Menjauh dari Rudy tidaklah mudah apalagi kami tinggal di bawah atap yang sama. Walaupun fia berusaha menjaga jarak, kami tetap bertemu. Dia juga menghindari kontak mata denganku, tapi semua itu makin membuatku terpesona padanya.
2 hari setelah percakapan kami di pantai, aku melangkah memasuki dapur setelah memakan roti isi mentega kacangku dan kembali disambut oleh gadis setengah telanjang lain lagi. Rambutnya berantakan, dia adalah gadis yang cantik.
Gadis itu berbalik dan melihatku. Ekspresi terkejutnya dengan cepat berubah menjadi tidak suka. Dia berkacak pinggang, "Apakah kau baru saja keluar dari tempat penyimpanan?"
"Ya. Apakah kau baru saja turun dari tempat tidur Rudy?" Kataku. Itu keluar begitu saja dari mulutku sebelum aku dapat menghentikan diriku. Rudy sendiri sudah menegaskan bahwa kehidupan seksualnya sama sekali bukan urusanku. Aku seharusnya menutup mulutku.
Gadis itu menaikkan alisnya yang berbentuk sempurna kemudian senyum terlihat di bibirnya. "Tidak. Bukan berarti aku menolak naik ke tempat tidurnya, jika dia mengijinkan tapi jangan pernah beritahu Jafin." Dia mengibaskan tangannya seperti mengusir seekor lalat. "Lupakan, Jafin juga sepertinya sudah tahu."
Aku bingung. "Jadi kau baru turun dari tempat tidurnya Jafin?" Tanyaku. Itu bukan urusanku tapi Jafin tidak tinggal disini, aku jadi penasaran.
"Ya, atau lebih tepatnya tempat tidur lamanya."
"Tempat tidur lamanya?"
Pergeakan di lorong membuat perhatianku teralihkan dan mataku menatap mata Rudy. Dia memperhatikanku dengan sebuah senyum sombong yang menghiasi bibirnya. Bagus. Dia mendengarku sedang mengorek informasi. Aku ingin membuang pandanganku dan berpura-pura tidak pernah bertanya apapun pada gadis itu. Tapi tatapan matanya memberitahuku bahwa itu tidak ada gunanya.
"Kumohon jangan biarkan aku menjadi penghalang, Aileen. Silahkan lanjutkan menginterogasi tamu Jafin. Aku yakin dia tidak keberatan." Kata Rudy dengan sengaja. Dia menyilangkan lengannya didada dan bersandar pada pintu seakan dia sangat merasa nyaman.
Aku menundukkan kepalaku dan berjalan ke arah tempat sampah untuk menyingkirkan remah roti dari jemariku. Aku tidak mau melanjutkan obrolan ini jika Rudy masih berdiri disana. Membuatku terlihat sangat tertarik padanya. Orang yang tidak dia inginkan ada di hidupnya.
"Selamat pagi Rudy, terima kasih sudah mengijinkan kami menginap disini semalam. Jafin minum terlalu banyak makanya tidak bisa mengemudi kembali ke rumahnya." Kata gadis itu.
Oh. Jadi begitu. Sial. kenapa aku membiarkan rasa ingin tahu menguasai diriku?
"Jafin tahu dia punya kamar kalau dia ingin tinggal disini." Kata Rudy. Aku bisa melihat dengan menggunakan sudut mataku dia berjalan menjauh dari pintu menuju meja dapur. Menaruh perhatiannya padaku. Kenapa dia tidak melupakan hal ini? Aku ingin pergi diam-diam.
"Kalau begitu ku rasa aku akan kembali ke lantai atas." Suara gadis itu terdengar tidak yakin. Rudy tidak menjawab dan aku tidak menoleh untuk memandang salah satu dari mereka. Aku menunggu langkah gadis itu menaiki tangga sebelum aku berbalik memandang Rudy.
"Rasa ingin tahu bisa membuat seekor kucing terbunuh, Aileen yang manis." Bisik Rudy ketika dia berjalan kearahku. "Apakah tadi kau pikir aku punya teman tidur yang lain? Berusaha mencari tahu apakah dia berada di tempat tidurku semalaman?"
Aku tidak menjawab.
"Dengan siapa aku tidur itu bukan urusanmu. Bukankah kita pernah membicarakan ini sebelumnya?"
Aku mengangguk. Jika dia membiarkanku pergi aku tidak akan pernah berbicara lagi dengan gadis manapun yang datang ke rumah ini.
