Mbak Cla tidak senang aku pindah ke restoran. Dia ingin aku tetap di lapangan. Dia juga ingin aku mengawasi Beti. Kata Bet, dia sudah tidak bersama Martin lagi. Dia bertemu Martin karena Martin menelponnya 20 kali sore itu. Dia bilang padanya jika dia adalah rahasia kecil, mereka sudah berakhir.Martin meminta dan memohon padanya, tapi dia menolak untuk mengakui Beti dalam lingkaran pertemanannya, dan.. Beti langsung mencampakkannya.
Aku sangat bangga.
Besok adalah hari liburku dan Beti sudah datang mencariku untuk memastikan kami akan pergi ke klub.
Tentu saja kami akan pergi.Aku butuh seseorang untuk mengalihkan perhatianku dari Rudy.
Aku mengikuti Jery sepanjang hari. Dia mengajarkanku dan memberitahu apa yang harus kulakukan. Dia tampan, tinggi, dan gay. Para wanita tidak tahu itu, tentu saja. Dia menggoda para wanita tanpa malu-malu. Dan anehnya, mereka menyukai itu. Dia akan melihat dan mengedipkan mata ke arahku ketika seseorang mencoba merayunya. Pria ini sangat ahli dalam hal itu.
Setelah jam tugas selesai, kami kembali ke ruang istirahat staff dan menggantung celemek hitam panjang yang harus di pakai atas seragam kami. "Kau akan jadi superstar Aileen. Para pria menyukaimu dan para wanita bahkan lebih menyukaimu.Tidak bermaksud menyinggungmu sayang, Tapi gadis berambut hitam sepertimu biasanya tidak bisa berjalan lurus tanpa tertawa."
Aku tersenyum padanya. "Benarkah? aku tersinggung."
Jery memutar matanya dan mengulurkan tangan untuk menjitak kepalaku. "Tentu saja tidak."
"Mulai mendekati pelayan baru, Jer?" Suara Raka yang familar terdengar di belakang kami.
Jery berbalik dan memberinya senyum sombong.
"Kau tahu lebih baik dari itu. Aku punya rasa tertentu." Dia memberikan tekanan pada suaranya saat matanya menelusuri tubuh Raka.
Aku melihat Raka yang cemberut dengan tidak nyaman dan aku tidak bisa menahan tawa. Dan Jery bergabung denganku. "Senang membuat pria normal gelisah." Dia berbisik ditelingaku lalu berjalan keluar pintu.
Raka memutar matanya dan berjalan masuk ke dalam ruangan setelah Jery pergi. "Kau suka bekerja di restoran?" Tanyanya dengan sopan.
Aku menyukainya. Sangat. Ini adalah pekerjaan yang jauh lebih mudah daripada berpanas-panasan di luar dan berurusan dengan para pria tua yang suka menggoda sepanjang hari. "Aku menyukainya. Terima kasih untuk mengijinkanku bekerja disini."
Raka mengangguk. "Terima kasih kembali. Sekarang, bagaimana kalau kita pergi merayakan promosimu dengan makanan italia?"
Dia mengajakku keluar lagi. Aku harus pergi. Mungkin dia bisa mengalihkan perhatianku. Dia bukan tipe pekerja keras yang kucari tapi siapa bilang aku akan menikah dengannya dan melahirkan bayinya?
Sebuah gambaran Rudy terlintas dalam pikiranku dan ekspresi tersiksanya tadi malam. Aku tidak bisa pergi kencan dengan orang yang dia kenal. Kalau dia bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan semalam, maka aku harus menjaga jarak aman dengannya.
"Mungkin lain kali saja? Aku tidak bisa tidur nyenyak tadi malam dan aku lelah."
Wajah Raka terlihat agak kecewa tapi aku tahu dia tidak akan mempermasalahkan itu dan lagi, dia akan segera menemukan seseorang untuk menggantikan tempatku. "Ada pesta malam ini di rumah Rudy, tapi aku rasa kau tahu itu." Kata Raka melihat bagaimana reaksiku. Aku tidak tahu tentang pesta dan Rudy tidak pernah membicarakan tentang itu.
