Mereka memuji kondisi penjara yang "baik" dan "manusiawi," meskipun di balik kata-kata mereka, ada ketakutan yang tidak bisa diungkapkan.
Walaupun kondisinya buruk tapi atas perintah seseorang, Dante tidak diizinkan mendapat perawatan yang seharusnya. Setelah beberapa hari menjalani ‘perawatan,’ dokter akhirnya memutuskan bahwa Dante cukup stabil untuk dikembalikan ke penjara. Mereka menyatakan bahwa meskipun kondisinya masih perlu dipantau, dia sudah bisa kembali ke sel dengan pengawasan ketat. Kembali ke penjara, Dante ditempatkan di sel yang lebih baik, jauh dari sel isolasi yang suram. Ruangan yang lebih besar, lebih terang, dan lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Di dalamnya, ada seorang tahanan lain yang sudah menunggu, seorang pria berusia paruh baya dengan tatapan tajam dan tubuh penuh tato. Namanya Lorenzo Sabatini, seorang kriminal berpengalaman yang dikenal kejam dan tanpa ampun. Lorenzo melihat Dante dengan tatapan penuh selidik ketika dia masuk. "Kau yang baru dipindahkan dari sel isolasi itu, ya?" tanya Lorenzo dengan suara rendah dan sedikit mencemooh. Dante mengangguk, masih menjaga penampilannya yang lemah dan sakit. "Ya... aku baru saja keluar dari rumah sakit," jawabnya pelan, menatap Lorenzo dengan mata yang tampak lelah. Lorenzo mengamati Dante beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, kita akan lihat bagaimana kamu bertahan di sini," katanya sambil tersenyum tipis, seolah-olah sedang menilai apakah Dante layak dihormati atau hanya akan menjadi mangsa di antara para tahanan. Dante, sebagai seorang jaksa, sudah sangat familiar dengan reputasi Lorenzo. Sebelum ditangkap, Lorenzo adalah bos mafia yang dikenal sebagai pemimpin jaringan kriminal terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Organisasi yang dia pimpin memiliki cabang di berbagai negara, terlibat dalam segala macam kegiatan ilegal mulai dari perdagangan obat terlarang, senjata, perdagangan manusia, hingga pencucian uang. Bahkan setelah ditangkap dan dipenjara, Lorenzo tetap menjalankan bisnisnya dengan lancar dari balik jeruji penjara. Dante tahu betapa berbahayanya Lorenzo. Ketika mendapati bahwa mereka ditempatkan dalam sel yang sama, Dante tidak bisa menahan rasa waspada. Namun, dia juga tahu bahwa ini bisa menjadi kesempatan besar baginya. Dengan kemampuan NEXUS, Dante bisa menggali lebih dalam tentang jaringan Lorenzo dan mungkin, memanfaatkan informasi itu untuk keuntungannya sendiri. Suatu hari, ketika Dante sedang beristirahat di dalam sel, NEXUS tiba-tiba mengaktifkan fungsi pengintainya. Melalui gelombang radio dan sinyal yang bertebaran di udara, NEXUS menangkap percakapan rahasia antara beberapa tahanan di bagian lain penjara. Dante, yang terbiasa dengan kejutan-kejutan dari NEXUS, segera berfokus pada percakapan tersebut. "Lorenzo harus dihabisi," suara seorang tahanan terdengar dingin melalui gelombang yang diterima oleh NEXUS. "Ya, bos di luar tidak mau dia terus hidup. Terlalu berbahaya kalau dia tetap bisa menjalankan bisnisnya dari sini," balas suara lainnya. Dante mengepalkan tangan. Informasi ini tidak bisa diabaikan. Ada sekelompok orang yang merencanakan untuk membunuh Lorenzo, kemungkinan besar, ini adalah perintah dari rival atau orang dalam organisasi yang ingin mengambil alih kekuasaan. Ancaman ini nyata, dan jika Lorenzo mati, akan ada kekacauan besar, tidak hanya di dalam penjara tapi juga di luar. "NEXUS, bisakah kau mendapatkan detail lebih lanjut tentang siapa yang terlibat?" tanya Dante dengan pikiran tegang. "Aku sedang mencoba melacak asal-usul sinyal dan mendapatkan lebih banyak informasi," jawab NEXUS. "Namun, percakapan ini sangat terenkripsi. Akan membutuhkan waktu untuk menguraikannya." Dengan bantuan NEXUS, Dante berhasil melacak detail lebih lanjut tentang rencana pembunuhan Lorenzo. Melalui intersepsi komunikasi dan pengawasan digital yang dilakukan NEXUS, Dante mengetahui bahwa serangan itu akan terjadi di salah satu sudut terpencil penjara, tempat yang jarang diawasi oleh petugas. Waktunya sudah ditentukan dengan cermat, beberapa saat setelah penghuni penjara selesai makan malam, ketika para penjaga biasanya lengah. Rencana Dante jelas. Dia akan menyelamatkan Lorenzo pada saat kritis, berharap tindakan ini akan membuat sang bos mafia memberinya kepercayaan. Dengan kepercayaan itu, Dante bisa mendapatkan akses ke dalam jaringan kriminal Lorenzo dan memanfaatkannya untuk rencananya sendiri. Namun, ketika waktu yang dinantikan tiba, segalanya tidak berjalan sesuai rencana. Setelah makan malam, Dante dengan hati-hati mengikuti jejak Lorenzo yang diarahkan ke tempat yang sepi, seperti yang sudah dia duga. Namun, meski dia sudah mempersiapkan diri, ada sesuatu yang membuatnya terlambat, seorang petugas menyuruhnya untuk mengangkat dan memindahkan banyak barang seorang diri. Ketika Dante sampai di tempat kejadian tersebut, dia melihat Lorenzo sudah dikeroyok oleh beberapa tahanan. Pria itu terpojok di sudut, babak belur dan berdarah, berusaha bertahan hidup melawan serangan yang bertubi-tubi.. Salah satu penyerang, seorang tahanan yang bertubuh besar dan berwajah beringas, mengeluarkan senjata buatan sendiri, sebuah sikat gigi yang dipatahkan menjadi tajam, siap untuk menusukkan alat tersebut ke tubuh Lorenzo. "Lorenzo!" teriak Dante, saat dia berlari menghampiri, tetapi dia terlambat. Tahanan itu sudah bergerak, siap untuk menikam. Dalam hitungan detik, Dante bertindak tanpa berpikir panjang. Dia melompat ke depan, tubuhnya menghantam tahanan yang hendak menyerang. Tangan Dante dengan reflek terangkat untuk menahan serangan itu, dan ujung tajam sikat gigi itu menembus telapak tangannya, membuat darah mengalir deras. Rasa sakitnya tajam, tapi Dante tidak goyah. Lorenzo, yang sudah hampir pingsan, hanya bisa melihat dengan mata setengah tertutup ketika Dante, dengan tangan yang terluka, mendorong tahanan itu menjauh darinya. Meskipun Dante berhasil melindungi Lorenzo, dia tahu bahwa ini belum berakhir. "NEXUS, aktifkan alarm sekarang!" perintah Dante dalam pikirannya. Tanpa ragu, NEXUS segera meretas sistem keamanan penjara, menyalakan alarm darurat yang nyaring di seluruh gedung. Alarm itu langsung menarik perhatian para petugas penjara yang bergegas ke tempat kejadian. Tahanan-tahanan yang sedang mengeroyok Dante segera melarikan diri saat itu juga, meninggalkan Lorenzo dan Dante yang terkapar di lantai. Para penjaga tiba dalam waktu singkat, mengamankan situasi dan mengendalikan para tahanan yang terlibat. Mereka segera membawa Lorenzo dan Dante yang terluka ke klinik penjara. Di klinik, Lorenzo menatap Dante dengan tidak percaya, antara terkejut dan kebingungan. Dia tidak mengerti mengapa seseorang yang baru saja ditemui, mau mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkannya. Dante, tetap berpura-pura lemah, memberikan senyuman tipis kepada Lorenzo, dan berkata, “Aku hanya kebetulan lewat. Lagi pula kita adalah rekan satu sel, jika kau sampai mati, aku takut roh gentayanganmu akan terus menghantuiku.” Celetuk Dante dengan nada bercanda. Mereka terkekeh bersama. Dia tahu bahwa rasa terima kasih dan kepercayaan dari Lorenzo adalah langkah pertama menuju rencana besarnya. Dengan tangan yang berdarah dan rasa sakit yang terus berdenyut, Dante sudah memenangkan langkah pertama dalam permainan berbahaya ini.Setelah kejadian penyelamatan itu, Dante mengetahui bahwa NEXUS telah berhasil mempertahankan rekaman dari semua CCTV di area kejadian, meskipun rekaman itu sengaja di hilangkan atas perintah seseorang. NEXUS, dengan kemampuan canggihnya, merekam setiap detail dari kejadian, termasuk wajah-wajah para penyerang dan aksi heroik Dante. Ketika rekaman itu akhirnya diputar oleh otoritas penjara, tidak ada keraguan mengenai identitas para pelaku. Setiap tahanan yang terlibat dalam serangan terhadap Lorenzo dikenali dengan jelas. Mereka tidak bisa mengelak, dan sanksi hukuman segera menimpa mereka. Namun, malam itu juga, keadilan yang lebih kelam datang menjemput mereka. Di tengah kegelapan malam, masing-masing tahanan yang terlibat dalam serangan terhadap Lorenzo ditemukan tewas di dalam sel mereka. Mereka tidak dibiarkan mati dengan cara yang mudah, beberapa di antaranya dicekik, sementara yang lain menunjukkan tanda-tanda kekerasan yang brutal. Investigasi awal tidak menemukan tanda-
Lorenzo pemimpin organisasi mafia internasional, selain memiliki kekayaan yang luar biasa, dia juga mempunyai pengaruh yang besar di dalam penjara. Tidak hanya sebatas pada orang-orang kepercayaan dan yang setia padanya saja, tapi para sipir penjara yang sudah sering menikmati uang pelicin darinya. Karena hal itu ia bisa dengan mudah mendapatkan berbagai ‘fasilitas’ untuk menjaga kenyamanan dirinya dan semua orang kepercayaannya. Salah satu fasilitas tersebut adalah bisa mendatangkan wanita penghibur terbaik yang dipilih khusus dari luar penjara. Lorenzo dan orang-orangnya juga mendapatkan fasilitas kamar mewah layaknya hotel di dalam penjara sebagai tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis mereka. Tentu saja semua fasilitas tersebut tidak didapat dengan cuma-cuma. Lorenzo harus membayar sejumlah besar uang kepada pihak penjara. Dan hari ini, Lorenzo menghadiahkan seorang wanita penghibur untuk menemani Dante. Ruangan sudah diatur sebaik mungkin agar aman dan nyaman. Walaupun
Dante Corsetti adalah pria yang bisa membuat siapapun terhenti sejenak hanya dengan melihatnya. Tubuhnya adalah perpaduan sempurna antara kekuatan dan ketegasan, seperti pahatan marmer yang dibuat dengan keahlian luar biasa. Tingginya sekitar 190 cm dengan otot yang terbentuk sempurna, setiap lekuk tubuhnya menunjukkan dedikasi yang tak tertandingi terhadap disiplin dan latihan fisik. Bahunya lebar, punggungnya kuat dan kokoh, sementara perutnya berotot dengan guratan otot yang tampak jelas, seperti potongan garis halus pada tubuh seorang dewa kuno. Kulitnya kecoklatan, hasil dari aktivitas luar yang mempertegas aura maskulinnya. Wajah Dante adalah karya seni tersendiri, rahangnya tegas dengan garis yang tajam, memberikan kesan pria yang dominan namun penuh kendali. Hidungnya lurus, seolah menambah proporsi sempurna pada wajahnya, sementara bibirnya tipis namun terbentuk dengan baik, memberikan sedikit senyuman misterius yang membuat orang lain ingin lebih mengenalnya. Yang palin
“Melakukannya langsung lebih sulit dari yang terlihat di film-film. Apa tidak ada cara lain?” Tanya Dante sambil terus berusaha menaklukan Sofia dengan ciumannya. “Kau bisa mengorek mulutnya dan mengeluarkan benda itu dengan tanganmu?” “Terima kasih atas sarannya.” “Sama-sama.” Dante tidak pernah punya pengalaman dalam hal-hal intim semacam itu. Keinginannya untuk tetap memegang kendali membuatnya enggan melakukan sesuatu yang tidak ia kuasai. Namun, dalam situasi ini, Dante tidak punya pilihan lain. "Nexus, segera tambahkan program seni berciuman," bisik Dante dalam pikirannya. "Aku butuh kemampuan untuk bisa melakukannya dengan sempurna. Membuat orang yang melakukannya denganku merasa seperti terhipnotis." Hitungan detik, Nexus merespons. "Program tersinkronisasi. Kamu sekarang memiliki pengetahuan dan keterampilan teknik ciuman yang diinginkan." Dante merasa aliran informasi yang tiba-tiba mengisi otaknya, tentang teknik-teknik, nuansa sentuhan, dan cara membuat seseorang s
Dante merasa simpati yang samar. Meskipun Sofia adalah agen, ia tidak bisa menampik bahwa Sofia tampak seperti seseorang yang juga terjebak dalam permainan yang lebih besar dari yang terlihat.Dante menghentikan ciumannya dengan anggun dan membuat Sofia tetap dalam pesona Dante, pikirannya berputar dengan cepat memikirkan langkah berikutnya. Alat penyadap itu kini menjadi kunci, bukan hanya untuk mengungkap Sofia sebagai agen, tetapi juga untuk menguak siapa sebenarnya yang menarik tali di balik layar.=====Sofia tidak ingin ciuman mereka berakhir. Saat mereka berdua terus berinteraksi, Nexus tak henti-hentinya mengirimkan data rinci ke otak Dante. "Analisis lanjutan terhadap perangkat penyadap sedang berlangsung," kata Nexus di dalam pikiran Dante, memberikan peringatan tanpa suara. Karena informasi atau Sofia yang semakin agresif, Dante merasakan detak jantungnya semakin cepat. Wajahnya tetap tenang, tak memperlihatkan apapun kepada Sofia. Tangan Dante menyelinap masuk ke dalam
Namun sekarang bukan waktunya untuk menikmati keindahan! Karena waktu terus berjalan. “20 menit lagi, Dante kau harus fokus!” Nexus mengingatkan. “Aku sudah tahu, dasar cerewet.” Sedetik kemudian Dante dengan sengaja menyentuh daun telinga Sofia dengan bibirnya, lalu meluncur turun dari telinga ke leher lalu berhenti di bawah tulang selangka, dimana terletak alat penyadap pertama. Prosesnya sedikit rumit karena kedua dada Sofia memiliki bentuk bulat sempurna. Dante berusaha menghindari kedua benda berbahaya itu, namun, sentuhan dan gesekan selalu terjadi. Sebagai pria normal, Dante berulang kali gagal fokus. Nexus yang selalu berteriak di dalam kepalanya. Suaranya seperti seorang pacar yang sedang cemburu, sangat berisik. Sentuhan bibir Dante menimbulkan sensasi tidak terduga untuk Sofia hingga membuatnya mendesah. Dan saat Dante menggigit alat penyadap yang tertanam di bawah kulit Sofia, gadis itu mengerang pelan. Setelah berhasil mengeluarkan alat penyadap pertama, bi
“Tuan tenang saja, bos besar menyuruhku untuk melayanimu, jadi… itu yang akan aku lakukan. Tuan cukup berbaring dengan manis dan menikmatinya.” Ucap Sofia dengan suara yang bisa membuat tubuh pria manapun yang mendengarnya menjadi jelly.“Tapi Nona…”Telunjuk Sofia menekan bibir Dante menahannya bicara. “Bos besar sedang menguping di balik pintu, jadi sebaiknya Tuan patuh.”“Nexi, apa itu benar?”“Benar. Lorenzo sudah berada di sana sejak sepuluh menit yang lalu. Sofia mengetahuinya mungkin karena melihat bayangan yang bergerak di bawah pintu.”“Tapi, bagaimana kau tahu jika Lorenzo yang berada disana? Kau hanya ingin membuatku takut.”“Menurutmu… siapa yang cukup punya nyali untuk menguping orang yang sedang bercinta, dan orang itu dipanggil ‘adik’ oleh bos besar? Selain bos besar itu sendiri. Para petugas, hanya tertarik pada uang, agar bisa bermain dengan wanita mereka sendiri.”“Analisa yang hebat.” Pikir Dante.“Bagaimana jika kita pura-pura saja, kau tidak ingin benar-benar mela
Suatu hari, Dante sedang menjalani tugas rutinnya di penjara, membersihkan lorong-lorong suram dan ruang-ruang kecil di sudut-sudut penjara yang jarang dilewati. Meskipun tampak seperti tahanan biasa yang menjalani hukuman, dia selalu waspada. Kecanggihan Nexus memberinya kemampuan untuk memantau setiap situasi dengan detail, dan dia sering memanfaatkan momen kerja bakti seperti ini untuk mendengarkan percakapan dan mempelajari gerak-gerik para tahanan lainnya.Saat sedang menyapu di salah satu lorong dekat ruang pertemuan yang biasanya kosong, Dante melihat beberapa orang yang dikenalnya sebagai orang-orang Lorenzo berkumpul di sudut yang sepi, tampak berbicara dengan serius. Mereka adalah Franco, Rico, dan Sergio, orang-orang kepercayaan Lorenzo yang biasanya menjalankan perintah dengan setia. Tapi hari itu, Dante merasakan ada sesuatu yang berbeda.Biasanya, mereka selalu bergerak bersama Lorenzo atau mengikuti perintah langsung darinya. Namun kali ini, mereka melakukan pertemuan
Warga desa menjerit dan menangis, beberapa mencoba berlutut dan memohon kepada Matteo. "Kami tidak tahu apa-apa! Tolong lepaskan kami" Seru seorang pria tua dengan suara bergetar. "Diam!" Bentak Matteo, menendang pria tua itu hingga jatuh ke tanah. Dante, yang bersembunyi di balik tumpukan karung jerami, menahan emosi. Dia mengatur napas, matanya menyipit memandang Matteo dari kejauhan. "Nexus, beri aku rute terbaik untuk mendekatinya, tanpa membahayakan warga desa," bisik Dante dalam hati. "Aku akan mengalihkan perhatian penjaga terdekat," jawab Nexus. "Bersiaplah." Sementara Matteo terus mengancam, Dante memanfaatkan keributan itu untuk melumpuhkan dua penjaga lainnya dengan cepat. Dia bergerak seperti bayangan, melumpuhkan setiap target tanpa suara. Ketika Matteo sadar bahwa hampir semua anak buahnya lenyap, dia menjadi semakin panik dan marah. "Keluar kau, pengecut!" Teriaknya lagi, kali ini sambil melepaskan tembakan ke udara. "Aku pasti akan menangkap dan mencincang
Pagi itu, Lorenzo masih belum sadarkan diri. Alfonso seperti biasa mengganti perban dengan telaten."Dia sangat kuat," ujar Alfonso sambil mengikat perban dengan hati-hati. "Tapi kondisinya tetap harus diawasi. Luka barunya cukup dalam." Dante menghela nafas panjang, "Aku tahu Enzo kuat, tapi tetap saja... melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah."Alfonso menoleh, menepuk bahu Dante dengan lembut. "Kau sudah melakukan lebih dari cukup, anak muda. Kadang, kita hanya bisa menunggu dan berharap."Sambil membereskan kotak obat, Alfonso kembali bicara, “Ngomong-ngomong, tadi di pasar, Rose mendengar berita yang sedang hangat dibahas warga desa, yaitu tentang kediaman Ernesto yang terbakar habis bersama semua penghuninya,” Alfonso melirik Dante, “Alex apa kau yang…”“Kakek, apa menurutmu mereka tidak pantas menerima hukuman dari kejahatan mereka terhadap kalian selama ini?”“Tidak, aku tidak bilang begitu. Justru sebaliknya, apa kau tahu jika warga desa menganggap orang yang sudah
Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, tapi matanya tetap menatap Ernesto tanpa rasa takut. "Kau lupa satu hal, Ernesto," kata Dante dengan suara rendah. "Untuk menghadapi orang sepertimu, aku tidak pernah bermain adil." Detik berikutnya, lampu di ruangan itu mendadak padam, suasana menjadi gelap gulita, dan suara perintah dari Nexus terdengar di kepala Dante. "Sekarang!" Kemampuan indra penglihatan Dante yang bisa melihat dalam gelap kembali aktif.Pertarungan sengit pun dimulai, Dante bergerak cepat seperti hantu di antara bayangan samar, anak buah Ernesto tumbang satu per satu, sementara Nexus terus memandu langkahnya. Meski kalah jumlah, Dante tidak akan menyerah sampai Lorenzo aman. “Kalian sudah melihat wajah Lorenzo, hanya mayat yang tidak akan banyak bicara. Jadi kalian semua harus mati,” gumam Dante.Dante memanfaatkan amunisi dan bahan peledak yang disimpan di kediaman Ernesto. Setelah memastikan Lorenzo berada di tempat aman, Dante menyalakan sumbu peledak dan me
Langkah Dante dan Mariana terhenti ketika melihat sesuatu yang tidak biasa. Pintu rumah terbuka lebar, dan barang-barang terlihat berserakan di halaman depan. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Tanya Mariana dengan suara gemetar. Dante mempercepat langkahnya, meletakkan belanjaan di teras, dan langsung menuju pintu masuk. "Tetap di belakangku," katanya tegas, melindungi Mariana dari kemungkinan bahaya. Saat mereka masuk, pemandangan di ruang tamu membuat Dante terkejut. Meja kayu kecil terbalik, kursi-kursi berserakan, dan beberapa pecahan gelas berserakan di lantai. Tidak jauh, Alfonso tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka dan napas tersengal. "Kakek!" Dengan panik Mariana berlari mendekat, berlutut di samping Alfonso. Rose, yang duduk di lantai memegangi kepala Alfonso di pangkuannya, menangis tersedu-sedu. "Mereka datang secara tiba-tiba... mereka melukai Alfonso dan mengambil Enzo," katanya dengan suara gemetar. "Apa yang terjadi? Siapa mereka?" Tanya Dante sambil mem
"Aku tidak akan ke mana-mana," jawab Dante sambil duduk di kursi dekat kasur.Dalam pikirannya, Dante bertanya lagi pada Nexus. "Apa yang bisa aku lakukan agar dia cepat sembuh?""Beri dia waktu," jawab Nexus. "Semakin sering dia merasa aman, semakin cepat otaknya akan pulih. Tapi ini bukan proses yang instan." Dante menghela napas panjang, menatap Lorenzo yang perlahan tertidur dengan ekspresi damai dan polos. "Kau adalah Lorenzo yang legendaris, kenapa jadi begini?" gumamnya pelan. "Aku janji akan membantumu kembali menjadi dirimu kembali." ***Pagi itu, Dante berdiri di samping Lorenzo, menatap sahabat sekaligus bosnya yang kini tampak begitu berbeda. Lorenzo masih memeluk lututnya, wajahnya menatap ke jendela dengan ekspresi polos, seperti anak kecil yang tidak peduli pada dunia. "Ayo, Enzo," ujar Dante sambil menepuk pundaknya dengan lembut. "Kita perlu membersihkan badanmu hari ini." Lorenzo mengalihkan pandangan, wajahnya terlihat bingung. "Mandi?" Tanyanya dengan suara
Pria itu mendengus kesal, lalu memutar badan dan pergi, meninggalkan kedua anak buahnya yang masih tergeletak. "Bawa mereka!" Perintahnya kepada anak buah lain yang menunggu di pinggir desa. Setelah para preman pergi, Dante mengikuti keluarga Alfonso masuk ke dalam rumah. Kakek mengunci pintu dengan tergesa-gesa, wajahnya penuh kekhawatiran. Di ruang tengah, mereka duduk mengelilingi meja kayu kecil. "Bisakah kakek memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Dante. Alfonso menghela napas panjang, menatap Mariana yang masih menangis ketakutan di pelukan neneknya. "Mereka adalah anak buah Don Ernesto, seorang saudagar kaya yang memiliki banyak kekuasaan di desa ini." "Don Ernesto?" Dante mengernyit. "Kenapa dia ingin membawa Mariana?" Rose, mulai berbicara dengan suara sedih. "Semua ini dimulai dua tahun lalu," katanya sambil menggenggam tangan Mariana. "Ernesto datang ke Alfonso dengan tawaran uang untuk membantu perkebunan kami yang hampir bangkrut. Dia bilang itu hadiah
Suasana makan malam di rumah Alfonso terasa hangat, meski hujan deras masih mengguyur di luar. Dante duduk di meja makan, menikmati sup ayam lezat yang membuat perutnya hangat."Dari mana asalmu, Alex?” Tanya Alfonso sambil menyeruput supnya. "Aku... dari kota," jawab Dante singkat. Identitas mereka harus di rahasiakan.Mariana tersenyum kecil, menatap Dante dengan rasa ingin tahu. "Kota itu seperti apa? Aku ingin sekali pergi ke kota, tapi kakek tidak pernah memberikan izin,” katanya pelan. Sebelum Dante menjawab, terdengar ketukan di pintu depan. "Siapa yang datang malam-malam begini?" Gerutu Alfonso sambil bangkit dari kursinya. Dengan kewaspadaan seperti biasa, Alfonso membuka pintu, dan seorang wanita tua berdiri di sana. Tubuhnya basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi wajahnya terlihat ramah. Dia memegang sebuah keranjang kecil yang tertutup kain, dengan senyuman di wajahnya. "Bukankah aku sudah katakan padamu untuk pulang besok pagi?” Kata Alfonso dengan
Di dalam rumah sederhana namun terasa hangat itu, kakek Alfonso duduk di samping Lorenzo, tangannya yang tua dan berkeriput masih cekatan membalut luka Lorenzo menggunakan kain yang dicelupkan ke dalam ramuan herbal berwarna kehijauan. “Tuan, anda mengerti pengobatan?” Tanya Dante matanya tidak lepas dari berbagai ramuan yang di pegang Alfonso. Dia tidak bisa membiarkan orang yang baru mereka kenal memberikan sembarang obat pada Lorenzo.“Aku tahu sedikit.”Dante duduk di dekat perapian, memperhatikan dengan cemas setiap gerakan kakek. "Lukanya dalam," kata Alfonso tanpa menoleh. "Aku sudah melakukan usaha terbaik dengan memberikan ramuan obat yang aku buat sendiri. Sekarang semua tergantung padanya." Dante mengernyit. "Maksud Anda?"Alfonso menghela napas panjang, lalu menatap Dante dengan tatapan mata yang serius. "Kalau dia bisa melewati malam ini, dia akan selamat. Tapi kalau demamnya semakin parah…" Alfonso menggeleng pelan, tidak meneruskan kalimatnya, namun Dante mengerti
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny