Juleha benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Kania dan Khai. Bagaimana mungkin mereka akhirnya jadian dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tanpa PDKT. Apakah bagi mereka pacaran itu hanya permainan yang tak perlu dipikirkan baik buruknya.
Bu Gita datang untuk memulai pelajaran. Sementara Juleha risau karena Cita tak kunjung kembali ke bangku miliknya hingga waktu jam pelajaran pertama habis. Tak ada yang tahu ke mana perginya gadis itu, bolak-balik Juleha mengirim pesan tetapi diabaikan, tak ada satu pun yang dibalas.
Juleha membalikkan tubuhnya, menghadap Khai sambil menatap tajam. Gara-gara pemuda tengil itu, Cita bolos pelajaran di hari pertama.
"Kenapa, sih, Neng?" tanya Khai.
"Berani panggil Neng, gue pacul, nih!" ancam Juleha tak suka, jika harus berbasa-basi dengan Khai. Pokoknya, setiap kali berurusan dengan Khai emosinya meningkat sepuluh kali lipat.
"Iye, ada apa, sih!"
"Ada apa, nggak mikir ya cinta instan lu sama Kania itu bikin Cita patah hati!" tegas Juleha.
Khai merubah posisinya, dia menyandarkan tubuh ke kursi sambil bersedekap.
"Itu urusan dia sama hatinya. Kenapa jadi gue yang tanggung jawab!"
Kata-kata Khai membuat Juleha terdiam. Benar juga, tak sopan rasanya jika dia terlalu ikut campur dengan urusan pribadi Khai. Bagaimana juga, tentang perasaan Cita hal tersebut tak ada hubungannya dengan Khai, kecuali pemuda itu secara langsung menyakiti. Jika kasusnya seperti sekarang, semua murni karena sahabatnya itu belum bisa menerima hubungan Kania dan Khai.
Bimo mencari keberadaan Cita. Mendengar pujaan hatinya tersakiti karena ulah Khai, hatinya tak terima. Dia merasa harus bertanggung jawab mengembalikan senyuman Cita bagaimana pun caranya.
Setelah berkeliling di sekitar sekolah, akhirnya Bimo menemukan Cita sedang duduk di bangku, dekat gudang yang jarang didatangi oleh siswa.
"Cit ...."
Gadis itu mendongak, mendengar ada yang memanggil namanya. Dia mengembuskan napas kasar. Seseorang yang datang bukan yang diharapkan.
"Ngapain, sih, lu ke sini?" tanya Cita, sambil berdiri.
"Gue khawatir sama lu."
Cita tertawa, dia benar-benar merasa lucu dengan apa yang Bimo lakukan. Tak membalas perkataan pemuda berkacamata itu, Cita malah mengajaknya kembali ke kelas, yang disambut anggukan.
Tahun ajaran baru, semua baru, termasuk struktur organisasi kelas. Selama ini Juleha selalu menjadi ketua kelas selama dua tahun berturut-turut. Dirinya sudah sangat yakin, jika tahun ini juga begitu.
Namun, ternyata Khai mengajukan diri sebagai calon ketua kelas juga. Hal tersebut membuat Juleha kesal. Menggunakan alasan ingin mengenal teman sekelas lebih jauh, pemuda itu mendapat dukungan dari Pak Alam.
Karena calon ketua kelas ada dua, akhirnya diputuskan melalui voting. Setiap siswa menulis nama jagoannya. Sampai akhirnya, hasil menyatakan jika Khai yang lebih unggul dari Juleha. Hal tersebut disambut sorak-sorai teman sekelas terutama para siswi.
Pemuda itu mengajak toast, tetapi Juleha pura-pura tak melihat. Tangannya dibiarkan menggantung begitu saja di udara, untuk menutupi rasa canggung Khai memilih bertepuk tangan.
Juleha tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Lagi-lagi Khai membuatnya kesal. Tak bisa menahan lebih lama, dia memilih izin ke toilet.
Khai menyadari perubahan ekspresi Juleha. Namun, dia tak peduli. Kemenangannya bukan karena curang, semua berdasarkan keputusan teman satu kelas secara adil. Biarlah nanti di rumah dia akan mengajak Juleha bicara.
****
Cita tengah menangis di kursi taman ketika istirahat. Juleha buru-buru menghampiri lantas memeluk sahabatnya itu. Kebenciannya kian bertambah kepada Khai setelah melihat hal tersebut.
"Patah hati, kok, nangis," ujar Juleha.
"Gue patah hati, No! Gue cuma kesel kenapa kalah cepat dari Kania. Harusnya gue duluan yang nembak Khai. Bener-bener, anak itu!" geram Cita.
Juleha melongo. Dirinya tak habis pikir dengan Cita, jelas-jelas Khai itu nggak waras sama seperti Kania.
"Kayak nggak ada cowok lain aja. Emang harus, Khai!"
"Harus!" tegas Cita penuh keyakinan.
Dalam hati, Cita sangat yakin jika hubungan Khai dan Kania tak akan awet. Dia harus menyusun strategi agar tak keduluan siswi lain lagi jika keduanya putus nantinya.
*****
Juleha buru-buru keluar kelas ketika bel berbunyi tanda pelajaran usai. Dia harus menghindari Khai, belum sanggup rasanya jika harus pulang bersama pemuda itu.
"Lu kenapa, sih?" tanya Khai sambil memegang pergelangan tangan Juleha. Kali ini mereka berada di depan gerbang sekolah.
"Apa, sih, orang gue mau pulang. Lepas!"
"Nggak! Kita perlu ngomong!"
Juleha hendak menjawab, tetapi tiba-tiba saja muncul Kania. Gadis itu mengajak Khai pulang bersama menggunakan motornya.
"Lepas, anterin sono cewek lu balik!" Juleha menghempaskan tangan Khai kasar. Pemuda itu hendak mengejar tetapi ditahan oleh Kania. Pun Juleha yang tiba-tiba saja naik ke atas motor Vespa. Hal tersebut membuat Khai penasaran, siapa pengemudi motor itu.
"Thanks, ya, Lan, udah anterin gue pulang," kata Juleha ketika telah sampai di rumah.
"Santuy," balas Alan.
Juleha mengenal Alan ketika touring kemarin. Pemuda berkulit putih itu bukan seorang pelajar. Harusnya dia kuliah semester dua tetapi drop out karena sering bolos.
Alan hendak pergi ketika Maemunah yang akan menyapu halaman tiba-tiba melihat anak gadisnya diantar pulang oleh seorang pemuda, dia segera saja menghampiri.
"Siapa, Neng?"
Juleha memperkenalkan Alan kepada Maemunah. Setelah tahu jika mereka kenal karena sama-sama touring. Hal tersebut membuat Maemunah sedikit menurunkan level kekaguman kepada Alan.
Meski tampan, tetapi Maemunah tak suka dengan hobi Alan. Dia takut saja, jika terlalu dekat, bisa-bisa Juleha sering diajak pergi dan jarang pulang. Takut saja, jika nantinya sang anak berubah menjadi punk rock jalanan.
"Emak kagak demen lu terlalu deket sama Alan," ujar Maemunah setelah Alan pergi.
"Apaan, sih, orang cuma temen."
"Pokoknya emak nggak peduli. Lu bilang dia dikeluarin kuliah karena keseringan bolos. Nah, itu pasti gara-gara suka touring. Emak nggak mau dia bawa pengaruh buruk ke lu!"
Juleha tak menjawab perkataan Maemunah. Baginya percuma saja, teman-temannya sudah dicap negatif, mau membela diri hingga berbusa pun tak berguna rasanya. Dia lebih memilih untuk pergi ke kamar.
"Gitu, tuh, kebiasaan kalo dibilangin, nyaut kagak! Malah kabur."
"Misal, Leha nyaut juga salah. Lu, ye, dibilangin sama emak ngelawan terus," gumam Juleha, menirukan apa yang biasa Maemunah ucapkan. Dia lantas melemparkan diri ke ranjang. Melelahkan, hari ini, banyak kejadian yang tak terduga.
