Home / Rumah Tangga / Jangan Remehkan Aku, Mas! / Bab 2 Seperti Pengemis

Share

Bab 2 Seperti Pengemis

Author: QueenSel
last update Last Updated: 2023-06-09 07:33:24

Aku masih tidak menyangka ibu mertuaku akan berlaku seperti itu padaku. Padahal, aku sudah membantunya sewaktu kesusahan dulu, tetapi kenapa sekarang dia tidak membantuku disaat kesusahan seperti ini?

Apa dia cuma pencitraan di depan Mas Rendy? Aku sangat kecewa dalam hati, padahal saat ini aku sedang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan Aira, anakku. Aku memilih duduk sejenak di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong dan tanpa kusadari, air mataku bergulir begitu saja.

"Terus, aku harus bagaimana sekarang? Susu dan popok Aira sudah habis."

Aku terus menatap wajah lugu anakku yang sedang tertidur pulas. Hingga tak berapa lama kemudian, aku memutuskan untuk menghampiri ibu mertuaku. Dengan terpaksa aku menurunkan gengsiku.

Langkahku semakin kupercepat saat melihat ibu mertuaku duduk santai di ruang keluarga menikmati acara televisi.

"Semoga saja Ibu mau memberikan uang itu lagi. Kalau memang harus dipinjam, gak apa-apa. Nanti setelah Mas Rendy gajian aku bayar," ucapku dengan nada pelan.

Belum sempat aku berbicara, tetapi ibu mertuaku langsung menatapku dengan tatapan sinis seolah ingin memakanku saja. Namun, aku masih berusaha untuk tidak peduli hal itu demi kebutuhan anakku.

"Kamu mau apa? Di dapur masih banyak piring kotor," ucapnya dengan nada sinis.

"Iya, Bu. Aku akan bersihkan."

Agar lebih sopan dalam meminta sesuatu, aku pun memutuskan untuk duduk di kursi kecil yang tak jauh darinya. Dengan gayaku yang lugu dan terkesan seperti pengemis, aku merendah di hadapannya.

"Maaf, Bu. Aku mau minta tolong sama Ibu."

"Minta tolong apa? Langsung aja pada intinya, aku lagi malas ngomong sama kamu," jawabnya tanpa menatapku sedikitpun.

"Aku butuh uang untuk kebutuhan Aira, Bu. Kalau memang Ibu keberatan, aku akan ganti uang Ibu setelah Mas Randy gajian. Yang penting saat ini aku bisa beli susu dan popok untuk Aira, Bu," ucapku panjang lebar dengan muka memohon.

Ibu mertuaku hanya terdiam seribu bahasa sambil mencomot cemilan yang ada di depannya. Ia sama sekali tidak menganggap kehadiranku di sini karena hanya sibuk dengan aktivitasnya. Sedangkan adik iparku, sedari tadi hanya diam dan menatapku dengan tatapan sinis.

Cukup lama aku tidak mendapat respon, namun aku tidak menyerah demi memenuhi kebutuhan anakku.

"Bu, bisa, kan? Aku mohon, Bu!"

"Mau duit? MAKANYA KERJA!"

"Enak aja main minta. Kamu pikir cari duit itu gampang? Awas ya kalau kamu sampai ngadu sama Rendy kalau Ibu ambil lagi uang itu, Ibu tidak segan-segan mengusir kamu dari rumah ini," ucapnya lagi dengan nada mengancam sambil menunjuk ke arahku.

Aku hanya bisa menunduk dan menangis dalam hati. Mau bagaimana lagi?

Menangis meraung-raung di depannya tidak membuat dia kasihan padaku. Yang ada, mereka malah menghardikku habis-habisan. Dengan berat hati, aku pun bergegas berdiri dari dudukku dan berjalan menuju kamar.

Namun, saat berada di tengah jalan, tiba-tiba saja adik iparku berteriak dan berkata, "Mbak, masakin kita makanan dong. Kita lapar nih."

"Tapi, aku mau ke rumah ibuku dulu buat minta uang. Kasihan Aira bangun tidur susunya udah habis," jawabku yang masih berusaha tenang.

"Kamu nih ya, kalau disuruh tuh jangan ngelawan. CEPAT SANA MASAK!" teriak ibu mertuaku dan diiringi tawa kemenangan dari adik iparku.

Aku memilih untuk mengalah saja dan memutuskan untuk membuatkan mereka makanan. Mau sekuat apapun aku melawan mereka juga sama sekali tidak ada gunanya. Yang terpenting, ada satu hal yang aku pendam dalam diriku.

Suatu saat, ketika aku sudah bisa bekerja dan punya uang sendiri, aku akan meninggalkan rumah ini, kalau bisa meninggalkan Mas Rendy juga. Aku sungguh tidak tahan tinggal di rumah yang seperti neraka ini. Mereka memperlakukanku seperti seorang pembantu, padahal aku adalah menantu di rumah ini.

Kini, air mataku tak mampu kubendung lagi. Hatiku sungguh hancur mendapat perlakuan seperti ini, padahal aku sudah rela meninggalkan keluargaku yang begitu menyayangiku demi hidup bersama mereka.

"Sakit banget ya Allah. Tolong berikan hamba kekuatan menghadapi ini semua, hamba yakin di depan sana akan ada hal-hal yang jauh lebih indah untukku, makanya engkau memberiku cobaan yang begitu besar. Hiks ... hiks ... hiks ..."

Sambil memasak, aku juga menangis. Aku harus memutar otak sekarang demi memenuhi kebutuhan hidup anakku, kebutuhanku masih bisa ditunda, sedangkan anakku tidak demikian.

Setelah beberapa menit bergelut di dapur, akhirnya makanan buatanku jadi juga. Dengan cepat aku menuangkannya ke dalam mangkuk karena sejak tadi ibu mertua dan adik iparku sudah memanggil dengan suara melengking khas penghuni neraka.

"Lama banget sih, udah kayak siput aja yang masak," hardik adik iparku dan langsung duduk di kursi meja makan bersama ibu mertuaku.

Aku hanya menghela nafas dan memilih untuk tidak menanggapi ucapan mereka. Tanpa sepatah kata, aku langsung meninggalkan mereka dengan rasa kesal yang bercampur aduk dengan rasa marah.

Aku terus berjalan mondar-mandir di dalam kamar memikirkan caranya mendapatkan uang. Aku juga malu karena baru-baru sudah meminta uang pada orang tuaku, aku kasihan pada mereka yang sampai saat ini masih menanggung bebanku, padahal mereka juga mendapatkan keuntungan dari warungnya saja.

"Sebaiknya aku cari pekerjaan aja deh. Gak enak minta terus sama ibu. Terserah pekerjaan apapun itu asalkan halal dan bisa menghasilkan uang," gumamku dan segera bersiap-siap.

Ya, aku memutuskan untuk bekerja apa saja yang penting bisa menghasilkan uang dan selama pekerjaan itu halal.

Setelah selesai berpakaian, aku langsung mengambil Aira yang sedari sudah bangun sejak tadi dan membawanya keluar kamar. Mungkin, ibu mertuaku tidak keberatan jika menjaga Aira.

Aku melihat ke meja makan dan ternyata mereka sudah selesai makan, namun seperti biasa, piring kotornya tetap saja berada di atas meja yang berarti mengharapkan aku yang membersihkannya.

"Bu, tolong jagain Aira bentar ya. Aku mau ke luar dulu."

"Sekalian belanja kebutuhan dapur! Pakai uang dari ibumu saja!" jawab ibu dengan santainya sambil mengambil alih Aira dariku.

Aku hanya diam dan menghela nafas panjang, tanpa sepatah kata aku langsung meninggalkan mereka. Namun, baru saja aku melangkahkan kaki, adik iparku kembali menghentikanku.

"Eits, sebelum pergi, Mbak bersihin dulu deh piring bekas kita makan. Kalau bukan Mbak yang bersihkan, siapa lagi? Aku gak mau tangaku ini kotor, baru perawatan kuku soalnya," jelasnya panjang lebar.

Lagi-lagi aku hanya diam dan menuruti ucapannya. Meskipun aku kesal, tetapi aku tetap mengerjakannya karena kalau tidak, justru masalahnya akan semakin merambat ke mana-mana yang nantinya tetap aku yang disalahkan.

***

Aku terus berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain menawarkan diri untuk mencari pekerjaan. Aku mengesampingkan rasa gengsi dan egoku demi memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

Sampai pada akhirnya, aku singgah di sebuah rumah yang terbilang cukup mewah. Ini adalah rumah yang kesekian kalinya aku kunjungi. Aku menghela nafas sejenak agar bisa lebih tenang ketika berhadapan langsung dengan sang pemilik rumah. Bagaimana tidak, sebelum-sebelumnya aku mendapat penolakan dengan kata-kata tajam dari mulutnya. 

Tok ... tok ... tok ... 

Kuketuk pintu itu dengan pelan dan berharap pemilik rumahnya ada di dalam dan segera keluar. Saat aku hendak mengetuk pintu lagi, tiba-tiba saja pintu rumah itu terbuka dan menampakkan wanita berusia renta di sana. 

Related chapters

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 3 Terima Kasih Orang Baik

    "Ada apa, Nak?" tanyanya dengan muka bingung. "Maaf, Bu kalau kedatangan saya mengganggu, saya hanya mau menawarkan diri, siapa atau ada lowongan pekerjaan di rumah ini, saya siap mengerjakannya, Bu. Apapun itu. Saya butuh uang, Bu," ucapku dengan muka penuh harap. Wanita itu terdiam sejenak sambil menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang diriku. "Ada, Nak. Kebetulan Ibu butuh tukang cuci baju, pinggang Ibu sudah gak kuat nih. Jadi, kalau kamu mau, ayo masuk!" ucap wanita itu dengan ramah. Aku langsung tersenyum bahagia sambil menghela nafas lega karena setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan juga. Meskipun hanya sebagai buruh cuci, tetapi aku sudah sangat mensyukurinya. Kami pun berjalan memasuki rumah yang cukup luas itu. Rumah itu memang luas, tetapi nampak sepi. Tak ada seorang pun yang aku lihat dalam rumah itu selain wanita paruh baya tersebut. "Ini cuciannya, jangan terlalu disikat ya. Dan ini jangan disik

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 4 Siapa Wanita itu?

    "Wah, enak banget makanannya," puji Caca dan segera duduk di kursi meja makan. Aku hanya tersenyum tipis mendengar masakanku dipuji oleh adik iparku. Dan tak berapa lama kemudian, Caca pun memanggil ibunya untuk makan bersama, sementara aku juga berniat untuk duduk dan makan bersama mereka. "Ayo, Bu. Kita makan dulu.""Iya, Sayang."Mereka pun menyantap makanan buatanku dengan begitu lahap, sedangkan aku kini sudah duduk di sebuah kursi kosong yang ada di samping Caca. "Kamu ngapain duduk di situ?" tanya ibu mertuaku lengkap dengan tatapan mematikannya. Aku langsung tersentak kaget dan senyum tipis yang sempat kuukir tadi hilang begitu saja bagai ditelan bumi. "Aku mau makan sama kalian," jawabku dengan terbata sambil menatap Caca dan ibu mertuaku secara bergantian.Caca langsung menahan tawanya yang hampir lepas sambil memutar bola matanya ketika menatapku, sedangkan ibu mertua langsung menatapku dengan tatapan sinis sambil berkata, "Makan dengan kami? Heh ... mending kamu makan

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

    "Kamu ngapain sih main angkat telpon orang aja. Gak hargain privasi orang banget," ucap Mas Rendy yang langsung merebut benda pipih itu dariku. Aku langsung tersentak kaget dan beralih menatap Mas Rendy dengan tatapan curiga, namun tatapanku hanya dibalas dengan tatapan sinis tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. "Namanya Wilson, kok suara cewek, Mas? Dan kenapa dia manggil kamu sayang?" tanyaku dengan penuh curiga dan perasaan yang sudah tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. "Bukan urusan kamu juga, ini tuh istrinya teman aku. Mungkin si Wilson butuh bantuanku," jawabnya dengan nada tinggi lengkap dengan tatapan sinisnya. Tanpa menunggu tanggapan dariku, ia langsung berlalu begitu saja keluar kamar dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedangkan aku, masih setia berdiri di tempat dengan pikiran yang semakin tak karuan. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku menaruh curiga pada Mas Rendy kalau sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu dariku. "Apa mungkin Mas Rendy mengkhianatiku?

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 6 Mereka Merendahkanku

    Aku memilih untuk tidak mempedulikannya, aku langsung memasukkan makanan ke dalam piringku dan menyantapnya. Meskipun mendapatkan tatapan sinis, tetapi aku masih bisa menikmati makanannya. Bukan karena siapa, tetapi demi anakku juga. Sepanjang aku makan, mereka terus saja memperhatikan gerak-gerikku seolah sedang memperhatikan pencuri yang sedang makan. Sebenarnya, aku juga merasa risih dengan hal itu, tetapi di sisi lain aku juga lapar, apalagi setelah ini aku harus berangkat kerja. "Katanya kamu sudah kerja?" tanya ibu mertuaku setelah sekian lama terdiam. "Iya, Bu." "Kerja apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam dan menatap ibu mertuaku dengan tatapan lirih lalu menatap kembali ke arah Mas Rendy. Aku tahu kalau sebenarnya ibu mertuaku sudah tahu pekerjaanku dari Mas Rendy, tetapi sepertinya dia ingin kembali merendahkanku. "Buruh cuci, Bu." "Ewww ... jijik banget sih jadi buruh cuci. Kok mau kerja kayak gitu sih, Mbak? Nggak guna banget ijazah dan gelar sarjanan

    Last Updated : 2023-06-26
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 7 Tangisan Anakku

    Wanita tua itu hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Hehe, begitupun dengan Ibu, Nak. Tetapi, semakin lama Ibu juga mulai terbiasa dengan rasa sepi ini." Aku kembali tersenyum memberikan semangat pada Ibu Maria. Sangat kasihan karena ternyata dia memendam lukanya seorang diri. Ditambah lagi dengan dirinya yang hanya tinggal sendiri membuat ia semakin kesepian. "Ibu tenang saja, aku akan tetap bekerja sama Ibu jika Ibu berkenan menerima aku. aku akan selalu menemani Ibu," ucapku dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Nak. Pasti, selama kamu ada di sini, hidup Ibu jadi sedikit lebih berwarna." Aku hanya tersenyum dan segera melanjutkan makanku. Kini suasana menjadi hening, tak ada lagi obrolan di antara kami. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang terdengar karena kami fokus menikmati santapan makan siang itu. Setelah beberapa lama, akhirnya kami selesai juga makan siang. Aku langsung membersihkan meja makan itu lalu mencuci piring, meskipun awalnya Ibu Maria menolak karena

    Last Updated : 2023-06-27
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 8 Suamiku Pengkhianat

    "Semakin lama kamu kok semakin kasar sama aku sih, Mas? Apa ia kamu gak cinta lagi sama aku?" gumamku sambil menahan tangis. Aku pun menghela nafas kasar dan berusaha untuk tidak terfokus dengan masalah itu. Aku memilih berjalan menuju dapur membuat makanan untuk makan malam nanti. Seperti biasa, aku sudah tidak protes lagi dengan hal ini karena pekerjaan ini sudah menjadi kewajibanku.***"Iya, aku akan segera ke sana. Sabar dong, ini lagi di jalan," ucap Mas Rendy sambil berjalan menuruni tangga. Aku yang mendengar obrolan melalui sambungan teleponnya itu langsung menatap dengan tatapan aneh. Entah kenapa, saat ini perasaanku sangat tidak enak tiap kali Mas Rendy menerima telepon. Aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku."Mas, kamu nanti pulang jam berapa?" tanyaku. "Nggak tau.""Aku udah masakin makanan kesukaan kamu loh.""kamu makan sendiri aja, gak usah nungguin aku. Kayaknya aku akan pulang larut malam," jawabnya dengan ketus. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas ke

    Last Updated : 2023-06-28
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 9 Suamiku Berkhianat

    "Ceritanya panjang. Pokoknya nyesek banget kalau aku harus ceritain sekarang."Indah, merupakan sahabat Mira sejak duduk di bangku SMA. Selama ini, segala macam kisah hidup Mira diketahui oleh Indah, namun semenjak Mira menikah, mereka jadi jarang bersama lagi karena sibuk dengan urusan masing-masing.Indah yang saat ini masih berstatus single dan kerja di perusahaan ternama membuat ia jadi jarang punya banyak waktu untuk nongkrong. Sebagian besar waktunya ia habiskan dengan bekerja.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Indah sampai juga di restoran ternama yang kebanyakan dikunjungi oleh konglomerat saja. Sebenarnya, aku sempat tidak percaya bahwa Mas Rendy ada dalam restoran itu karena selama aku sama dia, dia tidak pernah ke sana dnegan alasan bayaran yang cukup fantastis."Apa kamu yakin Mas Rendy ada di sini?" tanyaku seolah tak percaya."Iya, Mira. Soalnya tadi aku makan di dalam sama rekan kerjaku, eh lihat dia dong sama cewek."Sebelum masuk ke restoran itu, aku

    Last Updated : 2023-06-29
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 10 Tuduhan Mertuaku

    PLAKKK ...Aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi hingga satu tamparan mendarat dengan sempurna di wajah Mas Rendy. Hal itu yang membuat orang-orang yang ada di sana menoleh ke arahku, sedangkan wajah Mas Rendy kini kian memerah. Saat ia hendak melayangkan pukulan kepadaku, tiba-tiba saja Angel menahannya."SIALAN!""Mas, udah. Jangan buat keributan di sini, malu diliatin orang," ucap Angel sambil menahan lengan Mas Rendy.Seketika raut wajah Mas Rendy berubah melihat wanita itu, terlihat sangat penurut dan persis dengan apa yang dilakukan dulu padaku sebelum nasib naas itu menimpaku."Lagian, kamu jadi istri sadar diri juga dong. Kalau udah gak diminati sama suami ya mending pergi aja, berikan dia kebebasan," ucap Angel kemudian sambil mendorong tubuhku.Saat aku hendak menjambak rambut wanita itu, tiba-tiba saja Indah sahabatku datang dan menahanku. Memang, ini sungguh sangat memalukan karena berdebat di tempat umum yang mungkin membuat orang lain merasa tidak nyaman."Mira, u

    Last Updated : 2023-07-01

Latest chapter

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 10 Tuduhan Mertuaku

    PLAKKK ...Aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi hingga satu tamparan mendarat dengan sempurna di wajah Mas Rendy. Hal itu yang membuat orang-orang yang ada di sana menoleh ke arahku, sedangkan wajah Mas Rendy kini kian memerah. Saat ia hendak melayangkan pukulan kepadaku, tiba-tiba saja Angel menahannya."SIALAN!""Mas, udah. Jangan buat keributan di sini, malu diliatin orang," ucap Angel sambil menahan lengan Mas Rendy.Seketika raut wajah Mas Rendy berubah melihat wanita itu, terlihat sangat penurut dan persis dengan apa yang dilakukan dulu padaku sebelum nasib naas itu menimpaku."Lagian, kamu jadi istri sadar diri juga dong. Kalau udah gak diminati sama suami ya mending pergi aja, berikan dia kebebasan," ucap Angel kemudian sambil mendorong tubuhku.Saat aku hendak menjambak rambut wanita itu, tiba-tiba saja Indah sahabatku datang dan menahanku. Memang, ini sungguh sangat memalukan karena berdebat di tempat umum yang mungkin membuat orang lain merasa tidak nyaman."Mira, u

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 9 Suamiku Berkhianat

    "Ceritanya panjang. Pokoknya nyesek banget kalau aku harus ceritain sekarang."Indah, merupakan sahabat Mira sejak duduk di bangku SMA. Selama ini, segala macam kisah hidup Mira diketahui oleh Indah, namun semenjak Mira menikah, mereka jadi jarang bersama lagi karena sibuk dengan urusan masing-masing.Indah yang saat ini masih berstatus single dan kerja di perusahaan ternama membuat ia jadi jarang punya banyak waktu untuk nongkrong. Sebagian besar waktunya ia habiskan dengan bekerja.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Indah sampai juga di restoran ternama yang kebanyakan dikunjungi oleh konglomerat saja. Sebenarnya, aku sempat tidak percaya bahwa Mas Rendy ada dalam restoran itu karena selama aku sama dia, dia tidak pernah ke sana dnegan alasan bayaran yang cukup fantastis."Apa kamu yakin Mas Rendy ada di sini?" tanyaku seolah tak percaya."Iya, Mira. Soalnya tadi aku makan di dalam sama rekan kerjaku, eh lihat dia dong sama cewek."Sebelum masuk ke restoran itu, aku

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 8 Suamiku Pengkhianat

    "Semakin lama kamu kok semakin kasar sama aku sih, Mas? Apa ia kamu gak cinta lagi sama aku?" gumamku sambil menahan tangis. Aku pun menghela nafas kasar dan berusaha untuk tidak terfokus dengan masalah itu. Aku memilih berjalan menuju dapur membuat makanan untuk makan malam nanti. Seperti biasa, aku sudah tidak protes lagi dengan hal ini karena pekerjaan ini sudah menjadi kewajibanku.***"Iya, aku akan segera ke sana. Sabar dong, ini lagi di jalan," ucap Mas Rendy sambil berjalan menuruni tangga. Aku yang mendengar obrolan melalui sambungan teleponnya itu langsung menatap dengan tatapan aneh. Entah kenapa, saat ini perasaanku sangat tidak enak tiap kali Mas Rendy menerima telepon. Aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku."Mas, kamu nanti pulang jam berapa?" tanyaku. "Nggak tau.""Aku udah masakin makanan kesukaan kamu loh.""kamu makan sendiri aja, gak usah nungguin aku. Kayaknya aku akan pulang larut malam," jawabnya dengan ketus. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas ke

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 7 Tangisan Anakku

    Wanita tua itu hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Hehe, begitupun dengan Ibu, Nak. Tetapi, semakin lama Ibu juga mulai terbiasa dengan rasa sepi ini." Aku kembali tersenyum memberikan semangat pada Ibu Maria. Sangat kasihan karena ternyata dia memendam lukanya seorang diri. Ditambah lagi dengan dirinya yang hanya tinggal sendiri membuat ia semakin kesepian. "Ibu tenang saja, aku akan tetap bekerja sama Ibu jika Ibu berkenan menerima aku. aku akan selalu menemani Ibu," ucapku dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Nak. Pasti, selama kamu ada di sini, hidup Ibu jadi sedikit lebih berwarna." Aku hanya tersenyum dan segera melanjutkan makanku. Kini suasana menjadi hening, tak ada lagi obrolan di antara kami. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang terdengar karena kami fokus menikmati santapan makan siang itu. Setelah beberapa lama, akhirnya kami selesai juga makan siang. Aku langsung membersihkan meja makan itu lalu mencuci piring, meskipun awalnya Ibu Maria menolak karena

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 6 Mereka Merendahkanku

    Aku memilih untuk tidak mempedulikannya, aku langsung memasukkan makanan ke dalam piringku dan menyantapnya. Meskipun mendapatkan tatapan sinis, tetapi aku masih bisa menikmati makanannya. Bukan karena siapa, tetapi demi anakku juga. Sepanjang aku makan, mereka terus saja memperhatikan gerak-gerikku seolah sedang memperhatikan pencuri yang sedang makan. Sebenarnya, aku juga merasa risih dengan hal itu, tetapi di sisi lain aku juga lapar, apalagi setelah ini aku harus berangkat kerja. "Katanya kamu sudah kerja?" tanya ibu mertuaku setelah sekian lama terdiam. "Iya, Bu." "Kerja apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam dan menatap ibu mertuaku dengan tatapan lirih lalu menatap kembali ke arah Mas Rendy. Aku tahu kalau sebenarnya ibu mertuaku sudah tahu pekerjaanku dari Mas Rendy, tetapi sepertinya dia ingin kembali merendahkanku. "Buruh cuci, Bu." "Ewww ... jijik banget sih jadi buruh cuci. Kok mau kerja kayak gitu sih, Mbak? Nggak guna banget ijazah dan gelar sarjanan

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

    "Kamu ngapain sih main angkat telpon orang aja. Gak hargain privasi orang banget," ucap Mas Rendy yang langsung merebut benda pipih itu dariku. Aku langsung tersentak kaget dan beralih menatap Mas Rendy dengan tatapan curiga, namun tatapanku hanya dibalas dengan tatapan sinis tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. "Namanya Wilson, kok suara cewek, Mas? Dan kenapa dia manggil kamu sayang?" tanyaku dengan penuh curiga dan perasaan yang sudah tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. "Bukan urusan kamu juga, ini tuh istrinya teman aku. Mungkin si Wilson butuh bantuanku," jawabnya dengan nada tinggi lengkap dengan tatapan sinisnya. Tanpa menunggu tanggapan dariku, ia langsung berlalu begitu saja keluar kamar dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedangkan aku, masih setia berdiri di tempat dengan pikiran yang semakin tak karuan. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku menaruh curiga pada Mas Rendy kalau sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu dariku. "Apa mungkin Mas Rendy mengkhianatiku?

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 4 Siapa Wanita itu?

    "Wah, enak banget makanannya," puji Caca dan segera duduk di kursi meja makan. Aku hanya tersenyum tipis mendengar masakanku dipuji oleh adik iparku. Dan tak berapa lama kemudian, Caca pun memanggil ibunya untuk makan bersama, sementara aku juga berniat untuk duduk dan makan bersama mereka. "Ayo, Bu. Kita makan dulu.""Iya, Sayang."Mereka pun menyantap makanan buatanku dengan begitu lahap, sedangkan aku kini sudah duduk di sebuah kursi kosong yang ada di samping Caca. "Kamu ngapain duduk di situ?" tanya ibu mertuaku lengkap dengan tatapan mematikannya. Aku langsung tersentak kaget dan senyum tipis yang sempat kuukir tadi hilang begitu saja bagai ditelan bumi. "Aku mau makan sama kalian," jawabku dengan terbata sambil menatap Caca dan ibu mertuaku secara bergantian.Caca langsung menahan tawanya yang hampir lepas sambil memutar bola matanya ketika menatapku, sedangkan ibu mertua langsung menatapku dengan tatapan sinis sambil berkata, "Makan dengan kami? Heh ... mending kamu makan

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 3 Terima Kasih Orang Baik

    "Ada apa, Nak?" tanyanya dengan muka bingung. "Maaf, Bu kalau kedatangan saya mengganggu, saya hanya mau menawarkan diri, siapa atau ada lowongan pekerjaan di rumah ini, saya siap mengerjakannya, Bu. Apapun itu. Saya butuh uang, Bu," ucapku dengan muka penuh harap. Wanita itu terdiam sejenak sambil menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang diriku. "Ada, Nak. Kebetulan Ibu butuh tukang cuci baju, pinggang Ibu sudah gak kuat nih. Jadi, kalau kamu mau, ayo masuk!" ucap wanita itu dengan ramah. Aku langsung tersenyum bahagia sambil menghela nafas lega karena setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan juga. Meskipun hanya sebagai buruh cuci, tetapi aku sudah sangat mensyukurinya. Kami pun berjalan memasuki rumah yang cukup luas itu. Rumah itu memang luas, tetapi nampak sepi. Tak ada seorang pun yang aku lihat dalam rumah itu selain wanita paruh baya tersebut. "Ini cuciannya, jangan terlalu disikat ya. Dan ini jangan disik

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 2 Seperti Pengemis

    Aku masih tidak menyangka ibu mertuaku akan berlaku seperti itu padaku. Padahal, aku sudah membantunya sewaktu kesusahan dulu, tetapi kenapa sekarang dia tidak membantuku disaat kesusahan seperti ini?Apa dia cuma pencitraan di depan Mas Rendy? Aku sangat kecewa dalam hati, padahal saat ini aku sedang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan Aira, anakku. Aku memilih duduk sejenak di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong dan tanpa kusadari, air mataku bergulir begitu saja."Terus, aku harus bagaimana sekarang? Susu dan popok Aira sudah habis."Aku terus menatap wajah lugu anakku yang sedang tertidur pulas. Hingga tak berapa lama kemudian, aku memutuskan untuk menghampiri ibu mertuaku. Dengan terpaksa aku menurunkan gengsiku.Langkahku semakin kupercepat saat melihat ibu mertuaku duduk santai di ruang keluarga menikmati acara televisi."Semoga saja Ibu mau memberikan uang itu lagi. Kalau memang harus dipinjam, gak apa-apa. Nanti setelah Mas Rendy gajian aku bayar," ucapku dengan nada pe

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status