Beranda / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 22. Pelarian

Share

CP 22. Pelarian

"Terima kasih tuan, sudah menyelamatkan kami." Ucap Darwis sesampainya mereka di tempat aman. Lelaki itu hanya tersenyum sambil menurunkan Janu dari kudanya.

"Maaf tuan kalau lancang, kalau boleh tahu, siapa nama tuan?" Tanya Darwis penasaran.

"Kau tidak perlu tahu siapa namaku. Yang pasti, aku tertarik dengan kedua anak ini." Tegas sang lelaki misterius.

Ucapan sang lelaki itu datar, namun ada sedikit keangkuhan dibalik kata katanya itu. Disini Darwis sedikit kecewa dengan jawaban si lelaki misterius, namun begitu, dia masih memasang senyum yang agak dipaksakan. Janu yang sudah berhenti menangis juga diam saja. Dia tidak mau ikut campur urusan orang dewasa.

"Emm... Kalau boleh tahu, kenapa tuan tertarik dengan kedua anak ini?" Tanya Darwis kembali. Ditariknya Janu dari samping si lelaki misterius, berusaha untuk menjaga kedua anak tersebut.

Melihat Darwis tampak gusar, sang lelaki mendesah. Dia kembali berkata, "Sepertinya kau tidak rela kalau kedua anak ini aku ambil. Baiklah, akan kuberitahu."

"Tadi aku sempat melihat kedua anak ini melawan para perampok. Pelarian mereka dari dalam desa, hingga perlawanan mereka di gerbang desa. Sepertinya kedua anak ini punya stamina dan bakat dalam pertarungan. Apakah mereka sudah pernah mengikuti pelatihan sebelumnya?"

"Iya, benar tuan. Mereka dan anak anak Janti yang lain sejak kecil sudah dilatih bertarung di rumah sang demang." Jawab Darwis jujur.

"Nah, sekarang, apabila kau mengijinkan, aku akan memberikan sebuah kesempatan untuk mereka. Aku akan membawa mereka ke Perguruan Pinus Angin. Kau tak perlu tahu apa dan dimana perguruan itu berada. Yang pasti, mereka akan diuji sebelumnya. Apabila mereka gagal, aku akan mengembalikan mereka lagi kepadamu. Bagaimana?" Bujuk sang lelaki.

Darwis yang mendengar kata Perguruan Pinus Angin sontak kaget, pupil matanya membesar. Dia yakin kalau Perguruan Pinus Angin adalah salah satu perguruan tenaga dalam yang selalu menjadi legenda warga lokal. Orang biasa seperti Darwis hanya mampu mendengar desas desus dan legenda saja tentang perguruan tenaga dalam.

Diceritakan warga setempat kalau orang orang yang berguru disini biasanya memiliki kesaktian dan kehidupan yang abadi. Mereka adalah para pertapa dan pendekar yang telah hidup sejak jaman dahulu kala. Mereka dikabarkan mampu memecah gunung, bahkan membelah danau dan sungai sekaligus. Para pendekar dan pertapa murid perguruan tenaga dalam biasanya senang untuk menolong para penduduk dimanapun itu.

"Tuan, sebenarnya saya senang kalau tuan bersedia untuk membawa kedua anak ini ke perguruan tersebut. Namun..." Disini Darwis masih agak ragu dan curiga.

"Cukup! Aku tahu yang kau maksud. Aku tidak akan memaksa. Kalau yang kecil itu sudah siuman, akan kutanyai langsung pada mereka." Potong sang lelaki sambil melirik ke arah Janu.

"Terima kasih tuan."

Sekali lagi Darwis berterima kasih kepada lelaki itu. Dia pun kemudian berjalan di sekitar situ, mengambil beberapa daun dan tanaman. Lantas dioleskannya dedaunan itu ke bagian tubuh yang terluka. Sementara Janu hanya duduk diam membisu di sebelah Wulung yang masih tergeletak tak sadarkan diri.

Malam harinya, Wulung akhirnya sudah sepenuhnya siuman. Kini mereka bersembunyi di dalam sebuah gua kecil di hutan. Janu yang sebelumnya mendengar percakapan kedua lelaki dewasa itu pun mendekati si lelaki misterius. Ditemani oleh Wulung yang sudah sadar, dia menanyakan tentang perguruan yang dimaksud oleh si lelaki. 

Disana pun dia dijelaskan sekilas tentang perguruan yang dimaksud. Mungkin karena masih ada Darwis disana, sang lelaki tidak menjelaskan rincian tentang perguruan tersebut.

Mendengar jawaban jawaban dari si lelaki, Janu pun akhirnya memutuskan untuk ikut dengannya. Dia disini hanya tertarik untuk membalaskan dendam kakek demang dan warga desa. Dia sama sekali tidak tertarik dengan cerita cerita kehebatan para murid Perguruan Pinus Angin. Untuk Wulung sendiri, karena Janu sudah memilih untuk ikut si lelaki, maka dia pun ikut dengan pilihan Janu.

Hari selanjutnya, mentari pagi menyambut dari sela sela pepohonan, saat keempat orang itu keluar dari gua. Mereka pun bergegas kembali menaiki kuda melintasi rimba, menembus semak belukar.

Dalam perjalanan itu, mereka sempat melewati beberapa lembah dan sungai sebelum akhirnya mereka tiba di sebuah desa kecil di tengah hutan. Desa itu dinamakan Desa Kemuning, desa di perbatasan antara Janti dan Brajasanga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status