"Aku yakin aku bisa tidur nanti. Aku sudah terbiasa dengan pestanya." Tentu saja aku berbohong.
"Bagaimana kalau aku datang? Bisakah kau meluangkan waktu untukku sebelum kau tidur?"
Aku ingin berkata tidak tapi aku sadar kalau Rudy akan tidur dengan beberapa gadis malam ini. Dan aku butuh mengalihkan perhatianku dari semua itu. Mungkin saja dia sudah punya seorang wanita yang duduk dipangkuannya begitu aku tiba di rumah.
"Mungkin kita bisa jalan-jalan diluar ditepi pantai?Aku tidak tahu apakah itu ide yang bagus bagimu."
Raka mengangguk dengan cepat. "Oke. Aku menyukainya. Tapi aku punya satu pertanyaan, Aileen." Katanya dan menatapku. "Kenapa? Malam itu dirumah Rudy. Rudy dan aku berteman. Kami tumbuh bersama, dalam lingkungan yang sama. Kami tidak pernah punya masalah. Tapi kenapa? Apakah ada sesuatu di antara kalian berdua?"
Bagaimana aku menjawab itu?
"Kami hanya teman. Dia protektif."
Raka mengangguk pelan tapi aku tahu dia tidak percaya padaku. "Aku tidak keberatan bersaing. Aku hanya ingin tahu apa yang akan aku hadapi."
Dia tidak akan mgnhadapi apapun karena dia dan aku hanya akan berteman. "Aku tidak bisa menjadi bagian dari kelompokmu. Aku tidak berniat untuk berkencan dengan serius dengan siapapun, apalagi dari lingkaran elit sepertimu."
Aku tidak menunggunya untuk membalas perkataanku. Sebaliknya, aku berjalan memutarinya dan keluar dari pintu. Aku harus pulang sebelum pesta jadi terlalu liar.
Itu bukan kekacauan yang liar seperti yang ku bayangkan. Hanya sekitar 20 orang. aku berjalan melewati beberapa dari mereka menuju daput. Beberapa dari mereka sedang menyiapkan makanan dan minuman. Aku tersenyum pada mereka sebelum masuk ke kamarku.
Jika teman-temannya tidak tahu aku tidur di bawah tangga, mereka tahu sekarang. Aku mengganti seragam dan memakai gaun biru es pendek untuk kupakai. Kakiku sakit karena berjalan sepanjang hari jadi aku tidak memakai sendal. Aku mendorong koperku kembali ke bawah tempat tidur dan melangkah keluar dari pintu dan kemudian bertatapan dengan Rudy. Dia bersandar pada pintu yang menuju ke dapur dengan lengan disilangkan diatas dada dan ada kerutan di wajahnya.
"Ada apa?" Aku bertanya.
"Raka disini." Jawabnya.
"Terakhir kali aku tahu dia adalah temanmu."Raka menggelengkan kepalanya. "Tidak. Dia tidak disini untukku. Dia datang untukmu."
Aku menyilangkan tanganku di atas dadaku. "Apakah kau punya masalah denagn teman-temanmu yang tertarik padaku?"
"Dia tida baik, dia brengsek. Dia tidak boleh menyentuhmu" Katanya dengan nada marah.
Mungkin dia seperti itu. Tapi aku tidak akan membiarkan Raka menyentuhku.
"Aku tidak tertarik pada Raka seperti yang kau bayangkan. Kami hanya teman. itu saja."
Rudy melarikan tangannya di atas kepalanya dan aku melihat cincin perak polos dijempolnya. Aku belum pernah melihatnya memakainya. Siapa yang memberikan itu padanya?
"Aku tidak bisa tidur sementara orang-orang berjalan naik dan turun tangga. Dari pada duduk sendirian disini lebih baik aku keluar dan mengobrol dengan Raka dipantai. Aku butuh teman."
Rudy terkejut seolah aku baru saja memukulnya. "Aku tidak ingin kau mengobrol dengan Raka."
