"Terima kasih tuan, sudah menyelamatkan kami." Ucap Darwis sesampainya mereka di tempat aman. Lelaki itu hanya tersenyum sambil menurunkan Janu dari kudanya.
"Maaf tuan kalau lancang, kalau boleh tahu, siapa nama tuan?" Tanya Darwis penasaran.
"Kau tidak perlu tahu siapa namaku. Yang pasti, aku tertarik dengan kedua anak ini." Tegas sang lelaki misterius.
Ucapan sang lelaki itu datar, namun ada sedikit keangkuhan dibalik kata katanya itu. Disini Darwis sedikit kecewa dengan jawaban si lelaki misterius, namun begitu, dia masih memasang senyum yang agak dipaksakan. Janu yang sudah berhenti menangis juga diam saja. Dia tidak mau ikut campur urusan orang dewasa.
"Emm... Kalau boleh tahu, kenapa tuan tertarik dengan kedua anak ini?" Tanya Darwis kembali. Ditariknya Janu dari samping si lelaki misterius, berusaha untuk menjaga kedua anak tersebut.
Melihat Darwis tampak gusar, sang lelaki mendesah. Dia kembali berkata, "Sepertinya kau tidak rela kalau kedua anak ini aku ambil. Baiklah, akan kuberitahu."
"Tadi aku sempat melihat kedua anak ini melawan para perampok. Pelarian mereka dari dalam desa, hingga perlawanan mereka di gerbang desa. Sepertinya kedua anak ini punya stamina dan bakat dalam pertarungan. Apakah mereka sudah pernah mengikuti pelatihan sebelumnya?"
"Iya, benar tuan. Mereka dan anak anak Janti yang lain sejak kecil sudah dilatih bertarung di rumah sang demang." Jawab Darwis jujur.
"Nah, sekarang, apabila kau mengijinkan, aku akan memberikan sebuah kesempatan untuk mereka. Aku akan membawa mereka ke Perguruan Pinus Angin. Kau tak perlu tahu apa dan dimana perguruan itu berada. Yang pasti, mereka akan diuji sebelumnya. Apabila mereka gagal, aku akan mengembalikan mereka lagi kepadamu. Bagaimana?" Bujuk sang lelaki.
Darwis yang mendengar kata Perguruan Pinus Angin sontak kaget, pupil matanya membesar. Dia yakin kalau Perguruan Pinus Angin adalah salah satu perguruan tenaga dalam yang selalu menjadi legenda warga lokal. Orang biasa seperti Darwis hanya mampu mendengar desas desus dan legenda saja tentang perguruan tenaga dalam.
Diceritakan warga setempat kalau orang orang yang berguru disini biasanya memiliki kesaktian dan kehidupan yang abadi. Mereka adalah para pertapa dan pendekar yang telah hidup sejak jaman dahulu kala. Mereka dikabarkan mampu memecah gunung, bahkan membelah danau dan sungai sekaligus. Para pendekar dan pertapa murid perguruan tenaga dalam biasanya senang untuk menolong para penduduk dimanapun itu.
"Tuan, sebenarnya saya senang kalau tuan bersedia untuk membawa kedua anak ini ke perguruan tersebut. Namun..." Disini Darwis masih agak ragu dan curiga.
"Cukup! Aku tahu yang kau maksud. Aku tidak akan memaksa. Kalau yang kecil itu sudah siuman, akan kutanyai langsung pada mereka." Potong sang lelaki sambil melirik ke arah Janu.
"Terima kasih tuan."
Sekali lagi Darwis berterima kasih kepada lelaki itu. Dia pun kemudian berjalan di sekitar situ, mengambil beberapa daun dan tanaman. Lantas dioleskannya dedaunan itu ke bagian tubuh yang terluka. Sementara Janu hanya duduk diam membisu di sebelah Wulung yang masih tergeletak tak sadarkan diri.
Malam harinya, Wulung akhirnya sudah sepenuhnya siuman. Kini mereka bersembunyi di dalam sebuah gua kecil di hutan. Janu yang sebelumnya mendengar percakapan kedua lelaki dewasa itu pun mendekati si lelaki misterius. Ditemani oleh Wulung yang sudah sadar, dia menanyakan tentang perguruan yang dimaksud oleh si lelaki.
Disana pun dia dijelaskan sekilas tentang perguruan yang dimaksud. Mungkin karena masih ada Darwis disana, sang lelaki tidak menjelaskan rincian tentang perguruan tersebut.
Mendengar jawaban jawaban dari si lelaki, Janu pun akhirnya memutuskan untuk ikut dengannya. Dia disini hanya tertarik untuk membalaskan dendam kakek demang dan warga desa. Dia sama sekali tidak tertarik dengan cerita cerita kehebatan para murid Perguruan Pinus Angin. Untuk Wulung sendiri, karena Janu sudah memilih untuk ikut si lelaki, maka dia pun ikut dengan pilihan Janu.
Hari selanjutnya, mentari pagi menyambut dari sela sela pepohonan, saat keempat orang itu keluar dari gua. Mereka pun bergegas kembali menaiki kuda melintasi rimba, menembus semak belukar.
Dalam perjalanan itu, mereka sempat melewati beberapa lembah dan sungai sebelum akhirnya mereka tiba di sebuah desa kecil di tengah hutan. Desa itu dinamakan Desa Kemuning, desa di perbatasan antara Janti dan Brajasanga.
Desa Kemuning adalah sebuah dusun kecil di tengah hutan yang jumlah warganya tidak sampai seratus orang. Warganya sangat miskin, bahkan mereka tidak memiliki satu pun lahan persawahan untuk ditanami. Mereka hanya mengandalkan perburuan dan mencari hasil hutan saja. Rumah juga tidak ada satu pun yang terbuat dari tanah liat ataupun batu. Semuanya tersusun dari kayu atau bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga bisa didiami.Siang hari saat rombongan itu tiba, keadaan Desa Kemuning sangatlah berbeda. Banyak warga yang tumpah ruah berlalu lalang di luar rumah. Mereka tidak sedang mengadakan sebuah acara, namun disana semua tampak sibuk menerima para pengungsi. Ada yang sibuk mengobati luka, ada yang memasak untuk para pengungsi, ada pula yang menggeletakkan diri dimanapun mereka berada. Semua orang membaur dan saling menolong.Namun begitu, walaupun disana semua orang membaur, akan tetapi para pengungsi dapat dibedakan dengan warga asli. Pakaian kotor dan sobek, rambut
Hari keempat sejak keempatnya tiba di Dusun Kemuning, si lelaki misterius akhirnya pergi meninggalkan dusun. Dia pergi bersama dengan Janu, Wulung, dan beberapa anak dari Dusun Kemuning. Dengan berjalan kaki, mereka memulai perjalanan menuju ke Perguruan Pinus Angin.Si lelaki misterius tidak hanya membawa Janu dan Wulung saja. Dia selama empat hari di Dusun Kemuning juga memilih beberapa anak lainnya untuk ikut ujian masuk ke perguruan.Selama perjalanan, rombongan mereka tidak membawa bekal apapun. Bahan makanan dan minuman harus mereka cari sendiri di hutan sepanjang jalan. Hal itu juga merupakan ujian bertahan hidup bagi para calon murid perguruan.Tugas tersebut dirasa cukup mudah bagi anak anak itu. Mereka telah terbiasa berburu dan mencari bahan makanan sendiri di hutan. Pun begitu pula dengan Janu dan Wulung, mereka telah terbiasa berburu di hutan. Disini keduanya semakin meningkatkan ilmu bertahan hidupnya dengan belajar dari anak anak Dusun Kemuning.
Di hari kedua sejak Janu tiba di perbukitan, semua murid Perguruan Pinus Angin kembali dengan membawa puluhan anak lainnya. Terhitung ratusan anak terkumpul di lokasi ujian. Saat malam tiba, mereka semua tidur di dalam pondok. Untung saja dan anehnya, pondok itu mampu menampung ratusan anak di dalamnya.Hingga pagi buta di hari ketiga, saat anak anak masih terlelap, terdengar suara nyaring seorang lelaki menggema sampai penjuru bukit. Hal itu sangat aneh dan magis, membuat semuanya terbangun kaget. Suara itu bak petir menyambar memenuhi seluruh ruang di perbukitan."Bangun kalian semua! Jangan malas! Ujian pertama dimulai sekarang juga! Hahaha..." suara berat dan nyaring membahana, terdengar berulang ulang.Janu yang sudah terbiasa bangun di pagi buta hendak memulai berlatih pagi saat mendengar suara tersebut. Wulung yang biasanya ikut kemanapun Janu pergi bahkan sampai jatuh terjengkang saking kagetnya. Kepala keduanya saling pandang, reflek mereka berdua berla
Janu sudah berjalan cukup jauh di dalam hutan bambu. Dia sudah kehilangan arah manapun juga. Berkali kali dia menemukan gelang, berkali kali pula gelang tersebut berbeda dengan gelang yang dia bawa. Ada yang terlalu besar, terlalu kecil, ada pula yang ukirannya berbeda."Hihihi, berhasil! Saatnya kembali ke padang rumput."Suatu ketika dia mendengar suara tawa seorang anak dari sebelah kanan. Dari tawanya tampaknya si pemilik suara menemukan sebuah gelang. Disini Janu penasaran, didekatinya sumber suara. Sesaat dia melihat seorang anak seusianya bertubuh bongsor sedang menggenggam sepasang gelang.Anak tersebut merasakan ada yang mengamatinya dari samping, dia pun menoleh. Janu yang sedang berjalan menguntit segera ketahuan, jaraknya cukup dekat dengan si anak bongsor. Mereka pun lantas berhadapan. Anak tersebut sedikit panik, dia sontak menyerang Janu.Sambil melompat maju, dilayangkannya pukulan ke arah Janu. Dia sedikit kaget saat diserang tiba tiba, n
Sebuah suara keras kembali menggema saat para murid Perguruan Pinus Angin keluar dari pondok. Suara itu sangat menggelegar, sangar, dan berwibawa."Ujian tahap pertama selesai! Tujuh ratus empat puluh tiga anak lolos. Mulai tahap kedua sekarang!"Suli bersedekap dengan hormat saat suara itu bergema. Sesaat setelah suara itu menghilang, tiba tiba saja ratusan gentong air berukuran besar melayang dari balik jurang. Gentong gentong air itu secara ajaib terbang melayang dan mendarat di depan kerumunan. Seorang murid perguruan membawa dua tusuk dupa panjang lantas menancapkannya di tanah."Kalian yang berhasil lolos, ambil satu per satu gentong air ini! Pasang kuda kuda kalian, lalu angkat gentong air ini! Jangan sampai gentong air ini tumpah atau menyentuh tanah. Ujian tahap kedua dimulai saat dupa dinyalakan dan selesai saat dupa kedua telah habis. Sekarang, ambil gentong kalian masing masing! Cepat!" Tegas Suli.Ramai anak anak mengambil gentong air. Setela
Kini beberapa murid meletakkan batu bakat yang mereka bawa ke tanah. Sambil berteriak mereka menyuruh anak anak di dalam kelompoknya untuk berbaris rapi. Anak anak pun mulai berbaris dan bergiliran melakukan ujian mereka.Ujian ketiga baru saja dimulai, seketika seorang anak perempuan berteriak kaget. Rambut anak itu merah terbakar, api kecil tampak menempel di kepala. Saat dia melepaskan telapak tangannya dari batu bakat, seketika itu pula api yang membakar rambutnya lenyap seperti tak terjadi suatu apapun, rambutnya pun masih utuh. Anak perempuan itu segera dipisahkan dari yang lain."Unsur api tingkat rendah, lolos!" Teriak seorang murid sambil memisahkan si anak perempuan.Beberapa saat kemudian mulai bermunculan fenomena fenomena aneh lain yang terjadi. Ada yang mengeluarkan asap hitam pekat dari tubuh, ada pula yang dari ujung kaki sampai pinggang terlihat mengeras dan berubah menjadi batu. Mereka yang berhasil membuat suatu fenomena tertawa girang. Setela
Hari kedua pun dimulai, ujian keempat kembali dilaksanakan. Sejumlah seratus enam puluh tiga anak lolos dari ujian tahap ketiga. Malam sebelumnya banyak anak yang tidak bisa tidur dengan lelap. Mereka khawatir kalau saja ujian tahap keempat dimulai secara mendadak.Janu dan Wulung seperti biasa juga sudah bangun. Namun disini kondisi mereka berdua kelihat segar bugar. Mereka tampaknya tidak gelisah dengan ujian yang sedang dihadapi, keduanya semalam tidur dengan nyaman. Seperti biasa, mereka melakukan pemanasan pagi di depan pondok.Isi di dalam pondok jadi terasa sangat lega dan luas saat hari sebelumnya ratusan anak yang tidak lolos dikembalikan ke desa masing masing. Di perbukitan di luar pondok juga tidak nampak kehadiran Suli maupun murid perguruan lainnya. Hal itu sangat aneh, membuat anak anak yang sudah bangun menjadi semakin tegang.Mentari pagi akhirnya terbit memancarkan sinarnya ke segala penjuru, menerangi seluruh wilayah perbukitan. Di padang rumpu
"Ini adalah ujian tahap akhir! Siapapun yang berhasil lolos akan menjadi murid Perguruan Pinus Angin. Kerahkan seluruh kemampuan kalian disini!""Baiklah, ujian tahap keempat dimulai! Siapapun segera naik ke atas arena!" Sambil berkata, Suli melompat keluar arena, diikuti murid murid lainnya.Segera saja anak anak yang tampak percaya diri langsung naik ke atas arena. Di atas arena terlah berkumpul enam anak yang saling berhadapan. Disana hanya ada satu anak wanita yang berani naik ke atas arena. Mereka saling pandang, wajahnya tegang. Dalam pikiran mereka sudah siap memikirkan cara untuk saling menjatuhkan lawannya."Ujian dimulai!" Teriak Suli memecah suasana.Aba aba dimulainya pertandingan sudah diteriakkan. Mereka yang berada di atas arena langsung melancarkan taktik masing masing. Ada yang dengan brutal memukul dan mendorong, ada pula yang dengan cepat menghindari keramaian dan mencari posisi aman.Mereka tidak ada yang mau mengalah, bahkan si