Sean Rahardja harus menikahi Jihan Almira atas permintaan Ara -tunangannya. Tepat sehari setelah Sean dan Jihan menjadi suami istri, Ara menghembuskan napas terakhirnya. Sean tidak pernah benar-benar menganggap Jihan sebagai istrinya, begitu juga dengan Jihan. Tinggal serumah hanya sebagai syarat pernikahan satu tahun yang akan mereka lakukan, faktanya mereka tetap dua orang asing yang dipaksa hidup bersama. Dua orang asing dipaksa hidup bersama lantas terbiasa. Mampukah hal-hal sederhana yang tidak sengaja tercipta menumbuhkan benih cinta diantara mereka?
Lihat lebih banyak"Jihan, kamu mau kan gantiin aku jagain Sean?"
Jihan menggeleng-gelengkan kepalanya sesekali menepuk dahinya sendiri, setengah jam yang lalu ia baru saja menjerumuskan dirinya sendiri kedalam masalah.
Bagaimana bisa ia mengiyakan permintaan konyol Ara? Sean sudah besar dan ia laki-laki, seharusnya ia bisa menjaga dirinya sendiri.
"Duh, kok oon banget sih?" Jihan menempelkan dahinya pada meja.
"Umur aku nggak lama lagi Jihan. Anggap aja ini terakhir kali aku ngrepotin kamu."
Ucapan itu kembali menghentak Jihan, bagaimana bisa Jihan menolak permintaan itu mengingat keadaan Ara dan tatapan sayunya?
Pupus sudah harapan Jihan menikah dengan lelaki yang dicintai dan mencintainya. Sekalipun sekarang Jihan masih jomblo, tapi berharap tidak ada salahnya kan?
Mengingat kembali tentang Sean Rahardja membuat Jihan bergidik ngeri. Lelaki itu terlalu dingin dan datar. Sangat jauh dari tipe pasangan yang diidamkan Jihan.
Suasana kantin rumah sakit ini sedikit lengang, mungkin karena jam besuk sudah selesai. Hanya ada segelintir orang yang sibuk dengan keperluannya masing-masing.
Jihan tidak tahu apakah Ara memberitahukan hal yang sama pada tunangannya itu atau tidak.
Tapi sepertinya, iya.
Karena didepan Jihan sekarang sudah berdiri sosok lelaki berkulit putih pucat dengan tatapan tanpa ekspresinya.
Lelaki itu menyugar rambut hitamnya dengan jemari panjangnya. "Aku harap kau menolak permintaan tunanganku," ujarnya tegas.
Bahkan lelaki itu tidak menyebutkan nama Ara melainkan tunangannya. Sepertinya Sean ingin menunjukan pada Jihan bahwa ia setia.
Jihan menyangga kepalanya dengan satu tangan, lalu menelisik penampilan lelaki didepannya yang bernama Sean ini.
Tampan? Tentu. Jihan juga mengakui jika Sean ini tampan.
Kaya? Pasti. Dilihat dari setelan pakaian dan jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.
Cukup dengan dua hal itu Sean bisa meluluhlantakan hati perempuan manapun. Terkecuali Jihan.
"Namun dilihat dari ekpresi, sepertinya kau menerima permintaan Ara," lanjut Sean saat Jihan tidak segera memberikan respon dari kalimatnya.
Jihan mengangkat kedua alisnya lalu menghembuskan napas panjang. "Rasanya kau bisa menebak dengan benar."
Sean berdecih lalu menyunggingkan senyuman miring dan tatapan dinginnya berubah meremehkan. "Berarti dugaanku meleset. Lagipula mana mungkin kau menyia-nyiakan kesempatan emas," ujar Sean dengan kalimat sarkasnya.
Punggung Jihan menegak mendengar hal itu. Apa maksudnya dengan kesempatan emas? Apa ia pikir Jihan senang berada dalam situasi seperti ini?
"Kau pikir aku mau berada di situasi sulit seperti ini?" balas Jihan dengan tatapannya yang menajam, ia tidak suka disudutkan seperti ini. "Lagipula kenapa bukan kau yang menolaknya?"
"Kau pikir aku juga bisa menolak melihat kondisinya sekarang?"
Cih.
Konsep perempuan selalu benar, tidak berlaku saat ini. Lihat saja bagaimana Sean menjawab ucapan Jihan.
"Kau saja tidak bisa menolaknya, apalagi aku," jawab Jihan.
Sean mengalihkan pandangannya pada taman yang terletak disisi kantin.
"Pernikahan kontrak. Satu tahun," ucap Sean tiba-tiba.
♤♤♤♤♤
Pasangan impian Jihan adalah sosok lelaki yang hangat dan sedikit romantis. Harus nyaman dipeluk dan wangi. Selain itu harus memiliki pekerjaan yang tetap karena bagaimanapun lelaki adalah tulang punggung keluarga dan Jihan juga tidak masalah untuk tetap bekerja saat sudah berumah tangga nanti.
Semua kriteria itu ditetapkan Jihan setelah ia berkaca dari rumah tangga kedua orang tuanya yang hancur, terutama poin terakhir.
Selain itu, pernikahan impian Jihan bukanlah pesta yang mewah, Jihan hanya ingin mengadakan pesta outdoor. Menurutnya pesta outdoor itu unik dan keren, apalagi tempatnya lebih luas.
Sayangnya kedua hal diatas tidak akan pernah Jihan dapatkan, setidaknya dalam waktu dekat ini.
Pernikahan kontrak. Satu tahun.
Lelaki bernama Sean itu selain minim ekspresi ternyata juga gila. Ia mengajak Jihan menjalani pernikahan kontrak. Padahal pernikahan adalah sebuah ikatan suci dan sakral, bukan main-main.
Lagipula Jihan hanya ingin menikah sekali seumur hidup.
Sean pergi meninggalkan Jihan, memberinya waktu untuk memikirkan tawarannya. Lelaki itu sepertinya kembali ke ruang rawat milik Ara, setelah membeli dua botol air mineral.
Jihan masih menatap punggung lebar itu hingga Sean menghilang di tikungan. Bagaimana bisa Ara jatuh cinta dengan lelaki sedingin kutub seperti Sean?
Ara dan Sean bagaikan langit dan bumi. Ara yang ceria dan selalu bisa menghangatkan suasana, membuat orang tertawa dengan lelucon-lelucon konyolnya bersanding dengan Sean yang bahkan tersenyum saja tidak bisa.
Dunia benar-benar hampir kiamat!
♤♤♤♤♤
"Kondisi pasien kembali tidak sadar dan mengalami penurunan. Kami meminta keluarga sudah siap dengan kemungkinan terburuk," ujar seorang lelaki berusia 50 tahunan yang mengenakan jas dokter.
Menangis.
Hanya itu satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh Ibunda Ara —Sarah. Disisi Sarah ada seorang lelaki yang dengan tegarnya terus mendengarkan ucapan dokter sedang tangannya sibuk mengelus lengan ibunya untuk menyalurkan kekuatan.
"Ara nggak akan meninggal kan?" tanya Sarah pada Dio.
Dio sejenak berpikir, menyusun kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan ibunya.
"Ibu lebih seneng ngelihat Ara kesakitan atau nggak?" tanya Dio pada akhirnya.
Sarah dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tentu saja ibu nggak suka melihat Ara sakit!"
Pertanyaan yang tidak perlu dijawab rasanya. Lagipula, ibu mana yang rela melihat anaknya kesakitan? Bahkan jika bisa, Sarah akan meminta biar dirinya saja yang merasakan sakit.
"Nah, berarti ibu harus ikhlas kalau sewaktu-waktu Ara pergi."
Air mata yang tadinya sudah mereda kini mengalir lagi.
Dio mati-matian menahan agar ia tidak ikut menangis. Ia lelaki, harus kuat, tidak boleh cengeng. Setidaknya itu pesan sang ayah sebelum pergi dan tidak kembali.
"Bu...."