Rudy mengulurkan tangannya dan menyentuh rambutku dengan jarinya. "Kau tidak akan mau mengenalku."
Jika dia tidak sangat mempesona dan berada tepat didepanku maka itu akan lebih mudah. Tapi semakin dia menolakku semakin aku tertarik padanya.
"Kau bukan seperti yang ku pikirkan. Walau aku berharap sebaliknya. Mungkin itu akan mempermudah segalanya." Katanya dengan suara rendah lalu berbalik dan berjalan menjauh. Ketika pintu mengarah ke teras belakang tertutup aku menghembuskan napas yang dari tadi kutahan.
Apa maksudnya? Apa yang dia harapkan?
Keesokkan harinya aku membuka mata dan melihat kearah jam alarm kecil. Sudah lewat dari pukul 9 pagi. Tidurku nyenyak. meregangkan tubuhku,aku meraih tombol dan menyalakan lampu. Aku sudah mengumpulkan lebih dari tiga juta rupiah minggu ini. Aku putuskan untuk mulai mencari apartemen hari ini. Aku menyisir rambut dengan jariku mencoba merapikannya sebelum aku keluar. Aku ingin berjemur sebentar di pantai pagi ini. Hari ini aku akan menikmati laut dan sinar matahari.
Aku menarik keluar koperku dari bawah tempat tidur dan mencari bikini pinkku. Jujur saja, jarang kugunakan. Dan ketika aku memakainya, aku tersadar kalau bikininya sudah agak kecil. Atau tubuhku telah berubah. Kukeluarkan sebuah tank top untuk menutupi bikini yang yang ku kenakan dan memakai sunscreen.
Aku mematikan lampu dan memasuki dapur.
"Sial. Siapa dia?" Seorang pria remaja bertanya dengan terkejut ke arahku. Aku menatap sekilas pada orang asing yang terperangah itu, aku mengalihkan pandangan ke arah kulkas dimana Jafin sedang berdiri sambil tersenyum.
"Apakah kau keluar dari kamar dengan pakaian seperti itu setiap hari?" Tanya Jafin.
"Tidak. Biasanya aku memakai seragam kerja." Jawabku dan sebuah siulan pelan datang dari pria lainnya. Dia mungkin berusia 14 tahun.
"Jangan pedulian hormon yang sedang menguasai idiot itu. Dia Billi. Ibunya dan tante Diva adalah kakak beradik. jadi dia adalah adik sepupuku. Dia datang kemari tadi malam setelah kabur untuk ratusan kalinya dan Rudy menghubungiku untuk datang menjemputnya dan menyeretnya pantatnya pulang."
Rudy. kenapa dengan mendengar nama itu membuat jantungku berdegup lebih kencang? "Senang bertemu denganmu Billi. Aku Aileen. Rudy kasihan padaku dan mengijinkannku tinggal sampai aku dapat mencari tempat tinggalku sendiri."
"Hei, Kau bisa ikut pulang denganku. Aku tidak akan membiarkanmu tidur di bawah tangga." Tawar Billi.
Aku tersenyum. "Terima kasih. Tapi aku pikir ibumu tidak akan mengijinkannya. Aku tidak masalah tidur di bawah tangga dan aku tidak perlu tidur dengan pistolku."
Jafin tertawa dan Billi melotot. "Kau punya pistol?" Billi bertanya dengan nada kagum.
"Sekarang kau telah mengatakannya. Sebaiknya aku membawanya pergi sebelum dia jatuh cinta lagi." Kata Jafin, dia brjalan ke arah pintu. "Ayo Billi sebelum aku membangunkan Rudy dan kau harus menghadapi amarahnya."
Billi menatap sekilas pada Jafin lalu kembali menatapku seakan dia terluka. sangat menggemaskan.
"SEKARANG, BILLI." Jafin memerintah.
"Jafin." Aku memnaggilnya.
"Ya?" Dia berbalik untuk memandangku.
"Terima kasih untuk bensinnya. Aku akan mengganti uangmu secepatnya."
Jafin menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu. Aku akan mersa tersinggung. tapi terima kasih kembali." Dia berkedip padaku.
Aku melambaikan tangan pada Billi dan aku akan mencari cara mengganti uangnya tanpa membuatnya tersinggung. Sekarang, aku punya rencana lain. Aku melangkahkan kaki ke pintu yang mengarah keluar. Inilah waktunya aku menikmati hariku.