Ini konyol. "Apa masalahmu?"
Rudy berjalan ke arahku dan mendorongku masuk kekamar sampai kami berdua di dalam. "Tinggallah disini dan bicara denganku. Aku akan bicara. Aku bilang kita bisa berteman. kau tidak perlu Raka sebagai teman."
Aku mendorong dadanya dengan tanganku. "Kau tidak pernah bicara padaku. Kau selalu menjauhiku."
Rudy menggeleng. "Tidak sekarang. Kita berteman. Aku akan bicara dan aku tidak akan pergi. Tolong, tinggal disini bersamaku."
Aku mengerutkan dahiku. "Tidak ada banyak ruang disini." Kataku sambil melirik ke arahnya.
"Kita bisa duduk di tempat tidur. Tidak bersentuhan. Hanya bicara. Teman." Dia meyakinkanku.
Aku menghela napas dan mengangguk. Aku tidak bisa menolaknya. Dan ada begitu banyak hal yang ingin aku tahu tentang dia.
Aku duduk di kepala tempat tidur dan bersandar. "Baiklah, kita akan bicara." kataku sambil tersenyum.
Rudy duduk di tempat tidur dan bersandar ke dinding. Dia tertawa dan aku melihat sebuah senyum muncul di wajahnya. "Aku tidak percaya aku baru saja memohon pada seorang wanita untuk dan bicara denganku."
Aku juga tidak percaya.
"Apa yang akan kita bicarakan?" tanyaku, aku ingin dia yang memulainya. Aku tidak ingin dia merasa seolah-olah aku akan menginterogasinya. Aku punya banyak pertanyaan yang berputar dikepalaku.
"Kau punya pacar?"
"Aku pernah jatuh cinta. Namanya Bobi. Dia adalah pacar pertamaku, dan ciuman pertamaku. Dia bilang dia mencintaiku dan mengatakan kalau aku adalah satu-satunya untunya. Lalu ibuku sakit. Aku tidak punya waktu untuk berkencan dan menghabiskan waktu denganya. Dia ingin punya hubungan yang normal. Jadi aku membiarkan dia pergi."
Rudy mengerutkan kening. "Dia tidak menemanimu ketika ibumu sakit?"
Aku tidak suka membicarakan ini.
"Kami masih muda dulu. Dia tidak mencintaiku. Dia hanya berpikir dia mencintaiku. sesimpel itu."
Rudy mendesah. "Kau memang masih muda."
Aku tidak yakin aku menyukai nada dalam suaranya. "Aku 20 tahun Rudy. Aku sudah mengurus ibuku selama 3 tahun dan menguburnya tanpa bantuan dari ayahku. Percayalah, aku merasa berumur 40 tahun hampir tiap hari."
Rudy mengulurkan tangannya di atas tempat tidur dan menutupi tanganku dengan tangannya. "Kau seharusnya tidak melalui semua itu sendiri."
Tentu saja tidak, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku mencintai ibuku. Dia layak mendapatkan yang jauh lebih baik dari yang dia dapatkan. Satu-satunya hal yang meringankan rasa sakit itu adalah mengingatkan diri sendiri kalau ibu dan Freya sedang bersama-sama sekarang. Mereka saling memiliki.
Aku tidak ingin berbicara mengenai kisahku lagi. Aku ingin tahu sesuatu tentang Rudy.
"Apa kau punya pekerjaan?"
Rudy tertawa dan meremas tanganku. "Aku punya cukup uang di bank untuk menjalani sisa hidupku tanpa pekerjaan. berkat ayahku. Setelah beberapa inggu tidak melakukan apa-apa kecuali berpesta aku sadar aku butuh kehidupan lain. Jadi aku mulai bermain-main dengan pasar saham. Ternyata, aku cukup bagus dalam hal itu. Angka-angka selalu menjadi keahlianku. Aku juga menyumbangkan beberapa uangku untuk orang yang berkekurangan. Beberapa bulan dari tahun ini aku jadi lebih hebat dan bekerja dari rumah. Aku datang kesini untuk bersantai saat musim panas."
Aku tidak menyangka semua itu.
"Shock di wajahmu sedikit menghina." Kata Rudy.
"Aku hanya tidak menyangka dengan jawabanmu." kataku jujur.
Rudy mengangkat bahu dan memindahkan tanganya kembali. Aku ingin menggapainya dan meraihnya dan menggenggamnya tapi aku tidak melakukannya.
"Berapa umurmu?" tanyaku.
Rudy tersenyum. "Terlalu tua untuk berada diruangan ini denganmu dan terlalu sangat tua untuk punya pikiran tentangmu."
"Aku akan mengingatkanmu kalau aku 20 tahun dan akan 21 dalam 6 bulan. aku bukan balita."
"Tidak manis, tentu saja kau bukan bayi. AKu 25 dan capek. Hidupku tidak normal dan karena itu aku punyak masalah serius. Aku sudah bilang ada hal-hal yang kau tidak tahu. Membiarkan diriku untuk menyentuhmu, itu salah."
"Kupikir kau meremehkan dirimu sendiri. Kau itu istimewa."
Rudy menggeleng. "Kau tidak lihat dan tidak tahu yang sebenarnya. Kau tidak tahu apa yang sudah kulakukan."
"Mungkin." jawabku. "Tapi apa yang sudah kulihat, tidak semuanya buruk. Aku hanya berpikir mungkin saja ada bagian lain dari dirimu mengenai itu."
rudy mengangkat wajhanya dan mnatapku. Aku ingin meringkuk dipangkuannya dan hanya menatap matanya selama berjam-jam. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu kemudian menutupnya... dan aku melihat sebuah bola perak di mulutnya.
"Apa yang ada di mulutmua?" Aku bertanya dengan penasaran.
Rudy membuka mulutnya dan perlahan-lahan menjulurkan lidahnya.
Sebuah tindik.
"Apa itu sakit?" Tanyaku. Aku belum pernah melihat orang yang mempunyai tindik dilidah.
"Tidak."
Aku ingat tato di punggungnya. "Tato apa yang ada dipunggungmu?"
"Seekor elang dengan sayap yang lebar." Jawabnya. "Aileen, Aku bukan pria yang romantis. dan kau pantas mendapatkan pria seperti itu. hanya saja orangnya bukan aku. Kau tidak ditakdirkan untuk orang sepertiku. Aku tidak pernah menyangkal kalau aku menginginkanmu. tapi kali ini aku harus mengatakan tidak pada diriku sendiri."
Dia kemudian berdiri dan meraih gagang pintu, aku sadar dia akan pergi dariku, lagi. meninggalkanku.
"Aku tidak bisa bicara lagi. Tidak malam ini. Tidak sendirian disini bersamamu." Kesedihan dalam suaranya membuat hatiku sakit. lalu dia pergi dan menutup pintu dibelakangnya.
Aku bersandar di kepala ranjang dan mengerang frustasi. Kenapa ku membiarkan dia disini? Permainan emosi yang dia mainkan bukan levelku. Aku bertanya-tanya kemana dia pergi sekarang. Ada banyak wanita diluar sana.
Langkah kaki orang-orang diatas tangga membuatku tidak bisa tidur. Aku tidak ingin tinggal disini dan Raka sedang menungguku.Tidak ada alasan untuk membatalkan janji dengannya.
Aku berjalan ke dapur. Punggung Jafin menghadapku dan dia sedang berbicara atau hampir berciuman dengan seorang gadis. Aku diam-diam keluar ke pintu belakang dan melihat Raka sedang berdiri disana sendirian.
"Aku pikir kau tidak akan muncul." Katanya.
Dia menatapku. Aku merasa bersalah padanya. Aku tidak bisa membuat keputusan ketika aku berada di sekitar Rudy.
"Maafkan aku." Kataku.
"Aku melihat Rudy keluar dari pojokan kecil itu."Katanya.
Aku menggigit bibir dan mengangguk.
"Dia tidak lama. Apakah dia sedang ramah tamah atau dia mengusirmu?"
"Hanya mengobrol itu saja." Aku tersenyum.
"Kita masih bis jalan-jalan dipantai?"
Aku menggeleng. "Sebenarnya, kaki sakit. apa kau keberatan kalau kita hanya akan menghirup udara segar disini?"
Raka memberiku senyum kecewa. "Aku tidak keberatan."
Kami berbicara cukup lama. membicarakan banyak hal dan dia memberikanku beberapa tips bagaimana menanggapi orang-orang yang dengan sennag hati menggodaku saat bekerja. Aku tertawa ketika dia menceritakan tentang jery yang selalu berusaha menggodanya. Sampai ketika ponselnya berbunyi pendek, dia mengambilnya dan mengerutkan dahi.
"maaf, Aku harus pergi. Sesuatu sedang terjadi." katanya sambil tersenyum sedih.
"Tidak masalah." Kataku membalas senyumnya.
Dia berjalan kembali menuju pintu dan berhenti ditengah jalan dan berbalik menatapku. "Aku akan bersaing Aileen. dengan caraku sendiri. Ini peringatan untukmu." Katanya sambil tersenyum, senyum sombong yang selalu kulihat. kemudian dia memasuki rumah tanpa menoleh ke belakang.
Aku menahan napasku. berusaha untuk mencerna kata-kata yang baru saja dia katakan.
Aku membiarkannya pergi selama beberapa menit lalu aku pergi mengikutinya ke dalam. Jafin sudah tidak ada disana dengan gadis itu. Mungkin merea pergi ke tempat yang lebih terpencil. Aku mulai pergi kepintu dapur ke arah kamarku ketika Rudy masuk ke dapur diikuti oleh seorang gadis berambut cokelat yang tertawa. Dia menggantung pada Rudy dan bertindak seolah diat tidak bisa berjalan. Entah itu dari alkohol atau hak sepatu yang dia pakai. kemudian dia mulai mengatakan sesuatu yang tidak jelas dan ya... dia mabuk.
Mata Rudy bertemu mataku. "Aku sudah bilang tidak. Aku tidak tertarik." katanya tanpa berpaling dariku. Rudy menolak ketika gadis itu berusaha menciumnya. Dan dia ingin aku tahu.
Aku mengalihkan pandanganku dan mulai berjalan ketika gadis itu akhirnya melihatku. "hei, gadis itu akan mencuri makananmu." Katanya.
Wajahku memerah. mengapa hal itu sangat mempermalukanku?
"Dia tinggal disini, dia bisa makan apapun yang dia inginkan."Jawab Rudy yang masih menatapku.
"Dia tinggal disini?" tanya gadis itu lagi.
Rudy tidak mengatakan apa-apa lagi. Aku mengerutkan kening padanya dan aku memutuskan gadis ini akan menjadi saksi kami yang tidak akan mengingat apapun di pagi hari. "jangan dengarkan dia, dia bicara omong kosong. Aku hanya tamu yang tidak diharapkan yang tinggal di bawah tangganya."
Aku tidak menunggu jawabannya. Aku membuka pintu dan langusng melangkah masuk ke kamarku.
Aku menghabiskan roti selai kacang terakhirku dan membersihkan remah-remahnya dipangkuanku. Aku harus pergi ke toko dan membeli makanan. Roti selai kacang ini sudah hampir kadaluarsa.Aku libur hari ini. Aku berbaring di tempat tidur memikirkan Rudy. Apa yang sudah dia lakukan untuk meyakinkanku kalau dia hanya ingin berteman denganku? Dia mengucapkan itu lebih dari sekali. Aku harus berhenti berusaha agar dia bisa melihatku lebih dari sekedar teman.Aku membuka pintu tempat penyimpanan dan melangkah ke dalam dapur. Wangi dari nasi goreng menghampiri hidungku dan aku melihat Rudy yang sedang berdiri di depan kompor hanya memakai celana piyamanya saja, aku pasti sudah menikmati aroma lezat ini. Pemandangan indah dari punggungnya sudah mengusir aroma nasi goreng.Dia menoleh dari bahunya dan tersenyum. "Selamat pagi. Hari ini pasti kau libur."Aku mengangguk dan berdiri disana memikirkan apa yang harus dikatakan seorang teman. Aku tidak mau membuatnya menja
Aku mungkin tidak punya baju untuk ke pesta-pesta Rudy tapi aku punya banyak untuk pergi ke klub murah. Sudah lama sekali aku tidak memakai rok pendek jeans biruku dan sepatu bootku.Rudy pergi dari tadi pagi ketika aku sedang mandi dan dia belum kembali sampai sekarang. Aku penasaran, apakah teman-temannya akan memakai kamarku kalau dia mengadakan pesta disini. Aku tidak suka kalau ada orang asing yang memakai tempat tidurku. Aku benci pikiran ini.Pergi sebelum Rudy kembali artinya aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi. Bisa saja dia akan mengadakan pesta malam ini. Haruskah aku memcuci seprei saat aku pulang? Ide itu membuatku ngeri. Ketika kakiku menyentuh anak tangga terbawah, pintu terbuka dan Rudy berjalan masuk ke dalam. Dia memperhatikan penampilanku dan membeku."Wow." Katanya dan menutup pintu di belakangnya.Aku tidak bergerak."Kau mengenakan baju itu untuk clubbing?" Tanyanya.Aku mengangguk.Rudy menjala
Beti menunjukan arah pada Rudy menuju ke sebuah klub favoritnya. Untuk pergi kesana kami membutuhkan waktu 40 menit.klub itu sangat besar dan sebagian besar terbuat dari papan kayu. Ternyata tempat ini lumayan terkenal. Lagu "Down Let Me Down" milik The Chainsmokers berdentum keras melalui speaker saat kami masuk ke dalam."Mereka akan live musik sekitar 30 menit lagi. Ayo temukan tempat yang bagus untuk duduk." Teriak Beti.Aku tidak pernah minum minuman keras. Tidak pernah. Tapi malam ini aku akan mencobanya. Aku ingin bebas. Melupakan semua yang telah terjadi dan menikmati malam ini. Rudy bergerak dibelakangku dan tangannya ada di pinggangku. Ini bukan yang di lakukan seorang teman,.. benarkan?Aku memutuskan untuk membiarkannya, aku tidak ingin bicara dengan keras di tengah-tengah musik yang keras. Rudy mengajak kami ke meja kosong yang berada jauh dari lantai dansa. Dia berdiri dan menyuruhku duduk. Beti duduk di seberangku sedangkan Rudy dudu
Aku memutar kembali kepalaku, menganggap kalau dia hanya sedang dalam pengaruh alkohol dan bicara omong kosong. Tapi sekarang, Rudy sedang bertingkah seperti dia memang benar-benar tahu sesuatu yang dibicarakan Beti. Dia terlihat siap berhenti dan melempar Beti keluar.Rudy menyalakan radio untuk mendengarkan beberapa musik, dan aku memutuskan untuk tetap diam. Rudy terlihat marah. Apakah Beti benar-benar mengetahui sesuatu yang tidak seharusnya dia ketahui?Dia punya banyak rahasia. Ada beberapa hal yang tidak ingin dia bicarakan. Aku mengakui kami saling trtarik satu sama lain. Tapi itu bukan berarti dia harus memberitahu semua rahasianya? atau apakah dia harus? Tidak! tentu saja tidak. Tapi, haruskah aku memberikan separuh dari diriku untuk seseorang yang tidak benar-benar kukenal? Apakah aku bisa tidur dengannya dan tidak tertarik dengannya? Aku benar-benar tidak yakin tentang hal ini.Tangan Rudy menggenggam tanganku, aku menoleh padanya, namun dia te