Sebuah sapaan membuat Dio dan Sarah menoleh. Sean sudah berdiri disisi mereka dengan penampilan yang cukup berantakan.
"Ara... Gimana?" tanya Sean terbata, sorot matanya tidak bisa berbohong bahwa ia sangat mengkhawatirkan gadis itu.
Bahkan Sean mengabaikan pandangan orang-orang yang melihatnya di sepanjang lorong rumah sakit lantaran penampilannya yang cukup berantakan.
"Kondisinya menurun lagi. Dokter bilang, kita harus siap menerima kemungkinan terburuk," jawab Dio.
Sean bergerak, berpindah menuju ke depan kaca, dimana ia bisa melihat dengan jelas Ara yang sedang terbaring antara hidup dan mati.
Andai ada hal yang bisa ia lakukan untuk menyembuhkan Ara, maka dengan senang hati Sean akan melakukannya. Sekarang dalam hatinya Sean hanya bisa berdoa semoga Tuhan tidak mengambil Ara-nya.
♤♤♤♤♤
Seorang model kelas atas tertangkap kamera memasuki sebuah hotel bintang lima bersama pengusaha muda berinisial SR. Ini adalah kali kedua mereka tertangkap kamera berada di lokasi yang sama.Jihan menatap kosong pada layar ponselnya yang baru saja menampilkan informasi dari dunia hiburan.Sebuah headline dari salah satu portal berita online merenggut kesadaran Jihan selama beberapa detik.Jari yang tadinya hendak memencet tanda silang kini malah menggulirkan layar ponsel. Di sana, terdapat sebuah foto satu lelaki dan satu perempuan, jari-jari mereka bertaut dan saling mengisi satu sama lain.Walaupun tampak belakang, tapi sepertinya Jihan mengenal siluet lelaki itu. Seperti Sean jika dilihat dari postur tubuhnya."Tidak mungkin." Jihan bergumam, menepis semua pemikiran buruknya.Tapi sayangnya pikiran-pikiran buruk itu terus berputar didalam kepala Jihan, membuatnya kesal. Lantas Jihan mengambil ponselnya dan mencari nama Sean disana.Jihan.Sean?Sean.Ya?Jihan.Kau sedang apa?Sean
"PERMISIIIIII."Teriakan seseorang dari depan rumah membuat Jihan bergegas ke depan untuk melihat siapa tamu yang datang."Cari siapa ya?" tanya Jihan bergitu melihat lelaki dengan kulit sedikit gelap berdiri didepannya.Lelaki itu tersenyum, memamerkan giginya yang rapi. "Sean ada?""Ada. Tunggu sebentar."Jihan baru membalikan badan tapi Sean sudah berjalan mendekat ke arahnya."Kau terlambat lima menit, Eros," ucap Sean."Hanya lima menit. Ini hari pertamaku kembali bekerja, seharusnya kau menyambutku," protes lelaki bernama Eros itu."Bagaimana bulan madumu? Sudah puas?""Sangat puas, terimakasih atas hadiah liburannya. Ini... pacarmu yang mana lagi?" tanya Eros sambil melirik Jihan."Dia istriku.""Apa? Kapan kau—?""Ayo berangkat! Aku bisa terlambat jika kau terus mengoceh," potong Sean cepat. Jika meladeni Eros sudah pasti akan lama, lelaki itu betah sekali jika berbincang.Saat Eros sudah menghidupkan mobilnya, Sean berbalik dan kembali mendekati Jihan. "Kau yakin tidak mau ti