Kubentangkan handuk yang kuambil dari kamar mandi. Aku harus mencucinya nanti malam. Pantainya sepi. Aku melepaskan tank top dan memejamkan mataku, membiarkan suara ombak ditepi pantai menyeretku untuk kembali tidur.
"Tolong katakan padaku kalau kau memakai sunscreen." Sebuah suara berat terdengar tidak asing. Aroma bersih sangat menggiurkan.
Membuka mataku, aku berkedip karena sinar matahari yang menyilaukan dan aku melihat Rudy yang sedang duduk disampingku. Matanya menatapku. "Kamu memakai sunscreen kan?"
Aku hanya mengangguk dan bangun untuk duduk.
"Bagus. Aku tidak suka melihat kulit mulusmu berubah menjadi pink."
Terdengar seperti sebuah pujian tapi aku tidak yakin mengucapkan terima kasih itu pantas. Dia terus menatapku. Aku melawan keinginanku untuk meraih tank top dan mengenakannya kembali.
"Kau tidak bekerja hari ini?" Akhirnya dia bertanya.
"Aku libur hari ini."
"Bagamana pekerjaanmu?"
Dia sedang bersikap baik. Setidaknya dia tidak menghindariku. Ada satu daya tarik yang menyeretku padanya yang tidak bisa kujelaskan. Semakin dia menjaga jarak semakin aku ingin mendekat. Dia memiringkan kepalanya dan menaikkan salah satu alisnya seolah sedang menantikan jawabanku.
Tunggu. Dia sedang bertanya padaku. "Baik. Aku menyukai pekerjaanku."
Rudy tersenyum. "Tentu saja."
Aku terdiam dan memikirkan komentarnya. "Apa maksudnya?"
Tatapan matanya turun mengamati tubuhkukemudian naik lagi. Sekarang kau menyesal karena tidak memakai kembali tank topku.
"Kau tahu bagaimana wajahmu,Aileen. Apalagi ketika kau tersenyum dengan manis, para pemain golf itu pasti memberikanmu banyak tip."
Dia benar mengenai uang tipnya. Dia juga membuatku merasa tidak enak karena memandangku seperti itu. Aku ingin dia menyukai apa yang dia lihat tapi kemudian aku takut dengan apa yang akan terjadi. Bagaimana jika dia mengubah keputusannya mengenai saling menjaga jarak?
Kami duduk dalam diam selama beberapa saat. Aku yakin dia sedang memikirkan sesuatu. Rahangnya menegang dan ada garis kerutan yang terbentuk di dahinya.
"Sudah berapa lama ibumu meninggal?" Tanyanya sambil menatapku.
"36 hari yang lalu."
Dia terlihat tidak nyaman. "Apa ayahmu tahu kalau ibumu sakit?"
Pertanyaan lain yang tidak ingin aku jawab. "Ya. Ayahku tahu. Aku juga menghubunginya dihari ibuku meninggal. Dia tidak mengangkat telponnya. Aku hanya mengirimkan sebuah pesan." Kenyataan kalau ayahku tidak pernah membalas telponku terlalu sakit untuk kuakui.
"Apa kau membencinya?"
Aku ingin membencinya. Dia telah menyebabkan duka dalam hidupku sejak hari dimana saudara perempuanku meninggal. "Kadang-kadang."
Rudy mengangguk dan menjulurkan tangannya dan mengaitkan kelingkingnya pada kelingkingku. Dia tidak berkata apapun. Satu koneksi kecil ini, entah kenapa sudah cukup mengatakan semuanya.
"Aku mengadakan sebuah pesta malam ini. Adikku Grizelle, berulang tahun. Aku selalu membuat pesta untuknya. Mungkin kau tidak terlalu bisa bergaul tapi kau diundang jika kau mau hadir."
Adiknya? Dia punya adik perempuan? Kupikir dia anak tunggal.
"Kau punya adik perempuan?"
Rudy mengangkat bahunya. "Ya."
"Jafin bilang, kau anak tunggal."
Rudy menegang. Kemudian menggelengkan kepalanya saat dia melepaskan jarinyadan berpaling untuk memandang ke laut.
"Jafin tidak punya hak untuk bercerita tentangku." Rudy berdiri dan memandangku lagi.
