Home / Rumah Tangga / Jangan Remehkan Aku, Mas! / Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

Share

Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

Author: QueenSel
last update Last Updated: 2023-06-09 12:36:02

"Kamu ngapain sih main angkat telpon orang aja. Gak hargain privasi orang banget," ucap Mas Rendy yang langsung merebut benda pipih itu dariku. 

Aku langsung tersentak kaget dan beralih menatap Mas Rendy dengan tatapan curiga, namun tatapanku hanya dibalas dengan tatapan sinis tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. 

"Namanya Wilson, kok suara cewek, Mas? Dan kenapa dia manggil kamu sayang?" tanyaku dengan penuh curiga dan perasaan yang sudah tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. 

"Bukan urusan kamu juga, ini tuh istrinya teman aku. Mungkin si Wilson butuh bantuanku," jawabnya dengan nada tinggi lengkap dengan tatapan sinisnya. 

Tanpa menunggu tanggapan dariku, ia langsung berlalu begitu saja keluar kamar dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedangkan aku, masih setia berdiri di tempat dengan pikiran yang semakin tak karuan. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku menaruh curiga pada Mas Rendy kalau sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu dariku. 

"Apa mungkin Mas Rendy mengkhianatiku? Apa itu salah satu alasan ia berubah kepadaku?" tanyaku dengan muka bingung. 

Aku pun menghela nafas sejenak dan berusaha untuk tetap berpikir positif mengenai Mas Rendy, meskipun terasa cukup sulit. 

"Sudahlah, aku gak usah pikirkan dalam-dalam karena itu akan membuat hubunganku dengan Mas Rendy akan semakin merenggang saja. Kalaupun dia melakukan itu, pasti akan mendapatkan karma dan bangkainya akan tercium sendiri," gumamku sambil beberapa kali menghela nafas. 

Aku terus berusaha mensugesti diri sendiri untuk tidak berpikiran negatif mengenai Mas Rendy. Bukan karena apa, jika aku fokus memikirkan hal itu, maka hatiku pasti akan semakin hancur dan ada kemungkinan perceraian itu akan terjadi dalam rumah tanggaku. 

Sampai pada akhirnya, aku memilih untuk pasrah saja dengan apa yang terjadi. Aku yakin kalau semuanya akan terbongkar dengan sendirinya meskipun tanpa aku cari tahu. Tuhan itu maha adil dan aku percaya bahwa hukum karma itu ada. 

Aku pun memilih untuk tidur saja dan tidak mau lagi memikirkan siapa yang Mas Rendy menemaninya telepon sampai selama itu. Jahe hangat yang kubuatkan tadi pun sudah mulai dingin karena sampai saat ini belum disentuh juga. Tanpa menunggu waktu lama, aku langsung merebahkan tubuhku di atas tempat tidur dan bersiap untuk tidur. 

***

Di pagi hari, seperti biasa aku bangun lebih awal dari semua orang yang ada di rumah itu. Aku mengerjakan semua pekerjaan rumah, mulai dari membuat sarapan, sampai menyiapkan pakaian untuk Mas Rendy juga aku lakukan. Kadang aku ingin mengeluh dan berteriak sekencang-kencangnya karena merasa lelah dengan kehidupan yang kujalani. 

Aku seolah dijadikan sebagai pembantu di rumah ini tanpa gaji, belum lagi beban mereka yang harus ikut ditanggung padahal anak sudah berkeluarga. Tetapi, aku menanamkan dalam diirku bahwa suatu saat nanti aku bisa memiliki segalanya dengan hasil dari keringatku sendiri. 

Aku yakin kalau kehidupanku yang seperti ini tidak selamanya berada di bawah, ada kalanya aku diberi kesempatan untuk memiliki segalanya. Aku akan berusaha keras untuk meraih itu semua. Masa depan anakku harus cerah, dan tidak seperti diriku.

Saat aku masuk ke kamar, lagi-lagi Mas Rendy tidak ada di sana. Aku terus mengedarkan pandangan mencari keberadannya, namun tidak ada juga. Sampai pada akhirnya, tatapanku terhenti di sebuah balkon yang ada di kamarku. 

Dari kejauhan, aku melihat Mas Rendy di sana sedang menelpon seseorang sambil tersenyum bahagia. Senyumnya tak pernah pudar yang justru membuatku jadi penasaran dengan apa yang sebenarnya mereka bicarakan sampai Mas Rendy terlihat bahagia seperti itu. 

Saat aku hendak membangunkan Aira dari tidurnya, tiba-tiba saja aku mendengar sesuatu yang sangat melukai hatiku. 

"Nanti setelah aku pulang kerja, kita lanjut ya, Sayang," ucap Mas Rendy. 

Aku langsung menghentikan langkahku dan kuurungkan niatku sejenak untuk mengambil Aira dari tidurnya. Bukan karena apa, saat ini tubuhku terasa lemas mendengar panggilan mesra dari suamiku sendiri yang seolah sedang menjalin hubungan dengan wanita lain. 

"Apa sih yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Mas? Kenapa saat ini pikiranku sulit untuk diajak kompromi lagi?" gumamku sambil memegangi kepala.

"Sabar, Mira. Semua akan terbongkar pada masanya, semakin kamu menuntut dia untuk jujur, maka semakin besar pula kebohongan yang akan ia tujukkkan kepadamu di kemudian hari."

Seperti biasa, aku terus mensugesti diri sendiri, menyemangati agar tetap bisa berpikir positif terhadap suamiku sendiri. Hingga tak berapa lama kemudian, Mas Rendy pun kembali dan ia sama sekali tidak peduli denganku. 

Seketika senyum yang ia tampakkan tadi hilang begitu saja bagai ditelan bumi, kini mukanya saja terlihat sangat dingin. 

"Hari ini aku mau lembur, jadi kamu gak usah nunggu aku pulang cepat!" ucap Mas Rendy sambil memperbaiki penampilannya di depan cermin. 

"Iya, hari ini aku juga mulai bekerja," ucapku dengan wajah yang berusaha aku buat setenang mungkin. 

Mas Rendy langsung mendongakkan kepala menatapku dengan tatapan bahagia sambil berkata, "Beneran? Kamu kerja di mana? Berapa gajinya?"

Ia terus saja melontarkan pertanyaan secara bertubi-tubi yang membuat aku kebingungan sendiri harus menjawab yang mana dulu. Dan di sisi lain juga aku sebenarnya malu mengatakan kalau aku hanya bekerja sebagai buruh cuci, tetapi mau bagaimana lagi, memang faktanya sudah seperti itu. Aku juga tidak mau membuat Mas Rendy berekspektasi tinggi terhadapku. 

Aku langsung menghela nafas sambil berjalan menuju tempat tidur Aira dan berkata, "Aku bekerja jadi buruh cuci, Mas. Lumayanlah gajinya, bisa untuk makan sehari-hari," jawabku sambil tersenyum. 

"APA? Buruh Cuci?"

Raut wajah Mas Rendy langsung berubah dan kembali menatapku dengan tatapan sinis. 

"Aku kira kamu kembali kerja di perusahaan gitu. Memalukan banget kamu kerja gituan. Udah sekolah tinggi-tinggi malah jadi buruh cuci."

Deg ...

Seketika jantungku seolah berhenti berdetak mendengar ucapan Mas Rendy. Ucapannya kembali menyayat hatiku karena sama sekali usahaku tidak dihargai. 

"Maaf, Mas. Tetapi, itu pekerjaan yang halal jadi menurutku itu tidaklah memalukan," protesku. 

"Terserah lah, aku gak peduli. Cuma malu aja kalau sampai teman-temanku yang lain tahu kalau kamu seorang buruh cuci. Bisa-bisa aku diledek habis-habisan sama mereka," jelasnya panjang lebar. 

Kali ini aku memilih diam dan sama sekali tidak menanggapinya. Rasanya juga hanya buang-buang waktu dan tenaga. Aku lebih memilih membawa Aira ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena setelah ini aku akan berangkat kerja. 

Sepanjang memandikan anakku, aku terus saja menangis sesenggukan mengingat ucapan suamiku sendiri yang merendahkan aku sebagai istrinya.

***

Dari kejauhan, aku bisa melihat mereka sangat bahagia makan bertiga. Sejenak aku merasa kalau memang sampai saat ini keberadaanku tidak pernah dianggap oleh mereka. Yang selalu menganggapku ada dulu hanya ayah mertuaku, namun sayangnya tuhan lebih menyayanginya. 

Aku pun berjalan menghampiri meja makan sambil menggendong Aira dan bersiap untuk sarapan. Bukannya sambutan hangat yang kudapatkan, aku malah mendapat tatapan sinis dari mereka. Aku juga bingung kenapa mereka sampai sebenci itu padaku. 

Related chapters

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 6 Mereka Merendahkanku

    Aku memilih untuk tidak mempedulikannya, aku langsung memasukkan makanan ke dalam piringku dan menyantapnya. Meskipun mendapatkan tatapan sinis, tetapi aku masih bisa menikmati makanannya. Bukan karena siapa, tetapi demi anakku juga. Sepanjang aku makan, mereka terus saja memperhatikan gerak-gerikku seolah sedang memperhatikan pencuri yang sedang makan. Sebenarnya, aku juga merasa risih dengan hal itu, tetapi di sisi lain aku juga lapar, apalagi setelah ini aku harus berangkat kerja. "Katanya kamu sudah kerja?" tanya ibu mertuaku setelah sekian lama terdiam. "Iya, Bu." "Kerja apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam dan menatap ibu mertuaku dengan tatapan lirih lalu menatap kembali ke arah Mas Rendy. Aku tahu kalau sebenarnya ibu mertuaku sudah tahu pekerjaanku dari Mas Rendy, tetapi sepertinya dia ingin kembali merendahkanku. "Buruh cuci, Bu." "Ewww ... jijik banget sih jadi buruh cuci. Kok mau kerja kayak gitu sih, Mbak? Nggak guna banget ijazah dan gelar sarjanan

    Last Updated : 2023-06-26
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 7 Tangisan Anakku

    Wanita tua itu hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Hehe, begitupun dengan Ibu, Nak. Tetapi, semakin lama Ibu juga mulai terbiasa dengan rasa sepi ini." Aku kembali tersenyum memberikan semangat pada Ibu Maria. Sangat kasihan karena ternyata dia memendam lukanya seorang diri. Ditambah lagi dengan dirinya yang hanya tinggal sendiri membuat ia semakin kesepian. "Ibu tenang saja, aku akan tetap bekerja sama Ibu jika Ibu berkenan menerima aku. aku akan selalu menemani Ibu," ucapku dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Nak. Pasti, selama kamu ada di sini, hidup Ibu jadi sedikit lebih berwarna." Aku hanya tersenyum dan segera melanjutkan makanku. Kini suasana menjadi hening, tak ada lagi obrolan di antara kami. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang terdengar karena kami fokus menikmati santapan makan siang itu. Setelah beberapa lama, akhirnya kami selesai juga makan siang. Aku langsung membersihkan meja makan itu lalu mencuci piring, meskipun awalnya Ibu Maria menolak karena

    Last Updated : 2023-06-27
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 8 Suamiku Pengkhianat

    "Semakin lama kamu kok semakin kasar sama aku sih, Mas? Apa ia kamu gak cinta lagi sama aku?" gumamku sambil menahan tangis. Aku pun menghela nafas kasar dan berusaha untuk tidak terfokus dengan masalah itu. Aku memilih berjalan menuju dapur membuat makanan untuk makan malam nanti. Seperti biasa, aku sudah tidak protes lagi dengan hal ini karena pekerjaan ini sudah menjadi kewajibanku.***"Iya, aku akan segera ke sana. Sabar dong, ini lagi di jalan," ucap Mas Rendy sambil berjalan menuruni tangga. Aku yang mendengar obrolan melalui sambungan teleponnya itu langsung menatap dengan tatapan aneh. Entah kenapa, saat ini perasaanku sangat tidak enak tiap kali Mas Rendy menerima telepon. Aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku."Mas, kamu nanti pulang jam berapa?" tanyaku. "Nggak tau.""Aku udah masakin makanan kesukaan kamu loh.""kamu makan sendiri aja, gak usah nungguin aku. Kayaknya aku akan pulang larut malam," jawabnya dengan ketus. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas ke

    Last Updated : 2023-06-28
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 9 Suamiku Berkhianat

    "Ceritanya panjang. Pokoknya nyesek banget kalau aku harus ceritain sekarang."Indah, merupakan sahabat Mira sejak duduk di bangku SMA. Selama ini, segala macam kisah hidup Mira diketahui oleh Indah, namun semenjak Mira menikah, mereka jadi jarang bersama lagi karena sibuk dengan urusan masing-masing.Indah yang saat ini masih berstatus single dan kerja di perusahaan ternama membuat ia jadi jarang punya banyak waktu untuk nongkrong. Sebagian besar waktunya ia habiskan dengan bekerja.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Indah sampai juga di restoran ternama yang kebanyakan dikunjungi oleh konglomerat saja. Sebenarnya, aku sempat tidak percaya bahwa Mas Rendy ada dalam restoran itu karena selama aku sama dia, dia tidak pernah ke sana dnegan alasan bayaran yang cukup fantastis."Apa kamu yakin Mas Rendy ada di sini?" tanyaku seolah tak percaya."Iya, Mira. Soalnya tadi aku makan di dalam sama rekan kerjaku, eh lihat dia dong sama cewek."Sebelum masuk ke restoran itu, aku

    Last Updated : 2023-06-29
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 10 Tuduhan Mertuaku

    PLAKKK ...Aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi hingga satu tamparan mendarat dengan sempurna di wajah Mas Rendy. Hal itu yang membuat orang-orang yang ada di sana menoleh ke arahku, sedangkan wajah Mas Rendy kini kian memerah. Saat ia hendak melayangkan pukulan kepadaku, tiba-tiba saja Angel menahannya."SIALAN!""Mas, udah. Jangan buat keributan di sini, malu diliatin orang," ucap Angel sambil menahan lengan Mas Rendy.Seketika raut wajah Mas Rendy berubah melihat wanita itu, terlihat sangat penurut dan persis dengan apa yang dilakukan dulu padaku sebelum nasib naas itu menimpaku."Lagian, kamu jadi istri sadar diri juga dong. Kalau udah gak diminati sama suami ya mending pergi aja, berikan dia kebebasan," ucap Angel kemudian sambil mendorong tubuhku.Saat aku hendak menjambak rambut wanita itu, tiba-tiba saja Indah sahabatku datang dan menahanku. Memang, ini sungguh sangat memalukan karena berdebat di tempat umum yang mungkin membuat orang lain merasa tidak nyaman."Mira, u

    Last Updated : 2023-07-01
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 1 Cerita Bohong Tentangku

    “Mas, minta uang! Popok dan susu Aira udah habis,” pintaku.“Apa? Aku kan sudah kasi kamu uang seminggu yang lalu, apa itu belum cukup?” jawab Mas Rendy dengan nada tegasnya.“Kamu kasi aku 300 ribu, Mas. Itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.”“Kamu ini kalau belanja jangan boros, itu aku kasi kamu jatah untuk sebulan!”Dengan reflek, aku langsung mengerutkan kening mendengar pernyataan Mas Rendy. Bukan karena aku tak bersyukur, tetapi nominal uang segitu memang hanya cukup untuk beberapa hari saja. Belum lagi memenuhi kebutuhan anak.“Mas, itu hanya cukup untuk dua hari, belum lagi kebutuhan Aira. Kamu kan tahu kalau sekarang bahan pokok itu naik dan kamu kasi aku uang 300 ribu untuk sebulan? Ke mana gaji kamu semuanya?” protesku.Kali ini aku benar-benar geram pada Mas Rendy. Sudah cukup lama aku sabar menghadapi sikapnya seperti itu yang selalu memberiku uang bulanan hanya beberapa persen saja dari gajinya.“Aku juga punya kebutuhan lain, Mira. Aku mau nongkrong sama tema

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 2 Seperti Pengemis

    Aku masih tidak menyangka ibu mertuaku akan berlaku seperti itu padaku. Padahal, aku sudah membantunya sewaktu kesusahan dulu, tetapi kenapa sekarang dia tidak membantuku disaat kesusahan seperti ini?Apa dia cuma pencitraan di depan Mas Rendy? Aku sangat kecewa dalam hati, padahal saat ini aku sedang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan Aira, anakku. Aku memilih duduk sejenak di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong dan tanpa kusadari, air mataku bergulir begitu saja."Terus, aku harus bagaimana sekarang? Susu dan popok Aira sudah habis."Aku terus menatap wajah lugu anakku yang sedang tertidur pulas. Hingga tak berapa lama kemudian, aku memutuskan untuk menghampiri ibu mertuaku. Dengan terpaksa aku menurunkan gengsiku.Langkahku semakin kupercepat saat melihat ibu mertuaku duduk santai di ruang keluarga menikmati acara televisi."Semoga saja Ibu mau memberikan uang itu lagi. Kalau memang harus dipinjam, gak apa-apa. Nanti setelah Mas Rendy gajian aku bayar," ucapku dengan nada pe

    Last Updated : 2023-06-09
  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 3 Terima Kasih Orang Baik

    "Ada apa, Nak?" tanyanya dengan muka bingung. "Maaf, Bu kalau kedatangan saya mengganggu, saya hanya mau menawarkan diri, siapa atau ada lowongan pekerjaan di rumah ini, saya siap mengerjakannya, Bu. Apapun itu. Saya butuh uang, Bu," ucapku dengan muka penuh harap. Wanita itu terdiam sejenak sambil menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang diriku. "Ada, Nak. Kebetulan Ibu butuh tukang cuci baju, pinggang Ibu sudah gak kuat nih. Jadi, kalau kamu mau, ayo masuk!" ucap wanita itu dengan ramah. Aku langsung tersenyum bahagia sambil menghela nafas lega karena setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan juga. Meskipun hanya sebagai buruh cuci, tetapi aku sudah sangat mensyukurinya. Kami pun berjalan memasuki rumah yang cukup luas itu. Rumah itu memang luas, tetapi nampak sepi. Tak ada seorang pun yang aku lihat dalam rumah itu selain wanita paruh baya tersebut. "Ini cuciannya, jangan terlalu disikat ya. Dan ini jangan disik

    Last Updated : 2023-06-09

Latest chapter

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 10 Tuduhan Mertuaku

    PLAKKK ...Aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi hingga satu tamparan mendarat dengan sempurna di wajah Mas Rendy. Hal itu yang membuat orang-orang yang ada di sana menoleh ke arahku, sedangkan wajah Mas Rendy kini kian memerah. Saat ia hendak melayangkan pukulan kepadaku, tiba-tiba saja Angel menahannya."SIALAN!""Mas, udah. Jangan buat keributan di sini, malu diliatin orang," ucap Angel sambil menahan lengan Mas Rendy.Seketika raut wajah Mas Rendy berubah melihat wanita itu, terlihat sangat penurut dan persis dengan apa yang dilakukan dulu padaku sebelum nasib naas itu menimpaku."Lagian, kamu jadi istri sadar diri juga dong. Kalau udah gak diminati sama suami ya mending pergi aja, berikan dia kebebasan," ucap Angel kemudian sambil mendorong tubuhku.Saat aku hendak menjambak rambut wanita itu, tiba-tiba saja Indah sahabatku datang dan menahanku. Memang, ini sungguh sangat memalukan karena berdebat di tempat umum yang mungkin membuat orang lain merasa tidak nyaman."Mira, u

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 9 Suamiku Berkhianat

    "Ceritanya panjang. Pokoknya nyesek banget kalau aku harus ceritain sekarang."Indah, merupakan sahabat Mira sejak duduk di bangku SMA. Selama ini, segala macam kisah hidup Mira diketahui oleh Indah, namun semenjak Mira menikah, mereka jadi jarang bersama lagi karena sibuk dengan urusan masing-masing.Indah yang saat ini masih berstatus single dan kerja di perusahaan ternama membuat ia jadi jarang punya banyak waktu untuk nongkrong. Sebagian besar waktunya ia habiskan dengan bekerja.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Indah sampai juga di restoran ternama yang kebanyakan dikunjungi oleh konglomerat saja. Sebenarnya, aku sempat tidak percaya bahwa Mas Rendy ada dalam restoran itu karena selama aku sama dia, dia tidak pernah ke sana dnegan alasan bayaran yang cukup fantastis."Apa kamu yakin Mas Rendy ada di sini?" tanyaku seolah tak percaya."Iya, Mira. Soalnya tadi aku makan di dalam sama rekan kerjaku, eh lihat dia dong sama cewek."Sebelum masuk ke restoran itu, aku

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 8 Suamiku Pengkhianat

    "Semakin lama kamu kok semakin kasar sama aku sih, Mas? Apa ia kamu gak cinta lagi sama aku?" gumamku sambil menahan tangis. Aku pun menghela nafas kasar dan berusaha untuk tidak terfokus dengan masalah itu. Aku memilih berjalan menuju dapur membuat makanan untuk makan malam nanti. Seperti biasa, aku sudah tidak protes lagi dengan hal ini karena pekerjaan ini sudah menjadi kewajibanku.***"Iya, aku akan segera ke sana. Sabar dong, ini lagi di jalan," ucap Mas Rendy sambil berjalan menuruni tangga. Aku yang mendengar obrolan melalui sambungan teleponnya itu langsung menatap dengan tatapan aneh. Entah kenapa, saat ini perasaanku sangat tidak enak tiap kali Mas Rendy menerima telepon. Aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku."Mas, kamu nanti pulang jam berapa?" tanyaku. "Nggak tau.""Aku udah masakin makanan kesukaan kamu loh.""kamu makan sendiri aja, gak usah nungguin aku. Kayaknya aku akan pulang larut malam," jawabnya dengan ketus. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas ke

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 7 Tangisan Anakku

    Wanita tua itu hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Hehe, begitupun dengan Ibu, Nak. Tetapi, semakin lama Ibu juga mulai terbiasa dengan rasa sepi ini." Aku kembali tersenyum memberikan semangat pada Ibu Maria. Sangat kasihan karena ternyata dia memendam lukanya seorang diri. Ditambah lagi dengan dirinya yang hanya tinggal sendiri membuat ia semakin kesepian. "Ibu tenang saja, aku akan tetap bekerja sama Ibu jika Ibu berkenan menerima aku. aku akan selalu menemani Ibu," ucapku dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Nak. Pasti, selama kamu ada di sini, hidup Ibu jadi sedikit lebih berwarna." Aku hanya tersenyum dan segera melanjutkan makanku. Kini suasana menjadi hening, tak ada lagi obrolan di antara kami. Hanya suara dentuman sendok dan piring yang terdengar karena kami fokus menikmati santapan makan siang itu. Setelah beberapa lama, akhirnya kami selesai juga makan siang. Aku langsung membersihkan meja makan itu lalu mencuci piring, meskipun awalnya Ibu Maria menolak karena

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 6 Mereka Merendahkanku

    Aku memilih untuk tidak mempedulikannya, aku langsung memasukkan makanan ke dalam piringku dan menyantapnya. Meskipun mendapatkan tatapan sinis, tetapi aku masih bisa menikmati makanannya. Bukan karena siapa, tetapi demi anakku juga. Sepanjang aku makan, mereka terus saja memperhatikan gerak-gerikku seolah sedang memperhatikan pencuri yang sedang makan. Sebenarnya, aku juga merasa risih dengan hal itu, tetapi di sisi lain aku juga lapar, apalagi setelah ini aku harus berangkat kerja. "Katanya kamu sudah kerja?" tanya ibu mertuaku setelah sekian lama terdiam. "Iya, Bu." "Kerja apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam dan menatap ibu mertuaku dengan tatapan lirih lalu menatap kembali ke arah Mas Rendy. Aku tahu kalau sebenarnya ibu mertuaku sudah tahu pekerjaanku dari Mas Rendy, tetapi sepertinya dia ingin kembali merendahkanku. "Buruh cuci, Bu." "Ewww ... jijik banget sih jadi buruh cuci. Kok mau kerja kayak gitu sih, Mbak? Nggak guna banget ijazah dan gelar sarjanan

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 5 Direndahkan Suami Sendiri

    "Kamu ngapain sih main angkat telpon orang aja. Gak hargain privasi orang banget," ucap Mas Rendy yang langsung merebut benda pipih itu dariku. Aku langsung tersentak kaget dan beralih menatap Mas Rendy dengan tatapan curiga, namun tatapanku hanya dibalas dengan tatapan sinis tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. "Namanya Wilson, kok suara cewek, Mas? Dan kenapa dia manggil kamu sayang?" tanyaku dengan penuh curiga dan perasaan yang sudah tak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. "Bukan urusan kamu juga, ini tuh istrinya teman aku. Mungkin si Wilson butuh bantuanku," jawabnya dengan nada tinggi lengkap dengan tatapan sinisnya. Tanpa menunggu tanggapan dariku, ia langsung berlalu begitu saja keluar kamar dengan sebuah ponsel di tangannya. Sedangkan aku, masih setia berdiri di tempat dengan pikiran yang semakin tak karuan. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku menaruh curiga pada Mas Rendy kalau sebenarnya ia menyembunyikan sesuatu dariku. "Apa mungkin Mas Rendy mengkhianatiku?

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 4 Siapa Wanita itu?

    "Wah, enak banget makanannya," puji Caca dan segera duduk di kursi meja makan. Aku hanya tersenyum tipis mendengar masakanku dipuji oleh adik iparku. Dan tak berapa lama kemudian, Caca pun memanggil ibunya untuk makan bersama, sementara aku juga berniat untuk duduk dan makan bersama mereka. "Ayo, Bu. Kita makan dulu.""Iya, Sayang."Mereka pun menyantap makanan buatanku dengan begitu lahap, sedangkan aku kini sudah duduk di sebuah kursi kosong yang ada di samping Caca. "Kamu ngapain duduk di situ?" tanya ibu mertuaku lengkap dengan tatapan mematikannya. Aku langsung tersentak kaget dan senyum tipis yang sempat kuukir tadi hilang begitu saja bagai ditelan bumi. "Aku mau makan sama kalian," jawabku dengan terbata sambil menatap Caca dan ibu mertuaku secara bergantian.Caca langsung menahan tawanya yang hampir lepas sambil memutar bola matanya ketika menatapku, sedangkan ibu mertua langsung menatapku dengan tatapan sinis sambil berkata, "Makan dengan kami? Heh ... mending kamu makan

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 3 Terima Kasih Orang Baik

    "Ada apa, Nak?" tanyanya dengan muka bingung. "Maaf, Bu kalau kedatangan saya mengganggu, saya hanya mau menawarkan diri, siapa atau ada lowongan pekerjaan di rumah ini, saya siap mengerjakannya, Bu. Apapun itu. Saya butuh uang, Bu," ucapku dengan muka penuh harap. Wanita itu terdiam sejenak sambil menatapku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Entah apa yang dipikirkan wanita itu tentang diriku. "Ada, Nak. Kebetulan Ibu butuh tukang cuci baju, pinggang Ibu sudah gak kuat nih. Jadi, kalau kamu mau, ayo masuk!" ucap wanita itu dengan ramah. Aku langsung tersenyum bahagia sambil menghela nafas lega karena setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan juga. Meskipun hanya sebagai buruh cuci, tetapi aku sudah sangat mensyukurinya. Kami pun berjalan memasuki rumah yang cukup luas itu. Rumah itu memang luas, tetapi nampak sepi. Tak ada seorang pun yang aku lihat dalam rumah itu selain wanita paruh baya tersebut. "Ini cuciannya, jangan terlalu disikat ya. Dan ini jangan disik

  • Jangan Remehkan Aku, Mas!   Bab 2 Seperti Pengemis

    Aku masih tidak menyangka ibu mertuaku akan berlaku seperti itu padaku. Padahal, aku sudah membantunya sewaktu kesusahan dulu, tetapi kenapa sekarang dia tidak membantuku disaat kesusahan seperti ini?Apa dia cuma pencitraan di depan Mas Rendy? Aku sangat kecewa dalam hati, padahal saat ini aku sedang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan Aira, anakku. Aku memilih duduk sejenak di tepi tempat tidur dengan pandangan kosong dan tanpa kusadari, air mataku bergulir begitu saja."Terus, aku harus bagaimana sekarang? Susu dan popok Aira sudah habis."Aku terus menatap wajah lugu anakku yang sedang tertidur pulas. Hingga tak berapa lama kemudian, aku memutuskan untuk menghampiri ibu mertuaku. Dengan terpaksa aku menurunkan gengsiku.Langkahku semakin kupercepat saat melihat ibu mertuaku duduk santai di ruang keluarga menikmati acara televisi."Semoga saja Ibu mau memberikan uang itu lagi. Kalau memang harus dipinjam, gak apa-apa. Nanti setelah Mas Rendy gajian aku bayar," ucapku dengan nada pe

DMCA.com Protection Status