"Kenapa wajah kamu kayak gitu, kamu kenal sama dia?" Haura menatap penuh selidik ekspresi wajah Bima."Iya, aku kenal. Tepatnya tahu sama dia, dia pacaran sama temanku terus," Bima menjeda kalimatnya terlebih dahulu.Dia memilih menyeduh kopi yang dibuatkan untuknya sebelum menceritakan semua yang dia ketahui tentang Lilis kepada Haura. Setelah meneguk beberapa kali kopi hangat itu, dia pun menceritakan semuanya, janda cantik tersebut hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan sesekali menampilkan wajahnya yang serius."Jadi begitu, kamu bisa gak bantuin aku?" pinta Haura dengan wajah memelas."Bantu apa?" tanya Bima.Haura menjelaskan apa yang dia inginkan kepada Bima, lelaki itu mendengarkan dengan seksama lalu baru menyetujui permintaan sang teman.*Tidak terasa hari yang sudah ditunggu tiba, semua orang berkumpul di rumah Elisa untuk membaca hasil dari pemeriksaan yang dilakukan seminggu yang lalu. Elisa sengaja mengusulkan untuk membaca hasilnya di rumahnya saja, karena kalau di r
Lilis mengacak-acak rambutnya karena frustasi, dia sangat kesal sekali mendengar suaminya selalu menyebutkan nama Haura terus-menerus. Padahal mereka sudah menikah, tetapi lelaki itu tidak pernah bisa melupakan mantan istrinya."Tiap hari kamu selalu nyebut nama dia, aku bosan dengarnnya tahu enggak!" geram Lilis menahan rasa sesak di dalam dada."Iya jelas aku selalu nyebut Haura dari pada kamu, orang kamu cewek yang gak bener kok! Selain bisanya ngabisin duit aja, kamu juga mengandung anak orang lain di perutmu itu." Niko menunjuk perut Lilis dengan tatapan nyalang.Niko merasa sangat terhina sekali dengan apa yang Lilis lakukan kepadanya, seakan-akan wanita itu melemparkan kotoran tepat di wajahnya di depan banyak orang. Rasanya sangat memalukan sekali, andaikan bisa Niko ingin membunuh Lilis sekarang juga tetapi hal itu tidak mungkin dia lakukan."Karena itu aku jadi kayak gini!" sahut Lilis membela diri."Kamu!" Niko ingin melayangkan tamparan ke pipi Lilis, tetapi ada seseorang
"Maksudnya apa itu, Sus?" Dika langsung bertanya dengan wajah panik kepada suster yang berada di depan Niko.Dokter yang menangani Lilis keluar, karena suster yang membantu malah tidak kunjung datang membawa pasien yang sudah tergolek lemas. "Sus bawa pasien ke dalam, kita harus segeram menanganinya!""Dokter bisa jelaskan kenapa pasien harus menjalani operasi?" Dika beralih menatap sang dokter."Karena benturan yang cukup keras membuat rahimnya harus segera diangkat, untuk menyelamatkan bayi dan ibunya. Jadi siapa keluarga pasien di sini, kami harus meminta persetujuannya untuk mendatangani dokumen ini." Dokter menatap satu-persatu dari mereka semua."Niko, kamu masih suaminya. Jadi kamu yang harus mendatangani!" geram Haura yang melihat Niko sedari tadi tidak bergerak.Tanpa pikir panjang Niko langsung mendatangani dokumen yang diberikan dokter kepadanya, laku setelah itu memberikan kembali kepada sang dokter."Kalau begitu, urus pembayarannya lebih dulu. Supaya kami bisa segera mel
"Aku kan sudah bilang enggak ada pilihan lain, jadi Niko tandatangani surat persetujuan dari dokter," jelas Dika dengan lemah lembut."Kalau begitu kenapa gak biarin salah satu dari kamu yang mati, misalkan anak itu? Supaya aku masih bisa punya rahim lagi!" rutuk Lilis dengan penuh amarah.Lilis menangis sambil terus merutuki musibah yang menimpa dirinya sekarang ini, sudah Niko tidak mau lagi tahu apa pun tentang dirinya dan sekarang dia harus kehilangan rahim atau yang berarti Lilis sekarang mandul."Arggh! Aku enggak bisa kayak gini!" Lilis menjambak rambutnya frustasi, perasaannya sekarang bercampur aduk.Haura sadar kalau dirinya sekarang datang diwaktu yang tidak tepat, mau kembali pun mereka berdua sudah masuk ke dalam kamar Lilis. Alhasil terpaksa Haura memilih untuk memberitahukan kepada Dika tentang kedatangannya, karena sepertinya kedua orang itu tidak sadar akan kedatangan mereka."Dika," panggil Haura pelan.Dika menoleh menatap Haura yang sudah masuk ke dalam. "Eh, maaf
Niko mengeratkan pelukannya karena Haura terus-menerus meronta, dia tidak mau kalau janda cantik itu berada di dalam pelukan Dean, anak bau kencur yang jauh lebih muda dari dua sendiri. Apalagi lelaki muda tersebut tampan, Niko merasa dia akan kalah kalau bersaing dengan Dean."CK, CK! Beraninya sama cewek." Dean berdecak sambil menggelengkan kepalanya cepat."Emang kenapa kalau aku berani sama cewek? Lagi pula Haura masih istriku secara hukum, jadi kamu enggak bisa ikut campur sama urusan kami berdua!" ejek Niko tersenyum kecil.Niko sangat puas sekali karena merasa kalau dirinya akan menang mendapatkan Haura kembali, dia sangat menyesali keputusan bodohnya yang memilih membuang Haura demi seonggok sampah berbau busuk itu. Andaikan dia tahu, mungkin Lilis sudah dirinya usir sejak lama dan sekarang sedang berbahagia dengan Haura sebagai sepasang suami-istri seperti dulu."Kita itu udah selesai, Niko. Kamu udah jatuhin talak ke aku, jadi secara agama aku bukan istrimu lagi!" jelas Haur
"Kalau Minggu ini berarti dua hari lagi, ya?" Haura bertanya dengan menggigit bibir bawahnya, dia ragu ingin datang atau tidak."Iya, Minggu ini. Kalau kamu mau datang, aku akan jagain kamu enggak akan aku biarin kedua orang tuaku buat kamu sakit hati, janji!" janji Dean berusaha membujuk sang kekasih.Haura tertawa kecil mendengar lelaki itu berjanji kepadanya, membuat Dean menjadi bertanya-tanya kenapa kekasihnya tertawa."Kenapa kamu malah tertawa kayak gitu? Apa ada yang lucu?" Dean mengerinyitkan alisnya, menatap lekat sang kekasih."Kamu lucu, karena aku ingat pas kamu janji gak bakalan macam-macam malah ingkar. Jadi mana mungkin aku dapat percaya sama kamu," sindir Haura yang membuat Dean menjadi murung."Jadi kamu gak bakalan mau datang ke sana? Kata Mama sama Papa mereka mau minta maaf atas kejadian kemarin, jadi aku berharap kamu datang," ucap Dean mengatakan apa yang dia pikirkan.Dean sangat berharap kalau Haura datang ke rumahnya, tetapi dirinya tidak mau membuat Haura me
Haura masih berusaha melepaskan diri pelukan seseorang yang tidak dia ketahui siapa, tetapi tenaganya kalah kuat dengan orang itu. Sampai janda cantik itu dihempaskan ke ranjang dengan kasar.Haura dengan sigap menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, karena handuk yang dia pakai sudah terlepas dan tidak tahu di mana. "Kamu siapa? Kenapa masuk ke rumahku?!" teriak Haura, berharap ada seseorang yang akan mendengar teriakannya.Orang itu tidak menyahut, tetapi tidak lama lampu di dalam kamarnya menyala dan memperlihatkan sosok yang masuk ke dalam kamarnya. Orang itu adalah Niko! Membuat Haura menjadi sangat marah dengan apa yang lelaki itu lakukan."Mau apa kamu kemari?!" Haura menatap sinis kepada Niko, dia menutupi tubuhnya dengan selimut untuk berjalan ke arah lemari pakaian.Haura berencana akan keluar dari kamar, lalu mengunci kamarnya itu dan memanggil orang untuk menangkap Niko."Apa lagi? Tentu saja mengingat kan malam intim kita s
"Enggak sengaja, Pa!" elak Dean dengan wajah tidak bersalah.Rangga mendecih mendengar alasan apa yang dikatakan oleh anaknya, tetapi dia sangat memaklumi karena Dean kesal wanita yang dimilikinya hampir diperkosa oleh lelaki bajingan tersebut. Jadi kali ini Rangga akan memaafkan Dean, tetapi tidak untuk lain kali."Loh ada apa Pak Rangga, Dean? Kok cowok itu diletakin di tanah sih?" Kedu satpam di tempat mereka tinggali kebetulan lewat, saat melewati halaman rumah Haura mereka mendengar keributan. Ternyata di sana ada Dean dan Rangga, padahal itu bukanlah halaman rumah mereka."Ini loh, Pak. Cowok ini mau lakuin sesuatu sama cewek baru yang tinggal di sini, dia hampir perkosa dia. Jadi kita mau amanin dulu sebelum dia sadar dan kabur," jelas Rangga menatap kedua satpam tersebut."Wah, bahaya dong. Kalau gitu aku mau hubungin pak polisi dulu, terus cewek yang jadi korban gimana keadaannya?""Dia di rumah kami, Pak. Masih ditenangin Mama di rumah, kasian sampai gemetaran kayak gitu,"