Aku mempunyai firasat ada sesuatu tentang Grizelle. Dan aku seharusnya menjadi orang yang tidak perlu tahu urusan orang lain. Aku berdiri dan berjalan menjuru air laut. Aku membutuhkan sesuatu untuk menyingkirkan Rudy dari benakku. Setiap kali aku merasa nyaman berada disekitarnya, dia mengingatkanku alasan mengapa aku harus tetap diam ditempat. Pria yang aneh. Seksi, tampan, sombong dan menggiurkan tapi aneh.
Aku duduk diatas tempat tidur mendengar tawa dan musik yang berasal dari dalam rumah. Aku ragu mengambil keputusan untuk datang ke pesta seharian. untuk terakhir kalinya aku mengambil keputusan untuk datang dan mengenakan satu-satunya gaun terbagus yang kumiliki. Gaun itu berwarna biru yang ketat pada bagian dada dan pinggangu,dan ujungnya tergantung disekitar pahaku. Aku membeli gaun ini ketika Bobi mengajakku ke pesta perpisahan sekolah.Kemudian dia di nominasikan sebagai raja angkatan itu dan seorang gadis bernama Grace menjadi ratunya. Grace ingin menghadiri acara itu bersama dengan Bobi, yang kemudian Bobi menelponku dan bertanya apakah dia boleh pergi ke acara itu dengan Grace saja. Aku menyrtujuinya lalu menggantung kembali gaun itu. Malam itu aku dan ibuku menonton 2 film sambil makan brownies. Keesokkan harinya semua orang berbicara mereka menang dan mereka terlihat keren karena hadir sebagai pasangan. Itu adalah salah satu kenangan yang kuingat ketika ibuku t
Rumah itu sekali lagi berantakan ketika aku bangun keesokan harinya. Kali ini aku meninggalkan kekacauan itu dan langsung pergi bekerja. Aku tidak ingin terlambat. Aku membutuhkan pekerjaan ini. Ayahku belum menelpon untuk memeriksaku dan aku yakin Rudy tidak bicara dengan ibunya atau dengan ayahku. Aku tidak ingin bertanya padanya karena aku tidak ingin kemarahannya pada ayahku akan dilampiaskan padaku.Mungkin saja suatu haru Rudy akan mengusirku pergi saat aku kembali bekerja. Dia terlihat tidak senang ketika dia keluar dari kamarku tadi malam. Apa lagi setelah kejadian semalam.Oh Tuhan apa yang kupikirkan?Aku tidak bisa berpikir hal lain. Itulah masalahnya! Aku tidak bisa mengendalikan diri. Bisa saja, saat aku pulang nanti aku akan melihat tasku diteras luar. Setidaknya, sekarang ak sudah punya cukup uang untuk tinggal di hotel.Memakai celana pendek dan kaus polo, aku berjalan dari kantor menuju ke pintu depan. Aku perlu mengisi absen agar bi
Beberapa mobil diparkir di luar ketika aku pulang ke rumah Rudy setelah bekerja. Paling tidak aku tidak akan memergokinya sedang berhubungan. Aku membuka pintu dan melangkah masuk. Musik terdengar sangat keras. Aku mulai melangkah ke arah dapur ketika aku mendengar suara seorang perempuan. Perutku terasa tidak nyaman. Aku mencoba untuk mengabaikannya, tapi kakiku rasanya tertanam di lantai. Aku tidak bisa bergerak.Aku melihat mereka di sofa. Aku tidak bisa melihat ini lagi. Aku harus keluar dari sini. Sekarang.Aku berputar kembali ke pintu depan, tidak peduli aku melakukannya dengan diam-diam atau tidak. Seketika aku sudah berada di dalam trukku dan keluar dari jalan masuk sebelum salah satu dari mereka menyadari keberadaanku.Dia tahu jam berapa aku pulang bekerja. Faktanya adalah, dia ingin aku melihatnya. Dia sedang mengingatkanku bahwa aku tidak bisa memilikinya. Sekarang aku tidak menginginkannya.Aku menyetir ke arah kota dengan marah pada diriku
Mbak Cla tidak senang aku pindah ke restoran. Dia ingin aku tetap di lapangan. Dia juga ingin aku mengawasi Beti. Kata Bet, dia sudah tidak bersama Martin lagi. Dia bertemu Martin karena Martin menelponnya 20 kali sore itu. Dia bilang padanya jika dia adalah rahasia kecil, mereka sudah berakhir.Martin meminta dan memohon padanya, tapi dia menolak untuk mengakui Beti dalam lingkaran pertemanannya, dan.. Beti langsung mencampakkannya.Aku sangat bangga.Besok adalah hari liburku dan Beti sudah datang mencariku untuk memastikan kami akan pergi ke klub.Tentu saja kami akan pergi.Aku butuh seseorang untuk mengalihkan perhatianku dari Rudy.Aku mengikuti Jery sepanjang hari. Dia mengajarkanku dan memberitahu apa yang harus kulakukan. Dia tampan, tinggi, dan gay. Para wanita tidak tahu itu, tentu saja. Dia menggoda para wanita tanpa malu-malu. Dan anehnya, mereka menyukai itu. Dia akan melihat dan mengedipkan mata ke arahku ketika seseorang mencoba merayunya. P
Aku menghabiskan roti selai kacang terakhirku dan membersihkan remah-remahnya dipangkuanku. Aku harus pergi ke toko dan membeli makanan. Roti selai kacang ini sudah hampir kadaluarsa.Aku libur hari ini. Aku berbaring di tempat tidur memikirkan Rudy. Apa yang sudah dia lakukan untuk meyakinkanku kalau dia hanya ingin berteman denganku? Dia mengucapkan itu lebih dari sekali. Aku harus berhenti berusaha agar dia bisa melihatku lebih dari sekedar teman.Aku membuka pintu tempat penyimpanan dan melangkah ke dalam dapur. Wangi dari nasi goreng menghampiri hidungku dan aku melihat Rudy yang sedang berdiri di depan kompor hanya memakai celana piyamanya saja, aku pasti sudah menikmati aroma lezat ini. Pemandangan indah dari punggungnya sudah mengusir aroma nasi goreng.Dia menoleh dari bahunya dan tersenyum. "Selamat pagi. Hari ini pasti kau libur."Aku mengangguk dan berdiri disana memikirkan apa yang harus dikatakan seorang teman. Aku tidak mau membuatnya menja
Aku mungkin tidak punya baju untuk ke pesta-pesta Rudy tapi aku punya banyak untuk pergi ke klub murah. Sudah lama sekali aku tidak memakai rok pendek jeans biruku dan sepatu bootku.Rudy pergi dari tadi pagi ketika aku sedang mandi dan dia belum kembali sampai sekarang. Aku penasaran, apakah teman-temannya akan memakai kamarku kalau dia mengadakan pesta disini. Aku tidak suka kalau ada orang asing yang memakai tempat tidurku. Aku benci pikiran ini.Pergi sebelum Rudy kembali artinya aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi. Bisa saja dia akan mengadakan pesta malam ini. Haruskah aku memcuci seprei saat aku pulang? Ide itu membuatku ngeri. Ketika kakiku menyentuh anak tangga terbawah, pintu terbuka dan Rudy berjalan masuk ke dalam. Dia memperhatikan penampilanku dan membeku."Wow." Katanya dan menutup pintu di belakangnya.Aku tidak bergerak."Kau mengenakan baju itu untuk clubbing?" Tanyanya.Aku mengangguk.Rudy menjala
Beti menunjukan arah pada Rudy menuju ke sebuah klub favoritnya. Untuk pergi kesana kami membutuhkan waktu 40 menit.klub itu sangat besar dan sebagian besar terbuat dari papan kayu. Ternyata tempat ini lumayan terkenal. Lagu "Down Let Me Down" milik The Chainsmokers berdentum keras melalui speaker saat kami masuk ke dalam."Mereka akan live musik sekitar 30 menit lagi. Ayo temukan tempat yang bagus untuk duduk." Teriak Beti.Aku tidak pernah minum minuman keras. Tidak pernah. Tapi malam ini aku akan mencobanya. Aku ingin bebas. Melupakan semua yang telah terjadi dan menikmati malam ini. Rudy bergerak dibelakangku dan tangannya ada di pinggangku. Ini bukan yang di lakukan seorang teman,.. benarkan?Aku memutuskan untuk membiarkannya, aku tidak ingin bicara dengan keras di tengah-tengah musik yang keras. Rudy mengajak kami ke meja kosong yang berada jauh dari lantai dansa. Dia berdiri dan menyuruhku duduk. Beti duduk di seberangku sedangkan Rudy dudu
