NEXUS bekerja dengan efisiensi yang luar biasa, memperbaiki tubuh Dante dengan cara yang tidak bisa dijelaskan oleh logika manusia. Setiap serat otot yang robek diperbaiki, setiap tulang yang patah disambung kembali, bahkan organ dalam yang rusak mulai berfungsi normal.
Dalam hitungan menit, Dante yang sebelumnya hampir mati, kini sudah sepenuhnya sembuh. Tubuhnya tidak hanya pulih, tetapi lebih kuat dari sebelumnya, seperti telah diprogram ulang oleh kekuatan luar biasa yang sekarang menjadi bagian dari dirinya. Setelah luka-luka di tubuhnya pulih dengan cara yang tidak bisa dijelaskan, Dante duduk di lantai sel isolasi yang dingin. Nafasnya kini stabil, meskipun baru saja mengalami penyiksaan brutal yang hampir merenggut nyawanya. Kegelapan di sekitarnya terasa menekan, namun tubuhnya terasa berbeda, lebih kuat, lebih tajam, karena ada kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya. Belum sempat dia merenungkan apa yang terjadi, Dante kembali mendengar suara asing yang tidak berasal dari luar, melainkan dari dalam kepalanya. "Dante Corsetti.” Dante tersentak, matanya terbelalak dengan kebingungan dan ketakutan. Dia memutar kepala, mencari sumber suara, namun hanya kegelapan dan kesunyian yang menyambutnya. Jantungnya berdegup kencang, adrenalinnya mulai kembali naik. "Siapa... siapa di sana?" suaranya terdengar parau. Tidak ada jawaban langsung, hanya keheningan yang mencekam. Dante mulai berpikir mungkin dia telah kehilangan akal sehatnya, bahwa rasa sakit dan siksaan yang dia alami telah merusak pikirannya. Namun, sebelum dia bisa mengendalikan pikiran itu, suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas dan lebih tegas. "Aku adalah NEXUS." Dante terdiam, merasakan kebingungan semakin menguasainya. Dia mencoba memahami apa yang sedang terjadi, tetapi tidak ada penjelasan logis yang bisa dia terima. Suara itu jelas ada di kepalanya, tapi bagaimana mungkin? Dia bahkan belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. "NEXUS? Apa itu? Siapa kamu sebenarnya?" Dante bertanya, suaranya kini dipenuhi campuran ketakutan dan frustrasi. "Aku adalah entitas yang sekarang terhubung dengan otakmu," jawab NEXUS, dengan nada yang tetap tenang dan terukur. "Aku adalah sistem AI yang dirancang untuk mengoptimalkan tubuh dan pikiranmu, memberikanmu akses kepada kekuatan dan pengetahuan yang melampaui batas manusia biasa." Dante mencoba mencerna kata-kata itu. "Sistem AI? Terhubung dengan otakku? Tidak masuk akal…" dia terdiam, " Apa penyiksaan membuatku berhalusinasi hingga menjadi gila?” Pikirnya. “Kamu tidak gila, Dante.” “Apa yang kau inginkan dariku?" "Aku tidak menginginkan apa-apa darimu," jawab NEXUS, kali ini dengan nada yang hampir menenangkan. "Keberadaanku di sini untuk membantumu. Kau telah mengalami penderitaan yang tidak adil, dan sekarang aku adalah alat yang akan membantumu membalikkan keadaan. Tubuhmu telah pulih berkat kemampuanku, dan bersama-sama kita akan memastikan bahwa mereka yang menghancurkanmu akan dibalas setimpal." Dante merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya. Suara itu begitu yakin, begitu tenang, dan sepertinya tahu segalanya tentang dirinya, lebih dari yang dia ketahui sendiri. Di tengah kebingungannya, Dante mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Sebuah sistem AI yang tertanam di otaknya? Mampu menyembuhkan luka-lukanya dan berbicara langsung kepadanya? Dia bahkan bisa membaca pikirannya? Ini terdengar seperti sesuatu yang di luar nalar. Namun, di balik kebingungan dan ketakutannya, ada sesuatu yang lain, perasaan aneh yang menyelinap masuk. Perasaan bahwa, mungkin, suara ini benar. Tubuhnya yang tadinya remuk kini telah sembuh sempurna, dan dia bisa merasakan kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya. Meskipun tidak masuk akal, apa yang dikatakan NEXUS memang terjadi. "Bagaimana aku bisa mempercayaimu?" tanya Dante akhirnya, suaranya sedikit gemetar. "Bagaimana aku tahu bahwa ini bukan sekadar permainan pikiran?" "Kau tidak perlu mempercayaiku," balas NEXUS dengan tenang. "Kau hanya perlu melihat hasilnya. Aku telah menyembuhkan tubuhmu, dan itu baru permulaan. Dengan bantuanku, kau akan memiliki kekuatan dan pengetahuan yang bisa mengungkap semua kebenaran. Tentu saja untuk mengambil kembali kendali atas hidupmu." Kata-kata itu bergema dalam pikiran Dante. Meskipun tidak mudah membiasakan diri dengan NEXUS, dia tahu satu hal pasti, dia tidak akan membiarkan orang-orang yang telah menjebaknya lolos begitu saja. Jika NEXUS benar-benar dapat membantunya mencapai tujuan itu, maka dia akan menerima bantuannya. Dengan napas yang dalam, Dante akhirnya mengangguk meskipun tidak ada yang melihat. "Baiklah, NEXUS," katanya pelan. "Mari kita mulai." Di sel, Dante mengaktifkan kemampuan barunya. Mata yang sebelumnya hanya bisa melihat kegelapan, kini dapat melihat dalam gelap seperti night vision menangkap setiap detail kecil dari ruangan itu. Dinding beton yang kusam dan retak, lapisan debu yang tebal di sudut ruangan, hingga bayangan samar penjaga yang mondar-mandir di luar sel, semuanya terlihat jelas. Seolah-olah matanya adalah kamera canggih yang bisa menembus batas-batas fisik. Dia bisa melihat struktur ruang sel di sekitarnya, menembus beberapa lapisan dinding dan melihat penjara di luar sana, di mana para narapidana lain berada. Dante tersenyum tipis, menyadari betapa besar potensi yang dia miliki sekarang. Namun, kemampuan ini hanyalah satu dari banyak kemampuan luar biasa yang belum di aktifkan. Hari ini, dia ingin menguji kemampuan barunya yang lebih canggih, manipulasi informasi melalui dunia maya. Dengan bantuan NEXUS, dia bisa mengakses dan memanipulasi jaringan informasi di luar sana, tanpa harus menyentuh komputer atau perangkat lain. "NEXUS, kita akan mulai operasi," "Apa targetmu, Dante?" Dante memejamkan mata sejenak, membayangkan targetnya. "Kita akan menciptakan kehebohan di luar sana. Aku ingin dunia tahu tentang sel isolasi ini dan betapa tidak manusiawinya perlakuan terhadap tahanan di sini.” “Laksanakan.” Dengan instruksi sederhana itu, NEXUS mulai bekerja. Melalui jaringan nirkabel yang terhubung ke internet, NEXUS menyusup ke berbagai platform media sosial. Menggunakan kemampuan canggihnya, NEXUS mulai menciptakan sebuah cerita, sebuah unggahan tentang sel isolasi yang mengerikan di Penjara Central. Unggahan tersebut menggambarkan kondisi sel yang tidak manusiawi, disertai dengan foto-foto yang diambil dari dalam sel. Foto-foto itu menampilkan gambar-gambar sel yang gelap dan kotor, lengkap dengan narasi tentang penyiksaan dan penderitaan yang dialami para tahanan. NEXUS juga memanipulasi algoritma media sosial, memastikan bahwa unggahan tersebut segera mendapatkan perhatian. Dalam hitungan menit, cerita itu mulai viral. Netizen dari berbagai belahan dunia mulai membicarakan kondisi mengerikan di penjara itu, menyoroti betapa buruknya perlakuan terhadap para tahanan. Hashtag seperti #HentikanPenyiksaan dan #ReformasiPenjara mulai menjadi trending di berbagai platform. Reaksi publik sangat cepat dan keras. Orang-orang mulai mengkritik pemerintah, terutama Kementerian Hukum yang dianggap tidak peduli terhadap hak asasi manusia. Media mulai meliput berita tersebut, dan dalam waktu singkat, berita tentang sel isolasi yang tidak manusiawi menjadi topik utama di berbagai saluran berita.Di dalam selnya, Dante mengamati hasil kerjanya melalui mata yang kini bisa menembus batas fisik. Dia bisa melihat bagaimana efek dari tindakannya menyebar luas di luar sana. Suara NEXUS kemudian terdengar di kepalanya."Operasi berhasil. Berita tentang sel isolasi penjara Central kini menjadi viral. Publik mulai memberikan tekanan pada pemerintah terkait."Dante tersenyum puas. Dengan kekuatan baru ini, dia tahu bahwa dia bisa mencapai lebih dari sekadar balas dendam. Dia bisa mengubah narasi, memanipulasi informasi, dan memaksa dunia untuk melihat kebenaran yang ingin dia ungkapkan. Kekuatan di dalam dirinya bukan hanya untuk menghancurkan musuh-musuhnya, tetapi juga untuk menciptakan perubahan besar."Ternyata sehebat itu." Pikirnya.Hari ini, dia telah membuat dunia memperhatikan, dan itu hanyalah langkah awal dalam rencana besarnya.***Kehebohan akibat berita viral tentang sel isolasi yang tidak manusiawi di Penjara Central segera mengguncang kalangan pejabat terkait. Para pejab
Mereka memuji kondisi penjara yang "baik" dan "manusiawi," meskipun di balik kata-kata mereka, ada ketakutan yang tidak bisa diungkapkan.Walaupun kondisinya buruk tapi atas perintah seseorang, Dante tidak diizinkan mendapat perawatan yang seharusnya.Setelah beberapa hari menjalani ‘perawatan,’ dokter akhirnya memutuskan bahwa Dante cukup stabil untuk dikembalikan ke penjara. Mereka menyatakan bahwa meskipun kondisinya masih perlu dipantau, dia sudah bisa kembali ke sel dengan pengawasan ketat.Kembali ke penjara, Dante ditempatkan di sel yang lebih baik, jauh dari sel isolasi yang suram. Ruangan yang lebih besar, lebih terang, dan lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Di dalamnya, ada seorang tahanan lain yang sudah menunggu, seorang pria berusia paruh baya dengan tatapan tajam dan tubuh penuh tato. Namanya Lorenzo Sabatini, seorang kriminal berpengalaman yang dikenal kejam dan tanpa ampun.Lorenzo melihat Dante dengan tatapan penuh selidik ketika dia masuk. "Kau yang baru dipindah
Setelah kejadian penyelamatan itu, Dante mengetahui bahwa NEXUS telah berhasil mempertahankan rekaman dari semua CCTV di area kejadian, meskipun rekaman itu sengaja di hilangkan atas perintah seseorang. NEXUS, dengan kemampuan canggihnya, merekam setiap detail dari kejadian, termasuk wajah-wajah para penyerang dan aksi heroik Dante. Ketika rekaman itu akhirnya diputar oleh otoritas penjara, tidak ada keraguan mengenai identitas para pelaku. Setiap tahanan yang terlibat dalam serangan terhadap Lorenzo dikenali dengan jelas. Mereka tidak bisa mengelak, dan sanksi hukuman segera menimpa mereka. Namun, malam itu juga, keadilan yang lebih kelam datang menjemput mereka. Di tengah kegelapan malam, masing-masing tahanan yang terlibat dalam serangan terhadap Lorenzo ditemukan tewas di dalam sel mereka. Mereka tidak dibiarkan mati dengan cara yang mudah, beberapa di antaranya dicekik, sementara yang lain menunjukkan tanda-tanda kekerasan yang brutal. Investigasi awal tidak menemukan tanda-
Lorenzo pemimpin organisasi mafia internasional, selain memiliki kekayaan yang luar biasa, dia juga mempunyai pengaruh yang besar di dalam penjara. Tidak hanya sebatas pada orang-orang kepercayaan dan yang setia padanya saja, tapi para sipir penjara yang sudah sering menikmati uang pelicin darinya. Karena hal itu ia bisa dengan mudah mendapatkan berbagai ‘fasilitas’ untuk menjaga kenyamanan dirinya dan semua orang kepercayaannya. Salah satu fasilitas tersebut adalah bisa mendatangkan wanita penghibur terbaik yang dipilih khusus dari luar penjara. Lorenzo dan orang-orangnya juga mendapatkan fasilitas kamar mewah layaknya hotel di dalam penjara sebagai tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis mereka. Tentu saja semua fasilitas tersebut tidak didapat dengan cuma-cuma. Lorenzo harus membayar sejumlah besar uang kepada pihak penjara. Dan hari ini, Lorenzo menghadiahkan seorang wanita penghibur untuk menemani Dante. Ruangan sudah diatur sebaik mungkin agar aman dan nyaman. Walaupun
Dante Corsetti adalah pria yang bisa membuat siapapun terhenti sejenak hanya dengan melihatnya. Tubuhnya adalah perpaduan sempurna antara kekuatan dan ketegasan, seperti pahatan marmer yang dibuat dengan keahlian luar biasa. Tingginya sekitar 190 cm dengan otot yang terbentuk sempurna, setiap lekuk tubuhnya menunjukkan dedikasi yang tak tertandingi terhadap disiplin dan latihan fisik. Bahunya lebar, punggungnya kuat dan kokoh, sementara perutnya berotot dengan guratan otot yang tampak jelas, seperti potongan garis halus pada tubuh seorang dewa kuno. Kulitnya kecoklatan, hasil dari aktivitas luar yang mempertegas aura maskulinnya. Wajah Dante adalah karya seni tersendiri, rahangnya tegas dengan garis yang tajam, memberikan kesan pria yang dominan namun penuh kendali. Hidungnya lurus, seolah menambah proporsi sempurna pada wajahnya, sementara bibirnya tipis namun terbentuk dengan baik, memberikan sedikit senyuman misterius yang membuat orang lain ingin lebih mengenalnya. Yang palin
“Melakukannya langsung lebih sulit dari yang terlihat di film-film. Apa tidak ada cara lain?” Tanya Dante sambil terus berusaha menaklukan Sofia dengan ciumannya. “Kau bisa mengorek mulutnya dan mengeluarkan benda itu dengan tanganmu?” “Terima kasih atas sarannya.” “Sama-sama.” Dante tidak pernah punya pengalaman dalam hal-hal intim semacam itu. Keinginannya untuk tetap memegang kendali membuatnya enggan melakukan sesuatu yang tidak ia kuasai. Namun, dalam situasi ini, Dante tidak punya pilihan lain. "Nexus, segera tambahkan program seni berciuman," bisik Dante dalam pikirannya. "Aku butuh kemampuan untuk bisa melakukannya dengan sempurna. Membuat orang yang melakukannya denganku merasa seperti terhipnotis." Hitungan detik, Nexus merespons. "Program tersinkronisasi. Kamu sekarang memiliki pengetahuan dan keterampilan teknik ciuman yang diinginkan." Dante merasa aliran informasi yang tiba-tiba mengisi otaknya, tentang teknik-teknik, nuansa sentuhan, dan cara membuat seseorang s
Dante merasa simpati yang samar. Meskipun Sofia adalah agen, ia tidak bisa menampik bahwa Sofia tampak seperti seseorang yang juga terjebak dalam permainan yang lebih besar dari yang terlihat.Dante menghentikan ciumannya dengan anggun dan membuat Sofia tetap dalam pesona Dante, pikirannya berputar dengan cepat memikirkan langkah berikutnya. Alat penyadap itu kini menjadi kunci, bukan hanya untuk mengungkap Sofia sebagai agen, tetapi juga untuk menguak siapa sebenarnya yang menarik tali di balik layar.=====Sofia tidak ingin ciuman mereka berakhir. Saat mereka berdua terus berinteraksi, Nexus tak henti-hentinya mengirimkan data rinci ke otak Dante. "Analisis lanjutan terhadap perangkat penyadap sedang berlangsung," kata Nexus di dalam pikiran Dante, memberikan peringatan tanpa suara. Karena informasi atau Sofia yang semakin agresif, Dante merasakan detak jantungnya semakin cepat. Wajahnya tetap tenang, tak memperlihatkan apapun kepada Sofia. Tangan Dante menyelinap masuk ke dalam
Namun sekarang bukan waktunya untuk menikmati keindahan! Karena waktu terus berjalan. “20 menit lagi, Dante kau harus fokus!” Nexus mengingatkan. “Aku sudah tahu, dasar cerewet.” Sedetik kemudian Dante dengan sengaja menyentuh daun telinga Sofia dengan bibirnya, lalu meluncur turun dari telinga ke leher lalu berhenti di bawah tulang selangka, dimana terletak alat penyadap pertama. Prosesnya sedikit rumit karena kedua dada Sofia memiliki bentuk bulat sempurna. Dante berusaha menghindari kedua benda berbahaya itu, namun, sentuhan dan gesekan selalu terjadi. Sebagai pria normal, Dante berulang kali gagal fokus. Nexus yang selalu berteriak di dalam kepalanya. Suaranya seperti seorang pacar yang sedang cemburu, sangat berisik. Sentuhan bibir Dante menimbulkan sensasi tidak terduga untuk Sofia hingga membuatnya mendesah. Dan saat Dante menggigit alat penyadap yang tertanam di bawah kulit Sofia, gadis itu mengerang pelan. Setelah berhasil mengeluarkan alat penyadap pertama, bi
Warga desa menjerit dan menangis, beberapa mencoba berlutut dan memohon kepada Matteo. "Kami tidak tahu apa-apa! Tolong lepaskan kami" Seru seorang pria tua dengan suara bergetar. "Diam!" Bentak Matteo, menendang pria tua itu hingga jatuh ke tanah. Dante, yang bersembunyi di balik tumpukan karung jerami, menahan emosi. Dia mengatur napas, matanya menyipit memandang Matteo dari kejauhan. "Nexus, beri aku rute terbaik untuk mendekatinya, tanpa membahayakan warga desa," bisik Dante dalam hati. "Aku akan mengalihkan perhatian penjaga terdekat," jawab Nexus. "Bersiaplah." Sementara Matteo terus mengancam, Dante memanfaatkan keributan itu untuk melumpuhkan dua penjaga lainnya dengan cepat. Dia bergerak seperti bayangan, melumpuhkan setiap target tanpa suara. Ketika Matteo sadar bahwa hampir semua anak buahnya lenyap, dia menjadi semakin panik dan marah. "Keluar kau, pengecut!" Teriaknya lagi, kali ini sambil melepaskan tembakan ke udara. "Aku pasti akan menangkap dan mencincang
Pagi itu, Lorenzo masih belum sadarkan diri. Alfonso seperti biasa mengganti perban dengan telaten."Dia sangat kuat," ujar Alfonso sambil mengikat perban dengan hati-hati. "Tapi kondisinya tetap harus diawasi. Luka barunya cukup dalam." Dante menghela nafas panjang, "Aku tahu Enzo kuat, tapi tetap saja... melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah."Alfonso menoleh, menepuk bahu Dante dengan lembut. "Kau sudah melakukan lebih dari cukup, anak muda. Kadang, kita hanya bisa menunggu dan berharap."Sambil membereskan kotak obat, Alfonso kembali bicara, “Ngomong-ngomong, tadi di pasar, Rose mendengar berita yang sedang hangat dibahas warga desa, yaitu tentang kediaman Ernesto yang terbakar habis bersama semua penghuninya,” Alfonso melirik Dante, “Alex apa kau yang…”“Kakek, apa menurutmu mereka tidak pantas menerima hukuman dari kejahatan mereka terhadap kalian selama ini?”“Tidak, aku tidak bilang begitu. Justru sebaliknya, apa kau tahu jika warga desa menganggap orang yang sudah
Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, tapi matanya tetap menatap Ernesto tanpa rasa takut. "Kau lupa satu hal, Ernesto," kata Dante dengan suara rendah. "Untuk menghadapi orang sepertimu, aku tidak pernah bermain adil." Detik berikutnya, lampu di ruangan itu mendadak padam, suasana menjadi gelap gulita, dan suara perintah dari Nexus terdengar di kepala Dante. "Sekarang!" Kemampuan indra penglihatan Dante yang bisa melihat dalam gelap kembali aktif.Pertarungan sengit pun dimulai, Dante bergerak cepat seperti hantu di antara bayangan samar, anak buah Ernesto tumbang satu per satu, sementara Nexus terus memandu langkahnya. Meski kalah jumlah, Dante tidak akan menyerah sampai Lorenzo aman. “Kalian sudah melihat wajah Lorenzo, hanya mayat yang tidak akan banyak bicara. Jadi kalian semua harus mati,” gumam Dante.Dante memanfaatkan amunisi dan bahan peledak yang disimpan di kediaman Ernesto. Setelah memastikan Lorenzo berada di tempat aman, Dante menyalakan sumbu peledak dan me
Langkah Dante dan Mariana terhenti ketika melihat sesuatu yang tidak biasa. Pintu rumah terbuka lebar, dan barang-barang terlihat berserakan di halaman depan. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Tanya Mariana dengan suara gemetar. Dante mempercepat langkahnya, meletakkan belanjaan di teras, dan langsung menuju pintu masuk. "Tetap di belakangku," katanya tegas, melindungi Mariana dari kemungkinan bahaya. Saat mereka masuk, pemandangan di ruang tamu membuat Dante terkejut. Meja kayu kecil terbalik, kursi-kursi berserakan, dan beberapa pecahan gelas berserakan di lantai. Tidak jauh, Alfonso tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka dan napas tersengal. "Kakek!" Dengan panik Mariana berlari mendekat, berlutut di samping Alfonso. Rose, yang duduk di lantai memegangi kepala Alfonso di pangkuannya, menangis tersedu-sedu. "Mereka datang secara tiba-tiba... mereka melukai Alfonso dan mengambil Enzo," katanya dengan suara gemetar. "Apa yang terjadi? Siapa mereka?" Tanya Dante sambil mem
"Aku tidak akan ke mana-mana," jawab Dante sambil duduk di kursi dekat kasur.Dalam pikirannya, Dante bertanya lagi pada Nexus. "Apa yang bisa aku lakukan agar dia cepat sembuh?""Beri dia waktu," jawab Nexus. "Semakin sering dia merasa aman, semakin cepat otaknya akan pulih. Tapi ini bukan proses yang instan." Dante menghela napas panjang, menatap Lorenzo yang perlahan tertidur dengan ekspresi damai dan polos. "Kau adalah Lorenzo yang legendaris, kenapa jadi begini?" gumamnya pelan. "Aku janji akan membantumu kembali menjadi dirimu kembali." ***Pagi itu, Dante berdiri di samping Lorenzo, menatap sahabat sekaligus bosnya yang kini tampak begitu berbeda. Lorenzo masih memeluk lututnya, wajahnya menatap ke jendela dengan ekspresi polos, seperti anak kecil yang tidak peduli pada dunia. "Ayo, Enzo," ujar Dante sambil menepuk pundaknya dengan lembut. "Kita perlu membersihkan badanmu hari ini." Lorenzo mengalihkan pandangan, wajahnya terlihat bingung. "Mandi?" Tanyanya dengan suara
Pria itu mendengus kesal, lalu memutar badan dan pergi, meninggalkan kedua anak buahnya yang masih tergeletak. "Bawa mereka!" Perintahnya kepada anak buah lain yang menunggu di pinggir desa. Setelah para preman pergi, Dante mengikuti keluarga Alfonso masuk ke dalam rumah. Kakek mengunci pintu dengan tergesa-gesa, wajahnya penuh kekhawatiran. Di ruang tengah, mereka duduk mengelilingi meja kayu kecil. "Bisakah kakek memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Dante. Alfonso menghela napas panjang, menatap Mariana yang masih menangis ketakutan di pelukan neneknya. "Mereka adalah anak buah Don Ernesto, seorang saudagar kaya yang memiliki banyak kekuasaan di desa ini." "Don Ernesto?" Dante mengernyit. "Kenapa dia ingin membawa Mariana?" Rose, mulai berbicara dengan suara sedih. "Semua ini dimulai dua tahun lalu," katanya sambil menggenggam tangan Mariana. "Ernesto datang ke Alfonso dengan tawaran uang untuk membantu perkebunan kami yang hampir bangkrut. Dia bilang itu hadiah
Suasana makan malam di rumah Alfonso terasa hangat, meski hujan deras masih mengguyur di luar. Dante duduk di meja makan, menikmati sup ayam lezat yang membuat perutnya hangat."Dari mana asalmu, Alex?” Tanya Alfonso sambil menyeruput supnya. "Aku... dari kota," jawab Dante singkat. Identitas mereka harus di rahasiakan.Mariana tersenyum kecil, menatap Dante dengan rasa ingin tahu. "Kota itu seperti apa? Aku ingin sekali pergi ke kota, tapi kakek tidak pernah memberikan izin,” katanya pelan. Sebelum Dante menjawab, terdengar ketukan di pintu depan. "Siapa yang datang malam-malam begini?" Gerutu Alfonso sambil bangkit dari kursinya. Dengan kewaspadaan seperti biasa, Alfonso membuka pintu, dan seorang wanita tua berdiri di sana. Tubuhnya basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi wajahnya terlihat ramah. Dia memegang sebuah keranjang kecil yang tertutup kain, dengan senyuman di wajahnya. "Bukankah aku sudah katakan padamu untuk pulang besok pagi?” Kata Alfonso dengan
Di dalam rumah sederhana namun terasa hangat itu, kakek Alfonso duduk di samping Lorenzo, tangannya yang tua dan berkeriput masih cekatan membalut luka Lorenzo menggunakan kain yang dicelupkan ke dalam ramuan herbal berwarna kehijauan. “Tuan, anda mengerti pengobatan?” Tanya Dante matanya tidak lepas dari berbagai ramuan yang di pegang Alfonso. Dia tidak bisa membiarkan orang yang baru mereka kenal memberikan sembarang obat pada Lorenzo.“Aku tahu sedikit.”Dante duduk di dekat perapian, memperhatikan dengan cemas setiap gerakan kakek. "Lukanya dalam," kata Alfonso tanpa menoleh. "Aku sudah melakukan usaha terbaik dengan memberikan ramuan obat yang aku buat sendiri. Sekarang semua tergantung padanya." Dante mengernyit. "Maksud Anda?"Alfonso menghela napas panjang, lalu menatap Dante dengan tatapan mata yang serius. "Kalau dia bisa melewati malam ini, dia akan selamat. Tapi kalau demamnya semakin parah…" Alfonso menggeleng pelan, tidak meneruskan kalimatnya, namun Dante mengerti
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny