Share

Penawaran

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-13 10:40:16

Hari pertama bekerja, dilalui Aira dengan lancar, walaupun diwarnai insiden memalukan. Kini, saatnya bagi Aira untuk membereskan peralatan memotretnya dan bersiap pulang.

Namun, baru saja dirinya hendak meninggalkan studio, salah satu asisten fotografer tiba-tiba menghampiri Aira.

"Maaf, Nona. Mr. Naradipta berpesan agar Anda bersedia ke ruangannya sebelum pulang," ujar kru itu.

"Oh, baiklah." Aira mendengkus pelan. Itu artinya, dia harus kembali naik ke lantai teratas.

Dengan langkah gontai, Aira memasuki lift dan menekan tombolnya. Beberapa saat kemudian, dirinya tiba di ruangan Manggala.

Di sana, sudah menunggu sang atasan bersama sekretarisnya. Aira sempat mencuri-curi pandang ke arah wanita cantik berambut pirang yang berdiri di samping tempat duduk Manggala.

Wanita itu tampak mengusap-usap bahu lebar Manggala sebelum berlalu meninggalkan ruangan.

"Apa ada masalah, Sir?" tanya Aira setelah Helen menghilang di balik pintu.

"Tidak ada. Aku hanya ingin memuji hasil jepretanmu tadi." Manggala tersenyum penuh arti seraya melemparkan beberapa lembar foto serigala ke atas meja kerja. "Pencahayaan, sudut pengambilan gambar, semuanya bagus," sanjungnya.

"Terima kasih, Sir!" ucap Aira berbunga.

"Jangan senang dulu. Itu artinya, selama sebulan ke depan, kamu harus siap bekerja penuh waktu. Bahkan lembur jika dibutuhkan. Kamu juga mesti siap seandainya aku memanggilmu sewaktu-waktu, malam hari sekalipun," tegas Manggala.

"Tentu, tidak masalah bagi saya."

Jawaban Aira tersebut, membuat Manggala mengernyitkan dahi. "Sungguh?" tanyanya tak percaya. "Lalu, bagaimana suamimu? Apa dia tidak keberatan kalau sebagian besar waktumu dihabiskan untuk bekerja?"

"Saya sudah tidak memiliki suami," timpal Aira pelan.

Sontak Manggala membelalakkan mata. "Jadi, kamu sudah bercerai?" selidiknya.

"Begitulah." Aira tersenyum lebar, bersikap seolah baik-baik saja, meskipun hatinya berdenyut nyeri.

"Oh, aku sungguh tidak menyangka. Kamu membuangku demi menikah dengan pria lain, lalu sekarang bercerai dari pria itu?" Manggala tertawa meremehkan.

"Maaf, saya kira perkataan Anda tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi, saya rasa, saya tidak perlu menjawabnya," sahut Aira dengan nada tak suka.

Manggala menanggapinya dengan mengangkat kedua bahu. "Terserah kamu. Yang jelas, aku selalu siap kapanpun kamu membutuhkan," ujar pria tampan itu.

"M-maksudnya?" Aira menggeleng tak mengerti.

"Aku ingin kembali padamu, Aira," jawab Manggala.

Aira seketika terpaku. Pikirannya mendadak kosong setelah mendapatkan pernyataan cinta yang sama sekali tak dia sangka. Untuk sesaat, Aira menerka-nerka, apakah pria di hadapannya ini tengah serius atau sedang bercanda.

"Aku masih mencintaimu. Dari dulu, hingga sekarang, sama sekali tak pernah berubah. Meskipun hatiku sakit akibat pengkhianatanmu, tapi aku telah memaafkan semuanya," ungkap Manggala.

"Ta-tapi, Sir ...." Aira gugup. Tanpa sadar dia meremas bagian depan dressnya.

"Aku ingin mewujudkan cita-cita yang belum tergapai sejak dulu, yaitu mempersuntingmu," ujar Manggala pelan, tapi penuh penekanan.

Mata indah Aira membulat sempurna. "Anda jangan menggoda saya, Sir!" protesnya.

"Aku serius, Aira. Tidak ada niatan sama sekali untuk menggodamu. Aku sungguh-sungguh ingin menikah denganmu," ujar Manggala.

"Sa-saya ...." Aira menelan ludahnya kasar. Untuk sesaat, dia menatap paras tampan beralis tegas itu. Entah perasaan apa yang dia miliki untuk sang mantan kekasih. Masih adakah rasa cinta untuk Manggala?

"Tidak perlu dijawab sekarang. Pulanglah, dan pikirkan matang-matang. Jangan terburu-buru," tutur Manggala.

Aira menjadi sedikit tenang tatkala mendengar kalimat itu. "Baik, Sir. Terima kasih," ucapnya sembari mengangguk ragu.

Sepanjang perjalanan pulang, kalimat lamaran Manggala terus terngiang di telinga Aira. Ingin dirinya bersikap biasa, seakan tak terjadi apapun, tapi tak bisa.

Semudah itukah menerima lamaran seseorang, seperti halnya dia menerima lamaran Jati dulu? Benarkah Manggala masih mencintainya? Bagaimana jika akhirnya dia gagal lagi dalam berumah tangga? Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi benak Aira, sampai membuat gadis cantik itu pusing.

Dia merasa tak mampu memutuskan sendiri, sehingga Aira memilih untuk berkeluh kesah pada sang tante, sesaat setelah tiba di rumah.

"Nggak perlu tergesa-gesa, Ra. Buktikan dulu, apa memang benar Manggala masih cinta sama kamu, atau cuma bualan dia saja!" Nasihat dari Mira, membuat Aira tercenung.

"Biasa kan, cowok kalau lihat janda muda dan fresh, matanya jelalatan," imbuh Mira.

"Aku takut memulai hubungan baru dalam waktu dekat ini, Te. Takut terluka lagi," beber Aira.

"Ya, sudah kalau begitu tolak saja lamarannya," timpal Mira.

"Aku juga tak tega menolak Manggala." Aira menggeleng. "Kasihan dia kalau harus patah hati lagi gara-gara aku."

"Lah, terus mau kamu gimana, Aira?!" Mira mulai gemas menghadapi tingkah keponakannya.

"Mungkin, seperti yang Tante bilang tadi. Aku harus membuktikan apakah Manggala benar-benar cinta aku atau tidak, sebelum memberi jawaban atas lamarannya," cetus Aira.

"Terserah kamu deh, Ra. Yang penting jangan merasa terbebani. Ingat, kedatanganmu ke sini adalah untuk menenangkan diri." Mira membelai puncak kepala Aira dengan penuh kasih sayang.

Dalam hati, Aira membenarkan ucapan sang tante. Dia sengaja menepi dari kehidupannya di Jakarta, untuk menyembuhkan hati.

Dengan keyakinan itu, Aira pun membulatkan tekad. Dia menelepon Manggala dan meminta waktu tiga bulan untuk berpikir.

Manggala pun tak memaksakan kehendak. "Aku akan tetap menunggu sampai kamu siap," ujarnya.

Sejak saat itu, Aira menjalani hari-hari seperti biasa. Kesibukan sebagai fotografer di perusahaan media sebesar 'Nature Perfect', membuat dirinya lupa akan permasalahan dengan Jati, serta lamaran Manggala.

Akan tetapi, kedamaian itu tak berlangsung lama. Di suatu sore, saat Aira baru pulang bekerja, dia mendapati seseorang yang paling tidak ingin ditemui. Pria yang tak lain adalah Jati itu, berdiri menunggunya di tangga teras rumah Mira.

Bab terkait

  • Janda Tapi Perawan   Pertemuan

    "Sedang apa Kak Jati di sini?" tanya Aira dingin. "Dengan siapa?" cecarnya sembari menyapu pandangan ke sekitar. Aira harus waspada seandainya Jati datang bersama istri, sebab dia pasti tak akan sanggup melihat kemesraan sang mantan suami bersama pasangannya. "Aku membawakanmu oleh-oleh dari Ibu," jawab Jati sambil tersenyum kaku. "Darimana Kak Jati tahu aku tinggal di sini?" Aira memicingkan mata sinis, seolah tak memedulikan kalimat Jati sebelumnya. "Suami Mbak Sinta yang memberitahuku," sahut Jati. "Ck!" Aira berdecak kesal. Kakak iparnya itu tak pernah bisa menyimpan rahasia, terlebih pada Jati. Aira sedikit memaklumi sebab Jati dan sang kakak ipar memang bersahabat sejak lama. "Kenapa mesti repot-repot? Tante Andini kan bisa menitipkannya pada Mama atau Mbak Sinta," dengkus Aira. "Maaf, Ra. Kalau kedatanganku kemari membuatmu tidak nyaman. Tapi, Ibu yang memaksa. Bingkisan ini harus diterima langsung olehmu." Jati menyodorkan sebuah paperbag pada Aira. Ragu-ragu, A

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Janda Tapi Perawan   Terluka

    Bukan hanya Jati yang terkejut atas pernyataan Aira itu, melainkan Mira juga. Wanita paruh baya yang sedari tadi bersembunyi di balik pintu, langsung melotot pada Aira. "Yang benar, Ra?!" bisik Mira pada Aira yang masih bergeming di ambang pintu. Akan tetapi, Aira tak menghiraukan sang tante. Dia terlalu fokus pada wajah cantik Senja yang tampak pias. "Apa maumu, Senja? Kamu sudah berhasil merebut Kak Jati, kan? Sudah kurelakan biduk rumah tangga kami hancur, supaya kalian bisa bersatu. Apa masih kurang pengorbananku?" cerca Aira dengan napas menderu. "Bukan aku yang merebut Mas Jati, tapi kamu!" Senja tak mau kalah. "Aku yang lebih dulu mengenalnya. Kami saling mencintai!" "Baguslah, kalau begitu. Kuucapkan selamat untuk kalian. Semoga kalian berdua selalu bahagia. Sekarang, cepat pergi dari sini dan jangan pernah ganggu aku lagi!" titah Aira. Bukannya tersinggung, Jati malah berjalan mendekat ke arah Aira. Sontak, dada Senja semakin bergemuruh melihatnya. "Apa benar kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Janda Tapi Perawan   Hanya Sandiwara

    Aira begitu lega ketika akhirnya dapat memasuki rumah sang tante. Tubuhnya kini terasa ringan, karena sudah terlepas dari drama picisan yang diciptakan oleh Senja dan pasangannya. Kini, Manggala, Jati dan Senja kembali ke tempat masing-masing. Sejenak, terukir senyuman di bibir ranum Aira tatkala teringat tangan Manggala yang melingkar di pinggang rampingnya, beberapa saat yang lalu. "Kamu gila ya, Ra!" sentak sebuah suara yang membuat Aira terkejut setengah mati. "Tante, ih! Ngagetin terus dari tadi!" gerutu Aira sembari mengusap-usap dadanya. "Dia Manggala, mantan kamu dulu, kan? Apa yang kalian rencanakan!" cecar Mira. Namun, sesaat kemudian wanita paruh baya itu meralat kata-katanya. " Ah, pertanyaanku salah! Maksudku, apa yang Manggala rencanakan?" "Dia cuma mau membantuku, Te. Tenang saja," tepis Aira. Dia mengibaskan tangan, lalu beranjak menuju lantai dua. "Ingat, Ra! Kamu mesti waspada! Jangan sampai kamu lupa siapa Manggala!" Mira terus mengikuti langkah keponakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Janda Tapi Perawan   Jodoh Pilihan

    "Ayo!" Manggala menarik tangan Aira, sedikit memaksa sang mantan kekasih yang hanya bisa berdiri terpaku di ambang pintu masuk masjid, agar bersedia mengikuti langkahnya. "Aku sudah membuat janji dengan ketua pengurus Masjid. Beliau mau meluangkan waktu untuk menikahkan kita hari ini," terang Manggala. "Ta-tapi ...." Keringat dingin membasahi dahi Aira. Kepalanya terasa pening dan berat, memikirkan bagaimana caranya menolak ajakan tak masuk akal ini. "Aku belum bicara pada Mama dan Mbak Sinta," kilah Aira. Hanya itu alasan yang terbersit di benaknya. "Tidak masalah, kan? Nanti setelah dokumen lengkap, kita bisa menikah ulang," desak Manggala. "Ini cuma pernikahan sandiwara, Ngga. Kamu nggak perlu bertindak sampai sejauh ini," tolak Aira. "Kita cuma perlu berpura-pura mengadakan resepsi, tanpa ada akad. Gampang, kan?" sarannya. Genggaman tangan Manggala pada jemari Aira yang awalnya kuat, seketika mengendur dan terurai sempurna. Pria tampan berhidung mancung itu menatap Aira

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Janda Tapi Perawan   Sah?

    Aira tidak mampu lagi mengelak. Dia pasrah ketika Manggala terus menggandengnya, memasuki bangunan bercat putih dua lantai yang tak terlalu besar. Setelah melewati pintu masuk, Manggala mengarahkan Aira untuk berbelok ke kiri. Di sana, dia memberi contoh agar wanita cantik di sampingnya itu melepas alas kaki dan menyimpannya di salah satu dari sekian deret loker yang berjajar rapi. "Kita ke ruang operasional." Manggala kembali menyeret pelan tubuh ramping Aira, tanpa menunggu persetujuan. Ragu-ragu, Aira mengikuti langkah pria tinggi tegap di depannya itu. Mereka memasuki sebuah ruangan yang berjarak belasan meter dari ruang loker. Seorang pria paruh baya berjenggot tebal, berdiri menyambut Manggala seraya tersenyum lebar. "Selamat datang, Nak. Kau terlambat beberapa menit," ujarnya dalam bahasa Inggris yang terdengar kaku. "Maafkan kami, Syaikh. Ada halangan yang tak dapat kami hindari tadi," dalih Manggala. Diam-diam Aira menoleh dan memperhatikan mantan kekasihnya itu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Janda Tapi Perawan   Raut Misterius

    "Ayo!" ajak Aira saat Manggala masih tetap bergeming di sofa sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya. "Eh! Sudah selesai?" Manggala tergagap. Dilihatnya Aira telah siap dengan satu koper besar dan ransel hitam kesayangan yang tersampir di pundak. "Tante melarang Aira membawa terlalu banyak baju, karena dia harus sering-sering kemari," tegas Mira. "Tentu, Tante! Tidak masalah." Manggala menyunggingkan senyuman cerah. "Sini, biar kubawakan," ujarnya seraya merebut pegangan koper Aira dan membawanya menuju mobil. Saat Aira hendak mengikuti langkah suaminya, Mira langsung mencekal lengan keponakan tersayangnya itu. "Kenapa, Tante?" tanya Aira heran. "Nggak tahu, tapi hati Tante nggak nyaman," ungkap Mira dengan sorot sendu. "Mungkin karena terlalu terkejut," hibur Aira. Diusapnya lembut bahu sang tante. "Mungkin. Semoga saja ini hanya perasaanku saja." Mira mengempaskan napas pelan. "Aku tidak bisa menilai karakter dan kejujuran atasanmu itu. Rautnya misterius sekali," keluhn

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Janda Tapi Perawan   Dia Pemenangnya

    "M-maksudnya? Bukankah pernikahan kita ini cuma sandiwara?" Aira menelan ludah. Keringat dingin muncul membasahi dahi saat melihat tatapan dan mimik Manggala yang seakan ingin memakannya. "Ya, ampun!" Manggala tergelak. "Kamu mikir apa, Ra? Aku cuma bercanda. Lagian, kewajiban istri kan macam-macam. Nggak cuma di ranjang. Ternyata, pikiran kamu mesum juga, ya," ledeknya. "Angga!" seru Aira tak terima. Manggala tertegun sejenak mendengar panggilan kesayangan yang pernah disematkan Aira untuknya. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, dia kembali tertawa renyah. Manggala menyembunyikan segala gundah dan kecewa dalam hati. Sebenarnya, perkataannya tadi serius. Namun, melihat bahasa tubuh Aira yang sama sekali tak menampakkan kenyamanan, membuat Manggala paham bahwa sepertinya sudah tak tersisa sedikit pun rasa cinta untuknya. "Kamu siap-siap, deh. Kita berangkat ke kantor sama-sama," titah Manggala. "Sama-sama? Memangnya tidak apa-apa?" tanya Aira ragu. "Sekadar berangkat ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Janda Tapi Perawan   It's A Secret

    "Mr. Naradipta?" Tidak mungkin!" Aira terkekeh. "Kenapa tidak? Dia tampan dan mapan," sanggah Brandon. "Tapi dia ...." Aira buru-buru membungkam bibirnya sendiri. Jangan sampai dia kelepasan memberitahu Brandon bahwa Manggala telah menikah dengannya. "Apa?" Brandon mengernyitkan dahi curiga. "Tidak ada. Lupakan!" Aira mengibaskan tangan. Gugup sebenarnya, tapi dia harus berpura-pura santai supaya rekannya itu tak curiga. "Nanti makan siang sama-sama, ya. Di restoran depan kantor," ajak Brandon sebelum memulai kesibukannya di studio sebelah, yang hanya terpisah oleh sekat dinding berbahan kaca. Aira mengacungkan dua jempol sebagai isyarat jika dirinya setuju. Sama sekali tak terbersit dalam pikiran Aira untuk meminta izin atau mengabari Manggala. Toh, suaminya sendiri yang meminta untuk merahasiakan pernikahan ini. Dua jam berkutat dengan pekerjaan, kini saatnya Aira harus beristi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09

Bab terbaru

  • Janda Tapi Perawan   Bernapas Lega

    "Aunty!" Teriakan Sammy membuat Aira terkejut. Konsentrasinya dalam mengambil foto-foto Cynthia pun buyar seketika. "Kenapa lagi, Nak?" tanyanya penuh kesabaran. "Ponselmu berbunyi," jawab Sammy seraya meraih sebuah telepon genggam dari dalam kopernya. "Ponsel siapa itu, Sammy?" Aira mengernyit waspada. "Itu bukan milikku " "Tapi, ayah tadi mengatakan jika ponsel ini berdering, maka aku harus memberikannya pada Aunty. Ayah tadi juga mengatakan kalau aku harus menunjukkan ponsel ini pada Aunty," jelas Sammy panjang lebar. Ragu-ragu, Aira mengulurkan tangan. Dia memutuskan untuk menerima ponsel yang disodorkan oleh Sammy. "Ha-halo?" sapa Aira terbata. "Sayang?" balas suara di seberang sana. Suara yang sudah sangat melekat dalam sanubari, bahkan alam bawah sadar Aira. "Ma-Manggala?" desisnya. "Iya, ini aku. Boleh aku minta tolong, Sayang?" tanya Manggala lembut. "Tentu! Ada apa, Ngga?" "Tolong kirim hasil foto-fotomu ke email yang akan kukirim sebentar lagi di nomor

  • Janda Tapi Perawan   Terkuak

    William terdiam. Di satu sisi, dia merasa sedikit terdesak. Wiliam sendirian di tempat ini. Sengaja dia memutuskan untuk menjauhkan para pengawalnya dari Frederick beserta anak buah pria paruh baya itu, agar rencananya bersama Manggala bisa berhasil. Sebuah pilihan berbahaya, berisiko tinggi. Namun, dia yakin hasilnya akan sesuai dengan yang diharapkan. Keyakinan William itu akhirnya membuahkan hasil. Sebelum anak buah Frederick berhasil meringkusnya, tiba-tiba puluhan pria berambut cepak dengan kaos hitam berlari menghampiri. Pria-pria itu sigap meringkus anak buah Frederick. Mereka melumpuhkan pria-pria bersetelan rapi itu kurang dari lima menit. "Ayah!" Cynthia menunjukkan ketakutannya saat seorang pria asing menodongkan pistol ke pelipis Frederick. Ujung moncongnya membuat pria berambut putih itu menegang. Meskipun demikian, Frederick tetap berusaha untuk menekan rasa takutnya. "Kau pikir bisa menghancurkanku seperti ini, Will?" ejek Frederick dengan senyum meremehkan.

  • Janda Tapi Perawan   Canggung

    "Aunty! Ayah membawakanku banyak kue. Lihatlah!" Sammy menyeret koper berodanya, lalu meletakkan benda persegi itu di depan kaki Aira. "Wow! Kelihatannya enak-enak!" puji ibunda Enzo itu untuk menyenangkan hati Sammy. "Aunty boleh mengambil satu!" Sammy menyodorkan sebungkus roti keju pada Aira. "Nanti dulu ya, Sayang. Aunty harus bekerja," tolak Aira halus. Diusapnya rambut coklat keemasan itu seraya tersenyum lembut. "Ah, aku lupa pesan ayah," ujar Sammy sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Aunty sedang bekerja, dan aku tidak boleh mengganggu," lanjutnya. "Anak pintar!" Aira tertawa geli. Gemas rasanya melihat Sammy yang semakin hari, tumbuh semakin cerdas. Kembali dia mengacak-acak rambut Sammy sebelum fokus pada kamera tele yang sedari tadi dia pegang. Aira mendudukkan diri di kursi. Tubuhnya menghadap ke dinding kaca tebal. Tatapannya tajam mengarah ke pemandangan di bawah sana, di dekat bibir pantai. Di bangku panjang yang diapit bebatuan pantai itu, telah datang wani

  • Janda Tapi Perawan   Eksekusi

    "Kaca gelap ini bisa Anda gunakan untuk kepentingan kita," tutur Alex yang membuat dahi Aira berkerut. "Maksudnya?" "Lihat sisi ini!" Alex mengarahkan telunjuknya ke sudut dinding kaca. Mau tak mau, Aira mengikuti arah pandang Alex. Saat itulah dirinya menyadari bahwa sudut dinding kaca tersebut memiliki warna yang berbeda. Aira memperkirakan bahwa bagian kaca yang berwarna tak terlalu gelap itu memiliki luas tak lebih dari tiga puluh senti. "Untuk apa sudut ini?" tanyanya heran. "Anda bisa mengambil foto dari sana," jawab Alex. "Foto?" ulang Aira tak mengerti. "Tuan Clarks meminta anda mengambil foto dalam jumlah sebanyak-banyaknya dari sisi itu," terang Alex. "Ya, ampun. Kata-kata anda terlalu membingungkan. Aku sama sekali tak paham," keluh Aira seraya menggaruk keningnya. "Begini ...." Alex menggoyangkan tangannya, sebagai isyarat agar Aira mendekat. "Jadi, nanti aku mengatur pertemuan antara Tuan Clarks dan Cynthia. Lokasinya ada di bawah sana," tunjuk Alex.

  • Janda Tapi Perawan   Puncak Pesta

    Baru beberapa menit yang lalu Aira menjejakkan kaki di bandara internasional Ngurah Rai, Bali. Bersama Alex, dia menaiki satu mobil khusus yang telah disewa menuju tempat resepsi yang akan digelar besok. "Kru kita masih sama dengan yang dulu," tutur Alex tanpa ditanya, dan Aira pun mengangguk. "Anda tidak apa-apa, kan? Berpisah sementara dengan Enzo?" tanya Alex memastikan. Aira langsung menggeleng dengan yakin. "Dia aman bersama Mama, Tante Mira dan kakak-kakakku," jawabnya. Mendengar nama Mira disebut, Alex langsung tersenyum lebar. "Ya, aku juga merasa begitu. Enzo pasti akan baik-baik saja," gumamnya. Tak terasa, dua jam perjalanan telah ditempuh. Kini, mereka sampai di sebuah resort pribadi di pesisir selatan pulau Bali. Alex langsung mengajak Aira untuk meeting bersama beberapa orang kru yang akan membantu pekerjaan Aira besok. Sejauh yang dia nilai, konsep pernikahan Brandon ini sangat mewah. Seperti acara resepsi a la barat pada umumnya. Ada beberapa tahapan yang

  • Janda Tapi Perawan   Pembalasan Dimulai

    Manggala mengajak Aira memasuki sebuah kamar lain melalui pintu penghubung di kamar yang ditempati oleh Enzo. Pria tampan yang masih setia dengan rambut gondrongnya tersebut menuntun sang istri dengan sangat lembut dan penuh kehati-hatian. "Kamu makin cantik, Sayang," sanjung Manggala dengan tatapan lekat. Tak sedetik pun dirinya mengalihkan pandangan dari wajah cantik Aira yang sudah dipoles dengan make up elegan. "Syukurlah," desis Manggala kemudian. "Apa?" Aira menautkan alis tanda tak paham. "Gaun pilihanku sungguh sangat cocok dikenakan olehmu." Mata coklat tajam Manggala menyapu tubuh sang istri, mulai dari kepala hingga ujung kaki. Gaun hitam berbahan velvet dengan model A-line itu sungguh sempurna membingkai pinggang ramping Aira. "Ah, Sayang. Rasanya sudah berabad-abad aku tak menyentuhmu." Sorot mata Manggala semakin sayu. Satu tangannya sudah aktif bergerak. Sementara bibirnya, dia dekatkan ke bahu kanan Aira. Dengan satu gigitan, Manggala arahkan tali gaun seuk

  • Janda Tapi Perawan   Bersenang-senang

    "Kamu makin ganteng," sanjung Aira seraya tersipu malu. "Masih gondrong juga." Manggala terkekeh. "Kamu ingin aku potong rambut?" tanyanya lembut. Aira spontan menggeleng. "Kamu mau model rambut macam apapun, tidak pernah gagal terlihat tampan," sanjungnya lagi. Manggala salah tingkah. Pipinya bersemu merah, bagaikan remaja yang baru jatuh cinta. "Benarkah?" Tatapan mata pria itu tampak sayu, terarah pada Aira. "Papap ... papap!" Celotehan Enzo membuat Manggala tersadar. Ada bayi yang sangat dia rindukan dan tunggu kedatangannya. "Jagoan Papa," ucap Manggala. Dia meraih Enzo dari gendongan Aira, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara. "Papa sangat merindukanmu, Nak. Sangat rindu," ungkap Manggala dengan mata berkaca-kaca. Begitu pula Aira dengan perasaan campur aduk. "Sampai kapan kita akan seperti ini, Ngga? Aku mulai lelah," keluhnya. "Tolong, sabar sedikit, Sayang. Berjanjilah padaku untuk bertahan," pinta Manggala. Aira tak menjawab. Malah Enzo yang menanggapiny

  • Janda Tapi Perawan   Penuh Damba

    Aira terlihat sangat bahagia menggandeng Enzo. Bocah menggemaskan itu terlihat sangat tampan dalam balutan tuksedo hitam. Senada dengan gaun malam Aira yang juga berwarna hitam. Enzo terus berceloteh dalam gendongan ibunya. Sementara tangan Aira yang lain tengah menyeret stroller. Wanita yang terlihat sangat cantik malam itu berjalan tergesa menuju teras. Aira patut terburu-buru, sebab saat itu suda menunggu sebuah mobil mewah sewaan yang terparkir gagah di halaman rumah Kartika. "Selamat malam, Nyonya." Seorang pria bersetelan hitam, keluar dari pintu pengemudi lau bergegas menghampiri Aira. Pria itu juga membungkuk hormat padanya. "Ini alamat yang akan saya tuju, Pak." Aira sedikit kesusahan mengoperasikan ponsel yang sedari tadi dia genggam sambil menggendong Enzo. "Saya sudah tahu, Nyonya. Klien saya sudah membagikan lokasinya," sahut sang sopir sopan. "Oh, baiklah. Terima kasih." Aira seakan tak sabar ingin bertemu dengan suami. Dirinya tak berpikir panjang untuk seger

  • Janda Tapi Perawan   Mendulang Rindu

    "Ra! Ada paket buat kamu!" seru Sinta seraya menyembulkan kepala di pintu kamar Aira. "Paket?" Aira mengernyitkan dahi. "Aku nggak pesan apa-apa, Kak?" gumamnya ragu. "Tapi kurir mengatakan paket itu atas nama kamu, Ra. Dia meminta tanda tanganmu. Ayo, cepat!" desak Sinta yang kini sudah masuk ke kamar dan mendekati ranjang Aira. Tak hanya itu, dia juga menarik paksa tangan adiknya. "Ya, ampun! Ini bukan penipuan, kan? Jangan-jangan aku disuruh bayar!" Aira tetap bertahan di tempatnya. "Nggak! Kurirnya bilang, paket itu sudah dibayar. Kamu cuma disuruh tanda tangan," ujar Sinta. Aira akhirnya mengalah. Dia memaksakan diri untuk beringsut turun dari ranjang lalu mengikuti sang kakak menuju ke ruang tamu. "Paket dari siapa?" tanya Aira pada kurir. "Nama pengirimnya tertera di sampul paket, Bu. Silakan tanda tangan," jawab kurir. Aira yang sudah diliputi rasa penasaran, segera merebut kotak persegi yang dibungkus dengan sampul plastik berwarna hitam. Setelah membubuhkan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status