Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
"Lebih baik kamu pergi saja dari sini! Buat apa punya istri cantik, tapi gak bisa ngasih keturunan!" Seorang lelaki melemparkan koper istrinya ke halaman. "Yang, tolong jangan kayak gini! Ingat rumah tangga kita sudah berjalan hampir enam tahun lamanya." Istri dari lelaki tersebut terduduk di lantai rumah yang selama ini menjadi saksi bisu atas manisnya rumah tangga mereka. Hanya saja sekarang rumah tangga ini harus hancur, lantaran selingkuhan suaminya hamil dan dia tidak kunjung mengandung sampai sekarang. Dia dituduh mandul oleh suami berserta pelakor."Usir sama cerain aja, Yang! Aku gak mau dimadu, lebih baik aku gugurin aja anakmu ini!" selingkuhan lelaki tersebut mengancam dengan melirik sinis kepada istri sahnya. "Jangan dong, Sayang! Aku sudah sangat lama nunggu kehadiran bayi kecil di rumah ini." Lelaki itu mengecup selingkuhannya di depan wanita yang masih berstatus istri sahnya, tanpa memikirkan perasaaan sang istri. "Haura Nafisah binti Wibowo Nugroho aku talak kamu! Se
“Emang siapa yang bakalan dengar? Lihat jalanan di sini sangat sepi, karena semua orang sedang sibuk bekerja. Lebih baik, kamu main dulu sama aku.” Lelaki itu menjawil hidung Haura, membuat wanita itu bergidik ngeri karena takut. “Kalau aku gak mau, kamu mau apa?!” Haura berusaha tegar, dia berdiri dengan tegak tidak ingin menunjukan kalau dirinya takut. “Yah tinggal aku paksa dong!” Lelaki itu menyeringai, dia menatap Haura dari atas sampai ke bawah. “Ck, ck! Masih siang gini udah nyari mangsa, ya.” Dean bersandar di salah satu dinding pagar rumah , dia memainkan kuku jari tangannya tanpa melihat ke arah mereka berdua. “Ah, maaf aku pergi dulu!” Lelaki itu langsung pergi setelah melihat Dean, dia terlihat ketakutan menatap Dean yang sebenarnya tidak melakukan apa pun kepadanya. “Kenapa kamu masih di sini?!” Haura menatap ketus kepada lelaki yang baru saja menyelamatkannya. “Bukannya makasih, ini malah mandang ketus kayak gitu!” sindir Dean. “Iya-iya, makasih! Tapi k
"Aku mainan baru? Maksudnya apa?" Haura menatap kedua lelaki yang berada di depannya ini satu-persatu.Wanita ini sekarang sedang bingung maksud dari perkataan lelaki yang baru datang tersebut. Memang sedari tadi lelaki itu terus saja berkata kalau dirinya adalah pacarnya Zean, padahal dia sama sekali tidak mengenal orang itu."Indra, kamu bisa diam, gak? Kalau gak bisa diam, akan aku buat mulutmu diam!" Dean berbicara dengan berbisik, tetapi perkataannya penuh dengan penekanan."Dia pacarnya Zean, kan?" tanya Indra pelan."Maaf, ya, Haura. Emang temanku agak rese sedikit, jadi kamu gak usah mikirin apa yang dia katakan tadi. Kamu pulang dulu, makananmu nanti dingin," ucap Dean dengan senyum terukir di bibirnya."Eh, iya! Aku lupa kalau tadi masih makan, makasih, ya." Haura berjalan tergesa, dia ingin segera sampai ke rumahnya untuk makan.Wanita itu melupakan makanannya yang mungkin sekarang sudah dingin, karena perkataan lelaki yang baru datang tersebut. Toh, buat apa dirinya perdu
"Ngapain kamu di sini?!" Haura menatap tajam kepada mantan pembantunya itu.Pembantu yang sudah dia anggap sebagai adik sendiri, nyatanya tega merebut suami yang sangat dirinya cintai."Suka-suka aku dong! Lagi pula ini rumah Mas Indra," sahut Lilis."Eh, kamu jangan lupa, ya, ini rumah udah dikasih sama aku!" ucap Haura mengingatkan."Tapi ini awalnya rumah Mas Niko, kan? Jadi terserah aku, mau ke sini atau enggak!" Lilis tetap bersikeras, karena dia ingin melihat kehancuran mantan majikannya itu."Terus?" tanya Haura."Em," gumam Lilis.Wanita itu malah tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana yang diberikan kepadanya."Ini rumah aku, kalau aku gak mau ada yang masuk kemari, itu juga terserah aku! Jadi aku harap kamu pergi dari sini." Haura membuka pintu rumahnya dengan lebar.Dia cukup lelah hari ini untuk meladeni wanita seperti Lilis, jadi Haura tidak mau kalau pelakor tersebut berlama-lama di rumahnya. Dirinya takut kalau lepas kendali untuk melakukan sesuatu kepada wanita hamil
Dean yang sejak tadi terdiam, kemudian lelaki itu malah tertawa terbahak-bahak seakan perkataan yang keluar dari mulu Haura sangatlah lucu."Apa yang lucu?" Haura mengerucutkan bibirnya.Wanita itu sekarang merasa kesal dengan lelaki yang berada di depannya sekarang ini. Bukannya menjawab, Dean malah tertawa."Enggak papa! Aku hanya merasa lucu aja sama kamu." Dean memegangi perutnya yang terasa sakit akibat terlalu keras tertawa."Apanya yang lucu coba?!" tanya Haura emosi."Karena kamu salah paham sama aku, aku enggak punya istri, pacar aja belum punya!" jelas Dean.Penjelasan Dean membuat Haura menjadi terkejut, tetapi dia tidak mau percaya begitu saja kepada lelaki di depannya ini."Lalu kata kamu kemarin malam itu apa? Kamu bilang 'yang masak cewek yang kamu cintai' nah kalau bukan istri, lalu siapa?" Haura mengingatkan perkataan Dean tadi malam."Oh, itu. Cewek yang aku cintai itu, adalah mamaku, kalau kamu gak percaya, aku bisa kenalin kamu sama mamaku itu. Nanti kalau mamaku n
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e