Dante merasa simpati yang samar. Meskipun Sofia adalah agen, ia tidak bisa menampik bahwa Sofia tampak seperti seseorang yang juga terjebak dalam permainan yang lebih besar dari yang terlihat.Dante menghentikan ciumannya dengan anggun dan membuat Sofia tetap dalam pesona Dante, pikirannya berputar dengan cepat memikirkan langkah berikutnya. Alat penyadap itu kini menjadi kunci, bukan hanya untuk mengungkap Sofia sebagai agen, tetapi juga untuk menguak siapa sebenarnya yang menarik tali di balik layar.=====Sofia tidak ingin ciuman mereka berakhir. Saat mereka berdua terus berinteraksi, Nexus tak henti-hentinya mengirimkan data rinci ke otak Dante. "Analisis lanjutan terhadap perangkat penyadap sedang berlangsung," kata Nexus di dalam pikiran Dante, memberikan peringatan tanpa suara. Karena informasi atau Sofia yang semakin agresif, Dante merasakan detak jantungnya semakin cepat. Wajahnya tetap tenang, tak memperlihatkan apapun kepada Sofia. Tangan Dante menyelinap masuk ke dalam
Namun sekarang bukan waktunya untuk menikmati keindahan! Karena waktu terus berjalan. “20 menit lagi, Dante kau harus fokus!” Nexus mengingatkan. “Aku sudah tahu, dasar cerewet.” Sedetik kemudian Dante dengan sengaja menyentuh daun telinga Sofia dengan bibirnya, lalu meluncur turun dari telinga ke leher lalu berhenti di bawah tulang selangka, dimana terletak alat penyadap pertama. Prosesnya sedikit rumit karena kedua dada Sofia memiliki bentuk bulat sempurna. Dante berusaha menghindari kedua benda berbahaya itu, namun, sentuhan dan gesekan selalu terjadi. Sebagai pria normal, Dante berulang kali gagal fokus. Nexus yang selalu berteriak di dalam kepalanya. Suaranya seperti seorang pacar yang sedang cemburu, sangat berisik. Sentuhan bibir Dante menimbulkan sensasi tidak terduga untuk Sofia hingga membuatnya mendesah. Dan saat Dante menggigit alat penyadap yang tertanam di bawah kulit Sofia, gadis itu mengerang pelan. Setelah berhasil mengeluarkan alat penyadap pertama, bi
“Tuan tenang saja, bos besar menyuruhku untuk melayanimu, jadi… itu yang akan aku lakukan. Tuan cukup berbaring dengan manis dan menikmatinya.” Ucap Sofia dengan suara yang bisa membuat tubuh pria manapun yang mendengarnya menjadi jelly.“Tapi Nona…”Telunjuk Sofia menekan bibir Dante menahannya bicara. “Bos besar sedang menguping di balik pintu, jadi sebaiknya Tuan patuh.”“Nexi, apa itu benar?”“Benar. Lorenzo sudah berada di sana sejak sepuluh menit yang lalu. Sofia mengetahuinya mungkin karena melihat bayangan yang bergerak di bawah pintu.”“Tapi, bagaimana kau tahu jika Lorenzo yang berada disana? Kau hanya ingin membuatku takut.”“Menurutmu… siapa yang cukup punya nyali untuk menguping orang yang sedang bercinta, dan orang itu dipanggil ‘adik’ oleh bos besar? Selain bos besar itu sendiri. Para petugas, hanya tertarik pada uang, agar bisa bermain dengan wanita mereka sendiri.”“Analisa yang hebat.” Pikir Dante.“Bagaimana jika kita pura-pura saja, kau tidak ingin benar-benar mela
Suatu hari, Dante sedang menjalani tugas rutinnya di penjara, membersihkan lorong-lorong suram dan ruang-ruang kecil di sudut-sudut penjara yang jarang dilewati. Meskipun tampak seperti tahanan biasa yang menjalani hukuman, dia selalu waspada. Kecanggihan Nexus memberinya kemampuan untuk memantau setiap situasi dengan detail, dan dia sering memanfaatkan momen kerja bakti seperti ini untuk mendengarkan percakapan dan mempelajari gerak-gerik para tahanan lainnya.Saat sedang menyapu di salah satu lorong dekat ruang pertemuan yang biasanya kosong, Dante melihat beberapa orang yang dikenalnya sebagai orang-orang Lorenzo berkumpul di sudut yang sepi, tampak berbicara dengan serius. Mereka adalah Franco, Rico, dan Sergio, orang-orang kepercayaan Lorenzo yang biasanya menjalankan perintah dengan setia. Tapi hari itu, Dante merasakan ada sesuatu yang berbeda.Biasanya, mereka selalu bergerak bersama Lorenzo atau mengikuti perintah langsung darinya. Namun kali ini, mereka melakukan pertemuan