Hari libur biasanya dimanfaatkan untuk bersantai atau bermalas-malasan bagi sebagian orang. Namun bagi Sean, hari libur atau bukan, rutinitasnya tetap sama yaitu bangun pagi.Terkadang di hari libur pun Sean tetap bekerja, namun ia bekerja di rumah, di ruang kerjanya sendiri. Bedanya, jika Sean bekerja dirumah, jam kerjanya lebih pendek daripada saat di kantor.Hidup Sean memang sudah teratur sejak dulu. Hasil dari didikan kakeknya, wajar jika ia bisa seperti sekarang ini.Sean mengecek ulang barang-barang yang akan ia bawa ke luar kota, setelah diyakin cukup lelaki itu memasukannya kedalam koper."Jihan! Kau mau pergi kemana?" tanya Sean saat melihat Jihan melewati kamarnya dan memakai jaket.Jihan memundurkan langkahnya. Ini kali pertama bagi Jihan melihat secara langsung dan jelas kamar milik Sean. "Aku mau ke supermarket, beli kebutuhan dapur." jawab Jihan. "Kau butuh sesuatu?""Tunggulah sebentar," pinta Sean.Jihan menurut, ia berdiri dan bersandar di dinding sembari menunggu Se
Jihan bergerak gelisah di tempatnya. Pikirannya bercabang. Antara setumpuk pekerjaan atau Sean yang ia tinggalkan dirumah.Jarum jam bergerak lambat, bahkan pergantian menit terasa sangat lama bagi Jihan. "Kau kenapa?" Qilla yang menyadari gerak-gerik Jihan akhirnya bertanya."Eum, apa boleh ijin pulang cepat?" tanya Jihan."Boleh. Tapi nanti gajimu dipotong," jawab Qilla."Ah tidak masalah. Aku harus ijin kemana?""Langsung ke HRD saja." Qilla menatap heran pada Jihan yang langsung melesat setelah ia memberikan jawaban.Setengah jam kemudian, Jihan sudah mengantongi ijin walaupun ia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari HRDnya.Sudahlah, yang penting sekarang ia bisa pulang.Setelah berpamitan pada rekan-rekannya, Jihan bergegas keluar dari area kerjanya. Ia berjalan tergesa menuju lobi, tangan dan matanya berfokus pada ponsel karena ia sedang berusaha memesan taksi online."Aw."Jihan mengaduh saat dahinya menabrak sesuatu tapi anehnya tidak terasa sakit. Kepalanya mendongak da
Sepuluh menit kemudian Sean keluar kamar dengan keadaan yang lebih segar. Ia sudah berganti dengan baju santai, butiran air menetes turun membasahi kaos dari rambutnya yang setengah basah."Belum selesai?" tanya Sean. Lelaki itu menarik kursi di ruang makan dan duduk disana, ia menyangga kepalanya dengan satu tangan."Sudah."Jihan mendekat dengan dua piring mie instan buatannya, lalu meletakannya di hadapan Sean.Alis Sean terangkat satu saat menyadari Jihan tidak segera duduk. "Kau mau kemana?""Makanlah dulu. Aku akan makan setelah mandi," jawab Jihan."Duduklah dan temani aku makan.""Kau makan lebih dulu saja.""Aku tidak suka meminta dua kali, Jihan."Daripada terjadi perdebatan, Jihan mengalah. Ia menarik kursi dan duduk didepan Sean.Tanpa bicara apapun lagi, Sean mulai memakan mie buatan Jihan. Dengan ekspresi bercampur, Jihan menunggu reaksi Sean.Jihan menegang saat Sean berhenti menyuapkan mie ke dalam mulutnya."Tidak enak ya?" tanya Jihan, melihat pucuk hidung Sean mulai
Sean.Aku pulang terlambat hari ini.Jihan.Aku juga.Jihan menutup ponsel setelah mengirim balasan pesannya untuk Sean. Jihan merasa bersemangat sekali hari ini, ia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru.Dan hari ini Jihan memutuskan untuk pulang sedikit terlambat, ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Jihan melemburkan diri bersama dengan rekan satu divisinya, beberapa dari mereka memang memilih sedikit pulang terlambat daripada besok harus datang lebih pagi."Jihan, kau yakin tidak mau pulang lebih dulu?" tanya Lamia.Jihan menggeleng. "Aku selalu pulang tepat waktu sebelumnya, kali ini biar aku pulang sedikit terlambat.""Ah baiklah kalau begitu. Kurasa pekerjaan ini akan cepat selesai jika kau membantu," sahut Qilla —rekan Jihan yang lain.Jihan yang fokus dengan komputernya, harus berhenti mengetik lantaran ponselnya bergetar.Dahi Jihan berlipat saat melihat nomor yang memanggilnya. Nomor yang waktu itu? Jihan masih hafal tiga angka
