Meskipun tidak ada jendela di kamar ini yang memberitahukanku bahwa matahari telah terbit, aku tahu aku telah kesiangan. Aku kelelahan karena menyetir ditengah kemacetan kota dan derap kaki ditangga selama berjam-jam setelah aku berbaring hingga tertidur pulas. Aku duduk dan menyalakan saklar lampu di dinding. Bola lampu kecil menerangi kamar dan aku meraih ke bawah ranjang untuk menarik koperku.
Aku perlu mandi dan aku perlu memakai kamar kecil. Mungkin semua orang masih tertidur dan aku bisa menyelinap ke kamar mandi tanpa ada seseorang yang mengetahuinya. Jafin tidak menunjukkan padaku dimana kamar mandinya kemarin malam.
Aku meraih celana dalam bersih dan sebuah celana pendek hitam dan tank top putih. Jika aku beruntung, Aku bisa segera keluar dari kamar mandi sebelum Rudy turun ke lantai bawah. Aku membuka pintu yang menuju ke dapur kemudian berjalan melewati deretan rak yang menyimpan banyak makanan lebih dari yang dibutuhkan semua orang. Aku perlahan memutar kenop pintu dan dengan mudah itu terbuka. Lampu dapur mati dan satu-satunya cahaya berasal dari sinar matahari yang masuk melalu jendela besar yang mengarah ke lautan. Jika aku tidak begitu ingin buang air kecil aku akan menikmati pemandangan itu beberapa saat. Tapi kebutuhan alam sudah memanggil dan aku harus pergi. Rumah ini sunyi. Botol minuman mengotori rumah, bersama dengan sisa makanan dan beberapa potong pakaian.Aku akan membersihkannya. Jika aku ternyata lebih berguna mungkin aku diijinkan tinggal hingga aku dapat kerja.
Aku perlahan membuka pintu pertama yang kudatangi, khawatir bisa saja itu kamar tidur. Ternyata itu hanya tempat menyimpan baju. Menutup pintu, aku kembali menuju ke ruangan yang menuju ke tangga. Jika hanya satu-satunya kamar mandi disini gabung dengan kamar tidur maka aku pasti sial. Kecuali...mungkin diluar sana ada satu kamar mandi yang digunakan orang-orang setelah seharian di pantai. Rita pasti mandi dan memakai kamar kecil juga.
Berbalik dan menuju ke dapur dan dua pintu kaca yang terbuka tadi malam.Menatap sekeliling, aku melihat ada tangga turun dan menuju bawah rumah. AKu mengikutinya.
Di bawah rumah ada dua pintu. Aku membuka salah satunya ada jaket keselamatan, papan seluncur dan pelampung menutupi dinding. Aku menutupnya kembali dan membuka pintu yang lain. Bingo.
Sebuah toilet di satu sisi dan shower kecil ada di sisi lain ruangan itu. Shampo, kondisioner dan sabun berjajar dengan handuk bersih.
Setelah selesai mandi dan berpakaian aku menggantung handuk di ujung shower. kamar mandi ini jarang digunakan. Aku bisa memakai handuk yang sama sepanjang minggu dan mencucinya di akhir pekan. Jika aku tinggal disini untuk waktu yang lama.
Aku menutup pintu di belakangku dan berjalan menuju lantai atas. Bau air laut begitu mengagumkan. Saat aku sampai di atas, aku berdiri didepan pagar dan menatap air. Ombak memecah pantai pasir putih. Ini adalah pemandangan paling indah yang pernah kulihat.
Ibu dan aku pernah berbicara tentang pergi kepantai bersama-sama suatu hari nanti. Setiap musim dingin yang begitu dingin, kami duduk di dalam rumah dan merencanakan liburan musim panas kami ke pantai. Kami tidak pernah bisa melakukannya dan kemudian dia sakit.Kami tetap merencanakannya. Itu membantu untuk mimpi besar kami.
Sekarang aku berdiri disini menatap ombak yang hanya bisa kami bayangkan. Ini bukanlah liburan yang kami rencanakan tapi aku disini melihatnya untuk kami berdua.
"Pemandangan itu tidak akan pernah membosankan." Suara Rudy mengejutkanku. Aku berbalik untuk melihat Rudy usng bersandar di pintu. Telanjang dada.
Oh. My.
Aku tidak bisa berkata-kata. Satu-satunya dada telanjang seorang pria yang pernah kulihat adalah Bobi. Dan itu terjadi sebelum ibuku sakit, ketika aku punya waktu untuk berkencan dan bersenang-senang. Dada Bobi yang berusia 16 tahun tidak ada apa-apanya dibanding dengan dada bidang, berotot di depanku. Dia bahkan punya six pack di perutnya.
"Kau sedang menikmati pemandangan?" Mata gelinya tidak membuatku ingin lari. Aku mengalihkan tatapanku untuk melihat senyuman di bibirnya. "Jangan biarkan aku mengganggumu. Aku juga sedang menikmatinya." Jawabnya, kemudian menyesap secangkir kopi ditangannya.
Wajahku memanas dan aku tahu wajahku memerah. Berbalik, aku menatap pada lautan. Sungguh memalukan.Aku mencoba agar pria ini membiarkan aku tinggal sedikit lebih lama. Meneteskan air liur bukanlah hal yang baik. Tawa kecil di belakangku hanya membuat segalanya lebih buruk. Dia menertawkanku. Fantastis.
"Disini kau rupanya. Aku merindukanmu di ranjang pagi ini." Suara lembut seorang wanita datang dari belakangku. Ingin tahu lebih yang terjadi dan aku pun berbalik. Seorang gadis yang hanya memakai bra dan celana dalam merapatkan dirinya pada tubuh Rudy dan menjalankan kuku panjang merah mudanya di dada Ruduy. Aku tidak menyalahkannya karena menyentuh dadanya. Aku pun sangat tergoda.
"Waktunya kau pergi." Jawabnya sambil mengangkat tangan gadis itu dari dadanya dan menjauh darinya. Aku melihat saat dia menunjuk ke arah pintu depan.
"Apa?" Tanya gadis itu. Ekspresi kebingungan diwajahnya seolah mengatakan dia tidak mengharapkan ini.
"Kau sudah dapat apa yang kau inginkan, sayang. Kau mendapatkannya. Sekarang aku sudah selesai."
Nada dingin dalam suaranya mengejutkanku. Apa dia serius?
Gadis itu menghentakkan kakinya. Rudy menggelengkan kepalanya dan menyesap lagi kopi dari cangkirnya.
"Kau tidak bisa lakukan ini padaku. Semalam begitu mengagumkan, Kau tahu itu." Gadis itu meraih lengannya dan dia dengan cepat menghempaskannya.
"Aku sudah memperingatkanmu semalam ketika kau memohon padaku dan melepas pakaianmu bahwa ini hanya akan satu malam saja. tidak lebih."
Aku mengalihkan perhatianku pada gadis itu. Waajahnya marah dan membuka mulutnya untuk berdebat tapi menutupnya lagi. Dengan hentakan kakinya dia berjalan keluar rumah.
Aku tidak percaya apa yang baru saja kulihat. Apa seperti ini cara orang-orang ini bersikap? Satu-satunya pengalaman pacaran yang kumiliki hanyalah bersama Bobi. Meskipun kami tidak pernah tidur bersama, dia selalu berhati-hati dan bersikap manis padaku.
"Jadi, bagaimana tidurmu semalam?" Tanya Rudy seolah tidak terjadi apa-apa.
Aku mengalihkan pandanganku dari pintu dimana gadis itu pergi dan melihatnya. Apa yang mempengaruhi gadis itu untuk tidur dengan seorang yang mengatakan hal seperti itu padanya? tentu saja, Rudy punya tubuh yang akan membuat model pakaian iri dan matanya itu bisa mebuat seorang gadis menjadi gila. Tapi tetap saja. Dia begitu kejam.
"Apa kau sering melakukannya?" Tanyaku sebelum aku bisa menghentikan diriku sendiri.
"Apa? Bertanya apakah seseorang tidur nyenyak?" Rudy mengangkat alisnya.
Dia tahu apa yang aku tanyakan. Dia menghindarinya. Ini bukan urusanku. Aku harus menjauh.
"Tidur dengan seorang gadis dan membuangnya seperti sampah?" Tanyaku. Aku menutup mulutku, terkejut dengan kata-kata yang baru saja aku ucapkan. Apa yang telah aku lakukan? Mencoba untuk mendapatkan penjelasan?
Rudy meletakkan cangkirnya pada meja disampingnya dan duduk. Dia bersandar sambil meregangkan kaki panjangnya. Kemudian menatapku. "Apakah kau selalu ikut campur hal yang bukan urusanmu?"
"Tidak pernah, tidak. Aku minta maaf." Kataku dan buru-buru masuk ke dalam. Aku tidak ingin memberinya kesempatan untuk mengusirku keluar. Aku butuh kamar di bawah tangga itu paling tidak selama dua minggu.
Aku menyibukkan diri dengan membersihkan gelas kotor dan botol bir. Tempat ini perlu dibersihkan dan aku bisa melakukannya sebelum aku mendapat pekerjaan. AKu hanya berharap dia tidak mengadakan pesta seperti ini setiap malam.
"Kau tidak perlu melakukannya. Rita akan datang besok."
Aku memasukkan botol yang kukumpulkan ke dalam tempat sampah dan kemudian menatapnya.
"Aku pikir aku bisa membantu."
Rudy tersenyum. "Aku sudah punya asisten rumah tangga. Aku tidak akan menambahkan satu lagi jika itu yang kau pikirkan."
Aku menggelengkan kepala. "Tidak. Aku tahu. Aku hanya ingin membantu. kau mengijinkanku tidur di rumahmu semalam."
Rudy berjalan mendekat dan berdiri di depan lemari menyilangkan tangan di depan dadanya. "Tentang itu, kita harus bicara."
Oh, sial. Ini dia.
"Oke." jawabku.
Rudy mengerutkan dari dan detak jantungku bertambah cepat.
"Aku tidak suka ayahmu. Dia adalah parasit. Ibuku selalu saja bersama pria seperti dia. Itu adalah bakatnya. Tapi kupikir kau sudah tahu hal ini. Yang membuatku curiga, kenapa kau datang minta tolong padanya padahal kau tahu dia seperti apa?"
Aku ingin mengatakan padanya bahwa ini bukanlah urusannya. Kecuali pada kenyataan bahwa aku membutuhkan bantuannya membuat hal ini menjadi urusannya. Dia layak tahu mengapa dia membantuku. Aku tidak ingin dia berpikir aku juga parasit.
"Ibuku baru saja meninggal. Dia sakit kanker. Ditambah 3 tahun perawatan. Satu-satunya yang kami miliki hanya rumah nenek yang diwariskan untuk kami. Aku harus menjual rumah dan semuanya untuk membayar perawatan ibu. Aku tidak pernah bertemu ayahku sejak dia meninggalkan kami 5 tahun lalu. Tapi hanya dia satu-satunya keluarga yang kumiliki. Aku tidak punya keluarga lain untuk dimintai tolong. Aku butuh tempat tinggal sampai aku punya pekerjaan dan mendapat gaji. Kemudian aku bisa pindah. Aku tidak berniat untuk tinggal lama. Aku tahu ayahku tidak ingin aku ada disini." Aku mengeluarkan tawa miris. "Meskipun aku tidak pernah berharap dia akan pergi sebelum aku datang."
Tatapan Rudy tetap kuat ke arahku. Aku lebih suka informasi ini tidak diketahui siapa pun. Aku bercerita pada Bobi tentang kepergian ayahku yang begitu menyakitkan. Kehilangan saudari dan ayahku menjadi hal terberat bagiku dan ibu. Lalu Bobi ingin lebih dan aku tidak bisa menjadi orang yang dia butuhkan. Aku harus menjaga ibuku yang sakit. Aku melepaskan Bobi agar dia bisa berkencan dengan gadis lain dan bersenang-senang. Aku hanya menambah beban beratnya. Persahabatan kami tetap berjalan tapi aku tahu kalau pria yang aku cintai itu hanya akan menjadi kenangan masa kecil.
"Aku turut berduka tentang ibumu." Rudy akhirnya menjawab. "Kau bilang dia sakit selama 3 tahun, jadi sejak kau berusia 17 tahun?"
Aku mengangguk, tidak yakin apa lagi yang harus kukatakan.
"Kau berencana mencari kerja dan tempat tinggal untukmu." Dia tidak bertanya. "Kamar di bawah tangga itu milikmu selama sebulan. Kau bisa mencari kerja dan mendapat cukup gaji untuk mendapat sebuah apartemen. Jika orangtua kita kembali sebelum waktu yang kuperkirakan aku harap ayahmu bisa membantumu."
Menghembuskan nafas lega "Terima kasih."
Rudy menatap pada belakang dapur yang mengarah tempatku tidur. Kemudian kembali menatapku. "Aku harus melakukan sesuatu. Semoga beruntung dalam mencari pekerjaan." Katanya lalu meniggalkan meja dan pergi.