Dante tersenyum puas, tetapi rencananya belum selesai. Dia memiliki satu kartu lagi yang akan membuat rencana ini semakin sempurna. "Nexi, sekarang gunakan alat penyadap Sofia. Kirimkan informasi yang sama kepada organisasi intelijen yang mempekerjakannya," kata Dante. "Katakan bahwa Lorenzo terlibat dalam transaksi obat terlarang berskala besar. Buat mereka percaya bahwa ini adalah momen untuk menangkap dan menghancurkan organisasi Lorenzo." Nexus langsung mengaktifkan alat penyadap Sofia yang sekarang berada di tangan Dante. Informasi yang sama, transaksi besar Lorenzo, segera dikirimkan ke jaringan intelijen Sofia. Dengan ini, Dante berhasil membuat tiga kekuatan besar, Matteo dan dua organisasi intelijen, bergerak menuju satu tempat yang sama, masing-masing percaya bahwa mereka akan menggagalkan transaksi Lorenzo. “Informasi telah dikirimkan. Intelijen Sofia juga akan mengirimkan tim untuk menggagalkan transaksi ini,” lapor Nexus. Dante menunggu dengan sabar, yakin bahwa
"Kita tidak bisa membiarkan Marco berhasil," gumam Dante. "Aku harus mempersiapkan segala sesuatu untuk menangkapnya."Dengan cepat, Dante bergerak menuju area dimana Sergio biasa beraktivitas di dalam penjara. Nexus telah memetakan jalur Marco, dan Dante dengan sangat tepat, tahu kapan dan dimana Marco akan menyerang. Ketika dia tiba di tempat yang sepi di salah satu koridor gelap, Dante melihat Marco tengah mengintai Sergio, yang tampak sendirian dan tidak menyadari bahaya yang mengintai.“Dante, Marco tidak datang sendirian.”Dante mempercepat langkahnya, menunggu momen yang tepat. Ketika Marco akhirnya bergerak untuk menyerang, Dante bertindak cepat, dengan gerakan bela diri yang dipelajari dari Nexus, Dante menahan Marco dan berusaha menghalangi orang yang bersama Marco, namun Dante kalah cepat, orang itu berhasil menikam Sergio."Apa yang kau lakukan, Dante?" Marco berteriak saat Dante mendorongnya ke dinding. "Jangan ikut campur! ini bukan urusanmu!""Ini lebih dari sekadar ur
“Nexi, ada yang menarik hari ini?” tanya Dante dalam benaknya, memastikan bahwa Nexus terus mengawasi segala pergerakan yang terjadi di sekitarnya."Tentu, Dante. Ada pertemuan rahasia yang sedang berlangsung. Lorenzo sedang membicarakan Matteo yang ingin melakukan kudeta untuk menggulingkan Lorenzo dan mengambil alih kendali organisasi,” balas Nexus.Berkat kemampuan Nexus yang dapat menangkap sinyal dan frekuensi dari jarak jauh, Dante bisa mendengar setiap kata yang diucapkan Lorenzo dan anak buahnya. seolah-olah dia sedang berada di ruangan yang sama dengan mereka."Lanjutkan, Nexi. Aku ingin tahu lebih banyak," kata Dante sambil melanjutkan tugasnya dengan santai dan tidak menarik perhatian. Matanya tampak fokus pada lantai yang sedang dibersihkannya, tetapi pikirannya sepenuhnya berada di ruang pertemuan Lorenzo.Nexus mengaktifkan mode pengawasan tingkat lanjut, menangkap suara-suara dari ruang pertemuan, bahkan nada-nada halus yang biasanya tak terdengar oleh telinga manusia
Lorenzo yang tak kenal takut dan penuh ambisi, selalu memiliki rencana besar. Meskipun dia berkuasa di dalam penjara, hidup sebagai tahanan bukanlah sesuatu yang bisa diterimanya selamanya. Dia ingin melarikan diri dari penjara.Lorenzo merencanakan pelarian yang sangat berani bersama beberapa orang kepercayaannya, dan hanya sedikit yang tahu tentang rencana ini. Tentu saja Dante sebuah pengecualian. Dia mengetahui semuanya.Berkat Nexus, Dante selalu bisa mendengarkan percakapan tersembunyi dan mengetahui setiap langkah yang direncanakan oleh orang-orang di sekitarnya. Suatu malam, penjara tampak sepi, Lorenzo memanggil beberapa orang kepercayaannya ke sebuah ruangan kecil yang tersembunyi di bawah penjara. Dante, sedang berbaring santai di selnya, tiba-tiba mendengar suara Nexus.“Dante, Lorenzo baru saja memulai pertemuan rahasia. Dia merencanakan sesuatu yang besar,” kata Nexus dengan nada datar namun tegas."Aku ingin mendengar detailnya,""Baik, aku sedang memantau setiap ka