Aku memutar kembali kepalaku, menganggap kalau dia hanya sedang dalam pengaruh alkohol dan bicara omong kosong. Tapi sekarang, Rudy sedang bertingkah seperti dia memang benar-benar tahu sesuatu yang dibicarakan Beti. Dia terlihat siap berhenti dan melempar Beti keluar.Rudy menyalakan radio untuk mendengarkan beberapa musik, dan aku memutuskan untuk tetap diam. Rudy terlihat marah. Apakah Beti benar-benar mengetahui sesuatu yang tidak seharusnya dia ketahui?Dia punya banyak rahasia. Ada beberapa hal yang tidak ingin dia bicarakan. Aku mengakui kami saling trtarik satu sama lain. Tapi itu bukan berarti dia harus memberitahu semua rahasianya? atau apakah dia harus? Tidak! tentu saja tidak. Tapi, haruskah aku memberikan separuh dari diriku untuk seseorang yang tidak benar-benar kukenal? Apakah aku bisa tidur dengannya dan tidak tertarik dengannya? Aku benar-benar tidak yakin tentang hal ini.Tangan Rudy menggenggam tanganku, aku menoleh padanya, namun dia te
Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku
Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi
Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya
Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan
"Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari
"Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk
Ayahku mengangkat lengannya ke arahku dan tersenyum."Sekarang saatnya untuk kita keluar." Katanya padaku sebelum membuka pintu. Aku menggandeng tangannya dan mengikutinya menuruni tangga dan keluar dari ruangan. Aku keluar dari dalam rumah dan menuju ke sebuah jalan yang telah di hiasi bunga mawar berwarna pink. Aku membiarkan ayahku memimpin jalan untukku.Beti dan Jery berjalan di depan kami memegang bucket mereka. Rudy berdiri di ujung altar dengan Jafin yang berdiri di sampingnya. Teman-teman kami duduk di kursi yang sudah di sediakan berepuk tangan dan tersenyum padaku. Bahkan Bobi dan neneknya juga hadir.Aku melangkah pelan di samping ayahku di iringi lagu dari Jason Mraz "I Won't Give Up" dan berharap aku tidak terjatuh karena menginjak gaun panjangku. Aku menatap ke depan dan melihat Rudy tersenyum sambil berkali-kali mengusap matanya. Jafin memberinya selembar kain putih dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudy membuat Rudy menyenggol rusuk
Kami tinggal selama seminggu agar aku lebih mengenal saudara laki-lakiku. Karlos mudah bergaul saat aku menyadari kalau dia tidak melihatku dengan pandangan mesum tapi dia menunjukkan ketertarikan untuk mengenalku sebagai saudara perempuannya. Aku mengerti itu. Tapi aku juga senang akhirnya aku dan Rudy sudah pulang kembali ke bali.kami segera merencanakan pernikahan. Beti dan jery akan menjadi pendamping wanitaku dan Jafin akan menjadi pendamping pria untuk Rudy. Rudy memberi waktu seminggu untuk mengatur semuanya. Aku bahkan tidak beradu pendapat dengannya. Keyakinan di matanya mengatakan padaku kalau berdebat dengannya tidak akan ada gunanya. Aku lebih dari siap untuk menikahi pria ini tapi aku juga khawatir kalau mungkin aku akan berbalik dan kabur. Terutama setelah apa yang sudah terjadi pada adiknya baru-baru ini.kami akan menikah sepuluh hari sebelum valentine day.beruntungnya, Rudy mempunyai banyak uang untuk membuat pernikahan ini t
"Rudy." Kataku saat merasakan sebuah pelukan dari belakang. Aku berdiri di teras menatap ke arah lautan. Aku akan menjemput Rudy di bandara jam 7 malam ini tapi dia sudah ada di sini lebih awal.Dia membenamkan wajahnya di rambutku dan menaruh kedua tangannya di atas perutku. "Maafkan aku, Aileen. Aku sangat menyesal. Aku mencintaimu. Hal ini tidak akan terjadi lagi."Aku meringis, kata-kata itu terdengar familiar, karena dia sudah sering mengatakannya sebelumnya. "Aku mencintaimu." Jawabku."Aku mencintaimu juga." Jawabnya sambil memelukku dan kami berdiri di sana dalam diam menatap matahari yang hampir tenggelam di atas air laut.Suara batuk keras membuatku kaget. Aku perlahan mundur dari pelukannya dan mengintip dari balik bahunya. Aku tahu kalau wajahku mungkin saja sekarang sudah berubah warna menjadi merah dan aku segera menundukkan kepalaku di dada Rudy.Rudy menoleh ke belakang dan melihat seorang pria sedang mengawasi kam