Beranda / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 15. Berlatih

Share

CP 15. Berlatih

Diujung, di dekat jendela, seorang lelaki misterius duduk menghadap makanannya. Lelaki itu mengenakan jubah agak kecokelatan, dan rambutnya sangat panjang menjuntai menutup punggung. Rambut bagian depannya menutupi hampir seluruh mukanya, hanya tampak dua bola mata tajam dan bibir tipis dari sela rambut. Sebuah caping dan pedang besar tergeletak di samping makanannya.

Wajah lelaki itu menunduk, seolah tidak peduli dengan sekitarnya. Walau begitu, rupanya dia sedari tadi menguping pembicaraan beberapa orang tadi. Beberapa kali dia mencuri pandang kearah meja yang ramai dengan orang orang.

Lelaki misterius ini berpikir dalam hati, siapakah Jalada yang dimaksud orang orang ini. Dari mendengar pembicaraan tersebut, muncul berbagai pertanyaan di benaknya. Salah satu yang dipikirkannya adalah tentang Jalada yang tampaknya lebih kuat dari para demang.

Setahu dia, para demang biasanya memiliki ilmu tenaga dalam mumpuni, dan sudah berada lebih dari tahap keempat. Apakah Jalada lebih kuat dari itu, ataukah ada sesuatu yang masih belum diketahui dari sini. Yang jadi pikirannya adalah apakah Jalada adalah salah satu murid dari sebuah perguruan tenaga dalam.

Disini perguruan tenaga dalam tidak begitu dikenal oleh masyarakat luas. Tempat ini sangat misterius, dimana hanya orang orang tertentu saja berada disana. Orang orang tersebut adalah mereka yang memiliki kesaktian yang tinggi dan beragam. Ada yang menguasai ilmu terbang, menghilang, serta jurus jurus lain yang mematikan.

Tidak sembarang orang bisa masuk kedalam perguruan tenaga dalam. Hanya orang orang dengan bakat dan keyakinan tinggi saja yang mampu masuk kesana. Bahkan keluarga kerajaan dan para pejabat pun juga susah untuk masuk kesana. Ujian masuknya berat, bahkan terkadang nyawa pun dipertaruhkan.

Sementara si lelaki misterius sibuk bertanya tanya, di tempat lain, disebuah halaman dekat pendopo, seorang anak bertubuh kurus sedang berlatih seorang diri. Anak itu memiliki sorot mata tajam, dengan rambut panjang terikat rapi, dan sebuah pedang kayu di tangan.

Dengan kuda kuda yang kuat, dia mengayunkan pedangnya ke sebatang pohon pisang. Entah sudah kali ke berapa dia mengayunkan pedangnya teraebut. Namun disini terlihat kalau batang pisang yang ditebasnya sudah agak koyak. Peluh mengucur deras di kening anak tersebut.

Di dekatnya, seorang lelaki tua sedang duduk di kursi kayu sambil menikmati buah yang terhidang di depannya. Dia menikmati buah tersebut sambil mengamati ke arah si anak yang sedang berlatih. Terkadang pula dia memberikan arahan kepada anak tersebut.

"Janu! Kuda kudamu sudah agak kendor, kencangkan lagi!" Teriaknya.

"Baik kakek!" Jawab si anak sambil membenarkan kuda kudanya.

"Kakek demang, kemarin kan aku sudah membawa kayu lima ikat, tadi bahkan sampai enam ikat, aku juga pagi tadi sudah memijit punggung kakek, tolonglah kek, kasih gerakan lain yang baru." Bujuk sang anak kecil.

"Hmm... Baiklah! Sekarang istirahat sebentar, habis itu akan kakek perlihatkan beberapa gerakan awal jurus pedang kabut."

"Baik kakek!" Ujar si anak girang. Anak itu mengakhiri kuda kudanya dan berlari menghampiri sang kakek.

Disana mereka bercanda gurau dan saling mengobrol. Terlihat keakraban antara kakek dan cucunya itu. Tak berselang lama, si kakek kemudian mempertunjukkan beberapa gerakan yang cukup lincah untuk orang tua seusianya.

Selesai sang kakek memperagakannya, kini giliran si anak kecil untuk menirukannya. Beberapa kali si anak melakukan kesalahan, hingga akhirnya dia mampu untuk benar benar menirukan.

Perlahan tapi pasti anak tersebut memeragakan jurus pedang kabut yang diajarkan si kakek. Tubuhnya meliuk liuk bagai angin, terkadang gerakannya cepat dan agresif, terkadang pula sangat pelan namun pasti. Gerakan gerakan mematikan dilancarkannya dengan sangat lincah, seolah dia sedang menari. Dari gerakan pertama hingga akhir mampu dilakukannya tanpa cacat.

Sang kakek yang tak lain adalah Demang Yasa mengamati setiap gerakan dengan cermat. Sambil mengelus elus janggut yang kini sudah tumbuh memanjang, dia mengangguk angguk bangga, senyum tipis menggantung di bibirnya. Dia tampak senang melihat perkembangan kemampuan si anak. Terlihat bakat dan kemampuan bertarung dari si anak.

Dari sini dia pun sedikit menerawang ke masa lalu. Masa dimana dia membesarkan si anak hingga sebesar ini. Masa dimana istrinya masih hidup dan ikut merawat si anak kecil itu. Disini rasa haru, sedih, dan bangga menyelimuti hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status