Share

Janda Tapi Perawan
Janda Tapi Perawan
Penulis: Ayaya Malila

Tragis

“Aku menikahi wanita itu secara siri. Beberapa minggu setelah kita menikah.”

Ucapan tenang sang suami bagaikan petir yang langsung menyambar tubuh Aira.

“Menikah?” tanya wanita itu dengan suara gemetar. 

Jati sudah tak pulang dua hari. Pria itu beralasan menginap ke luar kota untuk menyelesaikan masalah bisnis.

Tapi, Aira malah mendapat kabar bahwa pria itu menghabiskan waktunya dengan wanita lain di hotel.

Dan begitu dikonfrontasi, Jati justru mengaku bahwa sudah menikahi wanita itu? Bagaimana bisa?

“Senja dan aku sudah berpacaran sejak lama, tapi Ibu tidak setuju dan justru memaksaku menikah denganmu. Aku tak ingin mengecewakan Ibu, sehingga aku terpaksa menyetujui. Tapi, aku juga tak bisa meninggalkan Senja begitu saja,” ungkap Jati, "aku sangat mencintainya."

Deg!

“Brengsek kamu, Kak,” geram Aira. Tangannya terkepal dengan seluruh tubuh bergetar. “Kamu tidak ingin mengecewakan Ibu, tapi kamu hancurkan hidupku. Begitukah?”

“Aku minta maaf, Ra. Aku memang salah,” ucap Jati,  “Itulah sebabnya aku tak ingin menyentuhmu, supaya kamu tetap ‘utuh’.”

“Maaf?” Aira tertawa pelan. Dia yang awalnya duduk di tepi ranjang, langsung berdiri menghampiri Jati, lalu menampar wajah tampan itu sekeras-kerasnya.

Plak!

“Kamu pikir, dengan tidak menyentuhku, kamu bisa menyelesaikan semua masalah, hah?!” Aira mendorong kuat-kuat tubuh Jati sampai suaminya itu terhuyung ke belakang.

“Harusnya kamu tolak perjodohan ini sedari awal, dan jujur padaku!” pekik Aira nyaring sambil terengah.

“Maafkan aku.”

Hanya dua kata itu yang Jati ucapkan sejak tadi.

“Maaf? Kamu pikir hanya kamu yang berkorban merelakan diri dari orang yang kamu cintai? Aku juga sama, Mas. Tapi, aku mencoba setia," timpal Aira menahan emosi, "Sekarang, apa yang harus kita lakukan dengan pernikahan ini? Yang jelas, aku tak sanggup dimadu.” 

“Aku tak bisa melepaskan Senja. Aku sangat mencintainya,” ujar Jati sedemikian yakin.

Mendengar ucpan itu, Aira tersenyum getir. “Baiklah, aku paham. Secepatnya, kita akan mengurus perceraian,” putusnya sembari berjalan cepat keluar kamar.

Jauh di dalam hati, dia berharap Jati mencegahnya.

Namun, pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu hanya diam terpaku tanpa sedikitpun menoleh ke arah Aira.

Bahkan, Jati tak pernah mencarinya selama tiga bulan setelahnya.

Pria itu baru hadir di hari terakhir persidangan saat ketukan palu oleh hakim ketua menyatakan Aira resmi menyandang status janda di usia muda.

Tak tanggung-tanggung menyakiti, Jati bahkan istri sirinya ke ruang sidang.

Keduanya berpelukan dengan raut lega dan bahagia.

"Kurang ajar ...." Dua kata yang seharusnya diucapkan dengan lantang. Akan tetapi, kenyataannya Aira tak kuasa berteriak. Energinya sudah habis terkuras. 

"Sudah, jangan dilihat! Kita pulang sekarang!" titah Ibunda Aira itu selalu mendampingi sejak awal proses persidangan.

Sejujurnya, dia menyesal meminta sang putri menikahi anak sahabatnya.

Tak pernah ia sangka semua akan berakhir seperti ini.

Kartika menarik tangan putrinya sedikit kasar kala melihat Jati mulai mengejar.

Namun, apa dikata. Postur Jati tinggi tegap dan menjulang, tentu berbeda jauh dari Kartika dan Aira yang mungil.

Langkah Jati pun jauh lebih lebar, sehingga berhasil menyusul Aira. Dia bahkan menghalangi jalan ibu dan anak tersebut.

"Ra, aku minta maaf," ucap pria itu bersungguh-sungguh.

Aira tak menanggapi. Dia menatap Jati lekat-lekat dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Untuk apa?" 

"Maafkan aku sudah menyakiti dan mengecewakanmu. Tapi, sadarlah. Perceraian ini adalah yang terbaik untuk kita berdua," tutur Jati sembari menghela napas panjang.

"Seenaknya saja kamu ngomong, ya!" sentak Kartika dengan muka merah padam.

"Ma, sudah!" bujuk Aira berusaha menenangkan. Bagaimanapun, mereka masih berada di area publik. Tak pantas rasanya marah-marah di depan banyak orang.

"Kak Jati ...." Aira mengatur napas. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kamu benar. Pernikahan berat sebelah memang tak bisa dipaksakan. Aku juga lelah mencintaimu sendirian. Memang aku yang terlalu bodoh dan naif, mengira suatu saat kamu bisa membalas cintaku."

Sesaat kemudian, dia menoleh ke arah Senja yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Dapat Aira rasakan raut tak suka yang terpancar dari wajah ayu istri mantan suaminya itu.

"Kalau tidak ada yang perlu dibicarakan, kami pulang dulu. Lagipula, sudah ditunggu istrimu, tuh!" ucap Kartika ketus. Dia langsung menyeret putri bungsunya tanpa aba-aba.

Meninggalkan Jati yang hanya diam terpaku.

Entah kenapa, pengakuan Aira tadi berhasil mengusik relung hati Jati yang terdalam.

Sayangnya, Aira sudah tak mau tahu tentangnya.

Ia bahkan bertekad untuk pergi jauh dan menenangkan diri.

Brisbane, ibukota negara bagian Queensland, Australia, menjadi pilihannya.

Dia memilih kota ini atas saran Mira, adik kandung ibunya. Selain karena Mira juga tinggal di Brisbane, tantenya itu juga memberikan informasi lowongan pekerjaan yang sesuai dengan hobi Aira, yaitu fotografi.

"Kamu bebas ngapain aja di sini. Nggak ada jam malam atau apapun. Yang penting bertanggung jawab," tutur Mira sesaat setelah tiba di kediamannya. "Aku menyiapkan kamar di lantai dua,supaya kamu lebih leluasa menenangkan diri," ujarnya seraya tersenyum lebar.

"Terima kasih. Tante Mira memang yang terbaik," ucap Aira tulus.

"Ah, biasa saja, kok." Mira mengibaskan tangan, sedikit salah tingkah atas pujian sang keponakan.

"Oh, ya! Ini!" Mira buru-buru merogoh saku jaketnya, lalu memberikan sebuah kartu nama. "Ini alamat kantor yang bisa kamu datangi besok untuk wawancara. Jangan lupa, katakan pada resepsionisnya kalau kamu sudah ada janji atas nama Lauren Smith," jelas Mira.

"Lauren Smith? Siapa itu?" tanya Aira.

"Temanku. Dia yang memberi informasi tentang lowongan itu, Sayang," jawab Mira.

"Oh." Aira mengangguk. Tatapannya tertuju pada kartu kecil itu dengan sorot menerawang.

Keesokan harinya, Aira mendatangi alamat sesuai yang tertera di kartu nama. Dia sempat grogi dan gugup, sebab gedung yang dituju terlihat begitu megah.

"Pemimpin redaksi sudah menunggu Anda di lantai tujuh," ujar seorang resepsionis.

"Thank you," ucap Aira sopan. Dia pun bergegas menuju lift dan menekan tombolnya.

Pintu lift terbuka di lantai yang dituju. Jantung Aira berdebar kencang seiring dengan kakinya yang melangkah cepat, hingga tiba di depan sebuah pintu bercat coklat.

Aira sudah mengangkat tangan, hendak mengetuk. Namun, tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sendirinya. Seorang wanita cantik berambut pirang keluar dari sana. Dia tersenyum ramah pada Aira.

"Janji atas nama Nona Lauren Smith?" terka wanita itu dalam bahasa Inggris Australia yang khas.

"Iya, betul," jawab Aira gugup.

"Silakan masuk. Tuan Naradipta sudah menunggu," ujar si wanita.

Mendengar nama itu, refleks Aira menahan napas. Jantung yang tadi bertalu-talu, kini seolah berhenti berdetak. Nama itu, mengingatkannya pada Manggala.

Manggala Naradipta, sang mantan.

"Mari," ajak wanita itu lagi saat memperhatikan Aira yang masih bergeming di tempatnya.

"Ah, iya. Maaf." Aira memberanikan diri untuk masuk ke ruangan. Namun, langkahnya seketika membeku tatkala melihat penampakan pria yang duduk berwibawa di balik meja kerjanya.

"Ma-Manggala?" ucap Aira terbata. Mengapa mantan kekasih yang diputuskannya dulu, ada di sana?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status