Aku tidak punya bensin di trukku tapi aku punya kamar. Aku juga masih punya seratus rubu rupiah. Aku bergegas ke kamar untuk mengambil dompet dan kunci. Aku harus mencari kerja secepat mungkin.
Ada catatan terjepit dibawah wiper kaca depan truk. Aku menariknya keluar dan membaca, *Bensin sudah penuh. Jafin.Jafin sudah mengisi bensinku. Dadaku tiba-tiba terasa hangat. Dia sangat baik.Kata-kata Rudy tentang 'parasit' terngiang di telingaku dan aku menyadari aku perlu mengganti uang Jafin secepat mungkin. Aku tidak mau dianggap sebagai parasit seperti ayahku.Masuk ke truk, aku memutarnya dengan mudah dan mundur dari jalan masuk. Beberapa mobil masih diluar, meskipun tidak sebanyak tadi malam. Aku bertanya-tanya siapa yang menginap semalam. Apakah mereka selalu berada disini? Aku tidak melihat siapapun pagi ini selain Rudy dan gadisnya yang dia buat marah tadi.Rudy bukanlah orang yang baik tapi dia bijaksana. Itu menurutku. Dia juga seksi. Aku hanya harus belajar untuk mengabaikannya. Ini seharusnya cukup mudah. Aku tidak mengharapkan Rudy berada di sekitarku.Aku memutuskan bahwa
Matahari sangat panas. Mbak Cla tidak ingin aku mengikat rambutku. Dia berpikir para pemain golf pria menyukai rambut yang digerai. Tapi tidak bagiku, sangat panas di luar sini. Aku mengambil es batu dalam box pendingin dan menggosokkan ke leherku. Aku hampir berada di lubang 15 untuk ketiga kalinya.Tidak ada yang bangun pagi ini ketika aku keluar dari kamar. Piring-piring kotor masih ada di meja. Aku membereskannya dan membuang makanan yang ada di panci yang dia tinggalkan sepanjang malam. Membuatku sedih melihat makanan itu dibuang. Baunya sangat enak semalam saat aku pulang.Lalu aku membuang botol amggur kosong dan mengambil gelas-gelas diluar disamping meja tempat aku menyaksikan Rudy melakukan hal itu dengan seorang gadis.Kembali ke lapangan yang panas, aku berhenti disamping kelompok pemain golf di lubang ke 15. Mereka masih muda. Aku pernah melihat mereka berada di lubang ke 3. Mereka membeli banyak minuman dan memberi banyak tips."
Menjauh dari Rudy tidaklah mudah apalagi kami tinggal di bawah atap yang sama. Walaupun fia berusaha menjaga jarak, kami tetap bertemu. Dia juga menghindari kontak mata denganku, tapi semua itu makin membuatku terpesona padanya.2 hari setelah percakapan kami di pantai, aku melangkah memasuki dapur setelah memakan roti isi mentega kacangku dan kembali disambut oleh gadis setengah telanjang lain lagi. Rambutnya berantakan, dia adalah gadis yang cantik.Gadis itu berbalik dan melihatku. Ekspresi terkejutnya dengan cepat berubah menjadi tidak suka. Dia berkacak pinggang, "Apakah kau baru saja keluar dari tempat penyimpanan?""Ya. Apakah kau baru saja turun dari tempat tidur Rudy?" Kataku. Itu keluar begitu saja dari mulutku sebelum aku dapat menghentikan diriku. Rudy sendiri sudah menegaskan bahwa kehidupan seksualnya sama sekali bukan urusanku. Aku seharusnya menutup mulutku.Gadis itu menaikkan alisnya yang berbentuk sempurna kemudian senyum terlihat di bi
Aku duduk diatas tempat tidur mendengar tawa dan musik yang berasal dari dalam rumah. Aku ragu mengambil keputusan untuk datang ke pesta seharian. untuk terakhir kalinya aku mengambil keputusan untuk datang dan mengenakan satu-satunya gaun terbagus yang kumiliki. Gaun itu berwarna biru yang ketat pada bagian dada dan pinggangu,dan ujungnya tergantung disekitar pahaku. Aku membeli gaun ini ketika Bobi mengajakku ke pesta perpisahan sekolah.Kemudian dia di nominasikan sebagai raja angkatan itu dan seorang gadis bernama Grace menjadi ratunya. Grace ingin menghadiri acara itu bersama dengan Bobi, yang kemudian Bobi menelponku dan bertanya apakah dia boleh pergi ke acara itu dengan Grace saja. Aku menyrtujuinya lalu menggantung kembali gaun itu. Malam itu aku dan ibuku menonton 2 film sambil makan brownies. Keesokkan harinya semua orang berbicara mereka menang dan mereka terlihat keren karena hadir sebagai pasangan. Itu adalah salah satu kenangan yang kuingat ketika ibuku t
Rumah itu sekali lagi berantakan ketika aku bangun keesokan harinya. Kali ini aku meninggalkan kekacauan itu dan langsung pergi bekerja. Aku tidak ingin terlambat. Aku membutuhkan pekerjaan ini. Ayahku belum menelpon untuk memeriksaku dan aku yakin Rudy tidak bicara dengan ibunya atau dengan ayahku. Aku tidak ingin bertanya padanya karena aku tidak ingin kemarahannya pada ayahku akan dilampiaskan padaku.Mungkin saja suatu haru Rudy akan mengusirku pergi saat aku kembali bekerja. Dia terlihat tidak senang ketika dia keluar dari kamarku tadi malam. Apa lagi setelah kejadian semalam.Oh Tuhan apa yang kupikirkan?Aku tidak bisa berpikir hal lain. Itulah masalahnya! Aku tidak bisa mengendalikan diri. Bisa saja, saat aku pulang nanti aku akan melihat tasku diteras luar. Setidaknya, sekarang ak sudah punya cukup uang untuk tinggal di hotel.Memakai celana pendek dan kaus polo, aku berjalan dari kantor menuju ke pintu depan. Aku perlu mengisi absen agar bi
Beberapa mobil diparkir di luar ketika aku pulang ke rumah Rudy setelah bekerja. Paling tidak aku tidak akan memergokinya sedang berhubungan. Aku membuka pintu dan melangkah masuk. Musik terdengar sangat keras. Aku mulai melangkah ke arah dapur ketika aku mendengar suara seorang perempuan. Perutku terasa tidak nyaman. Aku mencoba untuk mengabaikannya, tapi kakiku rasanya tertanam di lantai. Aku tidak bisa bergerak.Aku melihat mereka di sofa. Aku tidak bisa melihat ini lagi. Aku harus keluar dari sini. Sekarang.Aku berputar kembali ke pintu depan, tidak peduli aku melakukannya dengan diam-diam atau tidak. Seketika aku sudah berada di dalam trukku dan keluar dari jalan masuk sebelum salah satu dari mereka menyadari keberadaanku.Dia tahu jam berapa aku pulang bekerja. Faktanya adalah, dia ingin aku melihatnya. Dia sedang mengingatkanku bahwa aku tidak bisa memilikinya. Sekarang aku tidak menginginkannya.Aku menyetir ke arah kota dengan marah pada diriku
Mbak Cla tidak senang aku pindah ke restoran. Dia ingin aku tetap di lapangan. Dia juga ingin aku mengawasi Beti. Kata Bet, dia sudah tidak bersama Martin lagi. Dia bertemu Martin karena Martin menelponnya 20 kali sore itu. Dia bilang padanya jika dia adalah rahasia kecil, mereka sudah berakhir.Martin meminta dan memohon padanya, tapi dia menolak untuk mengakui Beti dalam lingkaran pertemanannya, dan.. Beti langsung mencampakkannya.Aku sangat bangga.Besok adalah hari liburku dan Beti sudah datang mencariku untuk memastikan kami akan pergi ke klub.Tentu saja kami akan pergi.Aku butuh seseorang untuk mengalihkan perhatianku dari Rudy.Aku mengikuti Jery sepanjang hari. Dia mengajarkanku dan memberitahu apa yang harus kulakukan. Dia tampan, tinggi, dan gay. Para wanita tidak tahu itu, tentu saja. Dia menggoda para wanita tanpa malu-malu. Dan anehnya, mereka menyukai itu. Dia akan melihat dan mengedipkan mata ke arahku ketika seseorang mencoba merayunya. P
Aku menghabiskan roti selai kacang terakhirku dan membersihkan remah-remahnya dipangkuanku. Aku harus pergi ke toko dan membeli makanan. Roti selai kacang ini sudah hampir kadaluarsa.Aku libur hari ini. Aku berbaring di tempat tidur memikirkan Rudy. Apa yang sudah dia lakukan untuk meyakinkanku kalau dia hanya ingin berteman denganku? Dia mengucapkan itu lebih dari sekali. Aku harus berhenti berusaha agar dia bisa melihatku lebih dari sekedar teman.Aku membuka pintu tempat penyimpanan dan melangkah ke dalam dapur. Wangi dari nasi goreng menghampiri hidungku dan aku melihat Rudy yang sedang berdiri di depan kompor hanya memakai celana piyamanya saja, aku pasti sudah menikmati aroma lezat ini. Pemandangan indah dari punggungnya sudah mengusir aroma nasi goreng.Dia menoleh dari bahunya dan tersenyum. "Selamat pagi. Hari ini pasti kau libur."Aku mengangguk dan berdiri disana memikirkan apa yang harus dikatakan seorang teman. Aku tidak mau membuatnya menja
Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku
Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi
Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya
Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan
"Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari
"Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk
Ayahku mengangkat lengannya ke arahku dan tersenyum."Sekarang saatnya untuk kita keluar." Katanya padaku sebelum membuka pintu. Aku menggandeng tangannya dan mengikutinya menuruni tangga dan keluar dari ruangan. Aku keluar dari dalam rumah dan menuju ke sebuah jalan yang telah di hiasi bunga mawar berwarna pink. Aku membiarkan ayahku memimpin jalan untukku.Beti dan Jery berjalan di depan kami memegang bucket mereka. Rudy berdiri di ujung altar dengan Jafin yang berdiri di sampingnya. Teman-teman kami duduk di kursi yang sudah di sediakan berepuk tangan dan tersenyum padaku. Bahkan Bobi dan neneknya juga hadir.Aku melangkah pelan di samping ayahku di iringi lagu dari Jason Mraz "I Won't Give Up" dan berharap aku tidak terjatuh karena menginjak gaun panjangku. Aku menatap ke depan dan melihat Rudy tersenyum sambil berkali-kali mengusap matanya. Jafin memberinya selembar kain putih dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudy membuat Rudy menyenggol rusuk
Kami tinggal selama seminggu agar aku lebih mengenal saudara laki-lakiku. Karlos mudah bergaul saat aku menyadari kalau dia tidak melihatku dengan pandangan mesum tapi dia menunjukkan ketertarikan untuk mengenalku sebagai saudara perempuannya. Aku mengerti itu. Tapi aku juga senang akhirnya aku dan Rudy sudah pulang kembali ke bali.kami segera merencanakan pernikahan. Beti dan jery akan menjadi pendamping wanitaku dan Jafin akan menjadi pendamping pria untuk Rudy. Rudy memberi waktu seminggu untuk mengatur semuanya. Aku bahkan tidak beradu pendapat dengannya. Keyakinan di matanya mengatakan padaku kalau berdebat dengannya tidak akan ada gunanya. Aku lebih dari siap untuk menikahi pria ini tapi aku juga khawatir kalau mungkin aku akan berbalik dan kabur. Terutama setelah apa yang sudah terjadi pada adiknya baru-baru ini.kami akan menikah sepuluh hari sebelum valentine day.beruntungnya, Rudy mempunyai banyak uang untuk membuat pernikahan ini t
"Rudy." Kataku saat merasakan sebuah pelukan dari belakang. Aku berdiri di teras menatap ke arah lautan. Aku akan menjemput Rudy di bandara jam 7 malam ini tapi dia sudah ada di sini lebih awal.Dia membenamkan wajahnya di rambutku dan menaruh kedua tangannya di atas perutku. "Maafkan aku, Aileen. Aku sangat menyesal. Aku mencintaimu. Hal ini tidak akan terjadi lagi."Aku meringis, kata-kata itu terdengar familiar, karena dia sudah sering mengatakannya sebelumnya. "Aku mencintaimu." Jawabku."Aku mencintaimu juga." Jawabnya sambil memelukku dan kami berdiri di sana dalam diam menatap matahari yang hampir tenggelam di atas air laut.Suara batuk keras membuatku kaget. Aku perlahan mundur dari pelukannya dan mengintip dari balik bahunya. Aku tahu kalau wajahku mungkin saja sekarang sudah berubah warna menjadi merah dan aku segera menundukkan kepalaku di dada Rudy.Rudy menoleh ke belakang dan melihat seorang pria sedang mengawasi kam