"Pa." Dean menatap sang ayang dengan sorot mata tajam, berharap Rangga tidak bertanya lagi."Loh, emang salah, ya, kalau papa nanya?" Rangga mengerinyitkan alisnya.Menurut Rangga, dia tidak merasa kalau pertanyaannya adalah hal yang salah dan masih batas wajah."Tapi tetap aja, Pa. Kamu buat Haura kaget dengan kasih pertanyaan yang kayak gitu secara mendadak," tegur Elisa membenarkan sang anak."Haura, apa kamu mempermasalahkan pertanyaan yang om tanyakan?" Rangga beralih menatap Haura, janda cantik itu langsung menggeleng pelan. "nah, Haura tidak mempermasalahkannya. Jadi kalian jangan nyalahin papa dong!"Kedua ibu dan anak itu langsung menghela napas berat, mereka tidak bisa mengatakan apa pun kalau Rangga sudah seperti itu."Nah Haura, kenapa kamu cerai sama suami kamu? Om cuma pengen tahu aja kok," kata Rangga mengulangi pertanyaannya yang tadi.Haura terlihat ragu untuk menjawab, tetapi dia memberanikan diri. "Mantan suamiku selingkuh sama cewek lain, Om!"Elisa merasa tidak ny
"Ogah! Aku masih punya kedua tangan, ya. Dasar cowok mesum!" Haura bergegas mengambil ponselnya yang berada di dapur, lalu melangkah keluar dari rumahnya. Tidak dipedulikan Dean yang masih berada di dalam, Haura hanya memilih menunggu di luar sana sampai lelaki itu keluar dari sana sendiri."Ngambek, ya? Jangan ngambek dong, entar cantiknya hilang." Dean menjawil dagu Haura pelan, dia sengaja menggoda wanita cantik itu. Haura malah menepis tangan Dean dengan kasar, dia pun mengunci pintu rumahnya dan segera masuk ke dalam mobil."Tungguin dong, Haura!" teriak Dean berlari kecil menghampiri wanita cantik tersebut.Mobil pun melaju dengan cepat menuju toko Haura, karena Dean juga ingin segera pergi ke kampus.**"Doain, ya, biar aku cepat bisa lulus!" Dean berkata sebelum pamit pergi."Emang kenapa kalau cepat lulus? Kamu mau segera kerja, ya?" tanya Haura penuh selidik, tetapi di dalam hatinya sangat senang kalau Dean sudah mau bekerja.Kalau lelaki itu mau bekerja, berarti pikiranny
Lilis hanya diam saja, tetapi wanita itu menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya seakan-akan tengah mengejek Haura."Duduk dulu kemari, Haura!" perintah Rangga membuyarkan lamunan Haura.Haura sempat melamun melihat senyuman Lilis yang terasa ganjil baginya, tetapi saat dia ingin bertanya lagi Rangga sudah menyuruhnya untuk duduk di kursi, tepat berhadapan dengan Rangga dan Elisa.Dengan wajah bingung, kedua sepasang kekasih itu duduk di tempat yang diarahkan oleh Elisa dan Rangga. Mereka saling pandang satu sama lain, karena masih bingung dengan apa yang terjadi sekarang ini.Di dalam hati Haura, dia berharap kalau apa yang dia pikirkan sekarang ini tidak terjadi, karena apalagi yang akan terjadi kalau Lilis berada di depannya? Selain wanita tersebut ingin menghancurkan kebahagiaan dirinya untuk kedua kali.Jantung Haura berpacu lebih kencang, dirinya sangat gugup menunggu apa yang akan kedua sepasang suami-istri itu katakan. Karena terdengar beberapa kali helaan napas dan raut waj
"Apa yang kamu mau?!" Lilis menatap Haura dengan tatapan mengejek, dia sangat yakin kalau wanita itulah yang mandul.Karena terbukti sekarang dirinya sedang mengandung anaknya Niko, berarti yang bermasalah adalah Haura lantaran selama enam tahun pernikahan tidak ada kabar dari wanita itu. Lilis Lilis akan tertawa di atas penderitaan Haura."Gimana kalau mobilmu yang baru kamu beli itu? Apa kamu akan ngasih ke aku mobil itu?" Haura menantang Lilis, dia ingin tahu apakah wanita itu akan memberikan mobil yang sangat diimpi-impikan Lilis sudah lama.Wajah Lilis pias, wanita itu tidak menyangka Haura menginginkan mobil barunya, padahal beli sendiri tidak pernah menggunakan mobil itu karena dia masih belum bisa mengemudi. Sedangkan Niko melarangnya untuk belajar mengemudi, lantaran dirinya yang sedang mengandung, sang suami takut kalau dia dan bayinya akan kenapa-napa.Namun dia tidak bisa menolak apa yang sudah dia sepakati sedari awal, tentu saja karena kalau dia menolaknya maka tuduhan y
"Apa?! Masa sampai seminggu, paling juga beneran tapi karena kamu takut kamu minta diproses lambat aja sama dokternya!" Lilis mendengus tidak percaya, dia bersedekap dada menatap Haura sinis."Ngapain juga aku takut? Emang dasar begitu kok produsernya, kalau kamu gak percaya coba tanya dokter atau perawat yang lewat!" tantang Haura."Iya, emang benar kalau begitu produser di rumah sakit. Selain mereka harus melakukan pemeriksaan dengan teliti, ada banyak orang juga yang perlu mereka periksa setiap harinya," ucap Rangga menimpali.Lilis berdecak kesal, tangannya melimoat di dada menatap Haura sinis. Wanita hamil tersebut sangat tidak sabar menunggu waktu hasilnya keluar, menurutnya waktu seminggu itu terlalu lama sekali untuk menunggu."Udahlah, kamu pulang aja. Siapa tahu kan tuduhan kamu itu gak benar, siap-siap bakalan kehilangan mobil barumu itu," ejek Haura tertawa kecil.Wanita itu memilih mengajak sang kekasih untuk pergi bersama, karena sekarang dirinya sangat ingin segera beri
"Kenapa wajah kamu kayak gitu, kamu kenal sama dia?" Haura menatap penuh selidik ekspresi wajah Bima."Iya, aku kenal. Tepatnya tahu sama dia, dia pacaran sama temanku terus," Bima menjeda kalimatnya terlebih dahulu.Dia memilih menyeduh kopi yang dibuatkan untuknya sebelum menceritakan semua yang dia ketahui tentang Lilis kepada Haura. Setelah meneguk beberapa kali kopi hangat itu, dia pun menceritakan semuanya, janda cantik tersebut hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan sesekali menampilkan wajahnya yang serius."Jadi begitu, kamu bisa gak bantuin aku?" pinta Haura dengan wajah memelas."Bantu apa?" tanya Bima.Haura menjelaskan apa yang dia inginkan kepada Bima, lelaki itu mendengarkan dengan seksama lalu baru menyetujui permintaan sang teman.*Tidak terasa hari yang sudah ditunggu tiba, semua orang berkumpul di rumah Elisa untuk membaca hasil dari pemeriksaan yang dilakukan seminggu yang lalu. Elisa sengaja mengusulkan untuk membaca hasilnya di rumahnya saja, karena kalau di r
Lilis mengacak-acak rambutnya karena frustasi, dia sangat kesal sekali mendengar suaminya selalu menyebutkan nama Haura terus-menerus. Padahal mereka sudah menikah, tetapi lelaki itu tidak pernah bisa melupakan mantan istrinya."Tiap hari kamu selalu nyebut nama dia, aku bosan dengarnnya tahu enggak!" geram Lilis menahan rasa sesak di dalam dada."Iya jelas aku selalu nyebut Haura dari pada kamu, orang kamu cewek yang gak bener kok! Selain bisanya ngabisin duit aja, kamu juga mengandung anak orang lain di perutmu itu." Niko menunjuk perut Lilis dengan tatapan nyalang.Niko merasa sangat terhina sekali dengan apa yang Lilis lakukan kepadanya, seakan-akan wanita itu melemparkan kotoran tepat di wajahnya di depan banyak orang. Rasanya sangat memalukan sekali, andaikan bisa Niko ingin membunuh Lilis sekarang juga tetapi hal itu tidak mungkin dia lakukan."Karena itu aku jadi kayak gini!" sahut Lilis membela diri."Kamu!" Niko ingin melayangkan tamparan ke pipi Lilis, tetapi ada seseorang
"Maksudnya apa itu, Sus?" Dika langsung bertanya dengan wajah panik kepada suster yang berada di depan Niko.Dokter yang menangani Lilis keluar, karena suster yang membantu malah tidak kunjung datang membawa pasien yang sudah tergolek lemas. "Sus bawa pasien ke dalam, kita harus segeram menanganinya!""Dokter bisa jelaskan kenapa pasien harus menjalani operasi?" Dika beralih menatap sang dokter."Karena benturan yang cukup keras membuat rahimnya harus segera diangkat, untuk menyelamatkan bayi dan ibunya. Jadi siapa keluarga pasien di sini, kami harus meminta persetujuannya untuk mendatangani dokumen ini." Dokter menatap satu-persatu dari mereka semua."Niko, kamu masih suaminya. Jadi kamu yang harus mendatangani!" geram Haura yang melihat Niko sedari tadi tidak bergerak.Tanpa pikir panjang Niko langsung mendatangani dokumen yang diberikan dokter kepadanya, laku setelah itu memberikan kembali kepada sang dokter."Kalau begitu, urus pembayarannya lebih dulu. Supaya kami bisa segera mel