Baru saja, dia hendak memejamkan matanya. Tiba-tiba, ada yang mengetuk jendela kamar. Penasaran, gadis yang masih memakai seragam sekolah itu segera membukanya. Menyesal tujuh turunan, ketika mendapati Khai yang berada di sana.
"Hay, Sweety," sapa Khai.
"Nama gue Leha, bukan Siti!" balas Leha ketus, sambil mencoba menutup jendela. Namun, Khai segera menahan dengan tangannya. Terjadilah adu kuat antara keduanya, kalah tenaga Khai berhasil membuat jendela itu tetap terbuka.
Demi kerang, kenapa hidup Juleha terasa dikutuk. Kenapa harus terus berhubungan dengan Khai. Bagaimana mungkin pemuda tengil itu terus saja berkeliaran di sekitarnya. Ingin rasanya menendang seseorang yang tengah menatapnya di balik jendela ke luar galakasi. Namun, urung karena hal itu sangat mustahil."Ngapain, sih, lu di mari. Gue mo istirahat," ketus Juleha."Balik sama siapa lu barusan," tanya Khai sambil loncat melewati jendela sehingga kini dia berada di kamar Juleha."Sopan banget lu, ya, jadi orang, main masuk kamar gue seenaknya. Pergi nggak lu!" usir Juleha sambil mendorong tubuh Khai.Khai hanya tersenyum, sambil memegang tangan Juleha. Kesal, gadis itu lantas menginjak kaki Khai sekuat tenaga. Seperti paham situasi pemuda itu justru menghindar hingga membuatnya kesal."Enggak kenak, weeeee!" ledek Khai sambil menjulurkan lidah.Malas berdebat, Juleha memilih duduk di kursi yang terletak di dekat ranjang miliknya. Se
Juleha dan Khai terus saja kejar-kejaran. Dan anehnya bukannya pulang, Khai justru memilih masuk ke rumah gadis itu untuk meminta perlindungan dari Maemunah.Maemunah yang saat itu tengah membuat kue bolu tanpa sengaja menumpahkan adonan yang hendak ia masukan ke dalam oven. Hal tersebut karena tanpa sengaja Khai dan Juleha yang berlarian di sekitar sana menyenggol loyang tersebut hingga terjatuh."Setaaaaaaaanggggggg!!!!!" teriak MaemunahKhai dan Juleha kompak langsung berlutut dengan menjewer telinga masing-masing tanda bersalah."Maafin Leha, Mak.""Khai juga, Tante!""Kalian pikir kalian siapa? Rahul sama Anjeli, ngapain lari-lari kaya lagi syuting film india!" omel Maemunah."Ini semua gara-gara, Khai!""Demi Alex, Tante, apa yang Juleha bilang itu fitnah!" bela Khai dengan wajah memelas."Gosah akting, lu!" Tangan Juleha sudah mengepal dan siap memukul kepala Khai. Namun dengan sigap Maemunah menangk
Bel tanda waktu istirahat berbunyi, Juleha segera berlari ke luar kelas. Kali ini, dia akan menemui Pak Salman guna membahas perihal pertukaran pelajar itu. Khai yang melihat hal tersebut segera saja ingin menyusul tetapi ditahan oleh Kania."Kantin, yuk, Beb, gue laper," ujar pacar Khai tersebut sembari menggandeng tangan pemuda tampan itu. Khai tak bisa menolak terpaksa mengikuti ke mana sang kekasih itu membawanya.Sementara Juleha kini tengah berada di ruang guru."Nggak bisa, Jul. Ini sudah pertimbangan dewan guru. Lagian ini bisa jadi nilai plus buat kamu pas nanti masuk ke Universitas, cuma sebentar juga," ujar Pak Salman ketika Juleha mencoba mengungkapkan pendapatnya.Dalam hati Juleha berkata ini bukan soal lama atau sebentar. Seandainya dia tak pernah berurusan dengan tiga cecunguk itu mungkin tak seberat ini untuk menerima keputusan dari sekolah. Dia takut, seandainya mereka tahu dia berada di sekolah tersebut entah balas dendam
Juleha masih tak habis pikir dengan perubahan sikap Cita. Bahkan, dari awal masuk selepas istirahat hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi, gadis itu hanya diam tak secerewet biasanya. Sikap dingin tersebut membuat Juleha terus bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan sang sahabat itu. Adakah yang salah? Atau dia tengah memiliki masalah? Tak ingin dianggap kepo atau terlalu mencampuri urusan pribadinya, Juleha memilih ikut diam sambil menunggu mungkin nanti Cita akan bercerita di waktu yang tepat."Cita, are you oke?" tanya Juleha."Oke, kok, gue balik duluan," balas Cita dingin, sambil berlalu meninggalkan Juleha. Sementara Bimo segera mengejar gadis pujaannya itu.Tak mau ambil pusing, Juleha segera membereskan buku-bukunya dan memilih untuk segera meninggalkan tempat itu. Sementara Khai dia masih dipusingkan dengan Kania."Pliss, Khai, gue nggak mau kita putus. Pliss maafin gue," mohon Kania sambil memegangi tangan Khai.
"Apaan, sih, Bimo. Sumpah, gue capek banget sama kelakuan lu!" Cita kesal karena Bimo terus saja mengikutinya. Padahal hari ini dia berencana untuk mencegat Khai sebelum pemuda itu melewati gerbang sekolah. Namun sial, semua gagal gara-gara si bucin yang nggak ada akhlak."Beb, sumpah gue lope-lope banget sama lu. Yuk, Ayang Bim anter pulang," ujar Bimo sambil menyentuh tangan Cita tetapi segera ditepis dengan kasar oleh gadis itu."Kudu berapa kali gue bilang, gue nggak pernah dan nggak akan suka sama lu. Jadi lu nyerah aja, udah nggak good looking nggak good rekening pula. Ngaca lu!" teriak Cita sambil meninggalkan Bimo sendiri.Bimo hanya terdiam, sakit rasanya setiap saat mendapatkan penolakan dari Cita. Tak terhitung apa saja kata-kata kasar yang keluar dari mulut gadis pujaannya itu. Namun, dia selalu yakin dengan apa yang disebut kekuatan cinta. Hanya cinta yang mampu merubah dunia, hanya cinta yang akhirnya akan bisa meluluhkan hati Cita."Andaika
"Pokonya Leha nggak mau, Mak!" tolak Juleha, gadis berpenampilan kumal."Eh, lu itu anak gadis, ngapa kagak mau rawat diri, sih, jaman sekarang kudu gudluking, glowing, dan melting. Nah, lu, kek gombal kompor. Buruan mandi! Atau emak panggilin tukang pemandi jenazah!" ancam Maemunah. Dia sudah sangat sabar menghadapi kelakuan anak gadis satu-satunya itu.Mau tak mau Leha, menuju ke kamar mandi dan segera mengguyur seluruh tubuhnya. Asal terkena air saja, bagi gadis itu sudah cukup.
Juleha menyipitkan mata, merasa heran. Bagaimana mungkin pemuda itu bisa bebas berkeliaran tanpa seragam di area sekolah. Tiba-tiba saja ada yang merangkul bahunya. Dia tersenyum ketika melihat sang sahabat berada di sampingnya.
Masih memegang tangan Khai, Juleha terus berlari hingga keadaan dirasa aman dirinya baru berhenti. Tak kembali ke halte bus, dia memilih untuk putar arah ke tempat biasa angkot mangkal. Berjejerangkutan umum berwarna merah dengan nomor tujuan berbeda sesuai wilayah masing-masing. Setelah melepaskan tangan Khai, Juleha memilih meninggalkan pemuda itu.Khai hanya mematung melihat punggung Juleha yang kian menjauh. Sambil bergumam, "Gue belum ngucapin makasih dia udah kabur."Juleha sampai di rumahnya.
"Apaan, sih, Bimo. Sumpah, gue capek banget sama kelakuan lu!" Cita kesal karena Bimo terus saja mengikutinya. Padahal hari ini dia berencana untuk mencegat Khai sebelum pemuda itu melewati gerbang sekolah. Namun sial, semua gagal gara-gara si bucin yang nggak ada akhlak."Beb, sumpah gue lope-lope banget sama lu. Yuk, Ayang Bim anter pulang," ujar Bimo sambil menyentuh tangan Cita tetapi segera ditepis dengan kasar oleh gadis itu."Kudu berapa kali gue bilang, gue nggak pernah dan nggak akan suka sama lu. Jadi lu nyerah aja, udah nggak good looking nggak good rekening pula. Ngaca lu!" teriak Cita sambil meninggalkan Bimo sendiri.Bimo hanya terdiam, sakit rasanya setiap saat mendapatkan penolakan dari Cita. Tak terhitung apa saja kata-kata kasar yang keluar dari mulut gadis pujaannya itu. Namun, dia selalu yakin dengan apa yang disebut kekuatan cinta. Hanya cinta yang mampu merubah dunia, hanya cinta yang akhirnya akan bisa meluluhkan hati Cita."Andaika
Juleha masih tak habis pikir dengan perubahan sikap Cita. Bahkan, dari awal masuk selepas istirahat hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi, gadis itu hanya diam tak secerewet biasanya. Sikap dingin tersebut membuat Juleha terus bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan sang sahabat itu. Adakah yang salah? Atau dia tengah memiliki masalah? Tak ingin dianggap kepo atau terlalu mencampuri urusan pribadinya, Juleha memilih ikut diam sambil menunggu mungkin nanti Cita akan bercerita di waktu yang tepat."Cita, are you oke?" tanya Juleha."Oke, kok, gue balik duluan," balas Cita dingin, sambil berlalu meninggalkan Juleha. Sementara Bimo segera mengejar gadis pujaannya itu.Tak mau ambil pusing, Juleha segera membereskan buku-bukunya dan memilih untuk segera meninggalkan tempat itu. Sementara Khai dia masih dipusingkan dengan Kania."Pliss, Khai, gue nggak mau kita putus. Pliss maafin gue," mohon Kania sambil memegangi tangan Khai.
Bel tanda waktu istirahat berbunyi, Juleha segera berlari ke luar kelas. Kali ini, dia akan menemui Pak Salman guna membahas perihal pertukaran pelajar itu. Khai yang melihat hal tersebut segera saja ingin menyusul tetapi ditahan oleh Kania."Kantin, yuk, Beb, gue laper," ujar pacar Khai tersebut sembari menggandeng tangan pemuda tampan itu. Khai tak bisa menolak terpaksa mengikuti ke mana sang kekasih itu membawanya.Sementara Juleha kini tengah berada di ruang guru."Nggak bisa, Jul. Ini sudah pertimbangan dewan guru. Lagian ini bisa jadi nilai plus buat kamu pas nanti masuk ke Universitas, cuma sebentar juga," ujar Pak Salman ketika Juleha mencoba mengungkapkan pendapatnya.Dalam hati Juleha berkata ini bukan soal lama atau sebentar. Seandainya dia tak pernah berurusan dengan tiga cecunguk itu mungkin tak seberat ini untuk menerima keputusan dari sekolah. Dia takut, seandainya mereka tahu dia berada di sekolah tersebut entah balas dendam
Juleha dan Khai terus saja kejar-kejaran. Dan anehnya bukannya pulang, Khai justru memilih masuk ke rumah gadis itu untuk meminta perlindungan dari Maemunah.Maemunah yang saat itu tengah membuat kue bolu tanpa sengaja menumpahkan adonan yang hendak ia masukan ke dalam oven. Hal tersebut karena tanpa sengaja Khai dan Juleha yang berlarian di sekitar sana menyenggol loyang tersebut hingga terjatuh."Setaaaaaaaanggggggg!!!!!" teriak MaemunahKhai dan Juleha kompak langsung berlutut dengan menjewer telinga masing-masing tanda bersalah."Maafin Leha, Mak.""Khai juga, Tante!""Kalian pikir kalian siapa? Rahul sama Anjeli, ngapain lari-lari kaya lagi syuting film india!" omel Maemunah."Ini semua gara-gara, Khai!""Demi Alex, Tante, apa yang Juleha bilang itu fitnah!" bela Khai dengan wajah memelas."Gosah akting, lu!" Tangan Juleha sudah mengepal dan siap memukul kepala Khai. Namun dengan sigap Maemunah menangk
Demi kerang, kenapa hidup Juleha terasa dikutuk. Kenapa harus terus berhubungan dengan Khai. Bagaimana mungkin pemuda tengil itu terus saja berkeliaran di sekitarnya. Ingin rasanya menendang seseorang yang tengah menatapnya di balik jendela ke luar galakasi. Namun, urung karena hal itu sangat mustahil."Ngapain, sih, lu di mari. Gue mo istirahat," ketus Juleha."Balik sama siapa lu barusan," tanya Khai sambil loncat melewati jendela sehingga kini dia berada di kamar Juleha."Sopan banget lu, ya, jadi orang, main masuk kamar gue seenaknya. Pergi nggak lu!" usir Juleha sambil mendorong tubuh Khai.Khai hanya tersenyum, sambil memegang tangan Juleha. Kesal, gadis itu lantas menginjak kaki Khai sekuat tenaga. Seperti paham situasi pemuda itu justru menghindar hingga membuatnya kesal."Enggak kenak, weeeee!" ledek Khai sambil menjulurkan lidah.Malas berdebat, Juleha memilih duduk di kursi yang terletak di dekat ranjang miliknya. Se
Juleha benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Kania dan Khai. Bagaimana mungkin mereka akhirnya jadian dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tanpa PDKT. Apakah bagi mereka pacaran itu hanya permainan yang tak perlu dipikirkan baik buruknya. Bu Gita datang untuk memulai pelajaran. Sementara Juleha risau karena Cita tak kunjung kembali ke bangku miliknya hingga waktu jam pelajaran pertama habis. Tak ada yang tahu ke mana perginya gadis itu, bolak-balik Juleha mengirim pesan tetapi diabaikan, tak ada satu pun yang dibalas. Juleha membalikkan tubuhnya, menghadap Khai sambil menatap tajam. Gara-gara pemuda tengil itu, Cita bolos pelajaran di hari pertama. "Kenapa, sih, Neng?" tanya Khai. "Berani panggil Neng, gue pacul, nih!" ancam Juleha tak suka, jika harus berbasa-basi dengan Khai. Pokoknya, setiap kali berurusan dengan Khai emosinya meningkat sepuluh kali lipat. "Iye, ada apa, sih!" "Ada apa, nggak mikir ya cinta instan lu sama Kan
Juleha mondar-mandir di kamar. Meski hari sudah malam tetapi jendela di kamarnya sengaja dibiarkan terbuka. Entah mengapa, akhir-akhir ini hawa di kota tempat tinggalnya semakin panas saja. Gadis itu sedang berpikir tentang Khai. Selama ini, dia tak pernah tahu jika Romlah memiliki cucu yang masih tinggal di kota yang sama. Setahu Juleha semuanya berada di luar kota, satu di Palembang, sedangkan satu lagi di Jogjakarta. Lantas, siapa Khai? Dari mana asal dia sebenarnya?Maemunah
Masih memegang tangan Khai, Juleha terus berlari hingga keadaan dirasa aman dirinya baru berhenti. Tak kembali ke halte bus, dia memilih untuk putar arah ke tempat biasa angkot mangkal. Berjejerangkutan umum berwarna merah dengan nomor tujuan berbeda sesuai wilayah masing-masing. Setelah melepaskan tangan Khai, Juleha memilih meninggalkan pemuda itu.Khai hanya mematung melihat punggung Juleha yang kian menjauh. Sambil bergumam, "Gue belum ngucapin makasih dia udah kabur."Juleha sampai di rumahnya.
Juleha menyipitkan mata, merasa heran. Bagaimana mungkin pemuda itu bisa bebas berkeliaran tanpa seragam di area sekolah. Tiba-tiba saja ada yang merangkul bahunya. Dia tersenyum ketika melihat sang sahabat berada di sampingnya.