku berputar kembali ke pintu depan, tidak peduli aku melakukannya dengan diam-diam atau tidak. Seketika aku sudah berada di dalam trukku dan keluar dari jalan masuk sebelum salah satu dari mereka menyadari keberadaanku.Dia tahu jam berapa aku pulang bekerja. Faktanya adalah, dia ingin aku melihatnya. Dia sedang mengingatkanku bahwa aku tidak bisa memilikinya. Sekarang aku tidak menginginkannya.Aku menyetir ke arah kota dengan marah pada diriku
Mbak Cla tidak senang aku pindah ke restoran. Dia ingin aku tetap di lapangan. Dia juga ingin aku mengawasi Beti. Kata Bet, dia sudah tidak bersama Martin lagi. Dia bertemu Martin karena Martin menelponnya 20 kali sore itu. Dia bilang padanya jika dia adalah rahasia kecil, mereka sudah berakhir.Martin meminta dan memohon padanya, tapi dia menolak untuk mengakui Beti dalam lingkaran pertemanannya, dan.. Beti langsung mencampakkannya.Aku sangat bangga.Besok adalah hari liburku dan Beti sudah datang mencariku untuk memastikan kami akan pergi ke klub.Tentu saja kami akan pergi.Aku butuh seseorang untuk mengalihkan perhatianku dari Rudy.Aku mengikuti Jery sepanjang hari. Dia mengajarkanku dan memberitahu apa yang harus kulakukan. Dia tampan, tinggi, dan gay. Para wanita tidak tahu itu, tentu saja. Dia menggoda para wanita tanpa malu-malu. Dan anehnya, mereka menyukai itu. Dia akan melihat dan mengedipkan mata ke arahku ketika seseorang mencoba merayunya. P
Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku
Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi
Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya
Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan
"Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari
"Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk
Ayahku mengangkat lengannya ke arahku dan tersenyum."Sekarang saatnya untuk kita keluar." Katanya padaku sebelum membuka pintu. Aku menggandeng tangannya dan mengikutinya menuruni tangga dan keluar dari ruangan. Aku keluar dari dalam rumah dan menuju ke sebuah jalan yang telah di hiasi bunga mawar berwarna pink. Aku membiarkan ayahku memimpin jalan untukku.Beti dan Jery berjalan di depan kami memegang bucket mereka. Rudy berdiri di ujung altar dengan Jafin yang berdiri di sampingnya. Teman-teman kami duduk di kursi yang sudah di sediakan berepuk tangan dan tersenyum padaku. Bahkan Bobi dan neneknya juga hadir.Aku melangkah pelan di samping ayahku di iringi lagu dari Jason Mraz "I Won't Give Up" dan berharap aku tidak terjatuh karena menginjak gaun panjangku. Aku menatap ke depan dan melihat Rudy tersenyum sambil berkali-kali mengusap matanya. Jafin memberinya selembar kain putih dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudy membuat Rudy menyenggol rusuk
Kami tinggal selama seminggu agar aku lebih mengenal saudara laki-lakiku. Karlos mudah bergaul saat aku menyadari kalau dia tidak melihatku dengan pandangan mesum tapi dia menunjukkan ketertarikan untuk mengenalku sebagai saudara perempuannya. Aku mengerti itu. Tapi aku juga senang akhirnya aku dan Rudy sudah pulang kembali ke bali.kami segera merencanakan pernikahan. Beti dan jery akan menjadi pendamping wanitaku dan Jafin akan menjadi pendamping pria untuk Rudy. Rudy memberi waktu seminggu untuk mengatur semuanya. Aku bahkan tidak beradu pendapat dengannya. Keyakinan di matanya mengatakan padaku kalau berdebat dengannya tidak akan ada gunanya. Aku lebih dari siap untuk menikahi pria ini tapi aku juga khawatir kalau mungkin aku akan berbalik dan kabur. Terutama setelah apa yang sudah terjadi pada adiknya baru-baru ini.kami akan menikah sepuluh hari sebelum valentine day.beruntungnya, Rudy mempunyai banyak uang untuk membuat pernikahan ini t
"Rudy." Kataku saat merasakan sebuah pelukan dari belakang. Aku berdiri di teras menatap ke arah lautan. Aku akan menjemput Rudy di bandara jam 7 malam ini tapi dia sudah ada di sini lebih awal.Dia membenamkan wajahnya di rambutku dan menaruh kedua tangannya di atas perutku. "Maafkan aku, Aileen. Aku sangat menyesal. Aku mencintaimu. Hal ini tidak akan terjadi lagi."Aku meringis, kata-kata itu terdengar familiar, karena dia sudah sering mengatakannya sebelumnya. "Aku mencintaimu." Jawabku."Aku mencintaimu juga." Jawabnya sambil memelukku dan kami berdiri di sana dalam diam menatap matahari yang hampir tenggelam di atas air laut.Suara batuk keras membuatku kaget. Aku perlahan mundur dari pelukannya dan mengintip dari balik bahunya. Aku tahu kalau wajahku mungkin saja sekarang sudah berubah warna menjadi merah dan aku segera menundukkan kepalaku di dada Rudy.Rudy menoleh ke belakang dan melihat seorang pria sedang mengawasi kam