Tangan Sean bergerak menyentuh dahi Jihan namun Jihan segera menepisnya. Perempuan itu menolehkan kepalanya ke samping, membuat Sean gagal mendaratkan tangannya dengan sempurna di dahi Jihan.Tiba-tiba Sean berteriak saat punggung kakinya diinjak oleh Jihan, bukan karena sakit tapi karena kaget.Sean masih bertahan dengan wajah polosnya saat Jihan melewatinya begitu saja. Jihan pergi dengan wajah memerah."Kau tak jadi membuatkanku kopi?!" teriak Sean lagi karena Jihan sama sekali tidak berhenti."Kau buat saja kopimu sendiri!" balas Jihan lantang. Jihan terus berjalan dan menghilang dibalik pintu kamarnya.Sean melepas tawanya saat mendengar suara pintu kamar tertutup. Jihan lucu sekali saat sedang malu. Ntah sejak kapan, melihat wajah Jihan memerah menjadi pemandangan favorit bagi Sean.Sean bergerak membereskan kekacauan yang Jihan buat. Mengembalikan gelas yang tidak jadi dipakai dan menuang gula pada toplesnya, agar besok Jihan tidak kesulitan lagi.Sean bukannya tidak tahu menga
Vidi baru saja tiba di kantornya. Ia berjalan santai dengan satu tangan masuk ke kantong celana, tatapannya datarnya langsung menyapu area perkantoran miliknya.Tidak peduli dengan suasana ramai di lobi kantor yang penuh sesak oleh orang-orang dengan map ditangan, Vidi terus melangkah sekalipun ia tahu netra orang-orang itu sebagian besar tertuju padanya.Namun saat netranya menangkap kemunculan seorang perempuan yang akhir-akhir ini memenuhi kepalanya, mau tidak mau Vidi menjadi tertarik.Gerak-geriknya membuat langkah Vidi tertahan. Ia berhenti dan batal menuju ruangannya, memilih merekam setiap raut ekspresi serta gerakan yang perempuan itu lakukan. Tanpa sadar sudut bibir Vidi terangkat kala bibir perempuan itu bergerak-gerak tanpa suara, semacam memberi semangat untuk dirinya sendiri.Ntah apa yang ada dipikiran Vidi, tiba-tiba ia menemui salah satu karyawannya yang memang bertugas dalam hal perekrutan lalu meminta berkas dengan menunjuk perempuan itu.♤♤♤♤♤Layu sebelum berkemba
"Sean, bisa kita bicara?" "Duduklah." Sean melepas kacamata bacanya dan menutup buku yang ia pegang."Ada apa?"Jihan sudah memikirkan hal ini matang-matang selama beberapa hari sebelum akhirnya ia mengumpulkan keberanian dan nekat membicarakannya dengan Sean."Aku bosan. Dirumah aku tidak ada kegiatan, aku ingin bekerja."Sean menatap tidak suka dengan tiga kata terakhir yang diucapkan. "Kenapa? Kau butuh sesuatu?"Tangan Sean bergerak membuka laci paling bawah dari nakas disampingnya dan mengambil sebuah dompet darisana. Dari dalam dompet itu, ia mengeluarkan dua buah kartu berwarna hitam lalu menyerahkan pada Jihan."Gunakan ini untuk semua keperluanmu, apapun itu. Jalan-jalanlah jika kau bosan."Jihan menghela napasnya mendapati respon Sean yang tidak sesuai perkiraannya. Bukan itu yang Jihan mau.Jihan mendorong tangan Sean mundur kembali, membuat Sean mengeluarkan pandangan bertanya pada Jihan."Aku butuh kegiatan agar tidak bosan.""Kau bisa berbelanja, kau bisa jalan-jalan un
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen