Carmen yang gugup dan takut, memilih memalingkan wajah–tak ingin menatap wajah Raymond.
"Coba ceritakan, apa yang kau dengar dari balik tembok saat tadi pagi, Wifey," ucap Raymond dengan nada berat dan rendah. Suaranya serak dan seksi, tetapi bagi Carmen itu sangat horor. Buktinya dia merinding mendengarnya! Mata Carmen melebar, jantungnya berpacu kencang dan tubuhnya panas dingin. Raymond tahu dia menguping?! Habislah dia! "A-aku tidak dengar apa-apa. Aku hanya melihatmu bersama seorang perempuan," ucap Carmen gugup. "Kalau kamu suka padanya, kenapa tidak menikahinya?" lanjut Carmen. "Dia ibu tiriku," jawab Raymond santai, mengigit pelan daun telinga Carmen lalu meniupnya secara sensual. Carmen memejamkan mata, bukan karena menikmati apa yang pria ini lakukan padanya. Tetapi lebih tepatnya karena merinding dan tak nyaman. 'Fix, dia memang gila. Dia berselingkuh dengan ibu tirinya sendiri dan bahkan menyuruh ibu tirinya mengbunuh ayah kandungnya. Tuhan! Sudah benar dia tidak pulang selama lima tahun ini, tetapi kenapa dia malah pulang?! Sekalipun dia pulang, kenapa dia tak menceraikanku saja agar aku tidak terjerat dan terjebak dalam kegilaannya.' batin Carmen, merasa jika Raymond sudah gila stadium akhir. "Dan kau tidak perlu cemburu, dia hanya mainan," lanjut Raymond, kini beralih mendaratkan bibirnya pada kulit leher Carmen. Carmen menggigit bibir bawah, memejamkan mata erat. Dia merinding karena perlakuan Raymond padanya. Dan … kenapa makhluk se imut dirinya harus berhadapan dengan Raymond yang panas?! "Aku tidak cemburu!" pekik Carmen, reflek mendorong kepala Raymond karena tak tahan lagi. Sungguh, dia sangat risih! Raymond langsung melayangkan tatapan marah pada Carmen, "kau menolakku?" Carmen tak menjawab, buru-buru mengambil posisi duduk lalu meringsut di ranjang. "Kau istriku dan kau berkewajiban untuk memuaskan hasratku, Carmen Gaura Abraham! Kau harus melayaniku kapanpun aku mau," dingin Raymond, berkata dengan suara yang sangat menusuk dan penuh aura intimidasi. "Ma-maaf, Mas Kaizer. Aku-- aku bukan menolak tapi gugup. Hal-hal seperti ini masih baru untukku," jawab Carmen, menyilangkan tangan di depan dada dan masih meringsut di kepala ranjang, "maaf yah, Mas Kaizer," lanjutnya dengan nada berhati-hati, seperti cicitan anak burung. Carmen tidak boleh menyinggung pria ini, atau dia akan berakhir dikasari oleh Raymond. "It's oke, Sweetheart," jawab Raymond lembut, membuat Carmen terkejut bukan main. Tadi pria ini sangat marah, tetapi sekarang … dia bahkan tersenyum hangat pada Carmen. "Kemarilah," ucap Raymond, mengulurkan tangan pada Carmen, "aku akan membuatmu terbiasa dan berakhir mendambakan sentuhan ku." "Hehehe …." Carmen cengengesan, menerima uluran tangan Raymond secara ragu dan gugup. 'Aku butuh perlindungannya dari Tiara, jadi aku harus patuh. Aku juga tidak akan mencampuri urusannya dengan ibu tirinya. Terpenting aku dapat tempat tidur gratis, makan gratis dan sekaligus tameng.' batin Carmen. Raymond menarik Carmen dalam dekapannya, dia memeluk pinggang perempuan itu secara possesive dan erat. Raymond menunduk, mendekatkan wajahnya dengan wajah cantik Carmen. Raymond mendaratkan bibirnya di atas bibir Carmen, menciumnya dengan penuh hasrat dan gairah. Namun, lumatannya yang panas tersebut berubah lebih lembut dan tenang. Raymond melepaskan ciuman tersebut, memandang manik cantik istrinya dengan intens. "Cium aku dan lakukan seperti yang kulakukan barusan." "A-aku tidak bisa." Carmen menolak. "Coba, Sweetheart." Raymond berkata lembut, mengusap rambut Carmen dengan penuh kasih sayang, "kau istriku dan bukankah seorang istri harus menyenangkan suaminya, Ura?" "U-um. Kucoba," jawab Carmen kaku, terpaksa mematuhi ucapan Raymond. Dia mencium pria itu dan melakukan persis seperti yang Raymond lakukan padanya tadi. Raymond terlena oleh bibir manis istrinya, meskipun Carmen masih kaku tetapi Raymon sangat menikmati. Dia tak bisa menahan lagi, dia membaringkan Carmen di atas ranjang kemudian menindih perempuan itu. Tangannya tak tinggal diam, menelusup dalam baju kaos istrinya–meraba undukan indah sang istri, membuat Carmen memejamkan mata dan merintih pelan. Raymond melepas ciumannya, memandang Carmen sembari menyunggingkan smirk tipis. Dia suka suara rintihan perempuan ini, manis dan menggoda! Raymond menghentikan aksinya, tak ingin berlama-lama lagi jadi dia melepas pakaiannya dan Carmen. **** Carmen terbangun dengan tubuh yang terasa sakit dan pegal. Dia menoleh ke arah sebelahnya, mendapati Raymond yang masih tertidur pulas–bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana dari piyama. Carmen kemudian menatap tubuhnya. Seperti biasa, dia mengenakan piyama Raymond. 'Dia sangat tampan, dan pantas saja ibu tirinya tergoda padanya. Tapi … ah, sudahlah. Aku juga tak peduli apa hubungannya dengan ibu tirinya. Aku hanya ingin mendapat perlindungan darinya. Nanti setelah aku bisa membalaskan dendamku pada Tiara dan seluruh keluarga Wijaya, aku akan meminta lepas dari Mas Kaizer. Kalau dia tidak mau, aku bisa kabur.' batin Carmen, terus memandang wajah tampan Raymond. Carmen menghela napas pelan, dia bangkit dari ranjang dan segera masuk ke kamar mandi. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja, Carmen sangat bersemangat. Setelah selesai mandi, Carmen bergegas ke dapur. Dia sedang senang dan dia memutuskan membuatkan sarapan untuk Raymond. Sedangkan Raymond, dia terbangun dan tak menemukan Carmen di sebelahnya. Dia menggeram marah, buru-buru mengambil piyama bagian atas lalu menggunakannya. Dia keluar dari kamar lalu mencari ke mana Carmen pergi. Hampir saja Raymond mengamuk pada semua orang karena membiarkan Carmen lari. Untungnya dia menemukan perempuan itu di ruang makan, tengah menata sarapan. "Ura, kau memasak?" tanya Raymond, mendekat pada istrinya. Carmen menganggukkan kepala. "U-um. Hari ini aku akan bekerja dan aku sangat senang. Jadi aku membuatkan sarapan untuk Mas Kaizer," jelasnya. Raymond menarik kurus kemudian duduk. Sedangkan Carmen buru-buru melayani pria itu. "Kenapa kau ingin bekerja? Kau mendapat uang dariku dan jika kurang kau bisa meminta tambah. Kapanpun," ucap Raymond datar, meraih sendok untuk mencicipi sup yang istrinya buat. "Karena aku perempuan mandiri," jawab Carmen enteng. "Bagaimana? Enak tidak, Mas Kaizer?" tanya Carmen, senyum manis karena berharap Kaizer memuji masakannya. "Hum. Ini enak," jawab Raymond. "Tentu saja. Aku seorang koki handal." Carmen sedikit menyombongkan diri. Raymond menaikkan sebelah alis, diam-diam tersenyum tipis–menatap Carmen dengan sorot yang sulit diartikan. **** "Wow! Dapurnya sangat bersih, luas dan … idaman!" pekik Carmen pada Teresia, merasa kagum pada dapur hotel–tempat Carmen akan bekerja. "Jelas dong, Carmen. Ini kan hotel mewah, tentu dapurnya harus bagus," jawab Teresia. "Aku tidak menyangka bisa bekerja di hotel se mewah ini, dan menjadi salah satu koki di sini. Impianku menjadi koki terkenal, terasa semakin dekat, Teresia," ucap Carmen, penuh semangat yang meletup dalam diri. Teresia ikut tersenyum, senang melihat sahabatnya senang. Setelah Teresia menemani Carmen berkeliling dapur, serta memperkenalkan fasilitas di sana, mereka berkumpul untuk diberikan arahan dari kepala koki. Karena Carmen masih baru, dia akan menjadi asisten salah satu chef senior. Pekerjaannya masih ringan, seperti menyiapkan piring, bahan untuk dimasak dan menggoreng kentang goreng. Meskipun begitu, Carmen tetap senang. Namun, saat mereka sedang asyik bekerja, di mana Carmen sedang mencuci bahan-bahan untuk dimasak oleh koki senior, tiba-tiba saja seseorang yang sangat Carmen kenal muncul di sana. Sosok itu terasa sangat eksklusif, menawan, berkarisma dan mempesona. Dia mengenakan tuxedo mewah dan mahal, datang bersama tangan kanan dan beberapa anak buah. Aktivitas di dapur seketika berhenti. Kepala koki bergegas menghampiri sosok itu, dia terlihat sangat segan dan menampilkan raut muka yang kentara gugup ketika sudah berhadapan dengan sosok dingin tersebut. "Salam, Tuan Raymond," ucap kepala koki. Raymond tak menjawab, hanya menampilkan raut muka dingin dan tegas. Di sisi lain, Carmen bersembunyi di belakang tubuh seorang koki pria yang memiliki badan besar. "Di-dia siapa?" tanya Carmen, berbisik pada Teresia yang berada di sebelah koki pria–yang badannya Carmen jadikan tempat persembunyian. "Dia Tuan Raymond Kaizer Abraham, CEO dari perusahaan terbesar di negara kita–Blackswan Worldwide Hotel's. Dia pemilik hotel ini dan penguasa nomor satu di negara kita juga. Dia baru pulang dari luar negeri setelah sebelumnya menetap selama lima tahun di sana," bisik Teresia pada Carmen, sedikit mundur supaya sejajar dengan Teresia yang berdiri di belakang koki senior mereka. Teresia masih tiga bulan bekerja di sini, dan dia masih dianggap junior. "Di-dia pemilik hotel ini?" gagap Carmen, tak percaya dan merasa bodoh secara bersamaan. Suaminya adalah pemilik hotel ini, tetapi dia tidak tahu sama sekali. Ouh, Tuhan! "Hu-um." Teresia menganggukkan kepala. "Dan kudengar, Tuan Raymond pernah menjadi Koki hebat. Tapi sayang, dia berhenti karena ayah Tuan Raymond melarang Tuan menjadi koki." "Apa?!" kaget Carmen, sangat syok. Jantungnya hampir copot dari tempat mendengar ucapan Teresia. Carmen seketika teringat kejadian tadi pagi, di mana dia menyombongkan profesinya sebagai koki dihadapan suaminya yang ternyata juga seorang …-Holla, MyRe. Semoga kalian suka dengan novel baru kita. Di novel ini akan banyak kejutan, jdi tetap pantengin novel kita dan jangan sampai ketinggalan yah, MyRe. IG penulis:@deasta18
"Apa?" Carmen memekik kaget, tak menduga kalau suaminya adalah mantan chef hebat. "Pelankan suaramu, Carmen," bisik Teresia, meringis karena Carmen tiba-tiba memekik dan sekarang semua orang menoleh pada Carmen. Carmen menutup mulut sendiri, cukup kikuk karena semua orang saat ini sedang memperhatikannya. Carmen semakin gelisah karena dia telah dilihat oleh Raymond. Namun, entah kenapa, pria itu melayangkan tatapan marah dan dingin padanya. Apa kesalahan yang Carmen lakukan? Tidak ada bukan?! "Ambilkan seragam kokiku," titah Raymond pada Diego, nadanya dingin dan datar–terus menatap ke arah sosok perempuan yang terlihat menunduk dalam, berdiri di belakang seorang pria. Cara perempuan itu bersembunyi di balik tubuh pria tersebut, seperti sedang mencari perlindungan. Apakah Raymond menakutkan baginya? Raymond terus menatap, menunggu Carmen mendongak dan melihat ke arahnya. Akan tetapi, perempuan memilih terus menunduk, sepertinya tak ingin dikenali oleh Raymond. Setelah
"Bagiamana dengan ini, Mas?" tanya Carmen, keceplosan memanggil 'mas pada Raymond. Untung suaranya pelan. Raymond menoleh pada istrinya, lalu menatap udang yang telah Carmen bersihkan. "Sudah rapi tetapi kau memakan waktu cukup lama hanya untuk membersihkan satu udang, Sweetheart," jawab Raymond dengan nada bersahabat dan hangat. Carmen dibuat menganga karena perubahan nada bicara Raymond. Dia terkejut! Sebelumnya Raymond terkesan dingin dan ketus, tetapi mendadak sangat lembut. Suaranya yang berat dan hangat, menyapa kalbu dengan mesra. Carmen dibuat terkesima. Carmen lagi-lagi merasa kalau Raymond ini aneh. Emosi pria ini mudah berubah-ubah. Sayang sekali, Carmen belum bisa memastikan apa yang membuat emosi Raymond berubah-ubah. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, Carmen merasa senang. Dia seperti merasakan kehadiran 'Mas Kaizer-nya yang sopan dan manusiawi. Yah, walaupun masa itu dia berinteraksi dengan suaminya hanya lewat pesan, akan tetapi Carmen sangat mengagumi 'Mas Kaize
"A-aku tidak mengenalmu! Lep-lepaskan aku …." Carmen menjerit pada seorang pria yang saat ini berada di atas tubuhnya. Pria tersebut berniat melepas pakaian yang membungkus tubuh Carmen. "Ti-tidak!" Carmen menggelengkan kepala, suaranya bergetar hebat dan air mata jatuh deras. Dia ketakutan, punggung sudah panas dingin dan tubuh terasa membeku. Pria ini berhasil melepas bajunya–di mana kini Carmen hanya mengenakan bra hitam. Perut mulusnya diraba oleh pria tersebut–menatap Carmen penuh letupan gairah, sembari menyunggingkan smirk yang mengerikan. Tangan pria dewasa tersebut naik ke atas undukan indah Carmen, membuat Carmen semakin takut dan terus menangis. "Ja-jangan … hiks … jangan …." Carmen memohon sembari menyingkirkan tangan pria itu dari atas undukan indahnya. Dia berhasil menjauhkan tangan pria itu akan tetapi tindakan pria tersebut semakin jauh. Pria itu menelusup pada ceruk leher Carmen, lalu mencium kulit leher Carmen secara rakus. Carmen benar-benar geli, jijik dan kot
Raymond Kaizer Abraham (33 tahun) pergi ke kota istrinya yang ia tinggalkan lima tahun lalu, bukan untuk menjemputnya melainkan untuk menceraikannya. Lima tahun yang lalu, atas permintaan kakeknya, Raymond menikahi gadis remaja bernama Carmen Gaura Wijaya. Di mana saat itu gadis tersebut masih berusia tujuh belas tahun (satu bulan sebelum memasuki usia 18 tahun). Sebetulnya gadis yang harus dia nikahi bernama Clarissa Wijaya. Akan tetapi entah kenapa saat saat mendekati hari pernikahan, gadis yang ia nikahi bertukar nama menjadi Carmen. Sebelumnya, Raymond memang tak pernah bertemu dengan Clarissa atau Carmen. Dia lumpuh dan dia enggan keluar rumah. Saat menikahi Carmen, sejujurnya Raymond berniat membatalkannya karena merasa ditipu. Hell! Bagaimana bisa dia menikah dengan anak kecil yang masih ingusan?! Dia tidak terima! Namun, dia mengurungkan niat karena terpaku melihat Carmen yang terus saja menunduk dan menangis. Satu yang terlintas di pikiran Raymond, Carmen masih polos da
"Bagaimana bisa kau lupa pada suamimu sendiri, Ura?" dingin Raymond, melayangkan tatapan tajam dan membunuh pada perempuan yang duduk di pangkuannya. Carmen menoleh padanya, mendongak untuk menatapnya. 'Ura? Siapa Ura? Bapak ini pasti salah orang,' batin Carmen. Dia sempat mengira pria ini mungkin suaminya, karena beberapa kali pria ini memangilnya istri. Carmen memang tak mengenal suaminya karena dia tidak pernah bertemu dengan suaminya sebelum menikah. Lagipula, dia saja tak menyangka jika dia lah yang akan menikah dengan Kaizer–suaminya, karena sebelumnya Kaizer dijodohkan dengan kakaknya. Namun, saat tiga hari sebelum menikah, Clarissa melakukan sesuatu yang membuat Carmen berakhir menggantikannya menikah dengan tuan muda dari keluarga Abraham. Carmen hanyalah pengantin pengganti yang tak pernah direncanakan.Saat menikah, kondisi mata Carmen saat itu minus 4. Dia tak mengenakan kaca mata ataupun soflen, ditambah dia terus menangis saat itu, sehingga dia tidak bisa melihat jel
"Raymond Kaizer Abraham. Your husband." Deg deg deg Carmen reflek menegakkan tubuh, berdiri kaku dan sedikit mendongak untuk dapat menatap wajah tampan Raymond. Ekspresi Carmen terkejut, matanya membulat sempurna dan bibir sedikit terbuka. Raymond Kaizer Abraham. Dia suami Carmen? Pria yang menodainya-- adalah suaminya sendiri?! Melihat Carmen hanya bengong, Raymond meraih tangan istrinya. Setelah berjabat tangan dengan Carmen, Raymond menarik tangan perempuan itu sehingga Carmen berakhir menabrak dada bidangnya. Carmen mendongak sepenuhnya pada Raymond, dia mengabaikan rasa sakit di kening akibat keningnya menabrak dada bidang nan kokoh milik pria ini. "Sekarang kau mengenalku, Ura?" Raymond berucap rendah, nadanya berat dan serak. Terkesan seksi akan tetapi membuat Carmen gugup sekujur tubuh. Carmen tak mengatakan apa-apa, hanya bengong karena tak tahu harus bersikap bagaimana. Pria yang menodainya adalah suaminya sendiri. Bagaimana bisa sosok yang ia kagumi ternyata
'Layani aku kapanpun aku menginginkanmu.' Ucapan Raymond tersebut terus menggema di kepala Carmen. Namun, saat itu, dia menjawab 'aku lapar dan aku mau makan.' Sialan! Padahal waktu itu Carmen ingin membantah ucapan Raymond, akan tetapi karena dia terlalu lapar dan kepalanya hanya dipenuhi oleh makanan, Carmen sulit berkonsentrasi. "Jadi aku akan tinggal di rumah ini? Aku akan menjadi istri Mas Kaizer selamanya?" gumam Carmen. Dia habis berkeliling mansion mewah Kaizer, setelah sebelumnya dia makan dengan begitu banyak. "Yah, untuk saat ini, lebih baik aku tinggal dengannya. Lumayan, aku dapat tempat tinggal dan makanan gratis. Tapi aku harus mencari pekerjaan dan mengumpulkan uang untuk membalas perbuatan Tiara dan Clarissa. Juga pada Nicolas dan … seluruh keluarga Wijaya yang meremehkanku," ucap Carmen, bermonolog sendiri, penuh keyakinan dan semangat yang menggebu-gebu. Meskipun peretemuannya dengan suaminya sangat buruk dan mengerikan. Akan tetapi Carmen menganggapnya sebagai
"Kau mencintai pria lain?" dingin Raymond, menguatkan cengkeramannya pada lengan Carmen. "Jawab!" Carmen menggelengkan kepala gugup, kepalanya mendongak untuk menatap Raymond yang jauh lebih tinggi darinya. Carmen ketakutan! Pria ini sangat kasar. "A-aku habis berbicara dengan Teresia, dia bu-bukan seorang pria. Dia perempuan tulen," jawab Carmen buru-buru, nadanya tergesa-gesa dan gugup. Raymond melepaskan cengkeramannya pada lengan Teresia. Dia meraih handphone-nya yang berada di atas nakas untuk memeriksa. "Aku minta maaf mengunakan handphonemu," ucap Carmen sembari mengusap lengannya yang dicengkeram kuat oleh Raymond. Sejujurnya dia kesal pada pria ini, akan tetapi Carmen takut untuk mengekspresikan rasa kesalnya. Raymond menoleh tajam pada Carmen, meletakkan handphone kembali ke atas nakas. "Aku minta maaf mengunakan handphone Mas Kaizer," ulang Carmen, gugup bercampur takut karena tatapan Raymond yang begitu tajam. Dia yakin sekali Raymond pasti marah karena han
"Bagiamana dengan ini, Mas?" tanya Carmen, keceplosan memanggil 'mas pada Raymond. Untung suaranya pelan. Raymond menoleh pada istrinya, lalu menatap udang yang telah Carmen bersihkan. "Sudah rapi tetapi kau memakan waktu cukup lama hanya untuk membersihkan satu udang, Sweetheart," jawab Raymond dengan nada bersahabat dan hangat. Carmen dibuat menganga karena perubahan nada bicara Raymond. Dia terkejut! Sebelumnya Raymond terkesan dingin dan ketus, tetapi mendadak sangat lembut. Suaranya yang berat dan hangat, menyapa kalbu dengan mesra. Carmen dibuat terkesima. Carmen lagi-lagi merasa kalau Raymond ini aneh. Emosi pria ini mudah berubah-ubah. Sayang sekali, Carmen belum bisa memastikan apa yang membuat emosi Raymond berubah-ubah. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, Carmen merasa senang. Dia seperti merasakan kehadiran 'Mas Kaizer-nya yang sopan dan manusiawi. Yah, walaupun masa itu dia berinteraksi dengan suaminya hanya lewat pesan, akan tetapi Carmen sangat mengagumi 'Mas Kaize
"Apa?" Carmen memekik kaget, tak menduga kalau suaminya adalah mantan chef hebat. "Pelankan suaramu, Carmen," bisik Teresia, meringis karena Carmen tiba-tiba memekik dan sekarang semua orang menoleh pada Carmen. Carmen menutup mulut sendiri, cukup kikuk karena semua orang saat ini sedang memperhatikannya. Carmen semakin gelisah karena dia telah dilihat oleh Raymond. Namun, entah kenapa, pria itu melayangkan tatapan marah dan dingin padanya. Apa kesalahan yang Carmen lakukan? Tidak ada bukan?! "Ambilkan seragam kokiku," titah Raymond pada Diego, nadanya dingin dan datar–terus menatap ke arah sosok perempuan yang terlihat menunduk dalam, berdiri di belakang seorang pria. Cara perempuan itu bersembunyi di balik tubuh pria tersebut, seperti sedang mencari perlindungan. Apakah Raymond menakutkan baginya? Raymond terus menatap, menunggu Carmen mendongak dan melihat ke arahnya. Akan tetapi, perempuan memilih terus menunduk, sepertinya tak ingin dikenali oleh Raymond. Setelah
Carmen yang gugup dan takut, memilih memalingkan wajah–tak ingin menatap wajah Raymond. "Coba ceritakan, apa yang kau dengar dari balik tembok saat tadi pagi, Wifey," ucap Raymond dengan nada berat dan rendah. Suaranya serak dan seksi, tetapi bagi Carmen itu sangat horor. Buktinya dia merinding mendengarnya! Mata Carmen melebar, jantungnya berpacu kencang dan tubuhnya panas dingin. Raymond tahu dia menguping?! Habislah dia! "A-aku tidak dengar apa-apa. Aku hanya melihatmu bersama seorang perempuan," ucap Carmen gugup. "Kalau kamu suka padanya, kenapa tidak menikahinya?" lanjut Carmen. "Dia ibu tiriku," jawab Raymond santai, mengigit pelan daun telinga Carmen lalu meniupnya secara sensual. Carmen memejamkan mata, bukan karena menikmati apa yang pria ini lakukan padanya. Tetapi lebih tepatnya karena merinding dan tak nyaman. 'Fix, dia memang gila. Dia berselingkuh dengan ibu tirinya sendiri dan bahkan menyuruh ibu tirinya mengbunuh ayah kandungnya. Tuhan! Sudah benar
"Kau mencintai pria lain?" dingin Raymond, menguatkan cengkeramannya pada lengan Carmen. "Jawab!" Carmen menggelengkan kepala gugup, kepalanya mendongak untuk menatap Raymond yang jauh lebih tinggi darinya. Carmen ketakutan! Pria ini sangat kasar. "A-aku habis berbicara dengan Teresia, dia bu-bukan seorang pria. Dia perempuan tulen," jawab Carmen buru-buru, nadanya tergesa-gesa dan gugup. Raymond melepaskan cengkeramannya pada lengan Teresia. Dia meraih handphone-nya yang berada di atas nakas untuk memeriksa. "Aku minta maaf mengunakan handphonemu," ucap Carmen sembari mengusap lengannya yang dicengkeram kuat oleh Raymond. Sejujurnya dia kesal pada pria ini, akan tetapi Carmen takut untuk mengekspresikan rasa kesalnya. Raymond menoleh tajam pada Carmen, meletakkan handphone kembali ke atas nakas. "Aku minta maaf mengunakan handphone Mas Kaizer," ulang Carmen, gugup bercampur takut karena tatapan Raymond yang begitu tajam. Dia yakin sekali Raymond pasti marah karena han
'Layani aku kapanpun aku menginginkanmu.' Ucapan Raymond tersebut terus menggema di kepala Carmen. Namun, saat itu, dia menjawab 'aku lapar dan aku mau makan.' Sialan! Padahal waktu itu Carmen ingin membantah ucapan Raymond, akan tetapi karena dia terlalu lapar dan kepalanya hanya dipenuhi oleh makanan, Carmen sulit berkonsentrasi. "Jadi aku akan tinggal di rumah ini? Aku akan menjadi istri Mas Kaizer selamanya?" gumam Carmen. Dia habis berkeliling mansion mewah Kaizer, setelah sebelumnya dia makan dengan begitu banyak. "Yah, untuk saat ini, lebih baik aku tinggal dengannya. Lumayan, aku dapat tempat tinggal dan makanan gratis. Tapi aku harus mencari pekerjaan dan mengumpulkan uang untuk membalas perbuatan Tiara dan Clarissa. Juga pada Nicolas dan … seluruh keluarga Wijaya yang meremehkanku," ucap Carmen, bermonolog sendiri, penuh keyakinan dan semangat yang menggebu-gebu. Meskipun peretemuannya dengan suaminya sangat buruk dan mengerikan. Akan tetapi Carmen menganggapnya sebagai
"Raymond Kaizer Abraham. Your husband." Deg deg deg Carmen reflek menegakkan tubuh, berdiri kaku dan sedikit mendongak untuk dapat menatap wajah tampan Raymond. Ekspresi Carmen terkejut, matanya membulat sempurna dan bibir sedikit terbuka. Raymond Kaizer Abraham. Dia suami Carmen? Pria yang menodainya-- adalah suaminya sendiri?! Melihat Carmen hanya bengong, Raymond meraih tangan istrinya. Setelah berjabat tangan dengan Carmen, Raymond menarik tangan perempuan itu sehingga Carmen berakhir menabrak dada bidangnya. Carmen mendongak sepenuhnya pada Raymond, dia mengabaikan rasa sakit di kening akibat keningnya menabrak dada bidang nan kokoh milik pria ini. "Sekarang kau mengenalku, Ura?" Raymond berucap rendah, nadanya berat dan serak. Terkesan seksi akan tetapi membuat Carmen gugup sekujur tubuh. Carmen tak mengatakan apa-apa, hanya bengong karena tak tahu harus bersikap bagaimana. Pria yang menodainya adalah suaminya sendiri. Bagaimana bisa sosok yang ia kagumi ternyata
"Bagaimana bisa kau lupa pada suamimu sendiri, Ura?" dingin Raymond, melayangkan tatapan tajam dan membunuh pada perempuan yang duduk di pangkuannya. Carmen menoleh padanya, mendongak untuk menatapnya. 'Ura? Siapa Ura? Bapak ini pasti salah orang,' batin Carmen. Dia sempat mengira pria ini mungkin suaminya, karena beberapa kali pria ini memangilnya istri. Carmen memang tak mengenal suaminya karena dia tidak pernah bertemu dengan suaminya sebelum menikah. Lagipula, dia saja tak menyangka jika dia lah yang akan menikah dengan Kaizer–suaminya, karena sebelumnya Kaizer dijodohkan dengan kakaknya. Namun, saat tiga hari sebelum menikah, Clarissa melakukan sesuatu yang membuat Carmen berakhir menggantikannya menikah dengan tuan muda dari keluarga Abraham. Carmen hanyalah pengantin pengganti yang tak pernah direncanakan.Saat menikah, kondisi mata Carmen saat itu minus 4. Dia tak mengenakan kaca mata ataupun soflen, ditambah dia terus menangis saat itu, sehingga dia tidak bisa melihat jel
Raymond Kaizer Abraham (33 tahun) pergi ke kota istrinya yang ia tinggalkan lima tahun lalu, bukan untuk menjemputnya melainkan untuk menceraikannya. Lima tahun yang lalu, atas permintaan kakeknya, Raymond menikahi gadis remaja bernama Carmen Gaura Wijaya. Di mana saat itu gadis tersebut masih berusia tujuh belas tahun (satu bulan sebelum memasuki usia 18 tahun). Sebetulnya gadis yang harus dia nikahi bernama Clarissa Wijaya. Akan tetapi entah kenapa saat saat mendekati hari pernikahan, gadis yang ia nikahi bertukar nama menjadi Carmen. Sebelumnya, Raymond memang tak pernah bertemu dengan Clarissa atau Carmen. Dia lumpuh dan dia enggan keluar rumah. Saat menikahi Carmen, sejujurnya Raymond berniat membatalkannya karena merasa ditipu. Hell! Bagaimana bisa dia menikah dengan anak kecil yang masih ingusan?! Dia tidak terima! Namun, dia mengurungkan niat karena terpaku melihat Carmen yang terus saja menunduk dan menangis. Satu yang terlintas di pikiran Raymond, Carmen masih polos da
"A-aku tidak mengenalmu! Lep-lepaskan aku …." Carmen menjerit pada seorang pria yang saat ini berada di atas tubuhnya. Pria tersebut berniat melepas pakaian yang membungkus tubuh Carmen. "Ti-tidak!" Carmen menggelengkan kepala, suaranya bergetar hebat dan air mata jatuh deras. Dia ketakutan, punggung sudah panas dingin dan tubuh terasa membeku. Pria ini berhasil melepas bajunya–di mana kini Carmen hanya mengenakan bra hitam. Perut mulusnya diraba oleh pria tersebut–menatap Carmen penuh letupan gairah, sembari menyunggingkan smirk yang mengerikan. Tangan pria dewasa tersebut naik ke atas undukan indah Carmen, membuat Carmen semakin takut dan terus menangis. "Ja-jangan … hiks … jangan …." Carmen memohon sembari menyingkirkan tangan pria itu dari atas undukan indahnya. Dia berhasil menjauhkan tangan pria itu akan tetapi tindakan pria tersebut semakin jauh. Pria itu menelusup pada ceruk leher Carmen, lalu mencium kulit leher Carmen secara rakus. Carmen benar-benar geli, jijik dan kot