Juleha dan Khai terus saja kejar-kejaran. Dan anehnya bukannya pulang, Khai justru memilih masuk ke rumah gadis itu untuk meminta perlindungan dari Maemunah.
Maemunah yang saat itu tengah membuat kue bolu tanpa sengaja menumpahkan adonan yang hendak ia masukan ke dalam oven. Hal tersebut karena tanpa sengaja Khai dan Juleha yang berlarian di sekitar sana menyenggol loyang tersebut hingga terjatuh.
"Setaaaaaaaanggggggg!!!!!" teriak Maemunah
Khai dan Juleha kompak langsung berlutut dengan menjewer telinga masing-masing tanda bersalah.
"Maafin Leha, Mak."
"Khai juga, Tante!"
"Kalian pikir kalian siapa? Rahul sama Anjeli, ngapain lari-lari kaya lagi syuting film india!" omel Maemunah.
"Ini semua gara-gara, Khai!"
"Demi Alex, Tante, apa yang Juleha bilang itu fitnah!" bela Khai dengan wajah memelas.
"Gosah akting, lu!" Tangan Juleha sudah mengepal dan siap memukul kepala Khai. Namun dengan sigap Maemunah menangkis dengan pengocok telur yang dipegangnya.
Juleha mengaduh kesakitan. Hal tersebut membuat Khai tersenyum puas. Bahkan dari sudut bibir, gadis itu dapat melihat Khai mengucapkan kata bullyan padanya meski tanpa suara.
"Tolonglah, kalian jangan menyebarkan kelaknatan di tempat ini. Hancur kue bikinan Emak!" omel Maemunah sambil membersihkan adonan yang tercecer di lantai. Merasa bersalah, Khai dan Juleha dengan sigap membantunya. Sebagai hukuman bagi keduanya Maemunah menyuruh mereka menggantikannya untuk membuat kue tersebut.
"Emak mau istirahat dulu, mengcapek rasanya tulang belulang Emak mau copot semua. Pokoknya setelah beres bersihkan semuanya sampai kinclong!" titah Maemunah sambil berlalu ke kamarnya.
Juleha memang sudah terbiasa membantu sang ibu membuat kue bolu, jadi soal takaran dan apa saja bahan yang dibutuhkan hal tersebut tak membuat gadis itu merasa kesulitan. Lain halnya dengan Khai, pemuda itu baru pertama kali membuat kue. Jangankan kue memasak mie instan saja hampir tak pernah.
"Eh, lu mau ke mana?" Juleha menarik ujung kaos milin Khai ketika melihat pemuda itu hendak beranjak dari dapur.
"Sumpah, Neng, enggak banget kalo gue mesti bikin kue. Gue balik aja, ya," ujar Khai sambil mencoba melepaskan cekalan Juleha.
"Lu nggak denger apa yang Emak bilang barusan. Kita kudu kerjain bareng-bareng. Lagian ini kue juga buat Nenek lu. Gosah rese deh!" ketus Juleha.
"Jadi gue harus ngapain?" tanya Khai sambil berdiri di samping Juleha.
Juleha juga bingung sebenarnya fungsi Khai di sini untuk apa selain jadi biang kerok. Namun, karena tak ingin bekerja sendiri. Juleha sengaja menyuruh Khai untuk melakukan apa saja yang dia inginkan. Gantian kali ini pemuda itu yang kena prank.
Tak hanya sampai di situ, Juleha juga menyuruh Khai untuk mengambilkan minum atau mengelap keringat di dahinya. Saat pemuda itu menolak, dia langsung pura-pura marah dan hendak meninggalkan tempat itu.
Khai melihat Juleha kesulitan merapikan rambutnya. Tangan gadis itu kotor penuh dengan adonan. Berulang kali Juleha meniup helai rambut yang menutupi wajahnya agar menyingkir tetapi tetap saja kembali ke tempat semula.
Dengan sigap, Khai mengambil karet gelang yang tergeletak di meja lantas mengikat rambut panjang Juleha. Meski terkejut Juleha hanya diam saja, hal tersebut berbanding terbalik dengan detak jantung miliknya yang seolah berpacu karena perlakuan manis si playboy tersebut.
"Nah, gimana? Udah oke, kan?" Pertanyaan Khai membuat jiwa Juleha yang baru saja melayang jauh dari raganya kembali ke tempat semula. Tak menjawab dia hanya mengangguk dan kembali fokus dengan adonan ditangan.
Juleha menarik napas panjang, berharap dengan begitu detak jantungnya kembali normal. Namun, Khai justru malah menggodanya.
"Dih, pipinya merah. Baper, ya, sama gue!" ledek Khai.
"Mana ada. Ini tuh merah karena kena panas oven," elak Juleha sambil memasukkan loyang ke dalam oven.
Sambil menunggu kuenya matang, Juleha memilih untuk membersihkan dapur hal tersebut juga agar dirinya tidak terlalu sering berinteraksi dengan Khai. Sepertinya ada yang tidak beres dengan jantungnya yang tiba-tiba saja sering kongslet karena Khai.
Sementara di rumahnya Cita masih memikirkan Khai, dirinya benar-benar merasa jatuh cinta pada pemuda itu. Bahkan saat ini dia tengah menulis list kenapa seorang Cita sangat cocok dijadikan pacar untuk Khai. Dari sepuluh list tersebut tujuh di antaranya berisi karena Cita cantik.
"Gimana caranya gue kudu dapetin lu, Khai. Meski gue harus masang susuk atau dateng ke Ki Gendeng Bajul buat melet lu," gumam gadis itu sambil terus menatap foto Khai di ponsel miliknya.
"Apakah gue harus menggunakan ajian jaran goyang atau semar mesem biar Khai kesengsem," lanjut Cita. Dia lantas merebahkan diri di kasur. Menutup matanya dan kembali menghalu soal pemuda pujaannya. "Khai, saranghae!" gumam Cita.
Kue bikinan Juleha sudah matang. Harum baunya menguar ketika oven dibuka. Khai merasa bangga ketika kue tersebut matang dengan sempurna.
"Wah, bikinan gue, nih," ujar Khai merasa bangga.
"Hah?! Orang lu cuma liatin doang, mana ada bikinan elu," balas Juleha tak terima.
Lantas Khai menjabarkan apa saja hal yang sudah dia lakukan untuk membantu membuat kue tersebut. Dari mulai mengambilkan tepung, melelehkan margarin bahkan mengikat rambut Juleha.
"Ya udah gue cabut, ya," ujar Khai sambil mengambil kotak yang berisi kue bolu itu. Namun, Juleha menahannya.
"Mau ke mana? Beresin dulu dapur. Cuci loyang sama pel lantai sampe bersih!" titah Juleha.
"Lu aja, gue gerah mo mandi!" Khai berlari sambil membawa kotak tersebut, Juleha hendak mencegah tetapi terlambat. Terpaksa dirinya membersihkan dapur seorang diri.
Dengan kekuatan kagebunshin no jutsu Juleha berhasil membersihkan tempat tersebut dalam tempo yang singkat. Sebenarnya dia cepat dan gesit dalam melakukan pekerjaan, hanya saja rasa malas membuat gadis itu seolah enggan mengeluarkan tenaganya.
Entah apa yang ada di pikiran kepala sekolah SMA Nusa. Kenapa sepagi ini seluruh muridnya disuruh melakukan apel. Padahal ini bukan hari senin yang mengharuskan mereka untuk upacara.
"Ish, tumben banget, sih, apel pagi. Mana matahari jam segini udah panas banget," keluh Cita. Juleha tak menjawab hanya meletakan telunjuk di bibir agar sahabatnya itu diam.
Matahari memang bersinar sangat cerah, hal tersebut membuat seluruh peserta apel merasa kepanasan. Bahkan ada beberapa yang tumbang dan memilih untuk pergi ke UKS. Itulah pentingnya sarapan sebelum berangkat sekolah setidaknya jika ada acara dadakan seperti ini secara fisik sudah lebih siap.
"Anak-anak, sekolah kita akan melaksanakan pertukaran pelajar dengan SMA Taruna. Untuk itu kepada nama yang dipanggil agar segera ke depan karena mereka yang terpilih mewakili sekolah," ucap kepala sekolah.
SMA Taruna, itu adalah tempat di mana Khai menuntut ilmu sebelum pindah ke SMA Nusa. Juleha masih ingat, ketika dia berurusan dengan beberapa siswa yang mengganggu Khai.
"Nah, yang terakhir. Juleha Nitara Jingga! Juleha Nitara Jingga harap maju ke depan!" Juleha yang tengah melamun tak mendengar seruan dari kepala sekolah.
"Jul, maju!" titah Cita sambil menyenggol pundak Juleha dengan pundaknya.
"Apa?"
"Lu mewakili sekolah buat pertukaran pelajar di SMA Taruna," balas Cita.
Tentu saja hal tersebut membuat Juleha terkejut. Bagaimana jadinya jika dia bertemu dengan tiga cowok tengil yang dia semprot menggunakan bubuk cabe. Bukan hanya nyawanya yang terancam tapi juga segalanya. Tanpa sengaja mata Juleha melihat ke arah Khai, keduanya saling bertatapan, ada sorot khawatir dari tatapan pemuda itu pada Juleha.
Tak mau membuat yang lain menunggu terlalu lama. Juleha memilih maju ke depan. Soal tawaran untuk pertukaran pelajar itu, biar nanti dia diskusikan dengan wali kelas. Mudah-mudahan saja bisa digantikan oleh siswi lain.
Bel tanda waktu istirahat berbunyi, Juleha segera berlari ke luar kelas. Kali ini, dia akan menemui Pak Salman guna membahas perihal pertukaran pelajar itu. Khai yang melihat hal tersebut segera saja ingin menyusul tetapi ditahan oleh Kania."Kantin, yuk, Beb, gue laper," ujar pacar Khai tersebut sembari menggandeng tangan pemuda tampan itu. Khai tak bisa menolak terpaksa mengikuti ke mana sang kekasih itu membawanya.Sementara Juleha kini tengah berada di ruang guru."Nggak bisa, Jul. Ini sudah pertimbangan dewan guru. Lagian ini bisa jadi nilai plus buat kamu pas nanti masuk ke Universitas, cuma sebentar juga," ujar Pak Salman ketika Juleha mencoba mengungkapkan pendapatnya.Dalam hati Juleha berkata ini bukan soal lama atau sebentar. Seandainya dia tak pernah berurusan dengan tiga cecunguk itu mungkin tak seberat ini untuk menerima keputusan dari sekolah. Dia takut, seandainya mereka tahu dia berada di sekolah tersebut entah balas dendam
Juleha masih tak habis pikir dengan perubahan sikap Cita. Bahkan, dari awal masuk selepas istirahat hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi, gadis itu hanya diam tak secerewet biasanya. Sikap dingin tersebut membuat Juleha terus bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan sang sahabat itu. Adakah yang salah? Atau dia tengah memiliki masalah? Tak ingin dianggap kepo atau terlalu mencampuri urusan pribadinya, Juleha memilih ikut diam sambil menunggu mungkin nanti Cita akan bercerita di waktu yang tepat."Cita, are you oke?" tanya Juleha."Oke, kok, gue balik duluan," balas Cita dingin, sambil berlalu meninggalkan Juleha. Sementara Bimo segera mengejar gadis pujaannya itu.Tak mau ambil pusing, Juleha segera membereskan buku-bukunya dan memilih untuk segera meninggalkan tempat itu. Sementara Khai dia masih dipusingkan dengan Kania."Pliss, Khai, gue nggak mau kita putus. Pliss maafin gue," mohon Kania sambil memegangi tangan Khai.
"Apaan, sih, Bimo. Sumpah, gue capek banget sama kelakuan lu!" Cita kesal karena Bimo terus saja mengikutinya. Padahal hari ini dia berencana untuk mencegat Khai sebelum pemuda itu melewati gerbang sekolah. Namun sial, semua gagal gara-gara si bucin yang nggak ada akhlak."Beb, sumpah gue lope-lope banget sama lu. Yuk, Ayang Bim anter pulang," ujar Bimo sambil menyentuh tangan Cita tetapi segera ditepis dengan kasar oleh gadis itu."Kudu berapa kali gue bilang, gue nggak pernah dan nggak akan suka sama lu. Jadi lu nyerah aja, udah nggak good looking nggak good rekening pula. Ngaca lu!" teriak Cita sambil meninggalkan Bimo sendiri.Bimo hanya terdiam, sakit rasanya setiap saat mendapatkan penolakan dari Cita. Tak terhitung apa saja kata-kata kasar yang keluar dari mulut gadis pujaannya itu. Namun, dia selalu yakin dengan apa yang disebut kekuatan cinta. Hanya cinta yang mampu merubah dunia, hanya cinta yang akhirnya akan bisa meluluhkan hati Cita."Andaika
"Pokonya Leha nggak mau, Mak!" tolak Juleha, gadis berpenampilan kumal."Eh, lu itu anak gadis, ngapa kagak mau rawat diri, sih, jaman sekarang kudu gudluking, glowing, dan melting. Nah, lu, kek gombal kompor. Buruan mandi! Atau emak panggilin tukang pemandi jenazah!" ancam Maemunah. Dia sudah sangat sabar menghadapi kelakuan anak gadis satu-satunya itu.Mau tak mau Leha, menuju ke kamar mandi dan segera mengguyur seluruh tubuhnya. Asal terkena air saja, bagi gadis itu sudah cukup.
Juleha menyipitkan mata, merasa heran. Bagaimana mungkin pemuda itu bisa bebas berkeliaran tanpa seragam di area sekolah. Tiba-tiba saja ada yang merangkul bahunya. Dia tersenyum ketika melihat sang sahabat berada di sampingnya.
Masih memegang tangan Khai, Juleha terus berlari hingga keadaan dirasa aman dirinya baru berhenti. Tak kembali ke halte bus, dia memilih untuk putar arah ke tempat biasa angkot mangkal. Berjejerangkutan umum berwarna merah dengan nomor tujuan berbeda sesuai wilayah masing-masing. Setelah melepaskan tangan Khai, Juleha memilih meninggalkan pemuda itu.Khai hanya mematung melihat punggung Juleha yang kian menjauh. Sambil bergumam, "Gue belum ngucapin makasih dia udah kabur."Juleha sampai di rumahnya.
Juleha mondar-mandir di kamar. Meski hari sudah malam tetapi jendela di kamarnya sengaja dibiarkan terbuka. Entah mengapa, akhir-akhir ini hawa di kota tempat tinggalnya semakin panas saja. Gadis itu sedang berpikir tentang Khai. Selama ini, dia tak pernah tahu jika Romlah memiliki cucu yang masih tinggal di kota yang sama. Setahu Juleha semuanya berada di luar kota, satu di Palembang, sedangkan satu lagi di Jogjakarta. Lantas, siapa Khai? Dari mana asal dia sebenarnya?Maemunah
Juleha benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Kania dan Khai. Bagaimana mungkin mereka akhirnya jadian dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tanpa PDKT. Apakah bagi mereka pacaran itu hanya permainan yang tak perlu dipikirkan baik buruknya. Bu Gita datang untuk memulai pelajaran. Sementara Juleha risau karena Cita tak kunjung kembali ke bangku miliknya hingga waktu jam pelajaran pertama habis. Tak ada yang tahu ke mana perginya gadis itu, bolak-balik Juleha mengirim pesan tetapi diabaikan, tak ada satu pun yang dibalas. Juleha membalikkan tubuhnya, menghadap Khai sambil menatap tajam. Gara-gara pemuda tengil itu, Cita bolos pelajaran di hari pertama. "Kenapa, sih, Neng?" tanya Khai. "Berani panggil Neng, gue pacul, nih!" ancam Juleha tak suka, jika harus berbasa-basi dengan Khai. Pokoknya, setiap kali berurusan dengan Khai emosinya meningkat sepuluh kali lipat. "Iye, ada apa, sih!" "Ada apa, nggak mikir ya cinta instan lu sama Kan
"Apaan, sih, Bimo. Sumpah, gue capek banget sama kelakuan lu!" Cita kesal karena Bimo terus saja mengikutinya. Padahal hari ini dia berencana untuk mencegat Khai sebelum pemuda itu melewati gerbang sekolah. Namun sial, semua gagal gara-gara si bucin yang nggak ada akhlak."Beb, sumpah gue lope-lope banget sama lu. Yuk, Ayang Bim anter pulang," ujar Bimo sambil menyentuh tangan Cita tetapi segera ditepis dengan kasar oleh gadis itu."Kudu berapa kali gue bilang, gue nggak pernah dan nggak akan suka sama lu. Jadi lu nyerah aja, udah nggak good looking nggak good rekening pula. Ngaca lu!" teriak Cita sambil meninggalkan Bimo sendiri.Bimo hanya terdiam, sakit rasanya setiap saat mendapatkan penolakan dari Cita. Tak terhitung apa saja kata-kata kasar yang keluar dari mulut gadis pujaannya itu. Namun, dia selalu yakin dengan apa yang disebut kekuatan cinta. Hanya cinta yang mampu merubah dunia, hanya cinta yang akhirnya akan bisa meluluhkan hati Cita."Andaika
Juleha masih tak habis pikir dengan perubahan sikap Cita. Bahkan, dari awal masuk selepas istirahat hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi, gadis itu hanya diam tak secerewet biasanya. Sikap dingin tersebut membuat Juleha terus bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan sang sahabat itu. Adakah yang salah? Atau dia tengah memiliki masalah? Tak ingin dianggap kepo atau terlalu mencampuri urusan pribadinya, Juleha memilih ikut diam sambil menunggu mungkin nanti Cita akan bercerita di waktu yang tepat."Cita, are you oke?" tanya Juleha."Oke, kok, gue balik duluan," balas Cita dingin, sambil berlalu meninggalkan Juleha. Sementara Bimo segera mengejar gadis pujaannya itu.Tak mau ambil pusing, Juleha segera membereskan buku-bukunya dan memilih untuk segera meninggalkan tempat itu. Sementara Khai dia masih dipusingkan dengan Kania."Pliss, Khai, gue nggak mau kita putus. Pliss maafin gue," mohon Kania sambil memegangi tangan Khai.
Bel tanda waktu istirahat berbunyi, Juleha segera berlari ke luar kelas. Kali ini, dia akan menemui Pak Salman guna membahas perihal pertukaran pelajar itu. Khai yang melihat hal tersebut segera saja ingin menyusul tetapi ditahan oleh Kania."Kantin, yuk, Beb, gue laper," ujar pacar Khai tersebut sembari menggandeng tangan pemuda tampan itu. Khai tak bisa menolak terpaksa mengikuti ke mana sang kekasih itu membawanya.Sementara Juleha kini tengah berada di ruang guru."Nggak bisa, Jul. Ini sudah pertimbangan dewan guru. Lagian ini bisa jadi nilai plus buat kamu pas nanti masuk ke Universitas, cuma sebentar juga," ujar Pak Salman ketika Juleha mencoba mengungkapkan pendapatnya.Dalam hati Juleha berkata ini bukan soal lama atau sebentar. Seandainya dia tak pernah berurusan dengan tiga cecunguk itu mungkin tak seberat ini untuk menerima keputusan dari sekolah. Dia takut, seandainya mereka tahu dia berada di sekolah tersebut entah balas dendam
Juleha dan Khai terus saja kejar-kejaran. Dan anehnya bukannya pulang, Khai justru memilih masuk ke rumah gadis itu untuk meminta perlindungan dari Maemunah.Maemunah yang saat itu tengah membuat kue bolu tanpa sengaja menumpahkan adonan yang hendak ia masukan ke dalam oven. Hal tersebut karena tanpa sengaja Khai dan Juleha yang berlarian di sekitar sana menyenggol loyang tersebut hingga terjatuh."Setaaaaaaaanggggggg!!!!!" teriak MaemunahKhai dan Juleha kompak langsung berlutut dengan menjewer telinga masing-masing tanda bersalah."Maafin Leha, Mak.""Khai juga, Tante!""Kalian pikir kalian siapa? Rahul sama Anjeli, ngapain lari-lari kaya lagi syuting film india!" omel Maemunah."Ini semua gara-gara, Khai!""Demi Alex, Tante, apa yang Juleha bilang itu fitnah!" bela Khai dengan wajah memelas."Gosah akting, lu!" Tangan Juleha sudah mengepal dan siap memukul kepala Khai. Namun dengan sigap Maemunah menangk
Demi kerang, kenapa hidup Juleha terasa dikutuk. Kenapa harus terus berhubungan dengan Khai. Bagaimana mungkin pemuda tengil itu terus saja berkeliaran di sekitarnya. Ingin rasanya menendang seseorang yang tengah menatapnya di balik jendela ke luar galakasi. Namun, urung karena hal itu sangat mustahil."Ngapain, sih, lu di mari. Gue mo istirahat," ketus Juleha."Balik sama siapa lu barusan," tanya Khai sambil loncat melewati jendela sehingga kini dia berada di kamar Juleha."Sopan banget lu, ya, jadi orang, main masuk kamar gue seenaknya. Pergi nggak lu!" usir Juleha sambil mendorong tubuh Khai.Khai hanya tersenyum, sambil memegang tangan Juleha. Kesal, gadis itu lantas menginjak kaki Khai sekuat tenaga. Seperti paham situasi pemuda itu justru menghindar hingga membuatnya kesal."Enggak kenak, weeeee!" ledek Khai sambil menjulurkan lidah.Malas berdebat, Juleha memilih duduk di kursi yang terletak di dekat ranjang miliknya. Se
Juleha benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Kania dan Khai. Bagaimana mungkin mereka akhirnya jadian dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tanpa PDKT. Apakah bagi mereka pacaran itu hanya permainan yang tak perlu dipikirkan baik buruknya. Bu Gita datang untuk memulai pelajaran. Sementara Juleha risau karena Cita tak kunjung kembali ke bangku miliknya hingga waktu jam pelajaran pertama habis. Tak ada yang tahu ke mana perginya gadis itu, bolak-balik Juleha mengirim pesan tetapi diabaikan, tak ada satu pun yang dibalas. Juleha membalikkan tubuhnya, menghadap Khai sambil menatap tajam. Gara-gara pemuda tengil itu, Cita bolos pelajaran di hari pertama. "Kenapa, sih, Neng?" tanya Khai. "Berani panggil Neng, gue pacul, nih!" ancam Juleha tak suka, jika harus berbasa-basi dengan Khai. Pokoknya, setiap kali berurusan dengan Khai emosinya meningkat sepuluh kali lipat. "Iye, ada apa, sih!" "Ada apa, nggak mikir ya cinta instan lu sama Kan
Juleha mondar-mandir di kamar. Meski hari sudah malam tetapi jendela di kamarnya sengaja dibiarkan terbuka. Entah mengapa, akhir-akhir ini hawa di kota tempat tinggalnya semakin panas saja. Gadis itu sedang berpikir tentang Khai. Selama ini, dia tak pernah tahu jika Romlah memiliki cucu yang masih tinggal di kota yang sama. Setahu Juleha semuanya berada di luar kota, satu di Palembang, sedangkan satu lagi di Jogjakarta. Lantas, siapa Khai? Dari mana asal dia sebenarnya?Maemunah
Masih memegang tangan Khai, Juleha terus berlari hingga keadaan dirasa aman dirinya baru berhenti. Tak kembali ke halte bus, dia memilih untuk putar arah ke tempat biasa angkot mangkal. Berjejerangkutan umum berwarna merah dengan nomor tujuan berbeda sesuai wilayah masing-masing. Setelah melepaskan tangan Khai, Juleha memilih meninggalkan pemuda itu.Khai hanya mematung melihat punggung Juleha yang kian menjauh. Sambil bergumam, "Gue belum ngucapin makasih dia udah kabur."Juleha sampai di rumahnya.
Juleha menyipitkan mata, merasa heran. Bagaimana mungkin pemuda itu bisa bebas berkeliaran tanpa seragam di area sekolah. Tiba-tiba saja ada yang merangkul bahunya. Dia tersenyum ketika melihat sang sahabat berada di sampingnya.