Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 12. Gulungan Yang Tercuri

Share

CP 12. Gulungan Yang Tercuri

Sang wanita berhasil keluar gerbang desa, dia sama sekali tidak memikirkan nasib kelima rekan yang ditinggalkannya. Dia pun melihat Demang Yasa dan Jalada masih bertarung sengit di luar gerbang desa, dia lantas menghampirinya.

Cukup dekat wanita itu berada, dia melakukan beberapa sentakan tangan. Dua buah pisau melayang kearah Demang Yasa.

Sang demang yang tidak melihat kedatangan si wanita merasa ada yang tidak beres, intuisinya mengatakan kalau dia sedang berada dalam bahaya. Dengan reflek yang cukup cepat sang demang melompat mundur beberapa langkah.

Benar saja, dua buah pisau melayang tepat melewati tempat Demang Yasa berdiri sebelumnya. Pisau itu terus melaju sampai akhirnya menancap di pohon.

Sejenak setelah melancarkan serangannya, si wanita berlari mendekati Jalada. Dia memperlihatkan sebuah bungkusan besar kepada Jalada, mulutnya tersenyum lebar. Jalada yang melihat bungkusan itu pun lantas tertawa keras. Dihampirinya wanita itu dan dipeluknya.

"Bagus Kupita, kau berhasil mendapatkannya! Hahaha... Sebagai hadiah, nanti saat pulang akan kuberikan kau sesuatu yang spesial." Sambil tertawa dia memeluk wanita itu.

"Sekarang saatnya kita mundur! Kembali kalian semua, kita pulang ke markas!"

Dengan suara yang keras dan menggema, lelaki kekar itu menyuruh seluruh anak buahnya yang tersisa untuk mundur. Tanpa melihat kearah Demang Yasa, dia berjalan kearah pepohonan. Disana kudanya dan beberapa kuda lain sudah tertambat, menunggu untuk ditunggangi.

Mendengar perintah dari sang pimpinan, para perampok lain pun segera melarikan diri dari lokasi pertempuran. Satu per satu mereka berlari menggapai kuda masing masing. Yang tidak mendapat kuda berlari ke balik pepohonan. Mereka pun akhirnya menghilang dari balik kegelapan.

Disini tidak ada yang mengejar rombongan tersebut. Hingga perampok terakhir menghilang dibalik gelapnya malam, para penjaga hanya bisa terdiam mengatur nafas. Bukan karena mereka takut dengan serangan balik dan sergapan perampok, namun tenaga para prajurit dan warga Janti sudah terkuras habis dalam pertempuran itu.

Banyak warga dan prajurit yang gugur mempertahankan desa, sisanya sudah sangat kelelahan. Tak ada satupun dari mereka yang kulit dan pakaiannya bersih, semua terluka dan kotor. Dari para sesepuh dan pejabat kademangan yang bertarung, hanya terlihat Ki Nambi, Dawis, dan beberapa saja yang selamat. Joko Seno, Lam, dan yang lain sudah terkapar gugur meninggalkan mereka.

Demang Yasa sengaja membiarkan para perampok kabur dari sana. Dia tidak mau bersusah payah mengejar mereka. Tenaga dan mentalnya sudah cukup terkuras, kalau saja pertarungan itu diteruskan pasti pihaknya akan kalah. Dia juga tidak menyangka kalau sang pemimpin perampok bisa sekuat itu. Kalau tidak karena Demang Yasa punya ilmu dan pengalaman yang mumpuni, pasti dia sudah kalah dari tadi.

Pertarungan itu berlangsung sepanjang malam. Saat pertarungan usai, tak terasa hari sudah menuju pagi. Walau matahari masih agak lama untuk menampakkan diri, namun kokok ayam sudah terdengar dimana mana.

Dengan menghela nafas Demang Yasa kembali menyarungkan pedangnya. Dia menoleh ke sekeliling, hatinya sakit saat dan sedih saat melihat banyak warga yang tewas. Matanya sayu, hampir saja sang demang menangis melihat warga yang dicintainya banyak yang gugur di medan tempur. Dengan wajah murung Demang Yasa memberi beberapa perintah kepada para prajurit yang tersisa.

Selepas memberikan perintah dan arahan, sang demang ditemani Ki Nambi bergegas menuju ke sebuah rumah paling besar. Disana dia agak terkejut melihat empat mayat tergeletak di pendopo rumah. Tanpa melihat kearah mayat tersebut sang demang masuk ke dalam rumah, hatinya mendadak tegang.

Benar saja kecemasan sang demang, beberapa harta desa yang tersimpan di ruang rahasia telah lenyap. Berbagai perhiasan, uang, dan emas telah raib, termasuk di dalamnya gulungan kitab meditasi yang diberikan oleh Rantini. Dia pun teringat akan wanita yang menyerangnya, wanita itu membawa sebuah bungkusan besar. Kemungkinan besar bungkusan itu adalah harta yang dicuri dari ruang rahasia.

Dalam hati Demang Yasa semakin pilu mengetahui hal tersebut. Ki Nambi yang berada di sebelahnya pun juga menampakkan ekspresi muram.

Tak berselang lama, mereka berdua pun keluar rumah. Disana sudah menunggu seorang wanita remaja yang tampak cemas. Dia merasa takut melihat ada empat mayat tergeletak bersimbah darah di pendopo. Sang demang pun menghampirinya, diajaknya remaja itu keluar dari rumah itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status