Beranda / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 19. Kobaran Api

Share

CP 19. Kobaran Api

Janu sedang bersantai saat Wulung berkata kalau desa sedang dalam masalah. Dia pun menoleh ke arah desa. Tampak asap tebal mengepul dari arah desa.

'Ada yang tidak beres.' Batinnya.

"Wulung, sepertinya ada kebakaran besar di desa. Ayo kita segera kembali!" Ajaknya sambil mengemas barang barangnya.

Seusai mengemas perlengkapan dan kayu bakar, mereka segera berlari menuruni bukit ke arah desa. Sepanjang jalan, pikiran mereka berkecamuk, khawatir dengan kondisi desa.

Tidak peduli dengan duri dan kerikil tajam, mereka terus saja berlari. Rasanya mereka ingin segera sampai ke desa. Mereka ingin tahu apa yang sedang terjadi disana, kenapa ada kebakaran, dan apa penyebabnya.

Sampai di penghujung desa, mereka melihat api sudah membubung tinggi di sekitarnya. Sontak mereka pun melepas kayu bakar yang digendongnya, lalu memanjat melewati pagar desa, masuk ke dalam desa.

Sampai ke dalam desa mereka melihat rumah rumah warga tersambar api. Beberapa rumah mereka lewati sebelum mendapati tujuh jasad tergeletak di samping salah satu rumah. Jasad jasad itu masih segar dan berdarah darah.

Kaget dengan apa yang mereka temukan, keduanya membelalakkan mata. Keduanya lantas memberanikan diri mendekati jasad jasad itu. Semakin kaget mereka berdua, salah satu dari mayat itu rupanya adalah jasad teman mereka yang biasanya ikut berlatih di rumah sang demang.

Kedua anak itu pun sontak menangis, hati mereka sedih. Namun akhirnya mereka memutuskan untuk terus berjalan. Beberapa kali mereka menghindari reruntuhan rumah yang masih terbakar. 

Sepanjang itu pula mereka kian menjumpai lebih banyak mayat yang bergelimpangan. Disana mereka juga menjumpai beberapa mayat yang tewas terbakar dalam kondisi hitam legam dan tak dapat dikenali lagi.

Beberapa saat mereka berjalan, tiba tiba si kecil Wulung berlari menuju ke sebuah rumah yang masih terbakar. Di depan sana ada sesosok jasad tergeletak tak bernyawa. Sambil menangis, Wulung mendekati sosok tersebut, hatinya kian pedih.

"Paman Jatnayu, huhuhu..." Sambil terduduk dia menangis meratap.

Janu mendekati tiga mayat lainnya yang tergeletak tidak jauh dari jasad Paman Jatnayu. Mereka semua adalah kerabat dekat Wulung, yang menjaganya selama setahun terakhir. Terlihat sayatan pedang mengoyak tubuh ketiganya.

Dengan sekuat tenaga Janu kemudian menyeret ketiga mayat itu bergantian menjauhi rumah yang terbakar. Setelah itu dia mendekati Wulung yang masih menangis di depan jasad sang paman. Ditepuknya pundak anak itu, dia hanya bisa diam. Kini Janu terbayang, memikirkan kondisi kakek demang. Terbersit pertanyaan dimana sang kakek, dimana para prajurit Janti, dan apa yang sebenarnya terjadi.

Beberapa saat kemudian, dia mengajak Wulung untuk mengangkat jasad Paman Jatnayu. Dibawanya jasad itu ke samping tiga mayat lainnya.

Belum berselang lama sejak mereka memindahkan keempat mayat, tiga sosok muncul dari balik jalan. Seorang wanita tertawa terkekeh melihat ada dua anak kecil duduk di depan deretan mayat.

"Hahaha... Masih ada cacing yang belum mati rupanya. Koja! Bawa mereka ke gerbang desa. Biarkan kakek tua bangka itu melihat dua anak ini mati di depannya." Perintah sang wanita.

"Baik nyai!" Jawab seorang lelaki di sebelahnya.

Perlahan lelaki itu mendekati kedua anak tersebut. Sambil tertawa dia membuat suara yang menyeramkan. Kedua anak itu langsung menyadari ada yang sedang mendekati mereka, keduanya bersiaga. 

Janu mengeluarkan parangnya, berdiri di depan, menghadap si lelaki yang datang. Sementara itu Wulung juga berdiri, sambil masih menangis dia mengepalkan tangannya.

"Wulung, siap siap. Kita harus bisa melarikan diri. Saat aku melangkah mundur, kau larilah sekencang mungkin ke belakang." Bisik Janu.

Wulung yang masih sesenggukan pun mengangguk. Wajahnya terlihat gelisah bercampur bingung.

Saat jarak sang lelaki sudah agak dekat, Janu melemparkan parangnya ke arah si lelaki. Dia lantas segera mundur ke belakang, diikuti Wulung yang menempel di dekatnya.

Si lelaki yang diserang Janu reflek menghindari lemparan parang tersebut. Seketika dia berlari mengejar kedua anak tersebut. Sementara itu dua sosok tiba tiba muncul menghadang Janu dan Wulung, membuat mereka segera beralih arah.

Agak lama mereka berlari, selalu saja ketiga orang pengejarnya mampu menghadang mereka. Anehnya, kedua anak itu selalu saja bisa menghindar dan berpindah arah. Entah masih ada api yang membara, atau sisa bangunan yang hampir rubuh, diterjang saja oleh keduanya. Mereka terus berlari dari para pengejarnya, tidak sadar kalau sedang diarahkan oleh ketiga sosok tersebut.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status