Tidak ada yang tidak menyadari matahari pagi yang terlihat dari jendela ini. Jam alarm sudah tidak diperlukan lagi. Matahari membangunkanku satu jam sebelum alarmku mulai berbunyi. Aku mandi dan mengenakan pakaian dengan santai karena ku memiliki kamar mandi didalam kamar dan memiliki banyak ruang untuk bergerak bebas.Aku sedang tidak mood untuk makan makanan Rudy pagi ini. Aku benar-benar dalam mood yang tidak ingin makan tapi aku harus bekerja dua shift hari ini jadi aku memerlukan makanan.Aku akan berhenti di toko dan membeli sedikit kafein dan sebuah roti cokelat. Rok hitam pendek dan atasan kemeja berkancing warna putih yang harus aku kenakan saat bekerja di restoran di klub. Aku menghabiskan waku beberapa jam untuk menyeterika beberapa seragam yang aku punya di rumah.Setelahmengenakan sepatu kets, aku turun ke bawah. Aku tidak mendengar suara daru Rudy hari ini jadi aku berpikir kalau dia masih tidur. Aku senang karena mengetahui kalau Rudy belum
Dengan keras aku membuka pintu truk, lega karena sudah menyelesaikan hari ini. Mataku langsung menuju ke arah sebuah kotak hitam dengan sebuah catatan di atasnya yang ada di atas kursiku. Aku meraihnya dan membuka kotak itu. *Aileen Ini adalah sebuah ponsel. Kau memerlukannya. Aku sudah bicara dengan ayahmu dan dia bilang akan memberikan ini untukmu. Ponsel ini dari dia. Biaya untuk telepon dan mengirim pesan, semuanya tidak terbatas jadi gunakan saja semaumu. Rudy.Ayahku meminta Rudy untuk memberikanku ponsel? Benarkah? Aku membuka kotak itu dan menemukan sebuah
Kamar Rudy berada di lantai paling atas. Ada sebuah pintu yang berwarna cokelat di lantai dua, di dalam ruangan itu terdapat sebuah tangga yang terbuat dari kayu dan di setiap sisinya adalah dinding yang dihiasi beberapa ornamen seni dan beberapa lagi lukisan.Diujung tangga terdapat pemandangan yang sangat mempesona. Hampir seluruh ruangan terbuat dari kaca lebar persegi yang dari plafon langsung ke lantai. Cahaya yang menyinari dari luar di tambah lautan yang begitu luas memberikan kamar dengan sebuah latar belakang paling luar biasa indahnya.Rudy bercerita bagaimana dia mendapatkan kamar dan rumah ini saat dia masih berusia sepuluh tahun. Aku pun tahu kalau kamarnya sangat istimewa. Dia mencoba bercerita tentang keluarganya. Hatiku sedikit meleleh. Seharusnya aku menghentikannya untuk menciptakan sebuah ruang di hatiku untuknya. Aku tidak ingin hatiku terluka saat semua ini berakhir dan dia pergi. Tapi aku ingin tahu lebih mengenai dirinya. Dan hal yang lebih menge
Parkiran penuh dengan mobil bukanlah sesuatu yang kau harapkan saat aku tiba di rumah Rudy setelah pulang kerja. Lapangan golf sudah sangat membuatku sibuk dan kelelahan tadi sehingga aku hanya bisa berhenti sekali untuk saat memberikan minuman.Dia tidak mengirimkan pesan lagi sepanjang hari. Perutku terasa sakit karena gelisah. Ada apa ini? Apakah perlakuan manis yang dia berikan padaku memudar begitu cepat?Aku harus memarkir jauh hingga keluar dari tepi jalan. Menutup pintu trukku, aku mulai berjala n ke arah pintu."Kau tidak ingin berada di dalam sana." Suara akrab jafin terdengar di kegelapan. Aku melihat sekeliling dan melihat cahaya orange kecil jatuh ke tanah kemudian ditindis oleh sepatu sebelum Jafin keluar dari tempat persembunyiannya."Apakah kau datang ke pesta ini hanya untuk berkeliaran di luar?" Tanyaku. Ini kedua kalinya sejak aku tiba di sini menemukan Jafin hanya senderian di luar."Aku tidak bisa berhenti merokok. Rudy mengira