Hari berganti. Siang itu, Hisyam dan teman-temannya telah berada di kereta yang akan mengantarkan mereka menuju London.
Sepanjang perjalanan, Utari lebih banyak diam. Pikirannya berkelana pada saat dirinya dan Kiano masih menjalin hubungan kasih. Betapa Utari sangat mencintai pria yang merupakan kekasih pertamanya. Sepasang mata bermanik cokelat itu mengabut, kala Utari teringat kenangan terindahnya bersama Kiano, hanya selang sebulan sebelum pria tersebut berpamitan untuk kembali ke Singapura. Pada awalnya Utari tidak terlalu curiga ketika menemukan banyak percakapan pesan Kiano dan Avariella, kerabat pria tersebut dari pihak ayahnya. Namun, malam itu Utari benar-benar penasaran karena Avariella jelas-jelas mengucapkan kerinduannya pada Kiano, lengkap dengan stiker peluk dan cium. Kendatipun Utari punya beberapa sahabat dan kerabat laki-laki, tetapi dia tidak pernah mengungkapkan kerinduan dengan berbagai stiker yang menunjukkan kemesraan, lebih dari sekadar kerabat. Utari hendak menanyakan hal itu pada Kiano, tetapi diurungkannya. Putri bungsu keluarga Dewawarman memiliki rencana lain untuk mengetahui hal yang sebenarnya terjadi antara Kiano dan Avariella. Utari mengajak kedua ajudan perempuan keluarganya untuk berangkat ke Singapura. Dia beralasan hendak berlibur singkat selama tiga hari, hingga diizinkan Sulistiana dan Heru. Padahal Utari sedang menjalankan misi rahasia. Intuisi Utari ternyata tepat. Dia memergoki Kiano dan Avariella tengah berduaan di apartemen lelaki tersebut. Emosi Utari memuncak, kala Kiano membentaknya karena dimaki sang gadis. Perempuan berbibir penuh menampar kekasihnya. Namun, Avariella balas menampat Utari sambil memakinya sebagai perempuan perebut tunangannya. Utari yang hendak membalas memukuli Avariella, ditahan Fatma. Sedangkan Dahlia berkelahi dengan Kiano yang ingin mendorong ketiga perempuan keluar unitnya. Avariella terus mengoceh mengatasi Utari. Dahlia akhirnya berhasil menjatuhkan Kiano dan memaksa pria tersebut untuk menjelaskan segala sesuatunya. Utari benar-benar tidak percaya ketika Kiano menceritakan bahwa dirinya dan Avariella telah bertunangan, demi memenuhi permintaan kakeknya yang menginginkan mereka menikah. Akan tetapi, sebetulnya Kiano masih mencintai Utari. Sebab itulah dia kembali menjalin kasih dengan gadis itu, sambil memikirkan cara untuk membatalkan pertunangannya dengan Avariella. Kedua perempuan yang sama-sama marah, akhirnya memukuli Kiano. Dahlia dan Fatma menarik Nona mereka hingga berhasil menjauhi pria yang tengah sibuk menghindari tinjuan Avariella. Kedua ajudan memaksa Utari untuk keluar dari tempat itu dan bergegas menuju lantai terbawah. Fatma mencegat taksi yang baru saja menurunkan penumpang di depan pintu lobi utama. Kemudian mereka menaiki taksi yang segera menjauh. Utari yang benar-benar syok akhirnya terkena serangan panik. Dia kesulitan bernapas hingga akhirnya pingsan. Dahlia meminta sopir taksi untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit terdekat. Panggilan Hisyam dari kursi sisi kiri, memutus lamunan Utari. Dia menoleh tanpa menduga jika lelehan bulir bening di sudut matanya belum diseka. Hisyam tertegun menyaksikan sang nona menangis. Dia mengarahkan telunjuk ke dekat matanya, untuk memberi kode pada Utari. Gadis berhidung bangir tergemap, kemudian cepat-cepat mengusap sisa air matanya dengan tisu. Hisyam menunjuk ke belakang, kemudian dia berdiri dan berpindah ke kursi paling ujung yang kebetulan kosong. Utari menyusul sembari merapikan rambutnya dengan jemari. Dia duduk di samping kanan Hisyam yang segera menunjukkan ponselnya. "Kata Nurhan, ada yang nyariin kamu ke kantor," tutur Hisyam. Utari membulatkan matanya. "Ihh! Pasti si kampret itu!" desisnya seusai membaca pesan dari rekan Hisyam. "Kampret siapa?" "Kiano." Hisyam mengerutkan dahi. "Kok, dia bisa tahu kalau kamu di London?" Utari mengangkat bahunya. "Entahlah, Bang. Aku juga nggak paham." "Apa dia ada menghubungimu?" "Hu um. Dua malam lalu." Hisyam manggut-manggut. "Pantas saja, dua hari terakhir kamu jadi pendiam." Utari mendengkus pelan. "Dia bilang, mau ketemu aku buat ngejelasin sesuatu. Mana pakai bilang masih cinta ke aku. Pret!" geramnya. "Lalu?" "Aku tutup teleponnya. Dia nelepon beberapa kali, akhirnya kublokir nomor barunya." Hisyam mengulum senyuman. "Kalau dia beneran masih cinta, gimana?" "Bukan urusanku." "Kamu nggak mau kembali ke dia?" "Enggaklah. Aku sudah berusaha untuk move on selama tiga bulan terakhir. Ngapain juga balik ke dia? Kayak nggak ada cowok lain aja." "Good, aku suka keputusanmu. Aku bakal dukung agar kamu bisa menemukan cinta sejati." Utari meringis. "Belum kepikiran tentang itu, Bang. Aku mau memastikan luka di hati sudah sembuh. Baru memasang iklan mencari suami." "Pasang iklan?" "Hu um. Kayak ikut kencan buta, gitu. Kali beneran ketemu jodoh." Hisyam terkekeh mendengar penuturan Utari yang hanya mengulum senyuman. Setelah tawanya menghilang, Hisyam mengamati perempuan yang balas menatapnya saksama. "Nanti kita sama-sama kencan buta. Jadi, aku bisa ngawal kamu," ungkap Hisyam. "Kayaknya Abang cuma pengen ngintilin aku, deh," ledek Utari. "Ehh, ketahuan!" Utari terbahak, sementara Hisyam tersenyum lebar. Keduanya kembali saling menatap, sebelum sama-sama mengalihkan pandangan ke arah berbeda. Fatma dan Irfan yang sejak tadi mengamati interaksi antara senior mereka beserta sang nona, beradu pandang sembari mengulum senyuman. Kedua ajudan muda sama-sama menduga jika Hisyam tengah pendekatan dengan Utari. Baik Fatma maupun Irfan, sangat setuju jika sang senior dan Nona muda Dewawarman menjalin kasih. Sebab, mereka meyakini, jika Hisyam sanggup menyembuhkan luka di hati Utari. *** Kiano jalan mondar-mandir sepanjang kamar hotel yang ditempatinya bersama ketiga sahabat. Kiano gelisah karena belum berhasil menemui Utari. Padahal dia sudah berulang kali mendatangi kantor PG, tetapi gadis itu tetap tidak bisa dijumpai. Pintu kamar terbuka dan ketiga laki-laki berbeda tampilan memasuki ruangan. Mereka membawa kantung kertas berisikan barang belanjaan. Setelah meletakkan kantung ke meja, ketiganya membongkar isinya buat mencari kotak makanan dan minuman kaleng. Kiano menerima bagiannya, lalu duduk di kursi tunggal. Pria berkaus hitam membuka tutup wadah makanan, lalu mengaduk-aduk mi goreng khas Chinese yang tadi dipesannya. "Aku besok sudah harus berangkat ke Belgia," tutur Brandon, pria keturunan Cina yang berada di sofa panjang bersama Ghaisan. "Pergilah, aku masih tetap di sini," sahut Kiano di sela-sela mengunyah. "Aku juga mesti ke Italia. Kakakku sudah ribut, karena aku nggak nyampe-nyampe," terang Ghaisan. "Hu um. Aku nggak apa-apa sendirian di sini," papar Kiano. "Aku bakal nemenin kamu, Kian," sela Dandi, yang berada di kursi terdekat dengan televisi. "Enggak usah. Kamu lanjut aja ke Belanda," tolak Kiano. Dandi menggeleng. "Urusanku bisa diwakilkan ke staf kantor di sana." "Nanti papamu ngomel lagi." "Enggaklah. Karena aku sudah mengatur siasat agar Papa nggak tahu kalau aku nggak berangkat ke sana." "Jangan cari masalah, Di. Entar kamu dipingit lagi di Bogor," seloroh Brandon. "Papa sudah capek marah-marah ke aku. Percuma, mental semua," ungkap Dandi. "Kalau aku jadi papamu, bakal langsung ditutup rekeningmu," kelakar Ghaisan. "Habis itu Dandi merengek," canda Brandon. "Demikian pula dengan Ibu peri," imbuh Ghaisan, sebelum dia tertawa bersama Brandon. "Aku salut sama Ibu peri. Padahal Dandi anak sambung, tapi sayangnya luar biasa," cetus Kiano. "Ibu adalah sahabat almarhumah mamaku. Dari aku kecil, sudah biasa diasuh beliau. Makanya aku nggak protes waktu Papa menikahi Ibu, setahun setelah Mama wafat," terang Dandi. "Ya, aku paham. Makanya aku salut sama beliau. Sama sekali tidak membedakan kasih sayangnya padamu dan kedua anak kandung." "Kupikir, mungkin itu yang menjadi pertimbangan Papa saat memutuskan untuk menikahi Ibu. Padahal banyak perempuan lain yang pengen jadi istrinya, tapi Papa memilih Ibu." "Namanya cinta, kita nggak bisa nentuin berlabuh pada siapa." Kiano terdiam sejenak, kemudian dia melanjutkan ucapan. "Seperti yang aku rasakan sekarang. Cinta pada Tari sulit sekali dipadamkan. Padahal aku sudah berusaha mencintai Avariella, tapi tetap gagal."Langit siang perlahan meredup. Udara malam kian sejuk karena angin yang berembus kencang. Hingga banyak orang memutuskan untuk berlindung di dalam rumah, ataupun mengenakan pakaian tebal karena terpaksa berada di luar bangunan.Utari memasuki mobil yang telah dinyalakan mesinnya oleh sang sopir. Dia memasang sabuk pengaman, kemudian memandangi area depan mobil.Hisyam melajukan mobil MPV putih dengan kecepatan sedang. Dia memfokuskan pandangan ke depan untuk memastikan tidak ada hewan yang melintas di jalanan.Lokasi rumah khusus tim PBK dan PG berada di pinggir Kota London. Sudah sering para pengendara harus mengerem tiba-tiba akibat ada hewan yang menyeberang tanpa peduli dengan situasi.Hisyam pernah nyaris menabrak anak anjing yang tengah mengejar induknya. Untungnya dia sigap mengerem hingga tidak menubruk binatang kecil yang segera menjauh."Bang, dapat salam dari Zaara dan Malanaya," ujar Utari seusai membaca pesan dari kedua sahabatnya di grup khusus mereka bertiga."Waalaiku
07"Harusnya jangan cuma ditendang sekali, Syam," tukas Adelard, sesaat setelah Utari selesai mengadukan peristiwa yang terjadi puluhan menit silam. "Ho oh. Mestinya, hajar itu penjahat cinta,' sahut Mardi. "Patah-patahin tulangnya, kayak yang biasa dilakukan Zulfi," imbuh Jaka. "Gunakan wushu secara maksimal," papar Sudrajat. "Kalau perlu, dielus lehernya pakai belati, kayak yang Bang Wirya lakuin dulu," cetus Beni. "Stop!" desis Hanania. "Usul kalian nggak ada yang benar!" omelnya. "Tapi, cowok itu memang harus dihajar, Kak. Aku masih belum puas lihat dia dipukulin Kak Dahlia, dulu," ungkap Fatma. "Jangankan kamu, Fa, aku juga masih geram pengen mukulin dia, sekaligus menampar pacarnya itu," sela Utari. "Bisa-bisanya dia ngatain aku perebut tunangannya. Padahal aku nggak tahu kalau si piano rusak itu sudah bertunangan. Kalau tahu, nggak mungkin aku bertahan jadi kekasihnya!" sungutnya. "Coba kalian tenang dulu. Kita fokus ke masalah tadi," tutur Hanania sambil mengarahkan pa
Ketegangan di pundak Hisyam perlahan berkurang. Tiga hari terlewati semenjak dirinya bertengkar dengan Kiano, tetapi pria itu tidak ada tanda-tanda telah melaporkan Hisyam ke polisi. Wakil dari pengacara PG dan PBK telah mencari informasi dari kantor polisi terdekat dengan tempat kejadian perkara. Namun, tidak ada seorang pun yang menyebarkan informasi perdebatan yang diakhiri dengan adu kekuatan oleh kedua pria, di area parkir depan supermarket. Siang itu, Hisyam dan Mardi tiba di kantor klien tepat jam 2 siang. Mereka bergegas menuju ruang rapat di lantai 9, di mana para petinggi beberapa perusahaan telah menunggu.Sesampainya di sana, kedua pria bersetelan jas hitam kompak menegakkan badan dan memberi hormat. Kemudian mereka menyalami kedelapan orang dalam ruangan, lalu bersiap-siap memulai presentasi. Mardi memulai pidatonya dengan menyapa CEO Harding Grup dengan bahasa Spanyol yang fasih. Nigel Hiraldo membalas dengan bahasa serupa. Dia senang karena makin banyak rekan bisnis
Jalinan waktu terus bergulir. Mardi, Jaka, Hanania, Sudrajat, dan Adelard mulai mengemasi barang-barang mereka. Yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dikirim ke Indonesia menggunakan jasa pengiriman kargo. Irfan dan Nurhan akan bertahan sampai tiga bulan ke depan, sesuai instruksi dari Wirya. Selain itu, keduanya diharapkan untuk melatih keempat pengawal muda yang menjadi anggota tim baru. Utari begitu senang untuk bertemu dengan Kakak tertua. Dia jadi lebih sering mengecek kalender dan menghitung hari pertemuan dengan Heru. Meskipun hanya seorang Kakak yang datang, Utari sudah sangat bahagia dijenguk keluarganya. Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Siang itu Utari ikut Hisyam dan Beni yang bertugas menjemput kelompok belasan orang. Mereka menumpang di bus berukuran kecil yang disediakan hotel tempat para bos akan menginap. Sepanjang jalan menuju bandara, Utari tidak henti-hentinya berbalas pesan dengan Sekar dan Atalaric melalui grup khusus mereka. Heru masih belum menimpali p
Langit malam bertabur bintang. Rembulan memamerkan separuh bentuknya yang memukau. Angin berembus ringan menggoyang dedaunan di pohon-pohon. Hampir tidak ada bunyi kendaraan yang melintas. Sebab area itu berada di bagian ceruk lembah dan cukup jauh dari jalan raya. Jika tidak membaca papan di tepi jalan, warga pendatang tidak akan tahu bila ada belasan rumah di sana. Halaman rumah dinas di ujung ceruk terlihat ramai orang. Mereka tengah bersantap bersama dengan menu aneka panganan khas Indonesia, yang dibawa tim Alvaro. Sesuai dengan permintaan Utari dan rekan-rekannya yang merindukan makanan dari negeri asal mereka. Hisyam pada awalnya bergabung dengan kelompok pengawal muda, tetapi kemudian dia pindah ke kelompok petinggi PBK yang memanggilnya dan Sudrajat untuk berbincang sambil menikmati hidangan. Sementara Utari bergabung dengan para bos PG yang menempati karpet lain. Gadis berhidung bangir mendengarkan percakapan semua pria dewasa sembari sekali-sekali tertawa. Gelaka
Siang itu, ruang rapat gabungan kantor PG dan PBK di London, dipenuhi banyak orang. Mereka adalah para supervisor PG dan ketua regu pengawal seluruh Eropa, beserta staf dan petinggi dua perusahaan tersebut.Leon, ketua pengawal keluarga Baltissen, Luiz dan Benedicto, turut hadir dalam pertemuan itu, bersama dengan Bertrand Luiz, Gutierre Fidelle Luiz dan Hugo Baltissen.Bertrand adalah putra pertama Jose Luiz, sahabat Gustavo Baltissen, Ayah Alvaro yang merupakan warga asli Spanyol. Gutierre adalah sepupu Bertrand. Sementara Hugo adalah Adik Alvaro, tetapi berbeda Ibu. Wirya dan Alvaro bergantian menjelaskan rencana perubahan manajemen PBK, yang otomatis akan mengubah pengawas seluruh unit kerja, yang akan dimulai beberapa bulan mendatang. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi baru, sekaligus perubahan wajah-wajah dalam struktur perusahaan.Selanjutnya Zulfi memaparkan detail laporan keuangan selama enam bulan terakhir, khusus wilayah Eropa. Pria berkulit kecokelatan juga
Keesokan harinya, Utari dan Fatma ikut kelompok Heru berangkat menuju Perancis. Hisyam, Wirya dan Zulfi serta beberapa ajudan muda mengawal para bos PG, karena Alvaro dan yang lainnya tetap tinggal di London untuk menunggu kedatangan Miranda serta Delmar.Perjalanan menggunakan kereta Eurostar yang berkecepatan tinggi, memakan waktu sekitar 2 jam 22 menit. Eurostar bergerak dengan kecepatan 320 km/jam. Lebih dari 12 kali waktu keberangkatan yang ditawarkan Eurostar setiap harinya.Kelompok pimpinan Zulfi memutuskan mengikuti keberangkatan menjelang siang hari, agar mereka bisa menikmati pemandangan indah di sepanjang jalur kereta. Utari duduk berdampingan dengan Fatma. Keduanya sibuk membuat swa foto ataupun video singkat yang mengisahkan perjalanan tersebut. Meskipun itu adalah ketiga kalinya Utari bertolak ke Perancis, tetapi baru kali itu dia menaiki kereta. Sebab yang dulu dia menumpang di pesawat.Perjalanan menggunakan Eurostar memang sedikit lebih lama waktu tempuh daripada me
"Sepertinya dia nggak bohong, Bro," tutur Dandi, seusai membaca informasi dari resepsionis gedung kantor PG dan PBK di London. "Maksudmu?" tanya Kiano sambil memandangi sahabatnya di kursi samping kiri. "Dia bilang ke kamu, dia berbisnis di sini, Swiss dan banyak negara lainnya. Itu memang benar." Kiano menegakkan badan. "Jelasin siapa dia." "Namanya Hisyam, tapi belakangnya nggak tahu. Jabatannya, manajer operasional PG cabang Eropa. Sekaligus manajer operasional PBK di sini." Kiano mengerjap-ngerjapkan mata. "Ehm, dia pengawal?" "Ya, tapi petingginya, bukan pengawal biasa." Kiano berdecih. "Pantas saja gerakannya cepat sekali. Aku nggak lihat dia ngangkat kaki." "Aku juga nggak ngeh. Cuma sempat lihat kelebatannya sebelum kamu terpelanting." "Hmm, pantas juga dia sangat sombong." "Jabatannya bukan kaleng-kaleng, Bro. PG dan PBK itu perusahaan besar. Gajinya dobel, dan pastinya gede." "Kalau dia miskin, Tari pasti nggak mau." "Ehm, dan tentang mereka, sepertiny