Home / Rumah Tangga / Jangan Remehkan Aku, Mas! / Bab 1 Cerita Bohong Tentangku

Share

Jangan Remehkan Aku, Mas!
Jangan Remehkan Aku, Mas!
Author: QueenSel

Bab 1 Cerita Bohong Tentangku

Author: QueenSel
last update Last Updated: 2023-06-09 07:19:18

“Mas, minta uang! Popok dan susu Aira udah habis,” pintaku.

“Apa? Aku kan sudah kasi kamu uang seminggu yang lalu, apa itu belum cukup?” jawab Mas Rendy dengan nada tegasnya.

“Kamu kasi aku 300 ribu, Mas. Itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.”

“Kamu ini kalau belanja jangan boros, itu aku kasi kamu jatah untuk sebulan!”

Dengan reflek, aku langsung mengerutkan kening mendengar pernyataan Mas Rendy. Bukan karena aku tak bersyukur, tetapi nominal uang segitu memang hanya cukup untuk beberapa hari saja. Belum lagi memenuhi kebutuhan anak.

“Mas, itu hanya cukup untuk dua hari, belum lagi kebutuhan Aira. Kamu kan tahu kalau sekarang bahan pokok itu naik dan kamu kasi aku uang 300 ribu untuk sebulan? Ke mana gaji kamu semuanya?” protesku.

Kali ini aku benar-benar geram pada Mas Rendy. Sudah cukup lama aku sabar menghadapi sikapnya seperti itu yang selalu memberiku uang bulanan hanya beberapa persen saja dari gajinya.

“Aku juga punya kebutuhan lain, Mira. Aku mau nongkrong sama teman-teman aku!” jawabnya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.

“Apa? Nongkrong? Jadi, kamu lebih mementingkan nongkrong daripada kehidupan anak dan istrimu di rumah? TEGA KAMU, MAS!”

Aku benar-benar tidak bisa lagi menahan tangisku, air mataku mengalir begitu saja dan terus menatap Mas Rendy dengan tatapan tajam. Aku masih tak habis pikir, ternyata masih ada pria yang belum bisa sepenuhnya bertanggung jawab terhadap anak dan istrinya.

“Ya makanya kamu bantuin aku cari uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kamu di rumah malah duduk manis gak ngelakuin apa-apa. Gak guna banget gelar sarjana kamu.”

Ya, ini adalah perkataan yang sering aku dapatkan dari Mas Rendy tiap kali kami berdebat masalah uang. Dia selalu menyangkut pautkan pendididkan terakhirku dengan pekerjaan. Padahal, ini juga bukan kemauanku.

Aku dulu sempat bekerja di sebuah perusahaan, namun aku mengalami kecelakaan sehingga kakiku sempat mengalami patah tulang. Hal itu yang membuat aku harus mendapatkan perawatan intensif dan mau tidak mau resign dari pekerjaanku.

Hal ini juga didukung oleh ibu mertuaku yang berjanji akan membantu perekonomian keluarga kami, namun sampai saat ini belum ada bukti nyata. Ketika aku kekurangan, aku malah mendapat tatapan sinis dan merendahkanku.

Maka dari itu, aku selalu meminta uang pada orang tuaku. Setidaknya, aku tidak mendapat ejekan dari orang tuaku sendiri.

Meskipun nominalnya tidak begitu banyak, tetapi bisa memenuhi kebutuhan anakku, Aira.

“Aira masih balita, Mas. Kalau aku kerja, siapa yang bakalan jagain dia?” jawabku sambil menatap wajah lugu anakku yang saat ini berada dalam pangkuanku.

“Kamu kan bisa titip ke ibu. Kamu juga udah sembuh malah gak cari kerja, sok kaya banget. Kamu ngandelin duit ibuku? Aku kadang iri sama temanku yang memiliki istri pekerja, perekonomiannya malah terbantu,” jelas Mas Rendy panjang lebar.

“Aku gak pernah ngandelin duit ibu kamu, Mas. Aku juga udah berusaha cari lowongan kerja, tetapi belum dapat juga,” jawabku dengan lirih.

“Alah, gak guna banget jadi istri!” ucapnya lagi dan berlalu begitu saja meninggalkan kamar.

Air mataku langsung jatuh tanpa kusadari, ucapan Mas Rendy begitu menyayat. Tetapi, aku masih berusaha tegar saat melihat tatapan lugu dari anak semata wayangku.

“Kuat ya, Mira. Ini udah biasa kamu dengar dari Mas Rendi, kan?” ucapku yang berusaha mensugesti agar tidak menangis histeris.

Setelah itu, aku langsung menindurkan Aira di tempat tidurnya lalu berjalan menuju tempat tidur. Aku meraih ponsel dan melihat saldo rekeningku yang hanya terisisa dua puluh ribu. Semua gaji yang aku tabung dulu kini telah habis.

Semua karena aku gunakan untuk biaya rumah sakitku dulu, selain itu digunakan untuk biaya pengobatan ibu mertuaku sewaktu jatuh sakit.

Serumah mertua dengan adik ipar seperti tinggal dalam neraka saja. Bagaimana tidak, tiap kali aku mengeluh masalah biaya dapur, ibu mertukaku malah mengabaikan dan menatapku dengan tatapan sinis.

Ingin rasanya aku protes karena semuanya seolah aku yang menanggung beban hidup mereka, namun di sisi lain juga percuma karena tidak ada yang bisa membelaku di rumah ini. Mas Rendi? Dia malah ikut menyalahkanku dan membela mereka.

Aku hanya menghela nafas dengan kasar dan memutuskan ke dapur membuatkan susu untuk Aira. Namun, saat aku melalui kamar ibu mertuaku, aku mendengar percakapan Mas Rendy dengan ibunya.

“Makanya aku pusing nih, Bu. Si Mira kerjaannya minta duit mulu, padahal aku sudah beri dia sejuta beberapa hari yang lalu, eh sekarang minta lagi katanya gak cukup,” ucap Mas Rendy dari dalam kamar ibunya.

Deg …

Seketika jantungku seolah berhenti berdetak mendengar pernyataan tidak benar dari suamiku sendiri. Aku menghentikan langkahku dan menyimak obrolan mereka.

Hatiku benar-benar hancur mendengarnya. Sejak kapan Mas Rendi memberiku uang satu juta? Apa dia sengaja membuat cerita bohong supaya aku terlihat semakin hina di mata ibunya?

“Oh ya? Padahal kebutuhan dapur, listrik dan lainnya juga Ibu yang tanggung. Kenapa malah merasa kurang?” kata ibu mertuaku.

Mataku semakin membelalak tak terima dengan ucapan mereka. Sejak kapan ibu menanggung biaya dapur? Ia hanya menangung biaya listrik dan air saja. Sedangkan kebutuhan dapur, sama sekali tidak ada. Maka dari itu aku selalu meminta pada orang tuaku, meskipun terlihat memalukan, tetapi mau bagaimana lagi?

“Tuh kan, dia belanja apaan sih sampai boros kayak gitu? Mana popok dan susu Aira udah habis, dan saat ini aku udah gak punya pegangan lagi,” keluh Mas Rendy lagi pada ibunya.

“Ya sudah, ini Ibu ada uang lima ratus ribu. Berikan pada istrimu untuk kebutuhan Aira, selebihnya untuk kebutuhan dapur. Ibu lihat beras dan yang lainnya juga udah habis.”

Aku hanya menghela nafas kasar dan memilih meninggalkan tempat itu sebelum mereka tahu kalau aku menguping pembicaraannya. Aku berjalan ke dapur dengan perasaan yang tak enak. Aku masih tak habis pikir dengan ibu mertuaku yang begitu royal di depan suamiku, sedangkan ketika tidak ada Mas Rendy, uang seribunya saja sulit untuk diberikan.

Setelah selesai membuat susu, aku kembali ke kamar dan melihat Mas Rendy di sana tengah bermain dengan Aira.

“Kamu belum berangkat juga, Mas?” tanyaku basa-basi seolah tidak terjadi apa-apa.

“Baru mau. Ini uang dari ibu untuk beli kebutuhan Aira dan kebutuhan dapur. Usahakan semuanya cukup!” jawab Mas Rendy sambil memberikan uang dengan muka datarnya.

Aku pun menerimanya, tetapi belum membuka uang yang terlipat itu.

“Aku berangkat. Kamu makan duluan aja, sepertinya aku lembur nanti malam,” ucapnya dengan nada dingin.

“Iya, Mas.”

Saat aku hendak meraih tangannya hendak bersalaman, Mas Rendy berlalu begitu saja dan mengabaikan tanganku, padahal aku hanya ingin mencium punggung tangannya. Hatiku kembali tersayat, tetapi aku masih berusaha memaklumi hal itu.

Aku hanya menghela nafas panjang dan berusaha untuk menguatkan kembali hatiku. Namun, saat aku hendak menyimpan uang pemberian Mas Rendy, tiba-tiba saja ibu mertuaku datang dan merebut uang itu.

Aku langsung tersentak kaget dan menatapnya dengan tatapan bingung.

“Ibu, kenapa uangnya diambil? Itu kan Ibu sendiri yang kasih untuk kebutuhan Aira,” ucap Mira.

“Ini uang aku, jadi mau-mau aku juga dong. Kamu mau uang? Makanya KERJA!” hardiknya dan berlalu begitu saja meninggalkan kamarku sambil membawa uang itu.

Related chapters

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 2 Seperti Pengemis

    Aku masih tidak menyangka ibu mertuaku akan berlaku seperti itu padaku. Padahal, aku sudah membantunya sewaktu kesusahan dulu, tetapi kenapa sekarang dia tidak membantuku disaat kesusahan seperti ini?Apa dia cuma pencitraan di depan Mas Rendy? Aku sangat kecewa dalam hati, padahal saat ini aku sedang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan Aira, anakku. Aku memilih duduk sejenak di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong dan tanpa kusadari, air mataku bergulir begitu saja."Terus, aku harus bagaimana sekarang? Susu dan popok Aira sudah habis."Aku terus menatap wajah lugu anakku yang sedang tertidur pulas. Hingga tak berapa lama kemudian, aku memutuskan untuk menghampiri ibu mertuaku. Dengan terpaksa aku menurunkan gengsiku.Langkahku semakin kupercepat saat melihat ibu mertuaku duduk santai di ruang keluarga menikmati acara televisi."Semoga saja Ibu mau memberikan uang itu lagi. Kalau memang harus dipinjam, gak apa-apa. Nanti setelah Mas Rendy gajian aku bayar," ucapku dengan nada pe

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 3 Terima Kasih Orang Baik

    "Ada apa, Nak?" tanyanya dengan muka bingung. "Maaf, Bu kalau kedatangan saya mengganggu, saya hanya mau menawarkan diri, siapa atau ada lowongan pekerjaan di rumah ini, saya siap mengerjakannya, Bu. Apapun itu. Saya butuh uang, Bu," ucapku dengan muka penuh harap. Wanita itu terdiam sejenak sambil menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang diriku. "Ada, Nak. Kebetulan Ibu butuh tukang cuci baju, pinggang Ibu sudah gak kuat nih. Jadi, kalau kamu mau, ayo masuk!" ucap wanita itu dengan ramah. Aku langsung tersenyum bahagia sambil menghela nafas lega karena setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan juga. Meskipun hanya sebagai buruh cuci, tetapi aku sudah sangat mensyukurinya. Kami pun berjalan memasuki rumah yang cukup luas itu. Rumah itu memang luas, tetapi nampak sepi. Tak ada seorang pun yang aku lihat dalam rumah itu selain wanita paruh baya tersebut. "Ini cuciannya, jangan terlalu disikat ya. Dan ini jangan disik

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 4 Siapa Wanita itu?

    "Wah, enak banget makanannya," puji Caca dan segera duduk di kursi meja makan. Aku hanya tersenyum tipis mendengar masakanku dipuji oleh adik iparku. Dan tak berapa lama kemudian, Caca pun memanggil ibunya untuk makan bersama, sementara aku juga berniat untuk duduk dan makan bersama mereka. "Ayo, Bu. Kita makan dulu.""Iya, Sayang."Mereka pun menyantap makanan buatanku dengan begitu lahap, sedangkan aku kini sudah duduk di sebuah kursi kosong yang ada di samping Caca. "Kamu ngapain duduk di situ?" tanya ibu mertuaku lengkap dengan tatapan mematikannya. Aku langsung tersentak kaget dan senyum tipis yang sempat kuukir tadi hilang begitu saja bagai ditelan bumi. "Aku mau makan sama kalian," jawabku dengan terbata sambil menatap Caca dan ibu mertuaku secara bergantian.Caca langsung menahan tawanya yang hampir lepas sambil memutar bola matanya ketika menatapku, sedangkan ibu mertua langsung menatapku dengan tatapan sinis sambil berkata, "Makan dengan kami? Heh ... mending kamu makan