Warga desa menjerit dan menangis, beberapa mencoba berlutut dan memohon kepada Matteo. "Kami tidak tahu apa-apa! Tolong lepaskan kami" Seru seorang pria tua dengan suara bergetar. "Diam!" Bentak Matteo, menendang pria tua itu hingga jatuh ke tanah. Dante, yang bersembunyi di balik tumpukan karung jerami, menahan emosi. Dia mengatur napas, matanya menyipit memandang Matteo dari kejauhan. "Nexus, beri aku rute terbaik untuk mendekatinya, tanpa membahayakan warga desa," bisik Dante dalam hati. "Aku akan mengalihkan perhatian penjaga terdekat," jawab Nexus. "Bersiaplah." Sementara Matteo terus mengancam, Dante memanfaatkan keributan itu untuk melumpuhkan dua penjaga lainnya dengan cepat. Dia bergerak seperti bayangan, melumpuhkan setiap target tanpa suara. Ketika Matteo sadar bahwa hampir semua anak buahnya lenyap, dia menjadi semakin panik dan marah. "Keluar kau, pengecut!" Teriaknya lagi, kali ini sambil melepaskan tembakan ke udara. "Aku pasti akan menangkap dan mencincang
Pagi itu, Lorenzo masih belum sadarkan diri. Alfonso seperti biasa mengganti perban dengan telaten."Dia sangat kuat," ujar Alfonso sambil mengikat perban dengan hati-hati. "Tapi kondisinya tetap harus diawasi. Luka barunya cukup dalam." Dante menghela nafas panjang, "Aku tahu Enzo kuat, tapi tetap saja... melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah."Alfonso menoleh, menepuk bahu Dante dengan lembut. "Kau sudah melakukan lebih dari cukup, anak muda. Kadang, kita hanya bisa menunggu dan berharap."Sambil membereskan kotak obat, Alfonso kembali bicara, “Ngomong-ngomong, tadi di pasar, Rose mendengar berita yang sedang hangat dibahas warga desa, yaitu tentang kediaman Ernesto yang terbakar habis bersama semua penghuninya,” Alfonso melirik Dante, “Alex apa kau yang…”“Kakek, apa menurutmu mereka tidak pantas menerima hukuman dari kejahatan mereka terhadap kalian selama ini?”“Tidak, aku tidak bilang begitu. Justru sebaliknya, apa kau tahu jika warga desa menganggap orang yang sudah
Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, tapi matanya tetap menatap Ernesto tanpa rasa takut. "Kau lupa satu hal, Ernesto," kata Dante dengan suara rendah. "Untuk menghadapi orang sepertimu, aku tidak pernah bermain adil." Detik berikutnya, lampu di ruangan itu mendadak padam, suasana menjadi gelap gulita, dan suara perintah dari Nexus terdengar di kepala Dante. "Sekarang!" Kemampuan indra penglihatan Dante yang bisa melihat dalam gelap kembali aktif.Pertarungan sengit pun dimulai, Dante bergerak cepat seperti hantu di antara bayangan samar, anak buah Ernesto tumbang satu per satu, sementara Nexus terus memandu langkahnya. Meski kalah jumlah, Dante tidak akan menyerah sampai Lorenzo aman. “Kalian sudah melihat wajah Lorenzo, hanya mayat yang tidak akan banyak bicara. Jadi kalian semua harus mati,” gumam Dante.Dante memanfaatkan amunisi dan bahan peledak yang disimpan di kediaman Ernesto. Setelah memastikan Lorenzo berada di tempat aman, Dante menyalakan sumbu peledak dan me
Langkah Dante dan Mariana terhenti ketika melihat sesuatu yang tidak biasa. Pintu rumah terbuka lebar, dan barang-barang terlihat berserakan di halaman depan. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Tanya Mariana dengan suara gemetar. Dante mempercepat langkahnya, meletakkan belanjaan di teras, dan langsung menuju pintu masuk. "Tetap di belakangku," katanya tegas, melindungi Mariana dari kemungkinan bahaya. Saat mereka masuk, pemandangan di ruang tamu membuat Dante terkejut. Meja kayu kecil terbalik, kursi-kursi berserakan, dan beberapa pecahan gelas berserakan di lantai. Tidak jauh, Alfonso tergeletak di lantai dengan wajah penuh luka dan napas tersengal. "Kakek!" Dengan panik Mariana berlari mendekat, berlutut di samping Alfonso. Rose, yang duduk di lantai memegangi kepala Alfonso di pangkuannya, menangis tersedu-sedu. "Mereka datang secara tiba-tiba... mereka melukai Alfonso dan mengambil Enzo," katanya dengan suara gemetar. "Apa yang terjadi? Siapa mereka?" Tanya Dante sambil mem
"Aku tidak akan ke mana-mana," jawab Dante sambil duduk di kursi dekat kasur.Dalam pikirannya, Dante bertanya lagi pada Nexus. "Apa yang bisa aku lakukan agar dia cepat sembuh?""Beri dia waktu," jawab Nexus. "Semakin sering dia merasa aman, semakin cepat otaknya akan pulih. Tapi ini bukan proses yang instan." Dante menghela napas panjang, menatap Lorenzo yang perlahan tertidur dengan ekspresi damai dan polos. "Kau adalah Lorenzo yang legendaris, kenapa jadi begini?" gumamnya pelan. "Aku janji akan membantumu kembali menjadi dirimu kembali." ***Pagi itu, Dante berdiri di samping Lorenzo, menatap sahabat sekaligus bosnya yang kini tampak begitu berbeda. Lorenzo masih memeluk lututnya, wajahnya menatap ke jendela dengan ekspresi polos, seperti anak kecil yang tidak peduli pada dunia. "Ayo, Enzo," ujar Dante sambil menepuk pundaknya dengan lembut. "Kita perlu membersihkan badanmu hari ini." Lorenzo mengalihkan pandangan, wajahnya terlihat bingung. "Mandi?" Tanyanya dengan suara
Pria itu mendengus kesal, lalu memutar badan dan pergi, meninggalkan kedua anak buahnya yang masih tergeletak. "Bawa mereka!" Perintahnya kepada anak buah lain yang menunggu di pinggir desa. Setelah para preman pergi, Dante mengikuti keluarga Alfonso masuk ke dalam rumah. Kakek mengunci pintu dengan tergesa-gesa, wajahnya penuh kekhawatiran. Di ruang tengah, mereka duduk mengelilingi meja kayu kecil. "Bisakah kakek memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Dante. Alfonso menghela napas panjang, menatap Mariana yang masih menangis ketakutan di pelukan neneknya. "Mereka adalah anak buah Don Ernesto, seorang saudagar kaya yang memiliki banyak kekuasaan di desa ini." "Don Ernesto?" Dante mengernyit. "Kenapa dia ingin membawa Mariana?" Rose, mulai berbicara dengan suara sedih. "Semua ini dimulai dua tahun lalu," katanya sambil menggenggam tangan Mariana. "Ernesto datang ke Alfonso dengan tawaran uang untuk membantu perkebunan kami yang hampir bangkrut. Dia bilang itu hadiah
Suasana makan malam di rumah Alfonso terasa hangat, meski hujan deras masih mengguyur di luar. Dante duduk di meja makan, menikmati sup ayam lezat yang membuat perutnya hangat."Dari mana asalmu, Alex?” Tanya Alfonso sambil menyeruput supnya. "Aku... dari kota," jawab Dante singkat. Identitas mereka harus di rahasiakan.Mariana tersenyum kecil, menatap Dante dengan rasa ingin tahu. "Kota itu seperti apa? Aku ingin sekali pergi ke kota, tapi kakek tidak pernah memberikan izin,” katanya pelan. Sebelum Dante menjawab, terdengar ketukan di pintu depan. "Siapa yang datang malam-malam begini?" Gerutu Alfonso sambil bangkit dari kursinya. Dengan kewaspadaan seperti biasa, Alfonso membuka pintu, dan seorang wanita tua berdiri di sana. Tubuhnya basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi wajahnya terlihat ramah. Dia memegang sebuah keranjang kecil yang tertutup kain, dengan senyuman di wajahnya. "Bukankah aku sudah katakan padamu untuk pulang besok pagi?” Kata Alfonso dengan
Di dalam rumah sederhana namun terasa hangat itu, kakek Alfonso duduk di samping Lorenzo, tangannya yang tua dan berkeriput masih cekatan membalut luka Lorenzo menggunakan kain yang dicelupkan ke dalam ramuan herbal berwarna kehijauan. “Tuan, anda mengerti pengobatan?” Tanya Dante matanya tidak lepas dari berbagai ramuan yang di pegang Alfonso. Dia tidak bisa membiarkan orang yang baru mereka kenal memberikan sembarang obat pada Lorenzo.“Aku tahu sedikit.”Dante duduk di dekat perapian, memperhatikan dengan cemas setiap gerakan kakek. "Lukanya dalam," kata Alfonso tanpa menoleh. "Aku sudah melakukan usaha terbaik dengan memberikan ramuan obat yang aku buat sendiri. Sekarang semua tergantung padanya." Dante mengernyit. "Maksud Anda?"Alfonso menghela napas panjang, lalu menatap Dante dengan tatapan mata yang serius. "Kalau dia bisa melewati malam ini, dia akan selamat. Tapi kalau demamnya semakin parah…" Alfonso menggeleng pelan, tidak meneruskan kalimatnya, namun Dante mengerti
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny