Share

Sisi Manggala

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Manggala Naradipta, nama pria yang berhasil dirusak hatinya oleh Aira. Sosok dan penampilannya masih tetap sama sejak terakhir mereka bertemu, bahkan sekarang jauh lebih tampan. Bedanya, kini tak ada lagi sorot mata penuh cinta yang dilayangkan oleh pria itu, melainkan tatapan tajam penuh kebencian.

Aira tahu bahwa Manggala sama terkejutnya dengan dia. Dapat dilihat dari pupil mata gelap pria itu yang melebar. Alis sedikit tebal dan rapi yang terangkat, serta bibir tipis kemerahan yang setengah terbuka saat melihat Aira masuk ke ruangan, lalu berdiri tepat di mejanya.

"Helen, tinggalkan kami berdua," titah Manggala pada sang sekretaris.

"Baik, Sir." Wanita bernama Helen itu sigap menuruti apa kata bosnya. Dia bergegas keluar dari ruang kerja Manggala, kemudian menutup pintu rapat-rapat.

Keringat dingin mengucur deras dari dahi Aira, menyadari bahwa kini dirinya hanya berdua dengan Manggala.

"Apa-apaan ini?" desis Manggala tak suka. "Sejak kapan kamu ganti nama menjadi Lauren Smith?"

"Maaf, Manggala. Aku ...."

"Pak! Panggil aku 'Pak'! Atau 'Sir'!" potong Manggala.

"Ah, iya. Maafkan saya, Sir. Lauren Smith adalah nama orang yang memberikan informasi lowongan pekerjaan. Bukan dia yang hendak melamar, tapi saya," jelas Aira.

"Apakah ada unsur kesengajaan di sini?" tanya Manggala tiba-tiba, membuat dahi Aira berkerut.

"M-maksudnya?"

"Kamu sengaja melamar di sini karena tahu aku pemimpin redaksinya?"

"Tidak! Bukan!" Aira langsung menggeleng kuat-kuat. "Saya juga baru tahu kalau Anda bekerja di sini, Sir!" elaknya.

Manggala tak segera menanggapi. Dia memicingkan mata, mengamati Aira lekat-lekat, untuk mencari kebohongan yang mungkin saja tersirat di sana. Namun, ternyata Manggala tak menemukan hal itu. Ck!" decaknya pelan. "Ya, sudah. Mana CV-mu?"

"I-ini," ujar Aira sembari buru-buru menyodorkan map.

"Hm ...." Manggala menerima map itu dan membukanya. Serius, dia membaca lembar demi lembar resume diri sang mantan kekasih. Bibir tipisnya menyunggingkan senyuman samar ketika memperhatikan contoh hasil karya Aira. "Sudah berapa lama kamu tidak memotret?" tanya Manggala datar.

"Sekitar dua tahunan, sejak menikah," jawab Aira.

"Kenapa? Dilarang suami?" Nada bicara Manggala terdengar sinis.

"Bukan. Murni kesadaran diri saja." Aira menunduk. Pertanyaan itu mengingatkan akan kegagalan pernikahannya bersama Jati. Dulu, apapun akan dia lakukan untuk menjadi istri yang baik, termasuk mengubur dalam-dalam mimpi dan hobinya. Namun, ternyata semua sia-sia.

"Lalu? Apa yang membuat kamu berubah pikiran?" cecar Manggala, masih dengan nada sinis dan setengah mengejek.

Aira terdiam. Tak tahu jawaban apa yang harus dia berikan. Akhirnya, Aira hanya mengangkat bahu, lalu tersenyum. "Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah kemampuan saya dalam menangkap obyek gambar, masih bagus atau sudah berkurang?" tanyanya untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Kuberi percobaan selama sebulan. Jika hasil jepretanmu mengalami peningkatan, maka aku akan merekrutmu sebagai pegawai tetap. Tapi jika tidak, dengan terpaksa aku harus memberhentikanmu," tegas Manggala.

"Sa-saya diterima?" Aira terbelalak tak percaya.

"Kenapa? Kamu pikir, aku akan mengusirmu hanya karena masalah pribadi?" Manggala terkekeh.

Lagi-lagi Aira mengangkat bahu. Dia tahu sebenci apa Manggala padanya. Pria tampan berambut gondrong itu sudah disakiti dan diperlakukan tidak adil oleh Aira.

"Salah satu poin yang membuatku bisa sesukses sekarang adalah sikap profesional. Aku tahu mana yang bisa dimanfaatkan dan mana yang harus disingkirkan," tutur Manggala.

Aira menautkan alis, mencoba mencerna kalimat yang dilontarkan oleh Manggala. "Maksudnya ... anda memanfaatkan saya?"

Giliran Manggala yang mengangkat bahu. "Kamu butuh pekerjaan sekaligus menyalurkan hobimu, kan?"

Aira mengangguk.

"Ya, sudah. Jangan banyak tanya. Besok, datanglah ke ruanganku tepat pukul delapan. Kuharap kamu tidak terlambat. Itu juga akan menjadi penilaian tersendiri," jelas Manggala.

"Baik, Sir. Terima kasih banyak atas kepercayaan yang sudah Anda berikan. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini!" Aira tersenyum semringah. Wajah cantiknya tampak berseri-seri.

Tentu hal itu tak luput dari perhatian Manggala. Dia menatap Aira lekat-lekat, bahkan sampai tubuh molek itu menghilang di balik pintu. Barulah Manggala menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Tak dapat dipungkiri, setelah sekian tahun berlalu. Nyatanya rasa cinta itu masih ada, meskipun Manggala selalu berusaha menimbunnya dalam-dalam. Dia juga berusaha pergi sejauh mungkin dari kehidupan Aira. Namun, kenapa takdir seolah mengajaknya bercanda?

Tuhan malah mempertemukan Aira di tempat yang sama sekali tak dia duga. "Ya, ampun." Manggala mendengkus pelan, bersamaan dengan sang sekretaris yang masuk kembali ke ruangan.

"Bagaimana, Sir? Anda menerimanya, kan? Jangan sampai bilang tidak, sebab anda sudah menolak dua belas kandidat. Entah standar macam apa yang anda inginkan dalam hal fotografi," cerocos wanita cantik itu.

"Dia orangnya, Helen," sahut Manggala pelan.

"What do you mean?" Helen menautkan alis tak mengerti.

"Dia yang membuatku pergi jauh dan bersembunyi di kota ini," ungkap Manggala lirih.

"Ya, Tuhan! Jadi, dia mantan anda?" Helen terbelalak tak percaya. "Lalu, bagaimana?"

"Aku akan mencoba untuk bersikap profesional. Lagipula, hasil jepretan Aira tidak pernah mengecewakan. Kualitasnya jauh di atas dua belas kandidat yang kutolak," jelas Manggala. "Dan lagi ...."

"Apa?" sela Helen tak sabar.

"Tak ada salahnya kan bermain-main dan sedikit membalas sakit hatiku pada Aira?" Manggala menyeringai.

"Tak masalah, Bos. Wanita seperti itu memang patut diberikan pelajaran!" sahut Helen seraya tersenyum penuh arti.

"Ah, satu lagi. Bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu?" pinta Manggala.

"Apakah itu?"

"Tolong, pastikan jika rahasia hubunganku dengan Cynthia tetap terjaga dari siapapun di kantor ini, termasuk Aira," tegas Manggala.

"Don't worry, Sir. Rahasia anda aman bersamaku. Tak ada yang mengetahui status percintaan anda di gedung ini, selain aku," timpal sang sekretaris dengan yakin.

Bab terkait

  • Janda Tapi Perawan   Pembalasan Dimulai

    Pukul delapan tepat, Aira sudah berada di dalam ruangan Manggala. Hawa dingin begitu terasa, membuat wanita pemilik tubuh ramping itu tegang. Ditambah sorot mata Manggala yang tajam dan tak bersahabat. "Hari ini aku ingin melihat secara langsung hasil jepretanmu," ujar Manggala datar. "Boleh, saya siap!" sahut Aira yakin seraya menunjuk ransel yang berisi peralatan fotografi. "Oke!" Manggala bangkit dari kursi kebesaran, kemudian mengarahkan Aira masuk ke lift. "Studio di lantai dua." Aira mengangguk, mengikuti langkah sang atasan yang juga mantan kekasihnya. Tanpa sadar, jika gerak laku dua orang itu mendapat perhatian tak biasa dari Helen, sang sekretaris. "Anda yang akan turun sendiri, Sir?" tanya Helen, setengah tak percaya. "Kenapa tidak?" jawab Manggala tanpa menoleh kepada Helen. Setibanya di lantai yang dituju, Manggala mengarahkan Aira ke sebuah ruangan bernuansa putih yang Aira ketahui sebagai studio. Suasana sibuk begitu terasa. Banyak kru berlalu lalang, samb

  • Janda Tapi Perawan   Terpana

    Aira malu tak terkira. Dia kini menjadi bahan tertawaan Manggala dan anak buahnya. Seandainya bisa, dia ingin menenggelamkan diri ke dalam bumi. Tak terasa, air mata Aira menetes. Basah di pipi, juga area tubuh bagian bawahnya, membuat gadis cantik itu semakin tak nyaman.Melihat hal itu, Manggala menghela napas panjang. Dia merasa sedikit keterlaluan dalam memperlakukan Aira. Hingga tanpa pikir panjang, Manggala langsung melepas blazer, lalu memasangkannya di pinggang ramping sang mantan kekasih."Ayo, bersihkan dirimu dulu," ajak Manggala seraya menarik tangan Aira dan menuntunnya masuk ke toilet wanita. "Tunggu sebentar di sini. Akan kusuruh Helen membawakan baju ganti untukmu!"Tanpa menunggu tanggapan Aira, Manggala bergegas meninggalkan sang mantan kekasih. Tak berselang lama, pria tampan berambut gondrong itu kembali. "Pakailah!" titah Manggala seraya menyodorkan paperbag coklat kepada Aira. "Masukkan pakaian kotormu di paperbag ini." Aira mengangguk sambil memaksakan senyum.

  • Janda Tapi Perawan   Penawaran

    Hari pertama bekerja, dilalui Aira dengan lancar, walaupun diwarnai insiden memalukan. Kini, saatnya bagi Aira untuk membereskan peralatan memotretnya dan bersiap pulang. Namun, baru saja dirinya hendak meninggalkan studio, salah satu asisten fotografer tiba-tiba menghampiri Aira. "Maaf, Nona. Mr. Naradipta berpesan agar Anda bersedia ke ruangannya sebelum pulang," ujar kru itu. "Oh, baiklah." Aira mendengkus pelan. Itu artinya, dia harus kembali naik ke lantai teratas. Dengan langkah gontai, Aira memasuki lift dan menekan tombolnya. Beberapa saat kemudian, dirinya tiba di ruangan Manggala. Di sana, sudah menunggu sang atasan bersama sekretarisnya. Aira sempat mencuri-curi pandang ke arah wanita cantik berambut pirang yang berdiri di samping tempat duduk Manggala. Wanita itu tampak mengusap-usap bahu lebar Manggala sebelum berlalu meninggalkan ruangan. "Apa ada masalah, Sir?" tanya Aira setelah Helen menghilang di balik pintu. "Tidak ada. Aku hanya ingin memuji hasi

  • Janda Tapi Perawan   Pertemuan

    "Sedang apa Kak Jati di sini?" tanya Aira dingin. "Dengan siapa?" cecarnya sembari menyapu pandangan ke sekitar. Aira harus waspada seandainya Jati datang bersama istri, sebab dia pasti tak akan sanggup melihat kemesraan sang mantan suami bersama pasangannya. "Aku membawakanmu oleh-oleh dari Ibu," jawab Jati sambil tersenyum kaku. "Darimana Kak Jati tahu aku tinggal di sini?" Aira memicingkan mata sinis, seolah tak memedulikan kalimat Jati sebelumnya. "Suami Mbak Sinta yang memberitahuku," sahut Jati. "Ck!" Aira berdecak kesal. Kakak iparnya itu tak pernah bisa menyimpan rahasia, terlebih pada Jati. Aira sedikit memaklumi sebab Jati dan sang kakak ipar memang bersahabat sejak lama. "Kenapa mesti repot-repot? Tante Andini kan bisa menitipkannya pada Mama atau Mbak Sinta," dengkus Aira. "Maaf, Ra. Kalau kedatanganku kemari membuatmu tidak nyaman. Tapi, Ibu yang memaksa. Bingkisan ini harus diterima langsung olehmu." Jati menyodorkan sebuah paperbag pada Aira. Ragu-ragu, A

  • Janda Tapi Perawan   Terluka

    Bukan hanya Jati yang terkejut atas pernyataan Aira itu, melainkan Mira juga. Wanita paruh baya yang sedari tadi bersembunyi di balik pintu, langsung melotot pada Aira. "Yang benar, Ra?!" bisik Mira pada Aira yang masih bergeming di ambang pintu. Akan tetapi, Aira tak menghiraukan sang tante. Dia terlalu fokus pada wajah cantik Senja yang tampak pias. "Apa maumu, Senja? Kamu sudah berhasil merebut Kak Jati, kan? Sudah kurelakan biduk rumah tangga kami hancur, supaya kalian bisa bersatu. Apa masih kurang pengorbananku?" cerca Aira dengan napas menderu. "Bukan aku yang merebut Mas Jati, tapi kamu!" Senja tak mau kalah. "Aku yang lebih dulu mengenalnya. Kami saling mencintai!" "Baguslah, kalau begitu. Kuucapkan selamat untuk kalian. Semoga kalian berdua selalu bahagia. Sekarang, cepat pergi dari sini dan jangan pernah ganggu aku lagi!" titah Aira. Bukannya tersinggung, Jati malah berjalan mendekat ke arah Aira. Sontak, dada Senja semakin bergemuruh melihatnya. "Apa benar kam

  • Janda Tapi Perawan   Hanya Sandiwara

    Aira begitu lega ketika akhirnya dapat memasuki rumah sang tante. Tubuhnya kini terasa ringan, karena sudah terlepas dari drama picisan yang diciptakan oleh Senja dan pasangannya. Kini, Manggala, Jati dan Senja kembali ke tempat masing-masing. Sejenak, terukir senyuman di bibir ranum Aira tatkala teringat tangan Manggala yang melingkar di pinggang rampingnya, beberapa saat yang lalu. "Kamu gila ya, Ra!" sentak sebuah suara yang membuat Aira terkejut setengah mati. "Tante, ih! Ngagetin terus dari tadi!" gerutu Aira sembari mengusap-usap dadanya. "Dia Manggala, mantan kamu dulu, kan? Apa yang kalian rencanakan!" cecar Mira. Namun, sesaat kemudian wanita paruh baya itu meralat kata-katanya. " Ah, pertanyaanku salah! Maksudku, apa yang Manggala rencanakan?" "Dia cuma mau membantuku, Te. Tenang saja," tepis Aira. Dia mengibaskan tangan, lalu beranjak menuju lantai dua. "Ingat, Ra! Kamu mesti waspada! Jangan sampai kamu lupa siapa Manggala!" Mira terus mengikuti langkah keponakan

  • Janda Tapi Perawan   Jodoh Pilihan

    "Ayo!" Manggala menarik tangan Aira, sedikit memaksa sang mantan kekasih yang hanya bisa berdiri terpaku di ambang pintu masuk masjid, agar bersedia mengikuti langkahnya. "Aku sudah membuat janji dengan ketua pengurus Masjid. Beliau mau meluangkan waktu untuk menikahkan kita hari ini," terang Manggala. "Ta-tapi ...." Keringat dingin membasahi dahi Aira. Kepalanya terasa pening dan berat, memikirkan bagaimana caranya menolak ajakan tak masuk akal ini. "Aku belum bicara pada Mama dan Mbak Sinta," kilah Aira. Hanya itu alasan yang terbersit di benaknya. "Tidak masalah, kan? Nanti setelah dokumen lengkap, kita bisa menikah ulang," desak Manggala. "Ini cuma pernikahan sandiwara, Ngga. Kamu nggak perlu bertindak sampai sejauh ini," tolak Aira. "Kita cuma perlu berpura-pura mengadakan resepsi, tanpa ada akad. Gampang, kan?" sarannya. Genggaman tangan Manggala pada jemari Aira yang awalnya kuat, seketika mengendur dan terurai sempurna. Pria tampan berhidung mancung itu menatap Aira

  • Janda Tapi Perawan   Sah?

    Aira tidak mampu lagi mengelak. Dia pasrah ketika Manggala terus menggandengnya, memasuki bangunan bercat putih dua lantai yang tak terlalu besar. Setelah melewati pintu masuk, Manggala mengarahkan Aira untuk berbelok ke kiri. Di sana, dia memberi contoh agar wanita cantik di sampingnya itu melepas alas kaki dan menyimpannya di salah satu dari sekian deret loker yang berjajar rapi. "Kita ke ruang operasional." Manggala kembali menyeret pelan tubuh ramping Aira, tanpa menunggu persetujuan. Ragu-ragu, Aira mengikuti langkah pria tinggi tegap di depannya itu. Mereka memasuki sebuah ruangan yang berjarak belasan meter dari ruang loker. Seorang pria paruh baya berjenggot tebal, berdiri menyambut Manggala seraya tersenyum lebar. "Selamat datang, Nak. Kau terlambat beberapa menit," ujarnya dalam bahasa Inggris yang terdengar kaku. "Maafkan kami, Syaikh. Ada halangan yang tak dapat kami hindari tadi," dalih Manggala. Diam-diam Aira menoleh dan memperhatikan mantan kekasihnya itu.

Bab terbaru

  • Janda Tapi Perawan   Mendekatimu

    Aira kembali menemui Jati setelah bayinya tertidur. Dia duduk di samping Catherine, menghadap tepat ke arah pria tampan yang pernah menjadi suaminya selama dua tahun itu. Sementara itu, Brandon memilih untuk pulang ke apartemennya yang terletak di sebelah apartemen Aira dan Catherine. "Bukankah Kak Jati sedang mengembangkan usaha peternakan di Australia? Kenapa sekarang tiba-tiba pindah ke Amerika? Jadi bos pula! Sungguh tidak masuk akal," selidik Aira. Jati tertawa kecil. "Aku membatalkan rencana kerjasama di Australia dan ingin fokus dengan usaha yang telah kurintis bersama dengan rekanku sejak lama," jawabnya. "Apa itu cuma alasan saja?" kejar Aira. "Atau Kak Jati memang sengaja mengikutiku?" ketusnya. "Itu juga menjadi salah satu alasan," jawab Jati enteng. "Astaga!" Aira menepuk dahi, sedangkan Catherine hanya terbengong-bengong. Dia sama sekali tak mengerti bahasa Indonesia. "Apa Kak Jati tidak memikirkan perasaan Senja? Sebagai sesama perempuan, aku paham bagaiman

  • Janda Tapi Perawan   Status

    "Ini. Hadiah untuk bayi kamu, Ra!" Jati menyodorkan beberapa paperbag berukuran besar. "Wildan mengatakan kalau bayimu laki-laki. Jadi, kubelikan barang-barang yang sesuai. Kuharap kamu menyukainya," ucap Jati tulus. "Terima kasih." Aira menerima pemberian dari Jati tersebut lalu meletakkannya di sofa ruang tamu. Sejenak, dia ragu hendak mempersilakan masuk. Namun, mengingat Jati berniat baik, Aira pun terpaksa menawarinya duduk. "Di mana suamimu, Ra?" Jati mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Tatapannya kemudian berhenti pada Brandon yang juga tengah menatapnya tajam. Sementara, Aira juga tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Siapa laki-laki aneh ini?" tanya Jati dalam bahasa Indonesia yang tentu tak dapat dimengerti oleh Brandon. "Dia Brandon, teman sekaligus penolongku. Brandon lah yang membantuku mengurus bayi selama di sini," beber Aira. "Kenapa pria lain yang mengurus bayimu? Memangnya, suamimu ke mana, Ra?" cecar Jati bingung. "Manggala ... pergi." Aira

  • Janda Tapi Perawan   Dua Lelaki

    Sudah seminggu sejak Aira keluar dari rumah sakit. Brandon sampai harus menyewa apartemen tepat di samping apartemen Catherine. Pria itu selalu bersemangat membantu merawat bayi Aira. Terlebih ketika Catherine berangkat kerja dan Aira sendirian. Seperti pagi ini, Brandon membantu memandikan bayi tampan Aira yang belum diberi nama. "Apa kau tidak ada kerjaan lain?" tanya Aira heran. "Kau sekarang pengangguran, ya?" terkanya. Brandon terbahak mendengar hal itu. "No! Aku punya pekerjaan. Sebuah proyek besar," ujarnya sambil memandikan tubuh mungil yang tampak sangat rapuh itu. Brandon sangat berhati-hati menyentuh putra pertama Aira. "Lihatlah. Wajahnya sangat mirip dengan Manggala." "Iya." Aira tersenyum tipis. Sorot matanya mendadak berubah sendu. "Kenapa dunia selucu ini?" racaunya. "Maksudmu?" "Di saat aku sangat ingin melupakan Manggala dan mencoba melangkah ke depan, Tuhan malah memberikanku seorang bayi yang wajahnya mirip sekali dengan Manggala," desah Aira. "Mu

  • Janda Tapi Perawan   Bayi Tampan

    Sudah dua bulan sejak Kartika pulang ke Indonesia. Kini, Aira menjalani kehamilannya seorang diri. Meskipun ada Catherine, tetapi perempuan cantik itu tak bisa 24 jam di samping Aira, karena Catherine juga bekerja. Di satu sisi, Aira juga mengkhawatirkan keadaan sang kakak. Akibat insiden jatuh di kamar mandi waktu itu, Sinta terpaksa melahirkan prematur. Beruntung, Sinta dan bayinya berada dalam kondisi baik. Namun demikian, bayi prematur harus mendapatkan perawatan dan penanganan yang lebih intens. Itulah sebabnya Kartika tetap tinggal di Jakarta untuk mengawasi perkembangan cucu pertamanya. "Aira, kau tidak apa-apa kan, kutinggal sendiri?" tanya Catherine, membuyarkan lamunan Aira. "Memangnya kau mau ke mana?" Aira yang tengah sibuk menyiapkan peralatan memotretnya, langsung menoleh ke arah Catherine. "Aku harus mendampingi atasanku. Kami ada perjalanan bisnis ke luar kota untuk dua hari ke depan," jelas Catherine. "Oh, tidak masalah. Aku tidak selemah yang kau kira," k

  • Janda Tapi Perawan   Tragedi

    Ditemani oleh Catherine, Arunika mendatangi seorang dokter kandungan. "Usia janin diperkirakan sembilan minggu," jelas sang dokter sembari mengusapkan tranducer pada perut Aira. Air mata mulai mengembun. Haru sekaligus bahagia Aira rasakan saat pertama kali mendengarkan detak jantung janinnya. Tanpa bisa berkata-kata, dia menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangan. Begitu pula Catherine yang ikut terharu. "Kita harus memberitahukan berita gembira ini pada keluargamu," cetus Catherine saat mereka berada dalam perjalanan pulang. "Entahlah. Aku ragu, apakah harus mengatakan kehamilanku atau tidak," gumam Aira lirih. "Apa maksudmu? Tentu saja kau harus mengatakannya!" timpal Catherine. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya Aira memutuskan untuk menelepon sang ibu. Setibanya di apartemen dan membersihkan diri, Aira meraih ponsel. Bergetar jemarinya saat menekan kontak Kartika. Tak membutuhkan waktu lama sampai sang ibunda mengangkat telepon. "Halo, Sayang. Apa k

  • Janda Tapi Perawan   Menghilang

    Aira terpaksa mengajukan cuti dua hari. Dirinya sedang kacau. Pikiran kalut dan mental sedang tidak baik-baik saja. Dipaksa bekerja pun tak akan bagus hasilnya. "Hei, apa kau mau kuantarkan ke rumah sakit?" tawar Catherine. "Tidak usah, Cat. Aku baik-baik saja," tolak Aira halus. "Tapi, kupikir kau harus memeriksakan kandunganmu," saran Catherine khawatir. Aira terdiam. Diusapnya perut yang masih rata itu. Hatinya bimbang. Haruskah dia menghubungi Manggala dan memberitahukan kehamilannya, atau menyembunyikan semua dari pria yang masih menjadi suaminya tersebut. "Aira?" panggil Catherine. Dia sedikit was-was karena teman satu apartemennya itu tak menimpali, dan malah menatap kosong ke lantai. "Ya?" Aira baru tersadar. Dia segera menoleh ke arah Catherine. "Kau dengar kan, apa yang kukatakan barusan? Kita harus pergi ke dokter dan memeriksakan kandunganmu," ulang Catherine. "Ah, aku harus menelepon Manggala!" cetus Aira tiba-tiba. Lincah jemarinya mengetikkan nomor Mangga

  • Janda Tapi Perawan   Hamil?

    Sengaja Aira memilih penerbangan malam untuk berjaga-jaga supaya tidak dibuntuti oleh Manggala. Aira takut, bisa saja pria itu masih bersembunyi di sekitaran rumahnya. Meskipun kamera CCTV di sekeliling rumah menunjukkan sebaliknya. Manggala sudah tak ada lagi di sana. Sejak diusir oleh Mira, dia pergi menggunakan mobil dan tak kembali lagi. "Ah," desah Aira lirih. Setiap kali dirinya memikirkan pria tampan berambut gondrong itu, kepalanya selalu terasa pening. Ada rasa yang mengganjal dalam hati. Sedih, kecewa dan marah, bercampur menjadi satu. Sampai detik ini, adegan percintaan yang dilakoni oleh Manggala bersama Cynthia, terus membayangi benak Aira. Dan yang lebih menyakitkan, mereka melakukan itu saat dirinya terlibat kecelakaan. Terlepas dari apapun alasan Manggala, Aira tak bisa membenarkan hal itu. Daripada pikirannya semakin kalut, Aira pun memutuskan untuk tidur, sebab 22 jam perjalanan udara, sangatlah berat. Hingga waktu berlalu tanpa terasa. Setelah mengalami transit

  • Janda Tapi Perawan   Menyambut Mimpi

    Aira hanya bertahan selama seminggu di rumahnya. Dia sudah bertekad bulat untuk mengejar kesempatan bekerja di New York, Amerika. Setelah menyiapkan semua dokumen dan persyaratan, kini Aira disibukkan dengan berburu tiket pesawat termurah. Beruntung, dia mendapatkan satu tiket kelas ekonomi. "Dua hari lagi Aira berangkat, Ma," ucap Aira saat menghampiri sang ibu yang tampak serius merawat tanaman hias di halaman belakang. Kartika langsung menghentikan kegiatannya dan membalikkan badan. "Mama akan selalu mendukungmu, Sayang. Mama tidak akan pernah memaksakan kehendak lagi." "Ma ...." Air mata haru, luruh tanpa bisa ditahan. Aira menghambur ke pelukan ibunya. Dari dulu, usapan penuh kasih sayang dan kecupan lembut di pucuk kepala, selalu menjadi obat mujarab bagi kesedihan Aira. "Apa Mama percaya dengan keputusan Aira?" tanyanya pilu. "Mama akan selalu percaya dan mendukungmu, Nak," jawab Kartika sambil membelai lembut punggung putri bungsunya. "Tapi, Tante Mira dan Kak Sint

  • Janda Tapi Perawan   Syarat Dari Mira

    Aira diam-diam menaiki loteng. Sebuah ruangan kecil terbuat dari kayu yang menjadi tempat favoritnya untuk bermain sejak kecil dulu. Langit-langit loteng itu tak seberapa tinggi. Hanya cukup untuk digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang tak terpakai. Meskipun kecil dan sesak, tapi ruangan itu selalu menjadi tempat yang dituju oleh Aira setiap kali dirinya bersedih. Biasanya dia akan meringkuk di sana dan duduk menghadap ke jendela kaca yang berbentuk bulat. Seperti saat ini. Aira duduk memeluk lutut sambil menerawang menatap pemandangan halaman depan melalui jendela itu. Tanpa sengaja, ekor matanya menangkap sosok yang paling dia hindari, berdiri gagah di bawah sana sambil berbincang dengan Wildan. "Untuk apa dia kemari?" gumam Aira tak percaya. "Kenapa dia bisa tahu aku pulang ke sini?" desahnya gelisah. Rasa penasaran mulai mengusik. Niat awal yang ingin bersembunyi, kini terkalahkan oleh rasa ingin tahu. Secepat kilat, Aira merangkak keluar dari loteng lalu turun me

DMCA.com Protection Status