"Hukuman apa?" Dean menatap sang ibu dengan tatapan bingung.Wajah Elisa terlihat serius, sedangkan Rangga hanya menunggu sang istrinya mengatakan apa hukuman untuk putra mereka.Kedua lelaki itu terlihat cemas, karena sedari tadi belum saja Elisa menyebutkan apa."Hukumannya apa, Ma?" tanya Dean dengan tidak sabar.Dean lelah menunggu sang ibu untuk mengatakannya, padahal dia ingin segera beristirahat di kamar. Karena tubuh terasa sangat letih."Kamu harus bawa Haura kemari tiap Minggu, mama juga mau kenalan dengan calon mantu," kata Elisa dengan senyuman terukir di bibirnya."Ma, tapi takutnya malah dia merasa canggung sama Mama," tolak Dean tidak menyetujui."Eh, itu hukuman, ya! Jadi kamu gak bisa nolak, kalau enggak mau, aku gak bakalan menyetujui hubungan kalian!" ancam Elisa dengan raut wajah serius.Dean menghela napas panjang. "Tapi aku belum mengatakan kalau mau nikah sama dia, Ma,""Jadi kamu cuma mainin dia, Dean?" Kali ini Rangga yang bertanya, lelaki itu menatap penuh se
"Dean, siapa yang datang?" tanya Elisa dengan berteriak."Bukan siapa-siapa kok, Ma. Cuma ada orang yang nyasar!" jawab Dean.Haura menatap tajam sang kekasih karena menyebut dirinya adalah orang yang salah alamat. Padahal niatnya datang kemari baik, selain membawa makanan Haura pun ingin menjadi lebih akrab dengan kedua orang tuanya Dean.Namun lelaki itu malah seperti melarangnya untuk masuk ke dalam. Padahal dirinya sudah menyiapkan diri sedari pagi."Kenapa sih kamu malah nyebut aku kayak gitu? Aku kan ke sini mau lebih akrab sama kedua orang tua kamu!" Mata Haura melotot, dia sangat kesal sekali kepada Dean."Enggak usah! Kamu enggak perlu dekat, karena orang tuaku udah setuju dengan hubungan kita," jelas Dean masih berusaha menghalangi Haura untuk masuk."Aku mau masuk!" gerutu Haura berusaha menerobos masuk.Karena Haura berusaha masuk, dengan Dean yang terus menghalangi membuat Elisa mendengar keributan yang sepasang kekasih itu lakukan.Dengan rasa penasaran di dalam dada, El
"Pa." Dean menatap sang ayang dengan sorot mata tajam, berharap Rangga tidak bertanya lagi."Loh, emang salah, ya, kalau papa nanya?" Rangga mengerinyitkan alisnya.Menurut Rangga, dia tidak merasa kalau pertanyaannya adalah hal yang salah dan masih batas wajah."Tapi tetap aja, Pa. Kamu buat Haura kaget dengan kasih pertanyaan yang kayak gitu secara mendadak," tegur Elisa membenarkan sang anak."Haura, apa kamu mempermasalahkan pertanyaan yang om tanyakan?" Rangga beralih menatap Haura, janda cantik itu langsung menggeleng pelan. "nah, Haura tidak mempermasalahkannya. Jadi kalian jangan nyalahin papa dong!"Kedua ibu dan anak itu langsung menghela napas berat, mereka tidak bisa mengatakan apa pun kalau Rangga sudah seperti itu."Nah Haura, kenapa kamu cerai sama suami kamu? Om cuma pengen tahu aja kok," kata Rangga mengulangi pertanyaannya yang tadi.Haura terlihat ragu untuk menjawab, tetapi dia memberanikan diri. "Mantan suamiku selingkuh sama cewek lain, Om!"Elisa merasa tidak ny
"Ogah! Aku masih punya kedua tangan, ya. Dasar cowok mesum!" Haura bergegas mengambil ponselnya yang berada di dapur, lalu melangkah keluar dari rumahnya. Tidak dipedulikan Dean yang masih berada di dalam, Haura hanya memilih menunggu di luar sana sampai lelaki itu keluar dari sana sendiri."Ngambek, ya? Jangan ngambek dong, entar cantiknya hilang." Dean menjawil dagu Haura pelan, dia sengaja menggoda wanita cantik itu. Haura malah menepis tangan Dean dengan kasar, dia pun mengunci pintu rumahnya dan segera masuk ke dalam mobil."Tungguin dong, Haura!" teriak Dean berlari kecil menghampiri wanita cantik tersebut.Mobil pun melaju dengan cepat menuju toko Haura, karena Dean juga ingin segera pergi ke kampus.**"Doain, ya, biar aku cepat bisa lulus!" Dean berkata sebelum pamit pergi."Emang kenapa kalau cepat lulus? Kamu mau segera kerja, ya?" tanya Haura penuh selidik, tetapi di dalam hatinya sangat senang kalau Dean sudah mau bekerja.Kalau lelaki itu mau bekerja, berarti pikiranny
Lilis hanya diam saja, tetapi wanita itu menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya seakan-akan tengah mengejek Haura."Duduk dulu kemari, Haura!" perintah Rangga membuyarkan lamunan Haura.Haura sempat melamun melihat senyuman Lilis yang terasa ganjil baginya, tetapi saat dia ingin bertanya lagi Rangga sudah menyuruhnya untuk duduk di kursi, tepat berhadapan dengan Rangga dan Elisa.Dengan wajah bingung, kedua sepasang kekasih itu duduk di tempat yang diarahkan oleh Elisa dan Rangga. Mereka saling pandang satu sama lain, karena masih bingung dengan apa yang terjadi sekarang ini.Di dalam hati Haura, dia berharap kalau apa yang dia pikirkan sekarang ini tidak terjadi, karena apalagi yang akan terjadi kalau Lilis berada di depannya? Selain wanita tersebut ingin menghancurkan kebahagiaan dirinya untuk kedua kali.Jantung Haura berpacu lebih kencang, dirinya sangat gugup menunggu apa yang akan kedua sepasang suami-istri itu katakan. Karena terdengar beberapa kali helaan napas dan raut waj
"Apa yang kamu mau?!" Lilis menatap Haura dengan tatapan mengejek, dia sangat yakin kalau wanita itulah yang mandul.Karena terbukti sekarang dirinya sedang mengandung anaknya Niko, berarti yang bermasalah adalah Haura lantaran selama enam tahun pernikahan tidak ada kabar dari wanita itu. Lilis Lilis akan tertawa di atas penderitaan Haura."Gimana kalau mobilmu yang baru kamu beli itu? Apa kamu akan ngasih ke aku mobil itu?" Haura menantang Lilis, dia ingin tahu apakah wanita itu akan memberikan mobil yang sangat diimpi-impikan Lilis sudah lama.Wajah Lilis pias, wanita itu tidak menyangka Haura menginginkan mobil barunya, padahal beli sendiri tidak pernah menggunakan mobil itu karena dia masih belum bisa mengemudi. Sedangkan Niko melarangnya untuk belajar mengemudi, lantaran dirinya yang sedang mengandung, sang suami takut kalau dia dan bayinya akan kenapa-napa.Namun dia tidak bisa menolak apa yang sudah dia sepakati sedari awal, tentu saja karena kalau dia menolaknya maka tuduhan y
"Apa?! Masa sampai seminggu, paling juga beneran tapi karena kamu takut kamu minta diproses lambat aja sama dokternya!" Lilis mendengus tidak percaya, dia bersedekap dada menatap Haura sinis."Ngapain juga aku takut? Emang dasar begitu kok produsernya, kalau kamu gak percaya coba tanya dokter atau perawat yang lewat!" tantang Haura."Iya, emang benar kalau begitu produser di rumah sakit. Selain mereka harus melakukan pemeriksaan dengan teliti, ada banyak orang juga yang perlu mereka periksa setiap harinya," ucap Rangga menimpali.Lilis berdecak kesal, tangannya melimoat di dada menatap Haura sinis. Wanita hamil tersebut sangat tidak sabar menunggu waktu hasilnya keluar, menurutnya waktu seminggu itu terlalu lama sekali untuk menunggu."Udahlah, kamu pulang aja. Siapa tahu kan tuduhan kamu itu gak benar, siap-siap bakalan kehilangan mobil barumu itu," ejek Haura tertawa kecil.Wanita itu memilih mengajak sang kekasih untuk pergi bersama, karena sekarang dirinya sangat ingin segera beri
"Kenapa wajah kamu kayak gitu, kamu kenal sama dia?" Haura menatap penuh selidik ekspresi wajah Bima."Iya, aku kenal. Tepatnya tahu sama dia, dia pacaran sama temanku terus," Bima menjeda kalimatnya terlebih dahulu.Dia memilih menyeduh kopi yang dibuatkan untuknya sebelum menceritakan semua yang dia ketahui tentang Lilis kepada Haura. Setelah meneguk beberapa kali kopi hangat itu, dia pun menceritakan semuanya, janda cantik tersebut hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan sesekali menampilkan wajahnya yang serius."Jadi begitu, kamu bisa gak bantuin aku?" pinta Haura dengan wajah memelas."Bantu apa?" tanya Bima.Haura menjelaskan apa yang dia inginkan kepada Bima, lelaki itu mendengarkan dengan seksama lalu baru menyetujui permintaan sang teman.*Tidak terasa hari yang sudah ditunggu tiba, semua orang berkumpul di rumah Elisa untuk membaca hasil dari pemeriksaan yang dilakukan seminggu yang lalu. Elisa sengaja mengusulkan untuk membaca hasilnya di rumahnya saja, karena kalau di r
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e