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

    "Kamu ngapain sih main angkat telpon orang aja. Gak hargain privasi orang banget," ucap Mas Rendy yang langsung merebut benda pipih itu dariku. Aku langsung tersentak kaget dan beralih menatap Mas Rendy dengan tatapan curiga, namun tatapanku hanya dibalas dengan tatapan sinis tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. "Namanya Wilson, kok suara cewek, Mas? Dan kenapa dia manggil kamu sayang?" tanyaku dengan penuh curiga dan perasaan yang sudah tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. "Bukan urusan kamu juga, ini tuh istrinya teman aku. Mungkin si Wilson butuh bantuanku," jawabnya dengan nada tinggi lengkap dengan tatapan sinisnya. Tanpa menunggu tanggapan dariku, ia langsung berlalu begitu saja keluar kamar dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedangkan aku, masih setia berdiri di tempat dengan pikiran yang semakin tak karuan. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku menaruh curiga pada Mas Rendy kalau sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu dariku. "Apa mungkin Mas Rendy mengkhianatiku?

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 6 Mereka Merendahkanku

    Aku memilih untuk tidak mempedulikannya, aku langsung memasukkan makanan ke dalam piringku dan menyantapnya. Meskipun mendapatkan tatapan sinis, tetapi aku masih bisa menikmati makanannya. Bukan karena siapa, tetapi demi anakku juga. Sepanjang aku makan, mereka terus saja memperhatikan gerak-gerikku seolah sedang memperhatikan pencuri yang sedang makan. Sebenarnya, aku juga merasa risih dengan hal itu, tetapi di sisi lain aku juga lapar, apalagi setelah ini aku harus berangkat kerja. "Katanya kamu sudah kerja?" tanya ibu mertuaku setelah sekian lama terdiam. "Iya, Bu." "Kerja apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam dan menatap ibu mertuaku dengan tatapan lirih lalu menatap kembali ke arah Mas Rendy. Aku tahu kalau sebenarnya ibu mertuaku sudah tahu pekerjaanku dari Mas Rendy, tetapi sepertinya dia ingin kembali merendahkanku. "Buruh cuci, Bu." "Ewww ... jijik banget sih jadi buruh cuci. Kok mau kerja kayak gitu sih, Mbak? Nggak guna banget ijazah dan gelar sarjanan

    Last Updated : 2023-06-26
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 7 Tangisan Anakku

    Wanita tua itu hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Hehe, begitupun dengan Ibu, Nak. Tetapi, semakin lama Ibu juga mulai terbiasa dengan rasa sepi ini." Aku kembali tersenyum memberikan semangat pada Ibu Maria. Sangat kasihan karena ternyata dia memendam lukanya seorang diri. Ditambah lagi dengan dirinya yang hanya tinggal sendiri membuat ia semakin kesepian. "Ibu tenang saja, aku akan tetap bekerja sama Ibu jika Ibu berkenan menerima aku. aku akan selalu menemani Ibu," ucapku dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Nak. Pasti, selama kamu ada di sini, hidup Ibu jadi sedikit lebih berwarna." Aku hanya tersenyum dan segera melanjutkan makanku. Kini suasana menjadi hening, tak ada lagi obrolan di antara kami. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang terdengar karena kami fokus menikmati santapan makan siang itu. Setelah beberapa lama, akhirnya kami selesai juga makan siang. Aku langsung membersihkan meja makan itu lalu mencuci piring, meskipun awalnya Ibu Maria menolak karena

    Last Updated : 2023-06-27
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 8 Suamiku Pengkhianat

    "Semakin lama kamu kok semakin kasar sama aku sih, Mas? Apa ia kamu gak cinta lagi sama aku?" gumamku sambil menahan tangis. Aku pun menghela nafas kasar dan berusaha untuk tidak terfokus dengan masalah itu. Aku memilih berjalan menuju dapur membuat makanan untuk makan malam nanti. Seperti biasa, aku sudah tidak protes lagi dengan hal ini karena pekerjaan ini sudah menjadi kewajibanku.***"Iya, aku akan segera ke sana. Sabar dong, ini lagi di jalan," ucap Mas Rendy sambil berjalan menuruni tangga. Aku yang mendengar obrolan melalui sambungan teleponnya itu langsung menatap dengan tatapan aneh. Entah kenapa, saat ini perasaanku sangat tidak enak tiap kali Mas Rendy menerima telepon. Aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku."Mas, kamu nanti pulang jam berapa?" tanyaku. "Nggak tau.""Aku udah masakin makanan kesukaan kamu loh.""kamu makan sendiri aja, gak usah nungguin aku. Kayaknya aku akan pulang larut malam," jawabnya dengan ketus. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas ke

    Last Updated : 2023-06-28
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 9 Suamiku Berkhianat

    "Ceritanya panjang. Pokoknya nyesek banget kalau aku harus ceritain sekarang."Indah, merupakan sahabat Mira sejak duduk di bangku SMA. Selama ini, segala macam kisah hidup Mira diketahui oleh Indah, namun semenjak Mira menikah, mereka jadi jarang bersama lagi karena sibuk dengan urusan masing-masing.Indah yang saat ini masih berstatus single dan kerja di perusahaan ternama membuat ia jadi jarang punya banyak waktu untuk nongkrong. Sebagian besar waktunya ia habiskan dengan bekerja.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Indah sampai juga di restoran ternama yang kebanyakan dikunjungi oleh konglomerat saja. Sebenarnya, aku sempat tidak percaya bahwa Mas Rendy ada dalam restoran itu karena selama aku sama dia, dia tidak pernah ke sana dnegan alasan bayaran yang cukup fantastis."Apa kamu yakin Mas Rendy ada di sini?" tanyaku seolah tak percaya."Iya, Mira. Soalnya tadi aku makan di dalam sama rekan kerjaku, eh lihat dia dong sama cewek."Sebelum masuk ke restoran itu, aku

    Last Updated : 2023-06-29

Latest chapter

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 10 Tuduhan Mertuaku

    PLAKKK ...Aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi hingga satu tamparan mendarat dengan sempurna di wajah Mas Rendy. Hal itu yang membuat orang-orang yang ada di sana menoleh ke arahku, sedangkan wajah Mas Rendy kini kian memerah. Saat ia hendak melayangkan pukulan kepadaku, tiba-tiba saja Angel menahannya."SIALAN!""Mas, udah. Jangan buat keributan di sini, malu diliatin orang," ucap Angel sambil menahan lengan Mas Rendy.Seketika raut wajah Mas Rendy berubah melihat wanita itu, terlihat sangat penurut dan persis dengan apa yang dilakukan dulu padaku sebelum nasib naas itu menimpaku."Lagian, kamu jadi istri sadar diri juga dong. Kalau udah gak diminati sama suami ya mending pergi aja, berikan dia kebebasan," ucap Angel kemudian sambil mendorong tubuhku.Saat aku hendak menjambak rambut wanita itu, tiba-tiba saja Indah sahabatku datang dan menahanku. Memang, ini sungguh sangat memalukan karena berdebat di tempat umum yang mungkin membuat orang lain merasa tidak nyaman."Mira, u

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 9 Suamiku Berkhianat

    "Ceritanya panjang. Pokoknya nyesek banget kalau aku harus ceritain sekarang."Indah, merupakan sahabat Mira sejak duduk di bangku SMA. Selama ini, segala macam kisah hidup Mira diketahui oleh Indah, namun semenjak Mira menikah, mereka jadi jarang bersama lagi karena sibuk dengan urusan masing-masing.Indah yang saat ini masih berstatus single dan kerja di perusahaan ternama membuat ia jadi jarang punya banyak waktu untuk nongkrong. Sebagian besar waktunya ia habiskan dengan bekerja.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Indah sampai juga di restoran ternama yang kebanyakan dikunjungi oleh konglomerat saja. Sebenarnya, aku sempat tidak percaya bahwa Mas Rendy ada dalam restoran itu karena selama aku sama dia, dia tidak pernah ke sana dnegan alasan bayaran yang cukup fantastis."Apa kamu yakin Mas Rendy ada di sini?" tanyaku seolah tak percaya."Iya, Mira. Soalnya tadi aku makan di dalam sama rekan kerjaku, eh lihat dia dong sama cewek."Sebelum masuk ke restoran itu, aku

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 8 Suamiku Pengkhianat

    "Semakin lama kamu kok semakin kasar sama aku sih, Mas? Apa ia kamu gak cinta lagi sama aku?" gumamku sambil menahan tangis. Aku pun menghela nafas kasar dan berusaha untuk tidak terfokus dengan masalah itu. Aku memilih berjalan menuju dapur membuat makanan untuk makan malam nanti. Seperti biasa, aku sudah tidak protes lagi dengan hal ini karena pekerjaan ini sudah menjadi kewajibanku.***"Iya, aku akan segera ke sana. Sabar dong, ini lagi di jalan," ucap Mas Rendy sambil berjalan menuruni tangga. Aku yang mendengar obrolan melalui sambungan teleponnya itu langsung menatap dengan tatapan aneh. Entah kenapa, saat ini perasaanku sangat tidak enak tiap kali Mas Rendy menerima telepon. Aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku."Mas, kamu nanti pulang jam berapa?" tanyaku. "Nggak tau.""Aku udah masakin makanan kesukaan kamu loh.""kamu makan sendiri aja, gak usah nungguin aku. Kayaknya aku akan pulang larut malam," jawabnya dengan ketus. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas ke

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 7 Tangisan Anakku

    Wanita tua itu hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Hehe, begitupun dengan Ibu, Nak. Tetapi, semakin lama Ibu juga mulai terbiasa dengan rasa sepi ini." Aku kembali tersenyum memberikan semangat pada Ibu Maria. Sangat kasihan karena ternyata dia memendam lukanya seorang diri. Ditambah lagi dengan dirinya yang hanya tinggal sendiri membuat ia semakin kesepian. "Ibu tenang saja, aku akan tetap bekerja sama Ibu jika Ibu berkenan menerima aku. aku akan selalu menemani Ibu," ucapku dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Nak. Pasti, selama kamu ada di sini, hidup Ibu jadi sedikit lebih berwarna." Aku hanya tersenyum dan segera melanjutkan makanku. Kini suasana menjadi hening, tak ada lagi obrolan di antara kami. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang terdengar karena kami fokus menikmati santapan makan siang itu. Setelah beberapa lama, akhirnya kami selesai juga makan siang. Aku langsung membersihkan meja makan itu lalu mencuci piring, meskipun awalnya Ibu Maria menolak karena

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 6 Mereka Merendahkanku

    Aku memilih untuk tidak mempedulikannya, aku langsung memasukkan makanan ke dalam piringku dan menyantapnya. Meskipun mendapatkan tatapan sinis, tetapi aku masih bisa menikmati makanannya. Bukan karena siapa, tetapi demi anakku juga. Sepanjang aku makan, mereka terus saja memperhatikan gerak-gerikku seolah sedang memperhatikan pencuri yang sedang makan. Sebenarnya, aku juga merasa risih dengan hal itu, tetapi di sisi lain aku juga lapar, apalagi setelah ini aku harus berangkat kerja. "Katanya kamu sudah kerja?" tanya ibu mertuaku setelah sekian lama terdiam. "Iya, Bu." "Kerja apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam dan menatap ibu mertuaku dengan tatapan lirih lalu menatap kembali ke arah Mas Rendy. Aku tahu kalau sebenarnya ibu mertuaku sudah tahu pekerjaanku dari Mas Rendy, tetapi sepertinya dia ingin kembali merendahkanku. "Buruh cuci, Bu." "Ewww ... jijik banget sih jadi buruh cuci. Kok mau kerja kayak gitu sih, Mbak? Nggak guna banget ijazah dan gelar sarjanan

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

    "Kamu ngapain sih main angkat telpon orang aja. Gak hargain privasi orang banget," ucap Mas Rendy yang langsung merebut benda pipih itu dariku. Aku langsung tersentak kaget dan beralih menatap Mas Rendy dengan tatapan curiga, namun tatapanku hanya dibalas dengan tatapan sinis tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. "Namanya Wilson, kok suara cewek, Mas? Dan kenapa dia manggil kamu sayang?" tanyaku dengan penuh curiga dan perasaan yang sudah tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. "Bukan urusan kamu juga, ini tuh istrinya teman aku. Mungkin si Wilson butuh bantuanku," jawabnya dengan nada tinggi lengkap dengan tatapan sinisnya. Tanpa menunggu tanggapan dariku, ia langsung berlalu begitu saja keluar kamar dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedangkan aku, masih setia berdiri di tempat dengan pikiran yang semakin tak karuan. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku menaruh curiga pada Mas Rendy kalau sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu dariku. "Apa mungkin Mas Rendy mengkhianatiku?

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 4 Siapa Wanita itu?

    "Wah, enak banget makanannya," puji Caca dan segera duduk di kursi meja makan. Aku hanya tersenyum tipis mendengar masakanku dipuji oleh adik iparku. Dan tak berapa lama kemudian, Caca pun memanggil ibunya untuk makan bersama, sementara aku juga berniat untuk duduk dan makan bersama mereka. "Ayo, Bu. Kita makan dulu.""Iya, Sayang."Mereka pun menyantap makanan buatanku dengan begitu lahap, sedangkan aku kini sudah duduk di sebuah kursi kosong yang ada di samping Caca. "Kamu ngapain duduk di situ?" tanya ibu mertuaku lengkap dengan tatapan mematikannya. Aku langsung tersentak kaget dan senyum tipis yang sempat kuukir tadi hilang begitu saja bagai ditelan bumi. "Aku mau makan sama kalian," jawabku dengan terbata sambil menatap Caca dan ibu mertuaku secara bergantian.Caca langsung menahan tawanya yang hampir lepas sambil memutar bola matanya ketika menatapku, sedangkan ibu mertua langsung menatapku dengan tatapan sinis sambil berkata, "Makan dengan kami? Heh ... mending kamu makan

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 3 Terima Kasih Orang Baik

    "Ada apa, Nak?" tanyanya dengan muka bingung. "Maaf, Bu kalau kedatangan saya mengganggu, saya hanya mau menawarkan diri, siapa atau ada lowongan pekerjaan di rumah ini, saya siap mengerjakannya, Bu. Apapun itu. Saya butuh uang, Bu," ucapku dengan muka penuh harap. Wanita itu terdiam sejenak sambil menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang diriku. "Ada, Nak. Kebetulan Ibu butuh tukang cuci baju, pinggang Ibu sudah gak kuat nih. Jadi, kalau kamu mau, ayo masuk!" ucap wanita itu dengan ramah. Aku langsung tersenyum bahagia sambil menghela nafas lega karena setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan juga. Meskipun hanya sebagai buruh cuci, tetapi aku sudah sangat mensyukurinya. Kami pun berjalan memasuki rumah yang cukup luas itu. Rumah itu memang luas, tetapi nampak sepi. Tak ada seorang pun yang aku lihat dalam rumah itu selain wanita paruh baya tersebut. "Ini cuciannya, jangan terlalu disikat ya. Dan ini jangan disik

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 2 Seperti Pengemis

    Aku masih tidak menyangka ibu mertuaku akan berlaku seperti itu padaku. Padahal, aku sudah membantunya sewaktu kesusahan dulu, tetapi kenapa sekarang dia tidak membantuku disaat kesusahan seperti ini?Apa dia cuma pencitraan di depan Mas Rendy? Aku sangat kecewa dalam hati, padahal saat ini aku sedang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan Aira, anakku. Aku memilih duduk sejenak di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong dan tanpa kusadari, air mataku bergulir begitu saja."Terus, aku harus bagaimana sekarang? Susu dan popok Aira sudah habis."Aku terus menatap wajah lugu anakku yang sedang tertidur pulas. Hingga tak berapa lama kemudian, aku memutuskan untuk menghampiri ibu mertuaku. Dengan terpaksa aku menurunkan gengsiku.Langkahku semakin kupercepat saat melihat ibu mertuaku duduk santai di ruang keluarga menikmati acara televisi."Semoga saja Ibu mau memberikan uang itu lagi. Kalau memang harus dipinjam, gak apa-apa. Nanti setelah Mas Rendy gajian aku bayar," ucapku dengan nada pe

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status